PERAN
ORGANISASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER RELIGIUS REMAJA: STUDI KASUS
PROGRAM PENDIDIKAN ISLAM KOMUNITAS GUDANG PAHALA REBORN DI KABUPATEN BEKASI
Trianjasmara*
Noor Azida
Batubara**
*STAI
Haji Agus Salim Cikarang, Indonesia
** STAI Haji Agus Salim
Cikarang, Indonesia
*E-mail: anjasmara1012@gmail.com
** E-mail:
azida@staihas.ac.id
Abstract
This study examines the role of
the Gudang Pahala Reborn Community Organization in developing religious character in adolescents through a community-based approach in the Bekasi Regency. Using a qualitative case study method, data were collected through in-depth interviews with 18 informants (managers, adolescent participants, and community leaders), participant observation over 3 months, and analysis
of organizational documents. The research findings show that
the GPR community development model that integrates Islamic values in daily activities has succeeded in creating three significant changes: (1) increasing the consistency of daily worship (85% of participants), (2) changing patterns of social interaction
to be more
polite (78% of participants), and (3) strengthening community solidarity. Analysis using the Kirkpatrick
model reveals that a
personal approach and participatory activities are key to the
success of behavioral transformation (level
3) and achieving sustainable impact (level 4). This study provides empirical evidence of the effectiveness
of a character education model that is integrated with
the local community ecosystem.
Keywords: community organization, character education, youth, community approach, Bekasi
Regency
Abstrak
Penelitian ini mengkaji peran Organisasi
Masyarakat Gudang Pahala Reborn dalam membangun karakter religius remaja
melalui pendekatan berbasis komunitas di Kabupaten Bekasi. Dengan metode studi
kasus kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan 18
informan (pengurus, peserta remaja, dan tokoh masyarakat), observasi partisipan
selama 3 bulan, serta analisis dokumen organisasi. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa model pembinaan komunitas GPR yang mengintegrasikan
nilai-nilai Islam dalam kegiatan sehari-hari berhasil menciptakan tiga
perubahan signifikan: (1) peningkatan konsistensi ibadah harian (85% peserta),
(2) perubahan pola interaksi sosial yang lebih santun (78% peserta), dan (3)
penguatan solidaritas komunitas. Analisis menggunakan model Kirkpatrick mengungkap bahwa
pendekatan personal dan aktivitas partisipatif
menjadi kunci keberhasilan transformasi perilaku (level 3) dan dampak
berkelanjutan (level 4). Studi ini memberikan bukti empiris tentang efektivitas
model pendidikan karakter yang menyatu dengan ekosistem komunitas lokal.
Kata
Kunci: organisasi
masyarakat, pendidikan karakter, remaja, pendekatan komunitas, Kabupaten Bekasi
PENDAHULUAN
Organisasi masyarakat (Ormas) telah lama menjadi pilar penting
dalam dinamika sosial Indonesia. Sebagai lembaga yang berakar di masyarakat,
Ormas berperan strategis dalam mendorong perubahan sosial dan memelihara
nilai-nilai luhur bangsa
Gudang Pahala Reborn (GPR) merupakan inisiatif
lokal di Kampung Pisangan, Bekasi, yang menanggapi masalah degradasi moral
remaja secara kreatif.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengkaji eksistensi dan
gerakan GPR dalam membina remaja melalui pendekatan keagamaan berbasis
komunitas
2.
Menganalisis dampak gerakan
GPR terhadap pembentukan perilaku keagamaan remaja
Berdasarkan model Kirkpatrick, analisis dampak
difokuskan pada perubahan perilaku nyata peserta (level behavior).
Landasan Teoretis
Eksistensi GPR sebagai Ormas berbasis
komunitas dapat dipahami melalui perspektif perkembangan remaja. Santrock
Dalam konteks ini, GPR hadir sebagai ruang
alternatif yang menawarkan nilai-nilai positif bagi remaja
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui:
1.
Wawancara mendalam dengan
pengurus GPR, peserta program, dan tokoh masyarakat
2.
Observasi partisipatif terhadap kegiatan GPR
3.
Analisis dokumen organisasi
Data dianalisis secara tematik untuk
mengidentifikasi pola-pola signifikan terkait eksistensi GPR dan dampak
programnya. Evaluasi dampak mengacu pada model Kirkpatrick dengan fokus khusus
pada perubahan perilaku (level behavior) sebagai indikator keberhasilan program.
