CORE VALUE BERAKHLAK APARATUR SIPIL NEGARA SEBAGAI NILAI-NILAI BUDAYA KERJA DALAM PELAYANAN PUBLIK

 

Ashif Ali Ghozi *

Jafar Shodiq**

*Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

** Pusbangkom Manajemen, Kepemimpinan dan Moderasi Beragama Jakarta, Indonesia

*E-mail: berdikaribdkjkt@yahoo.com

**E-mail: jafar.shodiq1505@gmail.com

 

 

 Abstract

BerAKHLAK is an acronym for Service-Oriented, Accountable, Competent, Harmonious, Loyal, Adaptive, and Collaborative. These core values are the standards that the State Civil Apparatus (ASN) must uphold in implementing government policies and programs. As the spearhead of public services, ASN plays a key role in various sectors, including education and health services, particularly at the village and sub-district levels. For government programs to run effectively, a work culture that aligns with the vision and mission must be implemented. BerAKHLAK is not just a slogan but a principle that must be realized in every aspect of ASN work. This study aims to examine how to implement the core value of BerAKHLAK as a work culture in dealing with the community. Using qualitative methods, this study draws on literature reviews from various scientific sources, including books, journals, and official government documents, as comparative materials. Theoretically, this study aims to enhance ASN Human Resources (HR) capabilities to perform their duties more professionally. The study’s results show that the strategy for implementing ASN Core Values is based on surveys as an evaluation tool, which can be conducted digitally in this era.

Additionally, technical training to support soft skills is a practical strategy that cannot be overlooked. Supervision and evaluation, as well as collaboration with relevant agencies, are essential. At least through these steps, it becomes a practical offer to implement the Core Value of Morality for ASN—an offer of ASN employer branding discourse to foster a spirit of service and professionalism.

Keywords: State Civil Apparatus, Work Culture, Core Value of BerAKHLAK.

 

Abstrak

BerAKHLAK adalah akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Nilai inti ini menjadi standar yang harus dipegang teguh oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menjalankan kebijakan serta program pemerintah. Sebagai ujung tombak pelayanan publik, ASN berperan dalam berbagai sektor, mulai dari pendidikan hingga layanan kesehatan, terutama di tingkat desa dan kelurahan. Agar program pemerintah berjalan efektif, budaya kerja yang selaras dengan visi dan misi harus diterapkan. BerAKHLAK bukan sekadar slogan, melainkan prinsip yang harus diwujudkan dalam setiap aspek kerja ASN. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana penerapan core value BerAKHLAK sebagai budaya kerja dalam menghadapi masyarakat. Dengan menggunakan metode kualitatif,  penelitian ini mengandalkan studi literatur dari berbagai sumber ilmiah, termasuk buku, jurnal, serta dokumen resmi pemerintah sebagai bahan perbandingan. Secara teoritis, kajian ini berfokus pada penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) ASN agar lebih profesional dalam menjalankan tugasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan Core Value ASN didasarkan pada survei sebagai alat evaluasi yang untuk era ini dilakukan secara digital. Selain itu, pelatihan teknis untuk menunjang soft skill menjadi strategi praktis yang tidak dapat dikesampingkan. Pengawasan dan evaluasi serta kolaborasi dengan instansi terkait menjadi sebuah keharusan. Setidaknya melalui beberapa langkah ini, menjadi satu tawaran praktis untuk mengimplementasikan Core Value BerAKHLAK bagi ASN. Sebuah tawaran diskursus employer branding ASN untuk menumbuhkan semangat melayani dan profesionalisme.

Kata Kunci: aparatur sipil negara, nila budaya kerja, core value BerAKHLAK.



PENDAHULUAN

Budaya kerja memiliki peran penting dalam pelayanan publik. Budaya kerja yang baik membantu aparatur sipil negara (ASN) bekerja secara profesional dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kepercayaan publik terhadap pemerintah juga dipengaruhi oleh budaya kerja yang diterapkan ASN. Masyarakat akan menilai bagaimana ASN menjalankan tugasnya, terutama karena pemerintah dibiayai oleh pajak rakyat (Muzayanah, 2020, p. 228).

Budaya kerja yang kuat membangun integritas ASN. Transparansi dan kejujuran dalam bekerja dapat mengurangi potensi korupsi dan mencegah penyalahgunaan wewenang di lingkungan pemerintahan. Selain itu, budaya kerja juga menciptakan efisiensi dalam penggunaan sumber daya dan meningkatkan produktivitas ASN. Dengan penerapan budaya kerja yang baik, ASN dapat membangun lingkungan kerja yang lebih positif dan siap menghadapi perubahan.

