LEMBAGA PESANTREN DI
KALIMANTAN BARAT: STUDI ATAS PENDIRI, SEJARAH DAN KEGIATAN PENDIDIKAN DI
PESANTREN AL-AZIZ, DESA PASAK, KUBU RAYA
Wendi Parwanto*
Sulaiman**
*Doktor
Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Dosen
IAIN Pontianak, Indonesia
** IAIN Pontianak, Kalimantan
Barat, Indonesia
*E-mail: wendiparwanto2@gmail.com
**E-mail: sulaiman1234@gmail.com
Abstract
Some researchers have researched Islamic boarding schools in West Kalimantan. However, their research tended to be
descriptive-exploratory, and
they did not attempt to read
these themes from a social theory
perspective. Therefore, this research will
use social theory, namely Michel Foucault’s genealogical theory of knowledge
and Peter L. Berger’s sociological theory of knowledge. This
study aims to describe the founder,
history, and educational activities of the Al-Aziz Islamic boarding school in Pasak village, Kubu Raya. The type of this study is
field research, employing a descriptive and analytical method. The results of this article are as follows: first, the scientific genealogy of K.H. Marzuki was shaped by
his family environment, his
teachers, life experiences, and reading sources. Second, K.H. Marzuki’s work in Al-Aziz Islamic Boarding School is summarised
in the sociology of knowledge theory,
which includes three variables, namely 1) Externalisation, this phase is
the process of outpouring the
knowledge that K.H. Marzuki
has obtained in social and educational realities, 2) Objectification, is the knowledge
that he has poured out in social reality
entering the stage of institutionalization
and legitimacy, and 3) Internalisation, is the process
of socialization, both primary socialization
(in the family environment) and secondary (in the broader environment, including in social and educational realities and taking
place continuously for a long time).
Keywords:
Inisiator, History, Al-Aziz
Islamic Boarding School,
Kubu Raya, West Kalimantan
Abstrak
Beberapa peneliti telah melakukan riset
atau kajian tentang pesantren di Kalimantan Barat. Namun penelitian yang mereka
lakukan cenderung bersifat deskriptif-eksploratif, dan belum berusaha membaca
tema-tema tersebut dengan perspektif teori sosial. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini penulis akan menggunakan teori sosial, yaitu teori genealogi
pengetahuan Michel Foulcault dan teori sosiologi
pengetahuan Peter L. Berger. Jenis penelitian ini adalah studi lapangan
dengan metode deskriptif analisis. Penelitian
ini bertujuan mendeskripsikan studi
atas pendiri, sejarah dan kegiatan pendidikan di pesantren al-aziz,
desa pasak, kubu raya Hasil
dari artikel ini adalah: pertama, genealogi keilmuan K.H. Marzuki dibentuk
mulai dari lingkungan keluarga, guru-gurunya, pengalaman hidupnya, hingga
sumber-sumber bacaannya. Kedua, kiprah K.H. Marzuki dalam pesantren Al-Aziz
terangkum dalam teori sosiologi pengetahuan, yangmencakup
tiga variabel, yaitu 1) Eksternalisasi, fase ini adalah proses pencurahan
keilmuan yang telah didapatkan oleh K.H. Marzuki dalam realitas sosial dan
pendidikan, 2) Objektivikasi, adalah keilmuan yang telah beliau curahkan dalam
realitas sosial memasuki tahap institusionalisasi dan legitimasi, dan 3)
Internalisasi, adalah proses sosialisasi, baik sosialisasi primer (dalam
lingkungan keluarga) maupun sekunder (dalam lingkungan yang lebih luas,
termasuk dalam realitas sosial dan pendidikan serta berlangsung secara
terus-menerus dalam waktu yang lama).
Kata Kunci: Sejarah, Pendiri, Pesantren Al-Aziz, Desa Pasak, Kubu Raya,
Kalimantan Barat.
PENDAHULUAN
Di
antara elemen sentral dalam dunia atau lembaga pesantren adalah seorang kiai
Sebenarnya,
penelitian tentang dinamika kehidupan pesantren, khususnya pesantren di
Kalimantan Barat telah dilakukan oleh sejumlah peneliti, di antaranya seperti
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Tisna Nugraha, dkk. Ia meneliti tentang
“Formulasi Kebijakan Pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin Kubu
Raya” dalam penelitian ini, ia menjadikan pondok pesantren Hidayatul Muhsinin
sebagai objek penelitian. Penelitian tersebut difokuskan pada formulasi dan
adopsi kebijakan pendidikan di pondok pesantren Hidayatul Muhsinin dilakukan
melalui enam tahapan yaitu identifikasi masalah kebijakan, penyusunan agenda,
perumusan kebijakan, pengesahan kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi
kebijakan
Kemudian
Syaiful Ilmi dan Ardiansyah, ia meneliti tentang “Peran Pesantren dalam
Mencegah Gerakan Radikalisme di Kalimantan Barat”, dalam penelitian ini, ia
menjadikan empat pesantren sebagai objek penelitian, yaitu Pesantren Darul
Khairat, Pesantren Makarim al-Akhlak, Pesantren Darul
Ulum dan Pesantren Darussalam. Penelitian tersebut difokuskan pada analisis
strategi pesantren di Kalimantan Barat dalam menanggulangi gerakan radikalisme
dengan paradigma AGIL
Selanjutnya
penelitian dalam dunia pesantren di Kalimantan Barat juga dilakukan oleh Khairuman, dkk dengan judul
“Peran Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin Dalam Dunia Pendidikan di Kalimantan
Barat Sejak 1998-2019” fokus utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1)
Bagaimanakah sejarah awal berdirinya pondok pesantren Hidayatul Muhsinin, 2)
Bagaimanakah kultur santri Hidayatul Muhsinin, dan 3) Bagaimana pola pendidikan
pondok pesantren Hidayatul Muhsinin
Jadi
dari empat tema penelitian tentang dunia pesantren di atas, cukup
merepresentasikan bahwa belum ada penelitian yang secara khusus menjadikan
Pesantren Al-Aziz, Kubu Raya dan Kyai Marzuki sebagai objek utama kajian. Di
samping itu, pada sejumlah penelitian di atas belum ada penelitian yang
memotret realitas pesantren dari teori-teori filsafat sosial, karena memang
yang menjadi titik fokus kajian atau penelitian yang mereka lakukan adalah
sifatnya deskriptif-eksploratif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
berupaya mengkaji realitas sosio-biografis dan kiprah
K.H. Marzuki melalui pendekatan filsafat sosial, dengan fokus pada dua rumusan
utama, yakni 1) mengeksplorasi bagaimana realitas sosio-biografis
K.H. Marzuki Asad Malik dan setting historis
Pesantren Al-Aziz; dan 2) Membaca tentang bagaimana kiprah KH. Marzuki dengan
teori konstruksi sosial (social construction) yang diintrodusir
oleh Peter L. Berger.