Signifikansi Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan dapat:
1.
Memberikan kontribusi
teoretis dalam memahami model pembinaan remaja berbasis komunitas
2.
Menjadi referensi bagi
pengembangan program serupa di komunitas lain
3.
Memperkaya khazanah
penelitian tentang peran Ormas lokal dalam pendidikan karakter
METODE
Desain
Penelitian
Desain penelitian mengikuti model studi
kasus intrinsik dan holistik
Partisipan dan Lokasi
Penelitian dilakukan di Kampung Pisangan,
Kabupaten Bekasi, dengan melibatkan:
1.
5 pengurus inti GPR
2.
10 remaja peserta aktif
program (usia 15-19 tahun)
3.
3 tokoh masyarakat setempat
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui
triangulasi metode (
1.
Wawancara mendalam
semi-terstruktur
2.
Observasi partisipan selama
3 bulan
3.
Analisis dokumen organisasi
Analisis
Data
Data dianalisis melalui beberapa tahap
1.
Transkripsi dan organisasi
data
2.
Pengkodean tematik
3.
Interpretasi makna
4.
Verifikasi melalui member checking
Evaluasi Program
Evaluasi dampak program menggunakan model Kirkpatrick
1.
Perubahan perilaku (level
3)
2.
Dampak jangka panjang
(level 4)
Validitas dan Reliabilitas
Validitas penelitian dijaga melalui
1.
Triangulasi sumber data
2.
Audit trail
3.
Ulasan sejawat
4.
Member checking
Aspek Etika
Penelitian memenuhi prinsip etika
penelitian kualitatif
1.
Informed consent
2.
Kerahasiaan data
3.
Anonimitas
4.
partisipan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gudang Pahala Reborn adalah organisasi masyarakat dengan
keanggotaan didominasi oleh mereka yang berada pada rentang usia remaja.
Karakteristik yang menunjukkan konteks seseorang berada pada masa remaja diantaranya adalah berkembangnya fisik, sosial, dan
kognitif serta usia. Sebagai individu yang tumbuh ke arah kedewasaan
Secara umum, remaja
identik dengan pribadi yang berada pada level mencari identitas diri, baik
melalui pergaulan dengan teman sebaya, teman, dan mereka yang berinteraksi
dengan remaja dan dewasa muda. Komunikasi yang dibangun tersebut berpengaruh
signifikan terhadap perkembangan remaja
Dan salah satu cara remaja yang berada di
sekitar lokus penelitian mencari identitas diri dengan cara aktif bergaul dengan
organisasi masyarakat lokal Gudang Pahala Reborn (GPR) sebagai ormas
berbasis komunitas yang berdiri di lingkungan tersebut.
Peran organisasi masyarakat ini, menembus
hampir seluruh lapisan masyarakat terutama remaja. Hasil observasi dan
wawancara dengan para pendiri, Ormas yang kehadirannya dilatarbelakangi oleh
kepedulian para pemuda lingkungan sekitar terhadap gaya pergaulan para remaja
yang jauh dari nilai-nilai agama, mengajak para remaja yang ada untuk terlibat
aktif dalam berbagai program kegiatan organisasi GPR.
Upaya ini bertujuan mempermudah edukasi
nilai-nilai Islam yang sesuai dengan kebutuhan remaja. Menciptakan dan
melibatkan remaja dalam kegiatan yang bermanfaat dalam upaya mengembangkan nilai-nilai positif
pada remaja seperti kepedulian, empati, kepemimpinan, dan kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai agama.
Nilai-nilai tersebut membantu remaja
mengontrol sikap dan perilaku sesuai norma agama dan sosial. Hal ini menegaskan
bahwa ormas GPR berupaya menjadi media bagi remaja untuk sampai pada titik
kesadaran beragama.
Komitmen organisasi masyarakat Gudang
Pahala Reborn
untuk membina etika dan moral remaja sebagai masyarakat muda menjadi sebuah
kebutuhan mendasar bagi terinternalisasikannya
nilai-nilai organisasi yang menjadi keyakinan ormas tersebut. Nilai-nilai yang
sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pendirian organisasi masyarakat
dimana batasan yang harus diperhatikan oleh ormas diantaranya
menjunjung etika dan moral serta memelihara stabilitas keamanan nasional,
menjaga kesatuan dan persatuan bangsa (national
security)
Transformasi Pendidikan Agama Islam
Berbasis Komunitas Pada Remaja
GPR mengintegrasikan konsep Pendidikan
Agama Islam berbasis komunitas ke dalam program keagamaan, dengan melibatkan
remaja secara aktif.