Sebagai perangkat negara, ASN harus menjaga netralitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Selain menjalankan kebijakan, ASN juga memiliki peran dalam menjaga stabilitas pemerintahan, terutama ketika dinamika politik berdampak pada layanan publik.

BerAKHLAK merupakan nilai inti yang menjadi pedoman kerja ASN. BerAKHLAK adalah akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Nilai ini menjadi standar ASN dalam menjalankan program pemerintah, termasuk di sektor pendidikan dan administrasi kependudukan.

Sebagai bagian dari sistem pemerintahan, ASN harus memiliki sikap profesional dan berintegritas. BerAKHLAK bukan sekadar slogan, tetapi prinsip yang harus diterapkan dalam setiap aspek kerja ASN. Dengan memegang teguh nilai ini, ASN dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan menciptakan pelayanan publik yang lebih efektif dan terpercaya.

Nilai-nilai inti BerAKHLAK dapat diterapkan sebagai dasar budaya kerja ASN untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Penerapan ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memastikan ASN bekerja sesuai dengan prinsip pelayanan yang transparan dan akuntabel. Beberapa kasus yang sering terjadi dalam pelayanan publik oleh ASN dapat diminimalisasi melalui penerapan nilai-nilai BerAKHLAK. Hal ini meliputi pertanyaan mendasar seperti: nilai apa yang harus dimiliki ASN, seberapa penting pengaruhnya terhadap karakter ASN, dan apakah hal ini berdampak pada terciptanya good governance di lingkungan kerja., seberapa penting nilai-nilai tersebut berpengaruh pada karakter ASN, dan apakah nilai-nilai tersebut berdampak pada penciptaan sebuah good governance di lingkungan kerja ASN. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi inti pembahasan dalam artikel ini.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi core value BerAKHLAK dalam budaya kerja ASN serta mengidentifikasi tantangan dan solusi dalam penerapannya di sektor pelayanan publik.

 

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif (Sugiono, 2016, p. 20). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui library research, yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber ilmiah seperti buku, jurnal, dan dokumen resmi pemerintah. Sumber-sumber dari pemerintah digunakan sebagai bahan perbandingan untuk memperkaya analisis (Hikmawati, 2020, p. 88) dalam penelitian ini.  Secara teoritis, penelitian ini berfokus pada penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) ASN sebagai perangkat negara. Kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan pemahaman dan implementasi yang lebih mendalam mengenai penerapan core value BerAKHLAK dalam budaya kerja ASN, sehingga dapat meningkatkan profesionalisme serta efektivitas pelayanan publik.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Core value berAKHLAK.

BerAKHLAK Sebuah nilai dasar yang harus dimiliki oleh perangkat negara dalam pembahasan ini yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia (Muhammad Aji Ibrahim, Muhammad Jamal, 2019, p. 705). Nilai dasar ini dicetuskan oleh pemerintah Indonesia di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 untuk menciptakan sebuah lingkungan kerja yang profesional di Indonesia. Nilai dasar ini bertujuan untuk menghadapi tantangan era digital serta globalisasi yang semakin meningkat tajam. BerAKHLAK merupakan akronim dari berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif.

 

1.   Berorientasi pada pelayanan.

Sebagai perangkat negara, ASN memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, terutama dalam sektor kesehatan, pendidikan, dan layanan publik lainnya yang menjadi kewajiban mereka. Pelayanan yang diberikan harus bersifat inovatif dan prima, sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat.  Lebih dari itu, ASN juga harus mampu membangun kepercayaan publik dengan menunjukkan profesionalisme, integritas, dan dedikasi dalam setiap tugas yang dijalankan. Kepercayaan ini menjadi kunci bagi ASN untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar layak sebagai pelayan masyarakat yang bekerja demi kepentingan publik, bukan sekadar aparatur administratif.

 

2.   Akuntabel.

ASN memiliki tanggung jawab yang besar untuk mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya. Salah satu cara yang dapat digunakan agar membangun rasa kepercayaan masyarakat terhadap ASN adalah dengan transparan terhadap kinerja mereka (Wibowo, 2007, p. 7). tugas dan kewajiban ASN memiliki tingkat kerumitan yang kompleks dalam beberapa bidang sehingga membutuhkan sebuah energi yang besar untuk melakukan tugas dan kewajiban tersebut (Regurius Roberto Loi, 2021, p. 176).