Untuk
menjelaskan rumusan masalah pertama, tentang konstruksi biografi K.H. Marzuki,
penulis akan menggunakan teori genealogi Michel Foucault.
Teori ini yang secara sederhana dapat didefiniskan
bahwa – dalam melihat pemikiran seorang tokoh, tentunya tidak terlepas dari
penelitian tentang sejumlah variabel yang ikut andil dalam membentuk karakter,
pemikiran dan tingkah lakunya; seperti lingkungan keluarga, sosial-kultural-keagamaan,
guru-gurunya, literatur bacaannya, agen-agen yang ia apresiasi, pengalaman hidupnya
dan sejumlah variabel linier lainnya
Kemudian
untuk menjelaskan dan menjawab rumusan masalah kedua, penulis akan memetakan
kiprah K.H. Marzuki Asad Malik dengan teori Sosiologi Pengetahuan yang diproklamirkan oleh Peter L. Berger.
Dalam teori ini, ada tiga variabel utama yang harus dieksplorasi, yaitu:
Eksternalisasi, Objektivikasi dan Internalisasi
Kontribusi
penelitian ini adalah: Pertama secara teoritis, bahwa penelitian ini menjadi
titik beda dari penelitian yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti di atas
tentang perkembangan pesantren dan Kyai di Kalimantan Barat, Fokus kajiannya
adalah pada kontribusi teori-teori filsafat sosial dalam menafsirkan wacana
bahasan yang disuguhkan, karena selama ini penelitian tentang dunia Pesantren
khususnya di Kalimantan Barat, cenderung berkisar pada wilayah deskriptif-eksploratif
dan belum terlalu menyentuh aspek-aspek aksentuasi teori filsafat sosial dalam
membidik problem yang diusung. Kedua secara praktis, tentunya memberikan
informasi bahwa ada seorang Kyai di pedalaman Kubu Raya yang berasal dari
Malang, kemudian mendirikan Pesantren Al-Aziz – yang pesantrennya masih eksis sampai saat ini. Di sisi lain, tentunya pesantren
tersebut dapat dijadikan studi banding dengan pesantren-pesantren lainnya,
khususnya yang ada di Kalimantan Barat, baik dalam hal manajemen operasional,
pendidikan dan lain sebagainya.
METODE
Penelitian
adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan. Penelitian
lapangan (field research)
adalah penelitian yang dilakukan dengan pengumpulan data lapangan baik dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi
Lokasi
dalam penelitian ini adalah di lembaga pendidikan Pesantren Al-Aziz, yang
terletak di Desa Pasak, kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Rentang waktu
penelitian atau pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan Januari tahun
2025. Teknik pengumpulan data ada dengan wawancara tidak terstruktur, kemudian
dikuatkan dengan observasi non-partisipan dan dokumentasi
Teknik
penentuan sumber data utama dalam kajian ini adalah dengan model purposive sampling, teknik ini dipilih adalah
karena menginginkan data yang diperoleh adalah data-data yang akurat dan
representatif dari sumber kredibel karena orang-orang yang memberikan dianggap
mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang objek yang diteliti
Pertama,
Reduksi data (reduction of
data), yakni memilih atau memilih data serta memfokuskan pada data-data
utama untuk disajikan, artinya data-data yang diperoleh di lapangan
disederhanakan menjadi data utama yang siap disajikan. Jadi, dalam penelitian
ini jawaban-jawaban yang diberikan oleh para narasumber dipilah dan diambil
yang sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan.
Kedua,
Penyajian
data (display of data),
menyajikan atau mendeskripsikan data utama dalam bentuk naratif, deskriptif,
tabel yang siap untuk dianalisis dengan pisau analisis yang sudah dipilih.
Dalam tulisan ini, data lapangan yang sudah didapatkan disajikan dalam bentuk
narasi deskriptif. Ketiga, analisis dan penarikan kesimpulan (analysis and conclusion), melakukan analisis atau data yang
disajikan dan menarik sebuah kesimpulan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendiri:
Rantai Nasab dan Sosio-Biografi K.H. Marzuki Asad Malik
Nama
lengkap K.H. Marzuki adalah K.H. Marzuki Asad Malik b. K.H. Dahri b. K.H. Abdul
Bani Mbah Fatimah Binti K.H. Abdul Qadir b. Maulana
Sayyid Karimullah Ba’syiban b. Muhammad Ali Ba’syiban b. Sayyid Abdullah Ba’syiban
b. Sayyid Abdurrahim Ba’syiban b. Sayyid Abdurrahman Ba’syiban b. Sayyid Umar Ba’syiban.