Pendidikan Agama Islam berbasis komunitas
bertujuan membangun kesadaran beragama sesuai kebutuhan masyarakat. Merujuk definisi pendidikan berbasis
komunitas yang dikemukakan Owens dan Wang, Pendidikan
Agama Islam berbasis komunitas sebagai serangkaian strategi pendidikan agama
Islam yang komprehensif dan aksesibel bagi setiap
individu masyarakat termasuk remaja untuk mempelajari apa yang ingin mereka
pelajari dari setiap segmen agama Islam.
Adapun prinsip-prinsip pendidikan Agama
Islam berbasis komunitas yang membantu terbangunnya edukasi yang efektif dan
efisien di lingkup ormas GPR merujuk pada Owens dan
Wang terdiri dari empat dimensi yakni:
1. Revitalisasi sosial; 2. Pembelajar; 3. Proses pembelajaran; dan 4. Sumber
belajar
Dimensi pertama, revitalisasi sosial. Pada
tataran praktik -dalam konteks Pendidikan Agama Islam berbasis komunitas-
revitalisasi sosial dilakukan dalam bentuk menggiatkan kembali norma sosial dan
praktik-praktik etika pada remaja sesuai dengan nilai-nilai Pendidikan Agama
Islam (PAI).
Program dikemas menarik dan sesuai
karakter remaja agar perilaku terbentuk secara sadar, misalnya melalui klub
lingkungan atau sosial. Nilai PAI ditanamkan melalui etika sosial seperti
kemandirian, ketangguhan, keterampilan, dan akhlak mulia (jujur, adil, kasih
sayang, tanggung jawab, kerja sama).
Remaja diberikan ruang untuk membangun
kesadaran kritis, memberikan kesempatan bagi remaja untuk memobilisasi berbagai
perubahan sosial, serta memfasilitasi terciptanya lingkungan sosial yang lebih
kondusif dan bermakna dalam membangun pengalaman belajar remaja guna membentuk
kesadaran beragamanya
Revitalisasi sosial remaja dibangun atas
asas konsep transformasi diri. QS. Ar-Ra’d [13]; 11:
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Ayat ini mengajak memperkuat kesadaran diri untuk melakukan
perubahan kearah yang lebih baik harus berasal dari
dalam diri sendiri.
Asas ukhuwah Islamiyah
(kebersamaan). QS al-Hujurat [49]; 10: Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat. Remaja yang dilibatkan dalam program kegiatan GPR
diharuskan memiliki rasa kebersamaan.
Asas al-Itsar
(kepedulian dan empati terhadap orang lain/mengutamakan orang lain di atas
kepentingan diri sendiri). QS. At-Taubah
[9]; 122: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. Mengutamakan orang lain adalah bentuk amal saleh
yang memperkuat kepedulian dan solidaritas sosial. Dan ini bagian dari
eksistensi remaja sebagai khalifah. QS. an-Nuur [24];
55: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi.
Asas-asas tersebut menjadi landasan
program kerja GPR dalam revitalisasi sosial remaja dengan tujuan membangun rasa
komunitas dalam diri remaja sebagai anggota komunitas yakni rasa memiliki,
perasaan bahwa para anggota penting bagi satu sama lain dan bagi kelompok, dan
keyakinan bersama bahwa kebutuhan para anggota akan terpenuhi melalui komitmen
mereka untuk bersama, membangun koneksi emosional bersama
Dimensi kedua, pembelajar. GPR menerapkan
prinsip pembelajar untuk aktualisasi pendidikan agama Islam bagi remaja. Hal
ini dimaksudkan mengarahkan remaja dengan membangun kesadaran untuk belajar dan
mengembangkan kemampuan pengetahuan dan karakternya sesuai dengan nilai-nilai
PAI yang terefleksikan dalam perilaku sehari-hari. Prinsip yang dikembangkan
yakni: Keaktifan remaja dalam belajar dan terlibat penuh dalam proses kegiatan;
1. Kemandirian: Remaja sebagai
anggota mampu belajar secara mandiri dan bertanggung jawab;
2. Kerjasama/kolaboratif
dengan sesama anggota;
3. Pengalaman dan pengetahuan
yang dibangun GPR harus dapat direfleksikan oleh remaja;
4. Berbasis pengalaman: remaja
dapat belajar dari pengalaman dan konteks nyata.