 

3.   Kompeten.

ASN sebagaimana masyarakat pada umumnya harus memberikan inovasi dalam pelayanannya. Untuk itulah ASN dituntut untuk meningkatkan kemampuan keterampilan dan profesionalitasnya sebagai bentuk penerimaan terhadap perubahan yang selalu terjadi setiap saat. Dampak globalisasi dan digitalisasi mewajibkan ASN harus terus belajar mengenai dunia digital serta perkembangan isu sosial di masyarakat.

 

 

 

4.   Harmonis

ASN adalah perangkat negara yang harus saling membangun untuk menjalankan tugas-tugas negara ASN harus mampu menciptakan sebuah lingkungan kerja yang harmonis dengan rekan kerja agar tugas-tugas negara tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama sehingga terasa ringan. Tugas berat akan terasa ringan bila dikerjakan bersama rekan kerja.

 

5.   Loyal

ASN memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada bangsa, negara, dan pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Tanggung jawab ASN meliputi memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan mengutamakan kepentingan negara di atas segalanya. Kepentingan pribadi dan kelompok harus disampingkan agar tugas dapat dijalankan dengan profesional.

 

6.   Adaptif

Perubahan adalah hal yang pasti terjadi dalam dinamika kehidupan bermasyarakat. Sebagai perangkat negara, ASN harus mampu berinovasi dengan cepat, bahkan lebih cepat daripada masyarakat yang menjadi objek pelayanan. Pelayanan yang diberikan harus lebih inovatif untuk mempermudah solusi bagi masyarakat. Tantangan baru akan selalu ada, sehingga ASN dituntut untuk terus belajar dan berkembang.

 

7.   Kolaboratif

Kolaborasi dengan berbagai pihak wajib dilakukan untuk hasil kerja optimal. Tanpa kolaborasi, akan sulit membangun ekosistem kerja yang maju. Kolaborasi menciptakan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat, dengan efek positif bagi pengembangan ekosistem kerja. Semakin banyak pihak yang berkolaborasi, semakin besar pula potensi keberhasilan yang dapat dicapai.

 

Pengertian dan urgensi budaya kerja bagi ASN

Budaya kerja adalah sekumpulan nilai dan norma yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat, termasuk dalam pemerintahan seperti kementerian (S, 2022, p. 4). Budaya kerja ini dapat berbeda antar lembaga dan mencerminkan bagaimana individu bekerja dalam mencapai tujuan bersama. Pembentukan budaya kerja dipengaruhi oleh misi dan tujuan pendirian lembaga, serta kepemimpinan yang ada. Seiring berjalannya waktu, budaya kerja dapat berubah sesuai dengan kebiasaan yang berkembang. Budaya kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas, loyalitas, dan menciptakan lingkungan kerja yang positif.

Disiplin adalah elemen penting dalam budaya kerja. Disiplin mempengaruhi produktivitas individu dalam menjalankan tugasnya. Di setiap organisasi, disiplin berarti menyelesaikan tugas tepat waktu dan sesuai dengan porsi yang diberikan pimpinan. Ketepatan waktu dan tanggung jawab dalam bekerja akan meningkatkan efektivitas kerja dan membantu mencapai tujuan bersama.

Kolaborasi dengan orang lain menjadi salah satu aspek penting dalam membangun perusahaan atau lembaga yang unggul. Kerja sama antar individu atau tim dapat menghasilkan hasil yang optimal. Kolaborasi mempermudah pelaksanaan tugas dan mendorong pencapaian tujuan organisasi tanpa membebani pihak lain. Dalam proyek yang melibatkan banyak pihak, semakin banyak kolaborasi, semakin besar potensi kesuksesan yang dicapai.

Budaya kerja yang inovatif penting untuk menciptakan unit unggul, khususnya di sektor pendidikan atau perusahaan berbasis kreatif. Inovasi menuntut kreativitas dan kemampuan berpikir kritis untuk menghasilkan ide-ide baru. Namun, hambatan internal seperti stres dapat menghambat munculnya ide baru. Dengan budaya yang mendukung, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi untuk menciptakan inovasi yang membawa kemajuan.

Setiap individu dalam organisasi atau instansi harus menjunjung tinggi etika, kompetensi, dan sikap sesuai dengan standar profesi. Budaya kerja profesional mengharuskan karyawan untuk mematuhi tata krama dan etika yang berlaku di tempat kerja. Hal ini sangat penting karena berkaitan dengan profesionalitas serta masa depan karier individu.