Sedangkan
dari keturunan marga Adzmatkhon K.H. Marzuki Asad
Malik b. K.H. Dahri b. K.H. Abdul Bani Mbah Fatimah Binti K.H. Abdul Qadir b. Maulana Sayyid Qarimullah
b. Nyai Arumi Binti Syaikh Muzaki (Bujuk Batu Kolong)
b. Syaikh Abdul Hadim
Shohib b. Syaikh Abdul Mufid b. Syaikh
Abdullah b. Syaikh Hasan b. Syaikh
Abdurrahman b. Syaikh Ribet b. Pangeran Keba b. Sayyid Ali Khairul Fatihin
(Sunan Kulon) b. Maulana Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri). Jadi berdasarkan
rantai nasab di atas, terlihat bahwa rantai nasab keturunan KH. Marzuki sampai
kepada Muhammad Ainul Yaqin, yaitu Sunan Giri, sedangkan rantai nasab Sunan
Giri adalah bersambung kepada Rasulullah Saw dari jalur Husein b. Ali. Dengan
demikian, membuktikan bahwa rantai nasab KH. Marzuki bersambung hingga Nabi
Muhammad Saw.
K.H.
Marzuki Asad Malik lahir, Jum’at, 01 April 1969 di
Dusun Prangas, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Beliau
lahir dari pasangan Kyai Dahri dan Nyai Hajjah Ratemi.
Beliau memiliki dua gelar marga yaitu Ba’syaiban dan Adzmatkhon. Beliau lebih menggunakan marga Ba’Syiban, karena gelar ini dinisbatkan
kepada orang dari pihak bapaknya. Beliau memulai jenjang pendidikannya dari
sekolah SR (Sekolah Rakyat) setelah lulus, beliau melanjutkan jenjang
pendidikan MTs dan SMA di kampung halamannya (Aziz,
12 Januari 2025).
Setelah
KH. Marzuki menyelesaikan pendidikan tingkat atas (SMA), beliau melanjutkan
pendidikannya di jenjang perguruan tinggi yaitu di IKIP/PGRI Malang. Dengan
masa kuliah selama empat tahun, beliau mendapatkan ijazah serta gelar akademis
D2 dengan nilai yang bagus. Kemudian selang beberapa bulan kemudian, beliau
melanjutkan rihlah intelektualnya dalam bidang keagamaan, yaitu di lembaga
pendidikan PPAI (Pendidikan Pondok Pesantren dan Pendidikan Agama), lembaga
pendidikan ini terletak di Desa Sukoraharjo Dusun
Ketapang Kepanjen, yang didirikan dan diasuh langsung
oleh K.H. Muhammad Said (Aziz, 12 Januari 2025).
Selain
menimba ilmu agama, K.H. Marzuki juga mendapatkan amanah dari K.H. Mohammad Sa’id untuk membantu para Ustadz
mengajar di pesantren tersebut, dan hal ini dilakukannya selama 15 tahun.
Melihat ke-tawadhu’-an
beliau selama di pesantren tersebut, maka Ketekunan tersebut mendorong K.H.
Mohammad Sa’id untuk menikahkan keponakan perempuannya
yang bernama Nyai Ummu Kalsum dengan K.H. Marzuki. Kemudian pada tahun 1978,
K.H. Marzuki menikah dengan Nyai Ummu Kalsum. Nyai Ummu Kalsum berasal dari
Dusun Banjar Patoman, Desa Amadanom,
Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, dan alamat ini tidak jauh dari tempat
kelahiran K.H. Marzuki.
Lalu
buah dari pernikahan K.H. Marzuki Asad
Malik Ba’syaiban dan Nyai Ummu Kalsum, keduanya
dikarunia empat orang anak, tiga putra dan satu orang putri, yaitu :
Burhanuddin Aziz, Badruddin Aziz, Nasyiruddin Aziz,
Siti Nur Fatimatul Azizah. Putra-putra beliau tersebut lahir di Malang, kecuali
Siti Nur Fatimatul Azizah, ia lahir di Dusun Pasak Piang, Desa Parit Timur,
Kalimantan Barat (Aziz, 12 Januari 2025).
Setelah
mengabdi selama 15 tahun di PPAI Malang, maka pada tahun 1992 K.H. Marzuki
merantau ke Kalimantan Barat. Selama di Kalimantan Barat, beliau sempat
mengasuh lembaga pendidikan Dar Ad-Dakwah wa Al-
Irsyad, yang terletak di Desa Pasak, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Di samping
sebagai pengasuh lembaga pendidikan tersebut, beliau juga sempat melanjutkan
pendidikan S1 di STAIN (sekarang IAIN) Pontianak, fakultas Tarbiyah,
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Kedekatan beliau dengan para dosen maupun para
pegawai STAIN beliau sempat mengajukan program kuliah dua hari yaitu, Sabtu dan
Minggu. Program ini cukup lama berjalan bahkan berkembang begitu pesat sehingga
banyak dari kalangan mahasiswa yang ikut kuliah pada dua hari tersebut.
Genealogi
Keilmuan KH. Marzuki Asad Malik
Dalam sebuah teori genealogi, Michel Foulcault mengatakan bahwa dalam melihat keilmuan
seseorang, tentunya tidak terlepas dari penelusuran tentang guru-gurunya, basis
sosial-kemasyarakatan, sumber bacaannya, tokoh-tokoh atau agen-agen yang ia
kagumi dan hal linier lainnya. Semua hal tersebut membentuk pola pikir dan
pengetahuan K.H. Marzuki, yang kemudian memengaruhi perilaku serta pemikirannya
secara mendalam
K.H. Marzuki adalah seorang tokoh yang cukup luas
keilmuannya, baik dalam bidang ilmu agama seperti bidang tafsir, akhlak,
pendidikan dan sebagainya bahkan juga cukup piawai bidang ilmu pertanian.
Keluasan ilmu yang beliau miliki tentunya tidak terlepas dari peran guru-guru
beliau, sumber bacaan beliau serta peran sosio-kultural dalam masa rihlah
intelektualnya. Adapun sejumlah guru K.H. Marzuki Asad Malik di antaranya
adalah seperti : K.H. Madrani Ba’Syiban
(tempat beliau belajar agama dan pertanian), K.H. Muhammad Said (pendiri
sekaligus pengasuh PPAI), K.H. Tauhid Asad Malik, K.H. Muhammad Saidi dan K.H.