Dimensi ketiga, proses pembelajaran.
Mengaktifkan proses edukasi remaja yang efektif dan efisien, terdapat beberapa
aspek yang menjadi fokus GPR dalam menciptakan proses pembelajaran yang relevan
dengan komunitas yang berimplikasi terhadap terbentuknya perilaku religius
remaja
1. Menyesuaikan dengan
kebutuhan remaja berdasarkan pengetahuan dasar (prior
knowledge) yang dimilikinya. Bagi anggota yang
tingkat pengetahuan, keyakinan, dan sikap masih tergolong pasif, maka edukasi
kognitif keagamaan diberikan optimal;
2. Membangun peta konsep
keagamaan remaja melalui kegiatan belajar bersama, mentoring,
pelatihan. diantaranya edukasi dalam memahami adanya
hubungan sebab-akibat terutama dalam hal pergaulan. Mengedukasi ketauhidan dan pengimplementasiannya dalam aktivitas
sehari-hari. ;
3. Penguatan motivasi anggota
dengan tujuan untuk penguatan kepercayaan diri, memperbaiki kualitas hidup;
4. Mengembangkan kesadaran
remaja dan kemampuan mengolah potensi yang dimilikinya baik berbentuk
keterampilan maupun pengetahuan serta memahami kekuatan dan kelemahan diri
sendiri, dengan tujuan selain meningkatkan kesadaran diri, juga penguatan
kepedulian sosial. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini diantaranya pelatihan kepemimpinan, membersihkan
lingkungan;
5. Prinsip edukasi melibatkan
remaja dalam pengaktualisasiannya. Selain melatih
kepemimpinan dan kegiatan di komunitas lainnya, juga remaja sebagai anggota
komunitas dilibatkan dalam program mentorship
(meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota), diskusi rutin. Termasuk
dalam prinsip proses pembelajaran ini dilakukan evaluasi dan umpan balik. Untuk
mengetahuai keefektifan dari kualitas program dan kegiatan komunitas, GPR melakukan
evaluasi dan umpan balik (feedback);
6. Membangun iklim organisasi
positif. Atmosfer organisasi dibentuk untuk memberi dampak positif pada
perilaku, motivasi, dan prestasi remaja. Sehingga program ormas lebih
fleksibilitas dan adaptabilitas yakni lingkungan komunitas yang fleksibel,
adaptif, dan mampu berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kehidupan
manusia;
7. Proses edukasi menekankan
konsep metakognitif agar remaja mampu memantau dan mengendalikan diri saat
aktif di komunitas. Mampu untuk merefleksikan diri sendiri seperti merefleksikan
tingkat partisipasi mereka dalam program kegiatan ormas (apa yang telah
dicapai/berhasil dan apa yang masih harus diperbaiki. Termasuk meningkatkan
kebiasaan intelektual remaja.
Dimensi keempat, prinsip sumber belajar.
Sebagai organisasi pembelajar, GPR memfasilitasi komunitasnya segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk memudahkan anggotanya dalam belajar
Fasilitas di GPR yang menjadi sumber
belajar yang membantu terbinanya perilaku religius bagi remaja terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman utama nilai-nilai
pendidikan, sumber daya manusia organisasi, guru-guru agama yang ada di sekitar
lingkungan. pengalaman anggota organisasi, kegiatan organisasi.
Strategi Implementasi Pendidikan Agama
Islam Berbasis Komunitas
Organisasi Masyarakat Gudang Pahala Reborn,
mengimplementasikan Pendidikan Agama Islam sebagai rujukan utama pembinaan
perilaku religius remaja melalui metode keteladanan, pembiasaan, dan pemberian
nasehat.
Keteladanan
Organisasi Masyarakat GPR memperkenalkan perilaku yang baik melalui
keteladanan yang identik dengan memahami sistem nilai Islam dalam bentuk nyata.
Strategi dengan keteladanan adalah proses internalisasi dengan cara memberi
contoh-contoh nyata yang positif pada remaja.