Budaya kerja yang berorientasi pada pelayanan menempatkan kepuasan pelanggan atau pemangku kebijakan sebagai prioritas utama. Dalam budaya ini, karyawan didorong untuk memberikan layanan yang berkualitas, responsif, ramah, dan solutif guna memenuhi harapan pelanggan. Nilai-nilai seperti empati, komunikasi yang baik, dan komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan menjadi bagian penting dalam praktik kerja sehari-hari. Dengan menerapkan budaya kerja ini, organisasi dapat membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan, serta meningkatkan reputasi dan daya saing di pasar.

 

Hubungan antara core value BerAKHLAK dengan budaya kerja yang efektif

Core value BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) memiliki hubungan yang erat dengan budaya kerja yang efektif. Nilai-nilai ini menjadi landasan utama dalam membangun lingkungan kerja yang produktif, profesional, dan berdaya saing (BKN, 2022, p. 4). Dengan menerapkan BerAKHLAK, budaya kerja dapat menciptakan kepuasan pemangku kebijakan dan memastikan kualitas layanan publik yang lebih baik.

Budaya kerja memainkan peran penting dalam menciptakan tanggung jawab bagi setiap pekerjaan yang dilakukan. Ia mencerminkan transparansi dan upaya maksimal untuk menjalankan kewajiban dengan lebih baik. Nilai kompetensi dalam budaya kerja mendorong pengembangan keterampilan dan pengetahuan, yang membuat organisasi dapat terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.

Selain itu, budaya kerja dapat menciptakan suasana harmonis di lingkungan kerja, memperkuat kolaborasi, dan mengurangi konflik antar staf. Komitmen terhadap visi dan misi organisasi juga dibangun melalui budaya kerja yang kuat. Hal ini dapat mempererat loyalitas dan dedikasi karyawan terhadap organisasi. Di tengah perkembangan zaman yang terus berubah, budaya kerja yang inovatif memastikan organisasi tetap adaptif dan siap menghadapi tantangan yang ada.

 

Konsep good governance dalam birokrasi

Good governance dalam birokrasi merujuk pada tata kelola pemerintahan yang baik, yang sangat penting untuk menciptakan pelayanan publik yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat, efisiensi, efektivitas, penegakan hukum, keadilan, dan kesetaraan dalam pengambilan kebijakan menjadi hal yang wajib diterapkan dalam birokrasi. Semua aspek ini harus berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas. Good governance berperan penting dalam mengurangi praktik ilegal, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta praktik suap dan gratifikasi yang dapat merugikan masyarakat dan mengubah keputusan pejabat pemerintah.

 

Model pelayanan prima dalam sektor publik

Model pelayanan prima dalam sektor publik adalah pendekatan yang berfokus pada kepuasan masyarakat. Pelayanan prima mengutamakan kualitas layanan yang mudah diakses, cepat, adil, dan memuaskan masyarakat. Salah satu strategi utama dalam pelayanan prima adalah melalui digitalisasi (Mishbah, 2023, p. 1), yang memungkinkan pemerintah memberikan layanan yang lebih efisien dan terjangkau. Pelayanan berkualitas ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai pengambil kebijakan.

Salah satu model yang dapat diterapkan dalam pelayanan publik adalah Model SERVQUAL (Service Quality). Model ini terdiri dari beberapa dimensi utama yang mengukur kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat, dengan tujuan untuk mencapai pelayanan yang prima.

1.   Tangibles (bukti fisik): fasilitas teknologi, dan bangunan.

2.   Keandalan, yaitu kemampuan memberikan layanan yang akurat dan konsisten.

3.   Daya tanggap. Pelayanan publik harus bisa dilakukan dengan cepat dan tanggap.

4.   Layanan public harus mampu memberikan jaminan kesopanan dan kredibilitas penyedia layanan.

5.   Empati, yaitu perhatian dan kepedulian terhadap kebutuhan pengguna layanan.

Model pelayanan publik yang efektif dapat diterapkan melalui berbagai pendekatan. Salah satunya adalah One-Stop Service atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang menyederhanakan proses birokrasi dengan mengintegrasikan berbagai layanan dalam satu tempat. Dengan model ini, masyarakat tidak perlu berpindah tempat untuk mendapatkan layanan dari pemerintah. Selain itu, Public Service Motivation (PSM) menekankan pentingnya ASN untuk mengutamakan kepentingan publik, memiliki etika kerja tinggi, serta semangat pengabdian dalam memberikan layanan yang layak kepada masyarakat.