Abdullah, dan bahkan beliau sering berdiskusi atau bertanya kepada K.H. Tauhid
Asad Malik, karena K.H. Tauhid Asad merupakan santri dari Syaikh
Ihsan b. Dahlan pengarang kitab Siraj ath-Thalibin.
K.H. Tauhid Asad Malik memberikan pelajaran kepada K.H. Marzuki Asad Malik
secara tatap muka (Muzammil, 13 Januari 2024).
Kemudian dalam kesehariannya, K.H. Marzuki Asad
Malik juga menyempatkan diri untuk membaca karya atau literatur dari sejumlah
ulama terkenal, baik kitab fikih, tasawuf, tafsir dan lain sebagainya, sebabnya,
beliau sangat mengagumi sejumlah tokoh terkemuka seperti Imam Al-Ghozali, Imam
Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Syuthi, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Muhammad Arsyad Al-Banjari,
K.H. Muhammad Sa’id, dan Syaikh
Ihsan b. Dahlan (Muzammil, 13 Januari 2024).
Menurut penuturan Nyai Hj. Ummi Kalsum (istri
beliau) bahwa K.H. Marzuki Asad Malik saat membaca kitab beliau sangat teliti
bahkan ketika penjelasan yang dalam kitab tersebut tidak begitu beliau pahami, maka beliau mencari penjelasannya di kitab-kitab
yang lain. Adapun waktu yang beliau pilih untuk membaca kitab-kitab, adalah
menjelang waktu Subuh sesudah melaksanakan Shalat malam. Jadi, beliau sangat
disiplin dalam mengatur waktu di kehidupan dan kesehariannya. Ada beberapa
kitab yang paling sering beliau baca, yaitu kitab Tafsir Jalalain,
kitab Riyadh ash-Shalihin dan Durrah an-Nasyihin, inilah kitab-kitab yang beliau sering
dibaca pada waktu subuh, biasanya dalam sekali baca, beliau membaca sekitar 3-4
halaman (Kalsum, 12 Januari 2023).
Jadi dari eksplorasi genealogi intelektual K.H.
Marzuki di atas, terlihat bahwa guru-guru beliau merupakan tokoh-tokoh yang
mumpuni dalam ilmu keislaman. Kemudian selain menuntut ilmu agama, K.H. Marzuki
juga sempat mengabdikan diri dan keilmuannya dalam lembaga pendidikan Islam,
seperti pernah menjadi tenaga pendidik di PPAI dan lembaga pendidikan Dar
Ad-Dakwah wa Al-Irsyad . Selain aktif sebagai
pengajar, terlihat juga bahwa rutinitas keseharian beliau juga diisi dengan
membaca sejumlah literatur keislaman, seperti tafsir Jalalain,
kitab Riyadh ash-Shalihin dan kitab lainnya,
yang mana kitab-kitab tersebut atau literatur tersebut sangat familiar di dunia pesantren.
Dengan demikian, maka wajar jika beliau termotivasi
untuk membangun atau mendirikan lembaga pendidikan pesantren, karena dalam konteks
sosial, budaya, dan intelektual yang beliau alami, beliau selalu berada dalam ilmu
keagamaan atau pesantren, bukan hanya dari guru-guru beliau dan realitas
sosio-kultural beliau, termasuk dari realitas konsumsi bacaan beliau. Maka
tidak heran jika ke depannya beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam,
yang dikenal dengan pesantren al-Aziz, sebuah
pesantren yang terletak di desa Pasak, dusun Parit Timur, Kubu Raya, Kalimantan
Barat.
Gambaran
Umum Pesantren Al-Aziz
Potret Historis Berdirinya Pondok
Pesantren Al-Aziz
Berdirinya sebuah lembaga pendidikan termasuk
pesantren, tentunya memiliki cara tersendiri serta tidak bisa terlepas dari
peran seorang ulama atau Kyai
Kemudian ketika beliau menjadi pengelola lembaga
pendidikan Dar Ad-Dakwah wa Al-Irsyad , ada beberapa
murid yang mengaji kepada beliau pada waktu malam hari, sehingga murid-murid
tersebut – biasanya menginap di tempat K.H. Marzuki. Lalu lambat laun murid
beliau semakin banyak dan bertambah, sehingga masyarakat mengusulkan K.H.
Marzuki untuk mendirikan pesantren, dan usulan tersebut diterima baik oleh
beliau. Selain motivasi dari masyarakat untuk mendirikan pesantren, sebelumnya
juga K.H. Marzuki pernah mendapatkan isyarat dalam sebuah mimpi, beliau
bermimpi bertemu dengan gurunya Alm. K.H. Muhammad
Said – dan K.H. Muhammad Said berpesan kepada K.H. Marzuki untuk mendirikan pondok pesantren (Aziz, 12 Januari
2025).
Lalu pada pagi harinya, K.H. Marzuki menceritakan
mimpinya tersebut kepada istrinya (Nyai Hj. Ummu Kalsum) bahwa beliau
mendapatkan petunjuk dari gurunya untuk membangun atau mendirikan lembaga
pesantren. Mendengar cerita dari suaminya, Nyai Ummu Kalsum tidak keberatan
jika suaminya ingin mendirikan pesantren, namun realitasnya bahwa keuangan
mereka belum cukup untuk mendirikan lembaga pesantren tersebut. Walaupun
demikian, K.H. Marzuki tetap meyakinkan istrinya bahwa ketika mereka menolong
agama Allah, pasti Allah akan mempermudah segala niat baik yang telah
dicita-citakan tersebut (Aziz, 12 Januari 2025).