Program keagamaan GPR menanamkan
keteladanan untuk menginspirasi remaja melalui contoh nyata:
1. mencontohkan meningkatkan
kesadaran terhadap pentingnya memelihara budaya kebersihan dan kesehatan pada
setiap anggota dan Masyarakat, guna meningkatkan kesadaran dan perilaku
kebersihan dalam kehidupan sehari-hari;
2. Mencontohkan disiplin waktu
dan dalam berbagai aktivitas pada setiap anggota.
3. Menaati segala peraturan
yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang 1945.
4. Menjauhi larangan-Nya dan
menaati segala perintah-Nya.
5. Mencontohkan kepada remaja
agar memiliki moral (takwa, ikhlas, sabar, syukur) dan perilaku yang baik
(jujur dan benar dalam berbicara, menjaga kebersihan, menghormati orang lain
terutama orang tua, empati) sesuai dengan
ajaran agama Islam.
Pembiasaan
Metode pembinaan perilaku religius pada
setiap anggota GPR dalam kehidupan sosial masyarakat lainnya adalah kegiatan
pembiasaan. Perilaku yang ditargetkan mencakup kesadaran remaja terhadap isu
lingkungan, partisipasi sosial, dan berbagi pengetahuan, meningkatkan
pengetahuan keagamaan dan pengetahuan lainnya yang bermanfaat, berpatisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, dan
menyadari penuh pentingnya berbagi informasi dan pengetahuan dengan orang lain.
Pembiasaan ini diaktualisasikan dalam berbagai bentuk kegiatan (lihat tabel 1).
Tabel 1. Kegiatan Pembiasaan ORMAS GPR
No |
Agenda |
Kegiatan |
1 |
Pembiasaan Rutin |
Shalat berjamaah di
Masjid |
Dialog aktif keagamaan |
||
Sharing knowledge terkait informasi atau berita di lingkungan sekitar |
||
Kedisplinan sikap, adab,
perilaku, dan tatanan bahasa di dalam atau di luar GPR. |
||
2 |
Terprogram |
Kajian Kitab-kitab
klasik dan kontemporer yang relevan dengan kebutuhan remaja dan masyarakat. |
Istighosah dan pembacaan Yasin
bersama. |
||
Peringatan Hari Besar Islam
& Nasional. |
||
Pemeliharaan
Lingkungan |
||
Pemeliharaan masjid
sekitar |
||
Bagi-bagi Takjil
Keliling (BATALING) |
||
Mengikuti Event Game Mobile |
||
3 |
Kegiatan spontanitas
yang dilakukan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu: |
Membiasakan diri
memiliki jiwa sosial |
Membiasakan disiplin
pada waktu dan tanggung jawab atas apa yang sudah menjadi kewajiban. |
||
Membiasakan memberi
salam |
||
Membiasakan peduli
terhadap lingkungan. |
Pemberian Nasehat (mauidzah
hasanah)
Metode mau’idzah
atau pemberian nasihat disampaikan dengan memperhatikan tiga unsur, yakni penuh
kasih sayang, tidak mengandung celaan, dan tidak bersifat subjektivitas
Nasehat keagamaan digunakan untuk membina
perilaku remaja di Kampung Pisangan, Pebayuran,
Bekasi. Nilai-nilai yang ditanamkan melalui program keagamaan berisikan seperti
tentang perilaku remaja menurut Islam dengan melibatkan mentor keagamaan ormas
GPR, dalam pembacaan Yasin dan tahlil bersama di Masjid, dan lain sebagainya.
Pada setiap kajian kitab rutin yang telah
terprogram di GPR, pemateri atau penyaji selalu memberikan nasihat sebelum
mengakhiri kajian kepada setiap anggota GPR maupun remaja yang mengikuti
program kegiatan tersebut.