Seiring perkembangan teknologi, e-Government menjadi bagian penting dalam pelayanan publik, dengan digitalisasi layanan yang mempermudah masyarakat melalui aplikasi atau portal layanan online. Customer Satisfaction-Oriented adalah model yang berfokus pada pemantauan tingkat kepuasan masyarakat secara berkala untuk mendapatkan masukan yang membangun dan lebih memahami kebutuhan publik. Semua model ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan menciptakan sistem yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

 

Implementasi Nilai BerAKHLAK dalam Budaya Kerja ASN

Kinerja ASN harus berorientasi pada pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. ASN wajib memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan cepat dan tepat. Agar pelayanan yang diberikan memiliki citra positif, ASN harus bersikap ramah dan mendengarkan kebutuhan masyarakat, sambil memberikan solusi yang terbaik. Dalam melaksanakan tugasnya, ASN juga diharapkan memanfaatkan teknologi dan fasilitas yang tersedia untuk mempermudah proses pelayanan publik. ASN memiliki peran yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintah karena sebagai tangan kanan pemerintah sebagai pengambil kebijakan (Aprillia Andini Theresia, 2015, p. 74).

Dalam melaksanakan tugas negara, ASN harus bekerja secara transparan dan bertanggung jawab. Setiap pengeluaran terkait keuangan atau kebijakan wajib diketahui oleh semua pihak agar mudah diawasi dan diperbaiki jika diperlukan. Begitu pula, setiap kebijakan yang dibuat dalam suatu lembaga harus dijelaskan dengan transparan kepada seluruh anggota lembaga tersebut. Pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara efisien dan tepat sasaran, dan hasil kerja harus dilaporkan dengan jujur serta sesuai aturan yang berlaku (Muhammad Aji Ibrahim, Muhammad Jamal, 2019, p. 703).

Sebagai pegawai yang menjalankan tugas negara, ASN harus terus meningkatkan kemampuannya melalui pembelajaran berkelanjutan. Kemampuan mereka harus lebih unggul daripada masyarakat yang dilayani dan menguasai teknologi terkait pekerjaan. Mengingat perkembangan teknologi yang terus berjalan, ASN yang tidak terus belajar akan tertinggal. Oleh karena itu, ASN diharapkan dapat memberikan kinerja terbaik sesuai dengan keahlian yang dimiliki, agar dapat memenuhi harapan masyarakat dan berkontribusi pada kemajuan negara (Keban, 2004, p. 193).

ASN menjaga hubungan yang baik dengan rekan kerja dan masyarakat (Pemblokiran Data Kepegawaian Dan/ Atau Layanan Kepegawaian Pada Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara, 2023, p. 1), karena kekompakan sangat berpengaruh terhadap kinerja yang optimal (Keith Davis, 2002, p. 23). Membangun lingkungan kerja yang inklusif dan nyaman sangat penting untuk menciptakan semangat dan motivasi yang tinggi. Tanpa kekompakan dan kerja sama yang solid, sulit bagi ASN untuk mencapai tujuan bersama. Lingkungan kerja yang nyaman akan mendorong terobosan dan kemajuan lembaga. Kerja sama yang baik di antara pegawai sangat diperlukan, terlebih dalam kegiatan yang memerlukan sinergi yang tinggi, agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Sebagai bagian dari sistem pemerintahan Indonesia, ASN wajib mendukung dan taat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. ASN harus mendukung program pemerintah dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. ASN harus terbuka terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan, mengikuti perkembangan zaman, dan siap mengubah kebijakan atau tindakan sesuai kebutuhan. Percepatan teknologi juga mengharuskan ASN untuk terus berbenah dan mencari cara baru untuk meningkatkan kinerja demi kemajuan negara. Perbedaan kinerja individu sering dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja dan kondisi rumah tangga.

Dalam upaya membangun negara, ASN bekerja sama dengan instansi lain dalam program-program kolaboratif untuk memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Sebagai negara demokrasi, ASN harus menghargai kontribusi setiap pihak yang terlibat. ASN juga aktif membangun jaringan yang produktif untuk lebih mendukung pelaksanaan tugas dan kewajiban, sehingga setiap tindakan yang diambil akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan.