Walaupun telah mendapatkan berbagai suntikan
dorongan dari berbagai pihak, hingga amanah melalui isyarat sebuah mimpi dari
guru beliau (Muhammad Said), namun hal tersebut belum mampu membuat beliau
mendirikan lembaga pesantren yang telah lama diidam-idamkannya bersama sang
istri, Kesulitan tersebut terjadi karena keterbatasan dana yang mereka miliki.
(Muzammil, 13 Januari 2025).
Selama mengajar di lembaga Dar Ad-Dakwah wa Al-Irsyad (DDI),
beliau juga mengumpulkan dana guna mendirikan pesantren. Dan setelah beberapa
tahun mengabdikan diri di lembaga Dar Ad-Dakwah wa
Al-Irsyad (DDI), beliau kembali
mendapatkan dorongan dari Kyai Abdussalam, (seorang tokoh elit
agama dari Parit Surabaya, Kubu Raya, Kalimantan Barat) untuk mendirikan sebuah
lembaga pesantren di dusun Parit Timur, desa Pasak, Kubu Raya. Kebetulan tempat
yang diusulkan oleh K.H. Abdussalam adalah tempat yang diyakini mitologinya
oleh masyarakat sebagai tempat yang angker dan berhantu. Dengan demikian, boleh
jadi usulan tempat tersebut oleh K.H. Abdussalam adalah salah satu upaya beliau
untuk merekonstruksi ‘kepercayaan primitif’ masyarakat saat itu – dan orang
yang dipercayai beliau dan cukup kompeten untuk mengemban dan melakukan hal
tersebut adalah K.H. Marzuki (Kholip, 13 Januari
2025).
Dengan berbagai usulan dan dorongan dari banyak
pihak, dan dengan berbekal dana seadanya, maka tepatnya pada tahun 1994, K.H.
Marzuki dan istrinya (Nyai Hj. Ummu Kalsum) mendirikan sebuah lembaga pesantren
yang nantinya diberi nama pesantren al-Aziz. Pada
awal berdiri pesantren ini, bahan bangunan yang digunakan masih sederhana,
yaitu alas dan dinding bangunan dengan menggunakan papan, sedangkan untuk
atapnya menggunakan daun (Kalsum, 12 Januari 2025).
Kemudian pengistilahan nama Al-Aziz untuk pesantren yang
didirikan oleh K.H. Marzuki dan istrinya adalah diberikan oleh K.H. Abdullah
dari Malang, beliau adalah paman dari Nyai Ummu Kalsum (istri K.H. Marzuki).
Al-Aziz ini diambil dari nama seorang Kyai yang sangat berpengaruh dalam
mendidik dan mentransformasikan pengetahuan agamanya kepada K.H. Abdullah. K.H.
Abdul Aziz ini adalah putra dari Kyai Samsuddin, dan K.H. Abdul Aziz merupakan
adalah ipar dari K.H. Darwis, beliau adalah pemegang tarekat serta seorang
ulama yang sangat alim (Kholip, 13 Januari 2025). Jadi, kekaguman K.H. Abdullah (guru
dari K.H. Marzuki dan Ummu Kalsum) kepada K.H. Abdul Aziz, maka hal itu
memotivasinya untuk menamai pesantren yang didirikan oleh kedua muridnya
tersebut dengan nama Pesantren Al-Aziz, dengan harapan pesantren tersebut dapat
memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan pendidikan Islam di
Kalimantan Barat, khususnya di di dusun Parit Timur,
desa Pasak, Kubu Raya.
Deskripsi
Kegiatan di Pondok Pesantren Al-Aziz
Berikut penulis deskripsikan tentang beberapa
kegiatan yang ada di Pesantren Al-Aziz berserta para pembinanya (Kalsum, 12
Januari 2025):
Pertama, latihan hadrah:
kegiatan latihan hadrah ini dilakukan pada hari Selasa dan Kamis, dan
dilaksanakan pada pukul 15 : 30 sampai pukul 17:10 WIB, dan latihan hadrah ini
dibina oleh Ustadz Jamal dan Ustadz
Faizin. Kedua, Pencak Silat: kegiatan pecak silat ini sudah ada pada
masa K.H. Marzuki Asad Malik, bahkan beliau mewajibkan kepada para santri untuk
ikut dalam kegiatan tersebut. Kemudian pasca wafatnya K.H. Marzuki, kegiatan
ini dilatih oleh Bapak Saridin, dan kegiatan pencak silat ini dilaksanakan pada
hari kamis pukul 20 : 20 sampai 23 : 00 WIB.
Ketiga, Kegiatan
agraria (bertani): layaknya pesantren secara umum, bahwa kegiatan bertani
adalah salah satu kegiatan yang biasa dilakukan oleh sejumlah pesantren yang
ada di Indonesia, termasuk pesantren Al-Aziz. Kegiatan bertani di Pesantren
Al-Aziz telah dilakukan sejak K.H. Marzuki sebagai pimpinan pondok, bahkan
beliau mewajibkan kepada seluruh santrinya untuk turun ke ladang/sawah, hal ini
tentunya dilatar-belakangi oleh kepiawaian beliau dalam bertani yang beliau
dapatkan dari gurunya yaitu K.H. Madrani Ba’ Syiban, sehingga pengetahuan
tersebut diaktualisasikannya dalam kegiatan pesantren yang beliau dirikan.
Adapun jenis tanaman yang ditanam seperti sahang (lada) dan sayur-sayuran,
kegiatan ini dilakukan pada setiap hari Jumat pukul 05 : 30 – selesai.
Keempat, Kegiatan
Pendalaman Literatur Turats (kitab
kuning): Layaknya dunia pesantren secara umum, bahwa di antara basic point yang
ditanamkan kepada, para santri adalah kemampuan mereka dalam memahami literatur
turats. Termasuk di pesantren Al-Aziz,
kegiatan pemahaman dan pendalaman literatur-literatur klasik dilaksanakan pada
malam Senin, Selasa dan Rabu, pukul 21 : 00 sampai 22 : 00 yang dipimpin
langsung oleh Kyai Badruddin Aziz (putra K.H. Marzuki). Adapun literatur serta
materi yang dipelajari seperti kitab Ihya Ulum Ad-Din karya Imam Al-Ghazali
(kitab yang sering dibaca oleh K.H. Marzuki – terlihat adanya
legalisasi-genealogi pemikirannya dengan fase-fase berikutnya), serta materi
seperti pembelajaran ilmu nahwu (syntax),
sharaf (morphology) dan
fiqh (Islamic jurisprudence);
dan Kelima, Kegiatan Drum Band: Kegiatan latihan drum band
dilaksanakan pada hari Jumat, pukul 15 : 10 sampai 17 : 10, dan dilatih oleh
Cak Ahmad.
Kurikulum
Pelajaran Agama di Pondok Pesantren Al-Aziz dalam Lintas Generasi
Berikut penulis sajikan kurikulum pelajaran beserta
pengajarnya di Pesantren Al-Aziz dari generasi ke generasi dalam bentuk tabel:
Tabel
1.
Kurikulum Pembelajaran Tahun 1994-2012.
Pengajar |
Materi |
K.H. Marzuki Asad Malik |
Kitab Sullam Safinatunnaja, & Tafsir Jalalain |
Kyai Efendi |
Nahwu (syntax), Shorof (morfology) |
Ustadz Khaliq |
Ilmu Musthalah al-Hadits |
Ustadz Aman |
Al-Qur`an dan Penjelasannya |
Ustadz Khairunniam |
Mubadi al-Fiqh |
Ustadz Sirli |
Wasiah al-Abni’ |
Nyai Ummu Kalsum |
Al-Qur`an wa al-Qira`ah |
Ustadzah Siti Mahmudah |
Al-Ahklaq Kulli Banin |
Tabel
2.
Kurikulum Pembelajaran Tahun 2012-Sekarang
Pengajar |
Materi |
Kyai Badruddin Aziz |
Ubudiyah & Fiqh |
Kyai Efendi |
Tafsir Jalalain
& Kitab Bidayah al-Hidayah |
Ustadz Burhanuddin Aziz |
Nahwu, Shorof, Maqalah |
Ustadz Nasyiruddin Aziz |
Al-Qur`an dan Penjelasannya |
Nyai Ummu Kalsum |
Al-Qur`an wa al-Qira`ah |
Ustadzah Maysaroh |
Ilmu Tajwid, Fiqh dan Kitab Sullam Taufiq |
Ustadzah Siti Mahmudah |
Fashalatan & Ahklak |
Ustadzah Maysaroh |
Fiqh Wanita |
Sumber: Diolah Peneliti dari Data Lapangan, 2025.
Membaca
Kiprah K.H. Marzuki Asad Malik dalam Lembaga Pendidikan Pesantren
Berdasarkan eksplorasi tentang kiprah K.H. Marzuki
Asad Malik di atas, baik kiprahnya dalam setting
historis-biografinya maupun kiprahnya dalam realitas Pesantren Aziz, maka
penulis akan menyuguhkan potret kiprah beliau tersebut dengan kacamata teori
sosiologi pengetahuan yang diintroduksi atau diproklamirkan
oleh Peter L. Berger. Berger
merupakan salah satu pemikir cerdas dalam melihat relasi antara pemikiran
manusia dengan konteks sosial di mana pemikiran itu lahir, berkembang, dan
dilembagakan. Menurutnya, masyarakat yang hidup dalam konteks sosial tertentu,
melakukan proses interaksi secara bersamaan dengan lingkungannya
Melalui proses interaksi, manusia mempunyai dimensi
kenyataan sosial ganda yang bisa saling membangun, tetapi juga bisa saling
meruntuhkan. Masyarakat hidup pada dimensi-dimensi dan realitas objektif yang
dikonstruksi melalui momen eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi.
Ketiga elemen tersebut akan senantiasa berproses secara dialektis. Proses
dialektika pada yang terjadi pada tiga elemen di atas dapat dipahami dalam
konteks sebagai berikut:
Eksternalisasi
Eksternalisasi merupakan suatu pencurahan diri
manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun
mentalnya. Eksternalisasi juga berarti proses penyesuaian diri dengan dunia
sosio-kultural sebagai produk manusia. Dalam proses eksternalisasi, mula-mula
manusia menjalankan tindakan, bila tindakan tersebut dirasa tepat dan berhasil,
maka tidakan yang dilakukan itu akan diulang-ulang
Ketertarikannya dengan ilmu agama, membuatnya merasa
nyaman dan cenderung melakukan kontinuitas kiprahnya dalam bidang keagamaan.
Dengan berbekal pengalaman dan pendidikan yang telah beliau lalui, beliau juga
mengaktualisasikan ilmunya di berbagai lembaga pendidikan. Tindakan ini
menunjukkan konsistensinya dalam bidang yang menjadi minatnya, yaitu pendidikan
keislaman, yang terus ia tekuni sepanjang hidupnya, karena beliau lahir dari
realitas keluarga agamis, berguru dengan sejumlah Kyai, nyantri, maka hal tersebut yang memberikan stimulus
dan motivasi beliau untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kecenderungan
akademik yang beliau miliki.
Objektivikasi
Setelah proses eksternalisasi mengalami pengulangan
yang konsisten, kesadaran logis manusia akan merumuskan bahwa fakta tersebut
terjadi karena ada kaidah yang mengaturnya, sehingga muncullah objektivikasi.
Objektivikasi adalah proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang
telah dilembagakan dan mengalami proses institusionalisasi (perlembagaan) dan
legitimasi (Berger
& Luckmann, 1966; Riyanto, 2009). Jadi dalam
melihat kiprah K.H. Marzuki pada fase objektivikasi adalah – bagaimana keilmuan
yang telah ditekuni oleh beliau ditempatkan dalam dua variabel objektivikasi,
yaitu pada aspek institusionalisasi dan legitimasi.
Pertama,
institusionalisasi (perlembagaan); institusionalisasi adalah objektivikasi yang
dibuat dan dibangun oleh manusia, di mana proses produk-produk aktivitas
manusia yang dieksternalisasikan itu memperoleh sifat
objektif (Berger & Luckmann,
1966; Riyanto, 2009). Jadi pada fase
ini, keilmuan yang telah ditekuni oleh K.H. Marzuki dalam realitas rihlah
intelektualnya, baik pengetahuan maupun pengalamannya, Praktik tersebut
dilakukan secara konsisten oleh beliau (baca: pada poin eksternalisasi),
artinya bahwa setelah beliau menimba ilmu di sejumlah lembaga pendidikan Islam,
beliau juga mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan Islam, khususnya dunia
pesantren. Konsistensi kiprah keilmuan K.H. Marzuki memberikan dorongan dalam
ruang intersubjektif, yang kemudian memotivasi beliau mendirikan Pesantren
Al-Aziz. Dengan artinya bahwa, proses institusionaliasi
(perlembagaan) Pesantren Al-Aziz merupakan buah dari interaksi dan konsistensi
dari aktualiasasi keilmuan yang beliau lakukan
sepanjang perjalanan karir intelektual beliau.
Kedua, legitimasi ;
legitimasi adalah proses lanjutan dari objektivikasi-institusionalisasi,
artinya bahwa untuk menjelaskan dan membenarkan makna
objektivikasi-institusionalisasi adalah dengan melalui agen-agen atau
tokoh-tokoh yang dipercaya dan dinilai legitimatif
serta memiliki wewenang, seperti tokoh agama, budaya dan sebagainya
Internalisasi
Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh
manusia, dan mentransformasikannya sekali lagi dari struktur-struktur dunia
objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Dalam proses
internalisasi ini tidak bisa terlepas dari proses sosialisasi, baik sosialisasi
primer maupun sekunder (Berger & Luckmann, 1966; Riyanto, 2009). Sosialiasi
primer ini telah dilakukan selama seseorang berada dalam lingkungan yang kecil,
misalnya lingkungan keluarga, sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses sosialisasi
yang lebih luas dan panjang, dan nantinya bukan hanya melibatkan diri individu,
tetapi termasuk juga jaringan sosialisasi antar individu. Jadi proses
internalisasi ini adalah penyerapan kembali dari dua realitas proses sebelumnya
(eksternalisasi dan objektivikasi) sehingga membentuk jaringan semula
(eksternalisasi).
Berdasarkan paparan tersebut, maka dalam melihat
peran K.H. Marzuki pada fase internalisasi ini adalah dengan melihat realitas
kehidupan beliau dalam dua bentuk sosialisasi dalam internalisasi, yaitu,
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Pertama, sosialisasi
primer; dalam sosialisasi primer tentunya pihak keluargalah yang memiliki peran
yang sangat penting dalam membentuk pola pikir dan perilaku anaknya. Dengan
demikian, maka penekunan disiplin ilmu keislaman yang dilakukan oleh K.H.
Marzuki tidak bukan adalah karena beliau dilahirkan dalam ruang keluarga yang
agamis, yang kemudian ditopang oleh sejumlah sejumlah
guru-guru beliau yang merupakan orang yang cukup berperan penting dalam
membentuk pemikiran dan kepribadian beliau.
Kedua, sosialisasi
sekunder; setelah digembleng dalam tahap sosialisasi primer, maka K.H. Marzuki
memasuki tahap sosialisasi sekunder , artinya bahwa – bagaimana beliau
melakukan sosialisasi pada tahap yang lebih luas dan berkelanjutan. Jadi dalam
hal ini, keilmuan yang telah beliau dapatkan beliau sosialisasikan – termasuk
dengan mendirikan lembaga pesantren. Kemudian dalam lembaga pesantren tersebut
terdapat sejumlah pengajar baik dari lingkungan keluarga pendiri maupun orang
lain termasuk santri-santri. Proses dialektika dan relasi antara pengajar dan
santri akan terus terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang
panjang, walaupun pendiri pesantren tersebut telah meninggal. Namun, proses
sosialisasi sekunder akan terus berjalan dan berlangsung, yang pada akhirnya
membentuk corak yang beragam dalam realitas dan lintas waktu yang di laluinya,
sehingga kembali lagi para proses eksternalisasi, yaitu suatu proses
penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia.
KESIMPULAN
K.H.
Marzuki Asad Malik lahir, Jumat, 01 April 1969 di Dusun Prangas, Desa Kampung
Anyar, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Konstruksi genealogi keilmuan
beliau, dalam hal ini fokus terhadap pendidikan keislaman sehingga mendirikan
Pesantren Al-Aziz adalah terbentuk mulai dari lingkungan keluarga beliau yang
agamis, kemudian dari sejumlah guru-guru beliau, realitas pengalaman dan karier
intelektual beliau, termasuk sumber-sumber konsumsi bacaan beliau. Selanjutnya,
potret kiprah beliau dalam teori sosiologi pengetahuan Pater L. Berger adalah : 1) Eksternalisasi, fase ini adalah proses
pencurahan keilmuan yang telah didapatkan oleh K.H. Marzuki dalam ruang sosial,
2) Objektivikasi, adalah keilmuan yang telah beliau curahkan dalam ruang sosial
memasuki tahap institusionalisasi dan legitimasi, dan 3) Internalisasi, adalah
proses sosialisasi, baik sosialisasi primer (dalam lingkungan keluarga) maupun
sekunder (dalam lingkungan yang lebih luas dalam berlangsung secara
terus-menerus dalam waktu yang lama). Kemudian pada akhirnya kembali membentuk
formasi semula, yaitu tahap eksternalisasi.
Studi
ini diharapkan dalam menambah khazanah pengetahuan para pembaca tentang
perkembangan dan historisitas salah satu pesantren yang ada di Desa Pasak,
kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat serta dapat menjadi rujukan dan referensi
bagi para pengkaji berikutnya untuk memotret sejumlah pesantren yang ada di
Kalimantan Barat khususnya. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dapat
memperluas cakupan penelitian di Kalimantan Barat, baik dalam konteks dunia
pesantren ataupun dalam lingkup keagamaan secara luas, karena Kalimantan Barat
memiliki banyak objek penelitian yang bisa dikaji dengan berbagai teori yang
ada. Kajian tentang dunia pesantren, khususnya di Kalimantan Barat atau umumnya
di Indonesia masih cukup layak dikaji dengan tawaran teori-teori dan pendekatan
yang mutakhir sehingga hasil yang didapatkan akan lebih menarik dan
representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid. (2001). Menggerakkan Tradisi:
Esai-esai Pesantren. LKiS.
Adnani, L. S. (2021). Peran Kiai Dalam Pembinaan Akhlak Santri Di
Pondok Pesantren Alfurqon Mranggen Demak. UIN Walisongo Semarang, 3(2), 20–21.
Albi Anggianto dan Johan
Setiawan. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jejak Press.
Berger, P. L., & Luckmann, T.
(1966). The social construction
of reality: treatise in the sociology. 249.
Bibit Suprapto. (2009). Ensiklopedi Ulama Nusantara:
Riwayat Hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. Gelegar
Media Indonesia.
Falikul Isbah, M. (2020). Pesantren in the changing indonesian
context: History and current developments.
Qudus International Journal of
Islamic Studies, 8(1), 65–106.
https://doi.org/10.21043/QIJIS.V8I1.5629
Geger Riyanto. (2009). Peter L. Berger :
Perspektif Metateori Pemikiran. LP3ES.
Ilmi, S., & Ardiansyah, A. (2020). Peran Pesantren
dalam Mencegah Gerakan Radikalisme di Kalimantan Barat. Cakrawala: Jurnal
Studi Islam, 15(1), 67–85.
https://doi.org/10.31603/cakrawala.v15i1.3378
Jaya, E., Utama, P., & Wibowo, B. (2021). PERAN PONDOK
PESANTREN HIDAYATUL MUHSININ DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI KALIMANTAN BARAT SEJAK
1998 – 2019. Historica Disaktika,
1(1), 10–22.
Michel Foulcault. (1976). The Archaeology of Knowladge. Row Publisher.
Mijamil Qomar. (n.d.).
Pesantren : Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi.
Erlangga.
Mujahid, I. (2021). Islamic orthodoxy-based
character education: creating moderate Muslim in a
modern pesantren in Indonesia. Indonesian Journal
of Islam and Muslim Societies, 11(2), 185–212.
https://doi.org/10.18326/ijims.v11i2.185-212
Nanang Martono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif.
Rajawali.
Ni’mah, Z., Putri, N., Zakiyah, N., & Nurhaeni. (2019). Revitalizing Modern Pesantren Education:
A Comparison Of Wahid
Hasyim And Yudian Wahyudi Perspective.
Jurnal At-Tarbiyat: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1),
159–176. https://doi.org/10.37758/jat.v6i1.644
Nugraha, M. T., Pandi, A., Supiana, S., & Zaqiah, Q. Y. (2021). Formulasi Kebijakan Pendidikan di
Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin Kubu Raya. Jurnal Pendidikan Dan
Konseling (JPDK), 3(1), 36–43.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v2i2.1341
Parwanto, W., & Antika, Y. (2024). NILAI PENDIDIKAN PROFETIK
DALAM TRADISI SEDEKAH SUKA-RELA PADA RITUS KEMATIAN MASYARAKAT. Wawasan,
5(1), 118–134.
Parwanto, W., & Riyani, R. (2022). Visualisasi Nalar Esoteris
dalam Tafsir Melayu-Jawi (Studi Interpretasi QS. Al-Fatihah dalam Manuskrip
Tafsir M. Basiuni Imran Sambas Dan Tafsir Nurul
Ihsan Said bin Umar Al-Kedah). Refleksi Jurnal Filsafat Dan Pemikiran Islam,
22(1), 27. https://doi.org/10.14421/ref.2022.2201-02
Parwanto, W., Sahri, S., Busyra, S.,
Riyani, R., & Nadhiya, S. (2022). Religious Harmonization on Ethno-Religious Communities of Muslim and Dayak Katab-Kebahan in Tebing Karangan Village,
Melawi District, West
Kalimantan. Harmoni, 21(2), 184–200.
https://doi.org/10.32488/harmoni.v21i2.638
Parwanto, Wendi, Sulaiman, R. (2024). Gender in Social
Media : A Comparative Study of Abd . Somad and Adi Hidayat ’ s
Interpretation on Gender Equality. Jurnal Ilmiah Widya Borneo, 7(2),
91–102. https://doi.org/10.56266/widyaborneo.v7i2.330
Rahman, B. A. (2022). Islamic revival
and cultural diversity: Pesantren’s configuration in contemporary
Aceh, Indonesia. Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 12(1), 201–229.
https://doi.org/10.18326/ijims.v12i1.201-229
Ramdhan, M. (2021). Metode Penelitian. Cipta Media
Nusantara.
Soekma Karya, dkk. (1996). Ensiklopedi Mini Sejarah &
Kebudayaan Islam. Logos Wacana Ilmu.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D. Alfabeta.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial-Peter
L. Berger. Jurnal Society,
VI(1), 15–22.
Sumber
Wawancara
Badruddin
Aziz, 12 Januari 2025.
Muzammil, 13 Januari 2024.
Kholip, 13 Januari
2025.
Ummi Kalsum, 12 Januari 2023.