Keefektifan Program Keagamaan Organisasi
Masyarakat dalam membina perilaku religius remaja
Untuk mengidentifikasi keefektifan program
yang dijalankan organisasi Gudang Pahala Reborn, evaluasi program
dilakukan dengan menggunakan teori evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick
Evaluasi dilakukan dalam empat level,
yaitu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90%
peserta puas dengan program keagamaan yang diadakan oleh ormas GPR, dan 80%
peserta merasa program keagamaan tersebut dapat membantu memahami nilai-nilai
agama dan pengertiannya di dalam kehidupan sehari-hari
Kedua, level pembelajaran yang diperoleh
remaja. Dimensi ini mengukur keefektifan program keagamaan GPR ditinjau dari
ranah kognisi remaja. Evaluasi menggunakan kuesioner, mengukur pengetahuan
religius remaja mencakup semua aspek-aspek mental yang terkait dengan proses
berpikir, memahami, dan mengolah informasi, serta juga mencakup aspek-aspek
emosi dan perilaku (yang terkait dengan aspek mental). Dalam konteks ini,
secara kognisi, remaja memiliki
kemampuan untuk memproses informasi, memahami konsep, dan mengembangkan
pengetahuan yang positif tentang nilai-nilai Agama Islam yang disampaikan
melalui pembinaan oleh ormas GPR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80%
peserta meningkatkan pengetahuan tentang nilai-nilai agama seperti hukum, tata
cara, larangan, dan hal-hal yang dianjurkan dalam kebaikan, dan 80% peserta
memahami bagaimana menerapkan ajaran dan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari
Ketiga, level perilaku. Dimensi perilaku
diukur melalui pengamatan dan penilaian tindakan remaja. Evaluasi dilakukan
dalam beberapa tahap, yaitu:
Evaluasi awal. Dilakukan sebelum pembinaan
keagamaan pada remaja dimulai, untuk mengetahui tingkat pengetahuan, pemahaman,
dan perilaku individu sebelum menerima pembinaan. Evaluasi lanjutan yakni
selama proses pembinaan (evaluasi formatif). Dilakukan untuk memantau kemajuan
remaja dan mengetahui apakah mereka telah mencapai tingkat pengetahuan,
pemahaman, dan perilaku sebagaimana yang diharapkan. Evaluasi sumatif.
Dilakukan untuk mengetahui Tingkat pencapaian remaja dalam pengetahuan,
pemahaman, dan perilaku yang diharapkan setelah pembinaan keagamaan selesai.
Level keempat adalah hasil. Pada dimensi
ini, evaluasi difokuskan pada hasil atau dampak yang diperoleh remaja dari
program keagamaan GPR.
Fase pertama mengevaluasi peningkatan
pengetahuan dan pemahaman remaja tentang Islam melalui program GPR. Evaluasi
juga menilai kemampuan remaja mengamalkan dan menyebarkan pengetahuan agama
dalam kehidupan sehari-hari.
Fase kedua, identifikasi dilakukan GPR
terkait perubahan remaja setelah mengikuti program keagamaan GPR baik dalam
perubahan perilaku, perubahan pengetahuan dan pemahaman, dan identifikasi
perubahan kemampuan dalam mengamalkan nilai-nilai Agama Islam dan berdakwah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83%
peserta mengalami perubahan perilaku yang positif, mulai dari tata cara
berbahasa dan adab terhadap orang yang lebih tua, dan 80% peserta menjadi lebih
rajin beribadah, lebih hormat kepada orang tua, dan lebih peduli terhadap
lingkungan
Dalam dimensi hasil menurut Kirkpatrick's Model
of Evaluation, proses
evaluasi dilakukan hingga fase pengukuran keberlanjutan program edukasi remaja.
Mengukur keberlanjutan dilakukan untuk mengetahui apakah program pendidikan
agama Islam yang diimplementasikan GPR berdampak jangka panjang serta
berkelanjutan. Pengukuran keberlanjutan tersebut dilakukan terhadap: pertama,
keberlanjutan pengetahuan dan pemahaman tentang Agama Islam yang
diperoleh melalui program keagamaan GPR.
Keberlanjutan dalam pengetahuan dimaksud adalah kemampuan remaja mempertahankan
dan meningkatkan pengetahuan yang telah diperoleh, serta menerapkan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Seperti memelihara pengetahuan yang telah
diperoleh dan tidak melupakannya. Berupaya terus mempelajari hal-hal baru untuk
meningkatkan pengetahuan yang telah ada. Menerapkan pengetahuan yang telah
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Serta, mengembangkan pengetahuan yang
telah diperoleh dengan mencari informasi baru dan mempelajari hal-hal baru.
Kedua, mengukur keberlanjutan kemampuan
dalam pengamalan nilai-nilai Agama Islam dan berdakwah. Menilai seberapa baik
remaja dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan mereka dalam mengamalkan
nilai-nilai Agama Islam dan berdakwah dalam jangka waktu yang lama.
Ketiga, mengukur keberlanjutan dalam aspek
perilaku remaja setelah mengikuti program keagamaan GPR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada level hasil 77% responden menyatakan program membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai agama
khususnya remaja, dan 70% responden menyatakan program membantu meningkatkan
kualitas hidup Masyarakat.
Gambar 1. Evaluasi Program Keagamaan dengan Kirkpatrick's
Model of Evaluation
Berdasarkan deskripsi di atas, keefektifan
program keagamaan dengan menerapkan Pendidikan Agama Islam berbasis komunitas
meliputi membina dan meningkatkan kemampuan remaja menerapkan nilai-nilai
Pendidikan agama Islam dalam berperilaku sehari-harinya: Evaluasi dilakukan
melalui proses pengamatan/observasi, wawancara, dan perilaku remaja dalam
berbagai program kegiatan GPR di kampung Pisangan terutama remaja yang terlibat
sebagai anggota GPR, seperti pada saat berinteraksi dengan teman sebayanya,
dengan masyarakat umum, ketika dihadapkan pada tuntutan menyelesaikan permasalahan, atau dalam membuat keputusan.
Program keagamaan juga bertujuan membina
kemampuan berpikir analitis agar remaja memahami dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits dalam masalah sosial.
GPR membina remaja agar berintegritas dan
berdedikasi dalam PAI melalui partisipasi aktif dan konsisten dalam berbagai
program, memiliki motivasi tinggi untuk mempelajari dan memahami Al-Qur’an dan Hadits, hingga mengembangkan kemampuan dalam
berdakwah kepada masyarakat baik melalui perilaku, sikap, attitude,
dan kesantunan dalam menyampaikan ajaran syariat Islam.
Dampak Program Keagamaan Ormas GPR Bagi
Remaja
Adanya program keagamaan di organisasi
masyarakat Gudang Pahala Reborn
kampung Pisangan turut berperan dalam membina perilaku religius remaja baik
yang tergabung dalam komunitas maupun di lingkungan sekitar.
1. Program keagamaan Ormas GPR
ikut berperan dalam meningkatnya kesadaran beragama remaja yang terefleksikan
dalam kehidupan sehari-hari diantaranya membiasakan Shalat
5 waktu di masjid, berpakaian sesuai syariat, yang menunjukkan remaja menjadi
lebih sadar akan pentingnya nilai-nilai religius dalam kehidupan sehari-hari.
2. Perubahan perilaku positif:
Penerapan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada program keagamaan ormas GPR
membekali atau memberi perlindungan kepada diri remaja, dan juga mencegah dari
segala perilaku tidak terpuji seperti kenakalan remaja yang sering terjadi pada
saat ini. Remaja dibiasakan mengucapkan salam, jujur dan beretika saat
berbicara, lebih hormat kepada orang tua, berinteraksi baik dengan masyarakat,
dan lebih peduli terhadap lingkungan.
3. Meningkatnya rasa
solidaritas dan kebersamaan: Remaja menjadi lebih solid dan bersatu dalam
menjalankan kegiatan keagamaan dan sosial.
4. Meningkatnya kualitas hidup
remaja. Remaja menjadi lebih seimbang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,
baik dalam aspek spiritual, sosial, maupun akademis. Pendidikan keagamaan GPR
memudahkan remaja menghayati nilai-nilai Islam. Karena selain mempelajari teori
ilmu-ilmu pendidikan dan ‘amaliyah, remaja
juga diarahkan untuk mempraktikkan atau mengaplikasikannya dengan cara
pembiasaan diri dalam menjalankan syariat Islam dalam aktivitas sehari-hari.
Dampak positif dari remaja dengan perilaku
religius juga dapat memberikan dampak
positif yang signifikan terhadap masyarakat. Diantaranya
meningkatnya rasa keamanan dan ketertiban di Masyarakat disebabkan berkurangnya
kasus kriminalitas dan kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Dampak lainnya
Meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan perilaku
negatif remaja dan menumbuhkan rasa percaya antara masyarakat dan remaja,
sehingga secara tidak langsung akan terwujud kualitas hidup masyarakat,
Program perlu evaluasi berkelanjutan dan
dukungan masyarakat agar bisa menjangkau lebih banyak remaja dan dikembangkan
secara kreatif. Dengan demikian, program keagamaan ORMAS GPR dapat menjadi
contoh baik bagi ORMAS lainnya dalam mengembangkan program keagamaan yang
efektif dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychological Association. (2002). Developing Adolescents: A Reference for Professionals. In Choice Reviews Online.
https://doi.org/10.5860/choice.38sup-669
Amsa, S., & Farhan, H. (2020). Peranan Aktivitas Keagamaan
Dalam Membina Moralitas Remaja Masjid At-Taqwa Di Dusun Ngering
Sukoanyar Cerme Gresik. Tamaddun, 20(2), 103.
https://doi.org/10.30587/tamaddun.v20i2.1306
Carnegie Mellon University.
(2025). Learning Principles:
Theory and Research-based Principles of Learning. Eberly Center.
https://www.cmu.edu/teaching/principles/learning.html
Cherry, K. (2024). What
Is Self-Concept? The Fundamental “Who Am I?” Question. Verwell Mind.
https://www.verywellmind.com/what-is-self-concept-2795865#:~:text=Self-concept
develops%2C in part,Someone believes
in you.
Contreras, M. G., Downing, V., Greer, C. D., & Baldridge,
B. J. (2024). Community-Based Education:
Education and Engaged Research. In B. D. Christens (Ed.), The Cambridge Handbook
of Community Empowerment. Cambridge University
Press online.
Creswell, J. W. (2007). Qualitative
Inquiry & Research
Design: Choosing Among Five Approaches. Sage Publication Ltd.
Ilma, A. (2023). Maraknya Kenakalan Remaja di Indonesia
serta Solusi Mengatasinya. Kompasiana.
Indainanto, Y. I. (2020). Hegemoni Ideologi Konsumtif sebagai Gaya
Hidup Remaja. Jurnal Simbolika: Research and Learning
in Communication Studt,
6(1).
Ismail, A. I. (2008). Paradigma dakwah Sayyid Quthub:
Rekonstruksi pemikiran dakwah harakah. Penamadani.
Jatimnow.com. (2020). Musnahkan BB: Kasus Narkoba
Dimalang Didominasi Pelajar Dan Mahasiswa.
Kirkpatrick, J. D., & Kirkpatrick, Wendy
K. (2016). Kickpatrick’s Four Levels of
Training Evaluation. BerrettKoehler Publisher, Inc.
Lerner, R. M., & Steinberg, L.
(2013). Socialization and Self-Development: Channeling, Selection, Adjustment, and Reflection. In Handbook of Adolescent Psychology: Second Edition.
https://doi.org/10.1002/9780471726746.ch4
McLaughlin, M. W. (2000). Community
Counts: How Youth Organizations Matter for Youth
Development.
Muntaqo, R., Rahayu, S., & Zuhdi, A. (2019). Peranan Serta
Organisasi Remaja Islam dalam Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam
bagi Remaja Sinduagung Selomerto
Wonosobo. Paramurobi, 2(2).
Owens, T. R., & Wang, C. (1996). Community-based
learning: A foundation for meaningful educational reform. School Improvement Research Series, June 11, 2008.
Prayudi, Wasisto, A., Laraswanda,
J., & Lindawaty, D. S. (2022). Peran Organisasi Masyarakat dalam Negara
(K. Nugroho, Ed.). Publica Indonesia Utama.
Punch, K. F. (2006). Developing
Effective Research Proposals. Sage Publication
Ltd.
Pusiknas Bareskrim Polri. (2024). Makin
Banyak Korban dan Terlapor Pembunuhan dari Pelajar serta Mahasiswa.
https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/makin_banyak_korban_dan_terlapor_pembunuhan_dari_pelajar_serta_mahasiswa
Rahmat, M. (2023). Peran Organisasi Kemasyarakatan Islam
dalam Pengembangan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. Tsamratul
-Fikri, 17(1), 41–52.
Santrock, J. W. (2016). Adolescence.
McGraw-Hill Education.
Subhan, M. (2021). Peran Ormas Islam dalam Pembinaan
Remaja. April, 1–10.
Sudjana, N., & Rivai, A. (2007). Teknologi Pengajaran.
Sinar Baru Algesiondo.
Thompson, N. (2023). The learning from practice manual.
Jessica Kingsley Publishers.
Townley, G., & Kloos, B. (2009).
Development of a measure of sense of
community for individuals with serious mental illness residing in community settings. Journal of Community Psychology,
37(3), 362–380. https://doi.org/10.1002/jcop.20301
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Masyarakat (2013).
Yin, R. K. (2017). Case
Study Research and Applications: Design and Methods (6th ed.). SAGE Publications.