 

Tantangan dalam penerapan Core value berAKHLAK

Tantangan dalam menerapkan core value BerAKHLAK di lingkungan kerja, khususnya di instansi pemerintahan dan perusahaan BUMN, mencakup beberapa aspek penting, seperti budaya kerja, sumber daya manusia, dan sistem pengelolaan instansi. Salah satu masalah utama adalah banyaknya pegawai yang tidak memahami nilai-nilai BerAKHLAK dan hanya menganggapnya sebagai slogan semata tanpa benar-benar mengimplementasikannya dalam pekerjaan mereka. Sering kali, mereka beranggapan bahwa nilai-nilai ini tidak relevan dengan budaya kerja mereka. Kurangnya sosialisasi yang efektif juga menjadi kendala besar, sehingga nilai-nilai tersebut tidak terinternalisasi dalam perilaku sehari-hari pegawai, yang akhirnya menyebabkan rendahnya pemahaman dan penerapan nilai BerAKHLAK di kalangan pegawai pemerintah.

Tantangan lainnya adalah adanya budaya kerja yang tidak mendukung penerapan nilai-nilai BerAKHLAK ini. Beberapa budaya negatif, seperti adanya senioritas yang berlebihan, dapat mendiskriminasi pegawai dan berdampak buruk pada iklim kerja yang sehat. Birokrasi yang lambat juga turut memperburuk situasi, karena memperpanjang proses kerja dan menyebabkan kejenuhan di kalangan pegawai. Selain itu, pola kerja yang tidak efektif juga menjadi tantangan karena perubahan yang sering terjadi dapat membingungkan dan menyebabkan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas. Tantangan utamanya adalah budaya kerja yang belum sejalan dengan nilai-nilai akhlak dalam praktik sehari-hari. Budaya negatif yang sudah mengakar membutuhkan energi yang besar untuk diubah menjadi budaya positif yang sesuai dengan nilai-nilai BerAKHLAK.

Untuk memberikan solusi yang efektif, kepemimpinan di lembaga harus dapat memberikan inspirasi dan menjadi teladan bagi anggotanya. Pemimpin yang baik harus mampu menunjukkan contoh yang positif dan berhasil membangun lingkungan kerja yang sehat dan kolaboratif. Dalam mengembangkan sumber daya manusia, pemimpin perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebijakan publik dan mampu memenuhi kebutuhan stafnya, serta menciptakan ruang bagi pegawai untuk berkembang dan berkontribusi sesuai dengan nilai-nilai BerAKHLAK (Lyta Lestary, 2017, p. 94).

Dalam sebuah lembaga, pemberian apresiasi terhadap kinerja yang baik sangat penting, begitu pula dengan penegakan aturan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai. Pelanggaran ringan dapat dikenakan teguran lisan atau tertulis, sementara untuk pegawai yang tidak memenuhi target kerja, pemotongan tunjangan kinerja menjadi solusi. Sedangkan pelanggaran berulang dapat berujung pada penurunan jabatan atau mutasi, dan yang paling berat adalah pemberhentian atau pemecatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran berat. Dengan sistem penghargaan dan sanksi yang tegas, budaya kerja yang diharapkan dapat diterapkan secara konsisten. Namun, tantangan terbesar adalah banyak pegawai yang enggan keluar dari zona nyaman dan menolak perubahan budaya kerja yang lebih positif, menganggap jargon yang disampaikan oleh pihak berwenang hanya sebatas formalitas semata.

Permasalahan lain yang muncul adalah adanya kesenjangan kompetensi dan kurangnya pelatihan di berbagai daerah. Minimnya program mentoring dan pelatihan bagi pegawai berdampak pada ketidakseimbangan kompetensi antar wilayah, yang mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Selain itu, komunikasi internal yang kurang efektif turut memperburuk kondisi, menyulitkan pengambilan keputusan bersama, terutama ketika menghadapi masalah besar. Kurangnya keterbukaan dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan menghambat penyampaian nilai BerAKHLAK.

Untuk mengatasi tantangan ini, pimpinan harus menjadi role model dalam menerapkan nilai-nilai BerAKHLAK. Pegawai akan cenderung mengikuti perilaku pimpinan yang mengedepankan kebaikan dan keadilan. Apabila pimpinan di suatu lembaga dapat bertindak adil dan menegakkan aturan dengan tegas, pegawai akan segan untuk melanggar karena karena tahu bahwa pimpinan tegas menolak segala bentuk pelanggaran yang merugikan lembaga. Dengan kepemimpinan yang kuat, pengawasan yang efektif, dan komunikasi yang terbuka, lembaga dapat mengatasi tantangan tersebut dan mewujudkan budaya kerja yang lebih positif.

Solusi untuk mengatasi kesenjangan kompetensi di kalangan pegawai dapat dilakukan melalui sosialisasi dan pelatihan yang interaktif serta berkelanjutan. Pelatihan berkala sangat penting untuk meningkatkan kompetensi pegawai, agar mereka merasa lebih percaya diri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Kendala dalam pekerjaan sering kali terjadi akibat kurangnya pemahaman dan keterampilan pegawai, sehingga pelatihan dan pengembangan kompetensi harus terus dilakukan, baik secara mandiri maupun dengan program yang disediakan oleh lembaga. Hal ini akan memungkinkan pegawai untuk bersaing secara sehat dan meningkatkan kinerja mereka di lingkungan kerja (Faradilla Aslia A, 2019, p. 67).

Selain itu, untuk mengatasi tantangan dalam penerapan nilai-nilai positif, penting untuk mengembalikan sistem penghargaan dan hukuman yang jelas bagi pegawai yang berprestasi maupun yang tidak menunjukkan kinerja baik. Lembaga perlu melakukan penilaian rutin terhadap kinerja pegawai, memastikan bahwa mereka telah menerapkan nilai-nilai BerAKHLAK dalam pekerjaan mereka, kinerja sangat dipengaruhi oleh sifat seseorang (Mangkunegara, 2005, p. 15). Penilaian ini akan mendorong pegawai untuk lebih berkomitmen dalam menjalankan tugas mereka dengan baik. Untuk menciptakan kerja sama yang efektif, penting bagi pegawai untuk kompak dan saling terbuka dalam menghadapi masalah yang ada, agar suasana kerja yang positif dan produktif dapat terwujud.

 

Strategi Penguatan Budaya kerja berbasis core value BerAKHLAK

Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh lembaga untuk mengukur dan melakukan perbaikan terhadap budaya kerja adalah dengan melaksanakan survei budaya kerja yang secara berkala mengukur pemahaman dan penerapan nilai BerAKHLAK di kalangan pegawai. Survei ini dapat menjadi alat evaluasi yang efektif untuk menilai apakah budaya kerja yang diterapkan sudah sesuai dengan core value yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, lembaga dapat melakukan perbaikan berkelanjutan untuk memastikan bahwa nilai-nilai BerAKHLAK terus dipraktikkan dengan baik di lingkungan kerja.

Untuk mempermudah penyelesaian masalah dalam organisasi, lembaga bisa membentuk tim lintas bidang yang dapat berkolaborasi dalam memecahkan masalah bersama. Dengan adanya tim ini, koordinasi yang solid akan tercipta dan memudahkan pengambilan keputusan yang lebih cepat, serta mengurangi kesalahpahaman dalam pekerjaan. Komunikasi yang efektif adalah kunci utama dalam menciptakan hubungan kerja yang harmonis. Oleh karena itu, penting bagi lembaga untuk meningkatkan kegiatan kolaboratif guna memperkuat kepedulian sosial dan solidaritas di antara pegawai. Dengan komunikasi yang terbuka, setiap kendala atau masalah yang muncul dapat segera ditangani dengan solusi yang konstruktif.

Lembaga yang ingin meningkatkan efektivitas kerja dapat menyusun standar operasional prosedur (SOP) berbasis nilai BerAKHLAK, yang akan membimbing pegawai dalam menjalankan tugas sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Secara berkelanjutan, pengecekan terhadap visi misi organisasi dan implementasi budaya kerja di lapangan perlu dilakukan untuk memastikan konsistensi dan efektivitas. Selain itu, digitalisasi layanan untuk masyarakat juga menjadi suatu keharusan, namun perlu diperhatikan potensi tantangan seperti serangan siber dan pencurian data.

Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, lembaga dapat menyelenggarakan pelatihan teknis dan soft skill yang sesuai dengan kebutuhan organisasi  (Ratna Masela, 2022, p. 30), disertai dengan sertifikasi dan uji kompetensi. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterampilan pegawai tetapi juga memberi pengakuan atas kemampuan mereka, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan diri dan kinerja mereka dalam menghadapi tantangan (Elza Oktariani, Fauziah Afriyani, 2020, p. 203).

 

KESIMPULAN

Core Value BerAKHLAK bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat penting dalam membangun budaya kerja yang efektif dan meningkatkan pelayanan publik. Implementasi dari Core Value ini


dilakukan dengan berpedoman pada beberapa aspek seperti kinerja yang berorientasi pada layanan, Akuntabel, ASN juga harus kompeten dalam bidangnya, menunjukkan sikap harmonis tanpa diskriminatif dalam bekerja

, memiliki loyalitas yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya, serta mampu berkolaborasi dengan berbagi stakeholder terkait.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan core value ASN adalah melalui survei yang dijadikan sebagai alat evaluasi dengan mengikutsertakan satuan kerja-satuan kerja dimana ASN itu bekerja berbasis pada standar operasional prosedur yang telah disepakati bersama. Untuk memudahkan proses survei dan evaluasi dapat dilakukan secara digital. Pelatihan teknis (soft skill) juga merupakan salah satu strategi yang tidak dapat dikesampingkan, hal ini terkait erat dengan sumber daya manusia (SDM) ASN. Setelah ini barulah dilakukan pengawasan dan evaluasi berkala terhadap kinerja pegawai juga diperlukan untuk memastikan kualitas dengan tetap berkolaborasi dengan instansi terkait.

Tulisan ini terbatas pada studi pustaka belum mengintegrasikan pada perspektif ASN di lapangan dengan menentukan lokus penelitian berbagai lembaga negara. Mengintegrasikan perspektif ASN di beberapa lokus penelitian memungkinkan pemahaman yang komprehensif. Cara ini memungkinkan ditemukannya solusi implementatif atas masalah yang dihadapi oleh para ASN. Sejalan dengan itu, dibutuhkan satu penelitian lanjutan yang bersifat field research (lapangan) untuk memastikan apakah core value atau nilai-nilai akhlak terimplementasi dengan baik atau tidak. Dengan cara ini pemecahan masalah yang lebih komprehensif dapat ditemukan.



DAFTAR PUSTAKA

 

Aprillia Andini Theresia, K. (2015). Pembangunan Berbasis Masyarakat Acuan Bagi Praktisi, Akademisi dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat. ALPABETA.

BKN. (2022). Buku Saku Panduan Perilaku Core Values Badan Kepegawaian Negara. BKN.

Elza Oktariani, Fauziah Afriyani, E. (2020). Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Mandiangin Batubara. Jurnal Bisnis, Manajemen Dan Ekonomi, 10(10), 203.

Faradilla Aslia A. (2019). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Amanah Finance. Jurnal Profitability Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 3(1), 67.

Hikmawati, F. (2020). Metodologi Penelitian. Rajawali Pers.

Keban, Y. T. (2004). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori, dan Isu. Gava Media.

Keith Davis, J. W. N. (2002). Perilaku Organisasi. Cetakan Ketujuh. Erlangga.

Lyta Lestary, H. (2017). Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Riset Bisnis Dan Investasi, 3(2), 94.

Mangkunegara, A. P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Remaja Rosda Karya.

Maulidiah, S. (2014). Pelayanan Publik: Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Indrapahasta.

Mishbah, M. (2023). Model Inovasi Pelayanan Publik Bidang Digitalisasi Administrasi Pemerintahan. Pacu Replikasi Inovasi, Kementerian PANRB Susun Referensi Pembelajaran. https://menpan.go.id/site/berita-terkini/pacu-replikasi-inovasi-kementerian-panrb-susun-referensi-pembelajaran

Muhammad Aji Ibrahim, Muhammad Jamal, B. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Meningkatkan Pelayanan Administrasi Kepada Masyarakat di Kecamatan Bontang Barat Kota Bontang ,. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(2), 705.

Muzayanah. (2020). Pemahaman Terhadap Tanggungjawab, Hak dan Kewajiban Pegawai Terhadap U.U. No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Jurnal Komunikasi Hukum (Jkh) Universitas Pendidikan Ganesha, 6(1), 228.

Pemblokiran Data Kepegawaian dan/ atau Layanan Kepegawaian pada Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara, 1 (2023).

Ratna Masela, L. H. (2022). Analisis Lingkungan Kerja dan Tata Ruang dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Meubel Permata Wood Desa Kates Kecamatan Kauman Kabupaten Tulungagung. SOSEBI: Jurnal Penelitian Mahasiswa Ilmu Sosial, Ekonomi, Dan Bisnis Islam, 2(1), 30.

Regurius Roberto Loi, G. B. (2021). “Peranan Aparatur Sipil Negara dalam Meningkatkan Pelayanan Publik (Studi Kasus Kantor Camat Teluk dalam Kabupaten Nias Selatan). Governance Opinion, 6(2), 176.

S, N. N. (2022). Budaya Kerja Kementerian ESDM, Siap BerAKHLAK, Wujudkan Budaya Kerja. Biro Organisasi dan Tata Laksana (Sektretariat Jenderal Kementerian ESDM).

Sugiono. (2016). Metode Penelitan Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada.