EVALUASI WORKSHOP PENINGKATAN KEMAMPUAN
PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERMUATAN LITERASI KEAGAMAAN LINTAS BUDAYA
(LKLB) MENGGUNAKAN MODEL KIRKPATRICK PADA
GURU-GURU DI KOTA MALANG
Ririn Eva Hidayati*
Nine Adien
Maulana**
*MAN
1 Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia
**SMAN 2 Jombang, Jawa Timur, Indonesia
*E-mail: ririneva@gmail.com
**E-mail: pakgurunine@gmail.com
Abstract
This study aims to evaluate the
effectiveness of a workshop in enhancing teachers’ ability to develop learning
plans that incorporate Cross-Cultural Religious Literacy (CCRL) in
Malang City, utilizing the robust Kirkpatrick evaluation model. The research method employed is evaluative, utilizing a mixed-methods approach that encompasses
four levels of Kirkpatrick evaluation: reaction, learning, behaviour, and results. The data sources for this
study consisted of 30 teachers from various
schools and madrasahs in Malang City, who
were selected through purposive sampling techniques based on a minimum of three years
of teaching experience and involvement in diversity-based learning practices. Data were collected through pre-tests and post-tests,
observations, interviews, daily reflections, and surveys from
both students and principals. The results showed that at the
reaction level, more than 90% of participants
were satisfied with the implementation of the workshop.
At the learning level, there was a significant
increase in understanding the concept of
CCRL, as evidenced by a post-test score that was significantly
higher than the pre-test score
(p < 0.05). At the behavioural
level, teachers began to implement inclusive
learning based on CCRL in the classroom.
At the outcome level, students reported a more inclusive classroom atmosphere, one that respects differences
and is participatory.
This positive impact on students
should encourage educators, researchers, and policymakers about the potential
of the workshop.
Supporting factors for the workshop’s
success included high participant motivation and a training design based on reflective
practice. At the same time, the
main obstacles were time constraints and variations in participants’ initial abilities. These findings indicate that the
cross-cultural religious literacy workshop, evaluated using the Kirkpatrick model, was effective in enhancing teachers’ overall professional competence while also having a positive
impact on learning practices and fostering a more tolerant and
inclusive classroom climate.
Keywords: Teacher professional competence; learning scenarios; cross-cultural religious literacy; workshop; Kirkpatrick evaluation
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efektivitas workshop
peningkatan kemampuan penyusunan perencanaan pembelajaran bermuatan Literasi
Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) bagi guru-guru di Kota Malang menggunakan model
evaluasi Kirkpatrick. Metode penelitian yang
digunakan adalah evaluatif dengan pendekatan mixed
methods, mencakup empat level evaluasi Kirkpatrick: reaksi, pembelajaran, perilaku, dan
hasil. Sumber data penelitian ini adalah 30 guru dari beberapa sekolah dan
madrasah di Kota Malang yang dipilih melalui teknik purposive
sampling, dengan kriteria pengalaman mengajar minimal tiga tahun dan
keterlibatan dalam praktik pembelajaran berbasis keberagaman. Data dikumpulkan
melalui pre-test dan post-test,
observasi, wawancara, refleksi harian, serta survei siswa dan kepala sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada level reaksi, lebih dari 90% peserta
merasa puas terhadap pelaksanaan workshop. Pada level pembelajaran, terjadi peningkatan
signifikan dalam pemahaman konsep LKLB, dengan skor post-test
yang jauh lebih tinggi dibandingkan pre-test (p < 0,05). Pada level perilaku, guru mulai
mengimplementasikan pembelajaran inklusif berbasis LKLB di kelas. Sementara
pada level hasil, siswa melaporkan suasana kelas yang lebih inklusif,
menghargai perbedaan, dan partisipatif. Faktor
pendukung keberhasilan workshop
meliputi motivasi tinggi peserta dan desain pelatihan berbasis praktik
reflektif, sedangkan kendala utamanya adalah keterbatasan waktu dan variasi
kemampuan awal peserta. Temuan ini menunjukkan bahwa workshop berbasis literasi
keagamaan lintas budaya yang dievaluasi dengan model Kirkpatrick efektif dalam meningkatkan kompetensi profesional guru secara
menyeluruh, serta berdampak positif pada praktik pembelajaran dan iklim kelas
yang lebih toleran dan inklusif.
Kata Kunci: Kompetensi
profesional guru; skenario pembelajaran; literasi keagamaan lintas budaya; workshop; evaluasi
Kirkpatrick
PENDAHULUAN
Literasi
Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) adalah kemampuan untuk memahami, menghargai, dan
berinteraksi secara reflektif dan konstruktif dengan individu atau kelompok
dari latar belakang agama dan budaya yang berbeda. LKLB tidak hanya mencakup
pengetahuan lintas agama, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, empati, dan
kesadaran diri dalam merespons keberagaman. Dalam konteks pendidikan, LKLB
menjadi bagian penting dari upaya membangun ruang kelas yang aman, inklusif,
dan toleran di tengah kemajemukan Indonesia.
Integrasi
nilai-nilai LKLB dalam proses pembelajaran memiliki urgensi yang tinggi. Pembelajaran
bermuatan LKLB membantu siswa memahami berbagai sudut pandang, meningkatkan
komunikasi antarbudaya, dan mencegah sikap eksklusif atau intoleran sejak dini.
Rencana pembelajaran yang dirancang dengan mempertimbangkan aspek LKLB
memungkinkan guru menanamkan nilai-nilai kebersamaan dan saling menghormati
dalam setiap kegiatan belajar. Oleh karena itu, peningkatan kompetensi guru
dalam menyusun rencana pembelajaran bermuatan LKLB perlu menjadi prioritas
dalam program pengembangan profesional.
Evaluasi
sistematis perlu dilakukan untuk menjamin efektivitas workshop dalam membekali guru
dengan kemampuan tersebut. Evaluasi tidak hanya bertujuan mengukur pencapaian
kognitif peserta, tetapi juga menilai sejauh mana materi pelatihan diterapkan
dalam konteks kelas nyata dan memberikan dampak positif terhadap siswa. Model
evaluasi Kirkpatrick menawarkan pendekatan empat tingkat
yang komprehensif dan relevan untuk mengevaluasi pelatihan semacam ini secara
utuh, dari reaksi peserta hingga hasil jangka panjang.
Pembelajaran
di era abad ke-21 bukan sekedar mengharuskan siswa untuk menguasai aspek kognitif,
tetapi juga untuk memiliki keterampilan sosial, komunikasi, serta sikap
menghargai keberagaman budaya dan agama (Redhana,
2019).
Dalam konteks globalisasi yang semakin kompleks, pendidikan yang berbasis
inklusivitas dan toleransi menjadi sangat krusial (Nurhikmah,
2025). Sebuah
pendekatan yang memungkinkan untuk diimplementasikan dalam sistem pendidikan
adalah literasi keagamaan lintas budaya (LKLB), yaitu kemampuan memahami,
menghargai, dan berinteraksi dengan individu dari latar belakang agama yang
berbeda secara kritis dan reflektif (Hidayati,
2024).
Guru
memiliki peran sentral dalam membentuk lingkungan pembelajaran yang inklusif
dan toleran melalui integrasi LKLB dalam skenario pembelajaran. Dalam kajian
ini, kompetensi guru merujuk pada kompetensi profesional, yaitu penguasaan
materi, perancangan pembelajaran kontekstual, serta penyesuaian pendekatan
dengan kebutuhan peserta didik dalam keberagaman budaya dan agama. Kompetensi
inilah yang menjadi titik fokus untuk diperkuat melalui pengembangan model workshop yang
aplikatif dan berbasis kebutuhan nyata guru di lapangan. Namun, fakta empiris memperlihatkan
bahwa banyak guru tetap menemui kendala saat mengimplementasikan konsep ini
secara efektif (Afriyani,
dkk., 2025).
Model
Kirkpatrick mengevaluasi pelatihan melalui empat
tingkat bertahap: Level 1 Reaksi – kepuasan dan keterlibatan peserta; Level 2
Pembelajaran – peningkatan pengetahuan, keterampilan, atau sikap; Level 3
Perilaku – penerapan keterampilan baru di tempat kerja; dan Level 4 Hasil –
dampak terukur pada organisasi atau penerima manfaat (Nurhayati, 2018). Dalam
konteks workshop
LKLB, level 4 difokuskan pada iklim belajar inklusif yang dialami siswa.
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman guru terhadap konsep LKLB dan
keterbatasan dalam menyusun skenario pembelajaran berbasis keberagaman budaya
menjadi hambatan utama dalam integrasi konsep ini di dalam kelas (Latuwael,
dkk., 2024).
Studi oleh Masruroh, dkk. (2023) mengungkapkan jika mayoritas pendidik masih
belum mempunyai keterampilan memadai untuk mengembangkan strategi pembelajaran
yang dapat mengakomodasi nilai-nilai pluralisme dan keberagaman budaya (Masruroh,
dkk., 2023).
Selain itu, penelitian oleh Hidayati (2024) lebih menyoroti manfaat LKLB bagi
peserta didik tanpa memberikan panduan praktis bagi guru dalam
mengimplementasikannya. Padahal, guru sebagai agen perubahan pendidikan
membutuhkan model pelatihan yang sistematis dan aplikatif untuk meningkatkan
kompetensinya dalam menerapkan LKLB dalam skenario pembelajaran (Inu,
dkk., 2022).
Workshop berbasis pengalaman terbukti efektif
dalam meningkatkan kompetensi guru. Melalui model ini, guru belajar secara
interaktif, berbagi pengalaman, dan mengembangkan keterampilan lewat refleksi
dan praktik langsung. (Iqbal,
dkk., 2024). Selain
itu, pendekatan pedagogi reflektif juga menekankan pentingnya refleksi
berkelanjutan dalam proses pembelajaran, sehingga guru dapat terus mengevaluasi
dan menyempurnakan metode pengajarannya (Wildan
& Budiman, 2023).
Studi oleh Ardiyani dkk. (2024) menunjukkan bahwa workshop berbasis praktik dapat
meningkatkan keterampilan guru hingga 50% dalam merancang pembelajaran yang
inovatif (Ardiyani,
dkk., 2024). Namun,
masih minim penelitian yang mengevaluasi workshop secara sistematis sesuai
kebutuhan guru di lapangan. Penelitian ini berfokus pada evaluasi workshop literasi
keagamaan lintas budaya. Workshop
tersebut dirancang untuk meningkatkan kompetensi profesional guru, khususnya
dalam merancang skenario pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai-nilai
keberagaman budaya dan agama. Pelatihan yang dimaksud merupakan workshop berbasis
pengalaman yang menggabungkan pendekatan kolaboratif, reflektif, dan praktik
langsung dalam penerapan literasi keagamaan lintas budaya di kelas.
Kajian
ini mengevaluasi pelatihan berbasis kebutuhan praktis dan bukti empiris untuk
meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran yang berorientasi pada
keberagaman. Selain itu, hasil kajian ini dapat dijadikan referensi bagi
pembuat regulasi pendidikan dalam merancang kegiatan pengembangan guru yang
lebih inklusif dan responsif terhadap keberagaman budaya serta agama. Temuan
riset ini diproyeksikan mampu menghadirkan perspektif baru dalam strategi perluasan
kompetensi guru serta menjadi referensi bagi upaya peningkatan kualitas
pendidikan yang berbasis keberagaman dan inklusivitas.
Dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya, kebaruan dari penelitian ini terletak pada
penggunaan model evaluasi Kirkpatrick secara
menyeluruh hingga level 4 untuk menilai efektivitas workshop LKLB, yang jarang
dilakukan dalam konteks pengembangan profesional guru di Indonesia. Penelitian
ini juga menggabungkan pendekatan LKLB dalam perencanaan pembelajaran yang
kontekstual dan aplikatif. Dampaknya dievaluasi, baik terhadap guru maupun
iklim kelas dan persepsi siswa.
Model
evaluasi Kirkpatrick telah lama dikenal sebagai kerangka
yang komprehensif dalam mengevaluasi pelatihan. Model ini terdiri dari empat
tingkat, yaitu Reaksi, Pembelajaran, Perilaku, dan Hasil, yang masing-masing
menggambarkan tahapan dampak pelatihan secara menyeluruh. Dalam konteks
pelatihan guru, model ini mulai digunakan di beberapa studi sebelumnya, seperti
oleh Sari & Prasetyo (2023). Namun, penerapannya umumnya masih terbatas
hingga level tiga, dan belum secara utuh menjangkau evaluasi pada level hasil
(level 4) yang menilai dampak jangka panjang terhadap lingkungan belajar.
Dengan
merujuk pada latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha menjawab
pertanyaan berikut:
1.
Bagaimana reaksi peserta terhadap isi, proses, dan fasilitator workshop LKLB?
2.
Sejauh mana workshop meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru
dalam menyusun perencanaan pembelajaran bermuatan LKLB?
3.
Apakah terdapat perubahan perilaku guru dalam menerapkan RPP
LKLB di kelas setelah workshop?
4.
Apa indikasi awal hasil (impact)
pada iklim kelas dan keterlibatan siswa?
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan model Kirkpatrick yang mencakup empat level: Reaction, Learning,
Behavior, dan Results.
Penelitian dilakukan di beberapa sekolah dan madrasah di Kota Malang, yang
memiliki keragaman budaya dan agama sebagai konteks yang relevan.
Subjek
penelitian terdiri dari: (a) Guru: Sebanyak 30 orang dipilih melalui purposive sampling berdasarkan kriteria
pengalaman mengajar minimal 3 tahun dan keterlibatan dalam pembelajaran
berbasis literasi keagamaan lintas budaya. (b) Fasilitator workshop: Sebagai pihak yang
memandu pelaksanaan pelatihan. (c) Stakeholder
pendidikan: Untuk memberikan masukan dan evaluasi terhadap relevansi workshop.
Teknik
Pengumpulan Data
Data
Kuantitatif diperoleh berdasarkan: (a) Pre-test dan Post-test untuk menilai tingkat pemahaman guru terhadap
literasi keagamaan lintas budaya sebelum dan sesudah workshop. Instrumen berupa
kuesioner dengan skala Likert. (b) Observasi
dilakukan untuk menilai implementasi skenario pembelajaran terintegrasi yang
dirancang oleh guru.
Data
kualitatif dikumpulkan melalui beberapa teknik. Pertama, wawancara mendalam
dilakukan untuk mengeksplorasi pengalaman guru dan persepsi mereka terhadap workshop. Kedua,
umpan balik kolektif dikumpulkan sebagai bagian dari evaluasi model workshop. Ketiga,
dokumentasi yang dikaji meliputi rencana pembelajaran, materi workshop, dan
proses pelatihan.
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini mencakup soal pre-test dan post-test, panduan wawancara,
lembar observasi, dan panduan FGD. Soal pre-test dan post-test disusun untuk mengukur peningkatan pemahaman
peserta. Sebelum digunakan, soal-soal tersebut diuji terlebih dahulu untuk
memastikan validitasnya. Validasi dilakukan agar instrumen layak digunakan
dalam pengumpulan data.
Teknik
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis
kuantitatif dilakukan terhadap data pre-test dan post-test. Teknik yang digunakan adalah uji-t berpasangan.
Analisis ini bertujuan untuk menilai perubahan pemahaman guru sebelum dan
setelah mengikuti workshop.
Analisis
kualitatif dilakukan terhadap data wawancara dan FGD. Teknik yang digunakan
adalah analisis tematik. Tujuannya adalah untuk mengungkap tema-tema sentral
yang muncul dari data tersebut.
Triangulasi
data dilakukan untuk memastikan validitas dan reliabilitas temuan. Proses ini
melibatkan analisis komparatif terhadap hasil pre-test dan post-test, wawancara, serta
observasi. Cara ini membantu memastikan konsistensi dan kekuatan data.
Untuk
memastikan kesesuaian antara tujuan evaluasi dan teknik pengumpulan data,
instrumen penelitian dirancang berdasarkan empat level dalam model evaluasi Kirkpatrick. Setiap level memiliki jenis data dan
instrumen tersendiri yang telah divalidasi untuk menjamin keakuratan dan
keterandalan hasil. Rincian data dan instrumen yang digunakan dalam
masing-masing level evaluasi disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Instrumen dan Teknik
Pengumpulan Data
Level
Kirkpatrick |
Data
& Instrumen |
Reaksi |
Kuesioner kepuasan 5 skala Likert; refleksi harian |
Pembelajaran |
25 item tes LKLB (validitas > 0.75);
rubrik RPP LKLB (α = 0.86) |
Perilaku |
Observasi kelas; checklist
tindak lanjut |
Hasil |
Wawancara kepala sekolah; survei
persepsi siswa mengenai iklim inklusif |
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian ini mencakup beberapa temuan penting yang menjelaskan efektivitas workshop LKLB.
1.
Validitas Instrumen
Validasi dilakukan untuk
mengetahui kelayakan instrumen penelitian yang meliputi validasi soal pre-test dan post-test,
modul pelatihan, bahan ajar, lembar observasi, lembar wawancara, angket respons
peserta dan panduan fasilitator. Validasi isi diperiksa oleh dua dosen bersama
satu guru. Proses validasi menghasilkan analisis, evaluasi, dan rekomendasi
dari para validator yang digunakan sebagai dasar dalam revisi perangkat yang
dikembangkan. Ringkasan hasil validasi instrumen penelitian disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2. Rekap Hasil
Validasi Instrumen
Data
yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa semua instrumen telah memenuhi
kriteria validitas isi, yang berarti instrumen penelitian sesuai dengan tujuan
dan konsep yang benar. Hal ini didukung oleh kesimpulan akhir dari para
validator, di mana seluruh validator menyatakan bahwa instrumen tersebut
"Layak Digunakan dengan Perbaikan".
2.
Reaksi
Berdasarkan
hasil kuesioner kepuasan dan refleksi harian, lebih dari 90% peserta menyatakan
sangat puas dengan pelaksanaan workshop. Aspek yang dinilai meliputi kesesuaian materi
dengan kebutuhan guru, kualitas fasilitator, dan metode pelatihan yang
aplikatif. Refleksi harian menunjukkan antusiasme peserta dalam mengikuti sesi,
serta kesadaran akan pentingnya integrasi nilai-nilai LKLB dalam pembelajaran.
Hasil ini sejalan dengan temuan Iqbal, Basri, & Zaiturrahmi
(2024) yang menunjukkan bahwa pelatihan yang dirancang secara partisipatif meningkatkan motivasi dan kenyamanan peserta.
Namun
demikian, antusiasme peserta dalam tahap reaksi belum menjamin keberlanjutan
praktik di kelas. Redhana (2019) menekankan bahwa
keberhasilan pelatihan tidak cukup dinilai dari kepuasan jangka pendek, tetapi
harus dilihat keterkaitannya dengan transfer pengetahuan dalam konteks nyata
pembelajaran. oleh sebab itu, peranan fasilitator sangat penting untuk mendampingi
dan memicu semangat peserta pelatihan untuk mengimplementasikan pengetahuan dan
pemahaman mereka di ruang kelas.
3.
Pembelajaran; Perubahan Pemahaman Guru
Sebelum dan Sesudah Workshop
Hasil
pre-test
mengindikasikan jika sebagian besar guru yang mempunyai pemahaman terbatas
terhadap literasi keagamaan lintas budaya (LKLB). Rerata skor pre-test sebesar 55,17,
yang mengindikasikan kurangnya pengetahuan awal guru dalam mengintegrasikan
konsep LKLB dalam pembelajaran. Namun, setelah mengikuti workshop, rata-rata skor post-test
meningkat secara signifikan menjadi 93,54. Analisis uji-t berpasangan menginformasikan
adanya perbedaan yang signifikan (p < 0,05) diantara
pre-test dengan
post-test,
yang menegaskan bahwa workshop
secara efektif meningkatkan pemahaman guru tentang LKLB. Rekap nilai pre-test, post-test dan
n-gain dituangkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Rekap nilai pre-test, post-test dan n-gain
Berdasarkan
hasil wawancara seluruh guru setuju diadakan kegiatan yang dapat mengembangkan
kompetensi profesional guru. Sebagian besar guru mengusulkan adanya workshop
penyusunan skenario pembelajaran terintegrasi literasi keagamaan lintas budaya.
Sebagian guru juga mendukung kegiatan workshop yang disertai dengan kegiatan peer
teaching.
Data
dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang literasi keagamaan
lintas budaya masih rendah sebelum mengikuti workshop. Hal serupa juga
terlihat pada kemampuan mereka dalam membuat skenario pembelajaran
terintegrasi. Setelah mengikuti workshop, terjadi peningkatan pada kedua aspek tersebut.
Temuan
ini mengonfirmasi teori pembelajaran berbasis pengalaman (experiential
learning), di mana pembelajaran yang berbasis
praktik langsung, refleksi, dan diskusi dapat meningkatkan pemahaman secara
lebih mendalam. Selain itu, penelitian Ardiyani dkk. (2024) menunjukkan bahwa
pelatihan berbasis pengalaman dapat meningkatkan keterampilan guru hingga 50%,
yang sejalan dengan hasil penelitian ini. Dengan demikian, peningkatan
pemahaman yang diamati dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan yang
diterapkan dalam workshop—melalui
diskusi interaktif, pengembangan skenario, dan simulasi praktik—berhasil
meningkatkan kompetensi profesional guru secara signifikan.
Penilaian
dengan rubrik terstandar menunjukkan bahwa guru mampu menyusun RPP yang
mengintegrasikan nilai keberagaman secara sistematis. Kemampuan ini
mencerminkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap konsep keberagaman. Temuan
ini diperkuat oleh Rais dan Aryani (2019) yang menekankan bahwa siklus
pengalaman, refleksi, dan konseptualisasi efektif dalam meningkatkan penguasaan
konsep pada guru.
Secara
kritis, peningkatan pengetahuan kognitif ini menunjukkan bahwa LKLB adalah
konsep yang dapat dipahami dengan baik melalui pendekatan pembelajaran aktif
dan reflektif. Namun, tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa pemahaman
tersebut tidak bersifat teoritis semata, melainkan dapat diterapkan secara
konsisten dalam praktik pembelajaran yang kompleks dan dinamis. Hal ini sejalan
dengan Masruroh et al. (2023) yang
menyatakan bahwa pemahaman konseptual guru harus diimbangi dengan keterampilan
pedagogis untuk menciptakan pembelajaran yang benar-benar responsif terhadap
keberagaman.
Workshop yang diselenggarakan berbentuk pelatihan
bagi guru. Tujuannya adalah untuk memberikan wawasan dan pemahaman mengenai
model pembelajaran yang mengintegrasikan mata pelajaran dengan literasi
keagamaan lintas budaya. Proses pelatihan ini diilustrasikan dalam Gambar 1.
|
|
Gambar
1.
Kegiatan workshop
Workshop ini membekali guru dengan pemahaman
tentang LKLB dan membimbing mereka menyusun strategi pembelajaran yang
terintegrasi dengan nilai-nilai keberagaman. Desain workshop literasi keagamaan
lintas budaya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Model workshop
pengembangan
skenario pembelajaran terintegrasi literasi keagamaan lintas budaya.
Kegiatan
yang dilaksanakan dalam workshop
pengembangan skenario pembelajaran terintegrasi literasi keagamaan lintas
budaya adalah:
1. Mengidentifikasi Capaian
Pembelajaran, materi pelajaran dan strategi pembelajaran yang memiliki
keterkaitan dengan literasi keagamaan lintas budaya.
2. Merancang strategi pengajaran
dengan memilih metode, model, dan media pembelajaran yang sesuai dengan
indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Menyiapkan skenario pengajaran
yang menggambarkan integrasi antara materi pelajaran dengan literasi keagamaan
lintas budaya.
4. Melaksanakan pembelajaran terintegrasi.
5. Melaksanakan refleksi dan
revisi terhadap rencana pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang sudah
dilaksanakan.
Hasil
evaluasi terhadap peserta workshop menunjukkan data mengenai kemampuan guru dalam
merancang strategi pembelajaran yang mengintegrasikan literasi keagamaan lintas
budaya. Data evaluasi ini disajikan dalam bentuk persentase yang menggambarkan
tingkat kemampuan guru dalam perancangan pembelajaran tersebut. Persentase
tersebut diperoleh melalui observasi dan angket yang diisi oleh guru pada akhir
workshop,
sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Kompetensi Guru dalam Mendesain
Pembelajaran Terintegrasi LKLB
No |
Indikator |
% |
Kategori |
1 |
Pengetahuan guru mengenai LKLB |
75 |
Baik |
2 |
Pengetahuan guru mengenai pembelajaran
terintegrasi LKLB |
70,58 |
Baik |
3 |
Kemampuan guru dalam mengembangkan
strategi pembelajaran terintegrasi LKLB |
72,05 |
Baik |
4 |
Kemampuan guru untuk menerapkan
pembelajaran terintegrasi LKLB |
69,11 |
Baik |
5 |
Kemampuan guru dalam mengembangkan
potensi peserta didik dalam pembelajaran terintegrasi LKLB |
73,52 |
Baik |
Workshop pengembangan skenario pembelajaran
terintegrasi literasi keagamaan lintas budaya terbukti efektif. Kegiatan ini
mencakup sesi interaktif, pengembangan skenario pembelajaran, dan simulasi
praktik. Seluruh rangkaian tersebut secara langsung meningkatkan kompetensi
guru dalam merancang pembelajaran yang terintegrasi.
4.
Perilaku
Observasi
kelas berdasarkan lembar 15 indikator menunjukkan bahwa sebagian besar guru
telah menerapkan pembelajaran berbasis LKLB secara aktif. Guru menciptakan
suasana kelas yang inklusif, menggunakan metode diskusi, studi kasus, dan
refleksi kelompok Tindak lanjut enam minggu setelah
pelatihan menunjukkan bahwa sebagian praktik tetap berlanjut. Namun, beberapa
guru masih memerlukan pendampingan tambahan. Hasil ini selaras dengan Wildan
& Budiman (2023) yang menyatakan bahwa pembelajaran reflektif mendorong
guru menerapkan pendekatan inklusif dan menyesuaikan strategi pengajaran dengan
kebutuhan kelas.
Analisis
kritis terhadap level perilaku ini menunjukkan adanya indikasi positif terhadap
perubahan praktik mengajar. Namun, keberhasilan implementasi sangat bergantung
pada dukungan lingkungan sekolah dan berlanjutnya komunitas belajar guru.
Penelitian oleh Nurgas & Rasyid (2025) menekankan
bahwa perubahan perilaku pedagogis tidak akan bertahan lama jika tidak didukung
oleh budaya kolaboratif dan sistem pengembangan profesional berkelanjutan di
sekolah.
5.
Hasil
Wawancara
dengan kepala sekolah mengonfirmasi bahwa terdapat peningkatan kualitas
interaksi pembelajaran dan suasana kelas menjadi lebih terbuka terhadap
keberagaman. Survei terhadap 180 siswa menunjukkan bahwa 84% siswa merasa lebih
dihargai pendapatnya, 79% merasa suasana kelas lebih inklusif, dan 81%
menyatakan mampu menghargai perbedaan agama dan budaya. Temuan ini menunjukkan
bahwa workshop
berdampak positif terhadap iklim pembelajaran di sekolah. Penelitian Harahap et al. (2025) turut menguatkan bahwa
pembelajaran berbasis interaksi sosial dan keberagaman mendorong tumbuhnya
nilai toleransi dan kolaborasi di lingkungan sekolah.
Hasil
pada level ini menunjukkan kontribusi pelatihan dalam membentuk budaya belajar
yang lebih humanis dan demokratis. Namun, hasil ini perlu ditindaklanjuti
dengan studi longitudinal untuk menilai dampak jangka panjang terhadap
perubahan nilai-nilai siswa dan dinamika kelas. Seperti disampaikan oleh
Ardiyani et al. (2024), perubahan sistemik dalam pendidikan membutuhkan kesinambungan antara
pelatihan, refleksi praktik, dan penguatan nilai secara konsisten.
Hasil
ini mendukung pentingnya pelatihan berbasis pengalaman dan refleksi sebagai
pendekatan strategis dalam meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun
perencanaan pembelajaran berbasis keberagaman. Model Kirkpatrick
memberikan gambaran menyeluruh tentang keberhasilan pelatihan, mulai dari
reaksi awal hingga dampak pembelajaran jangka pendek di sekolah. Dukungan dari
berbagai studi sebelumnya memperkuat bahwa pendekatan pelatihan yang
interaktif, kolaboratif, dan kontekstual sangat relevan untuk pengembangan
profesional guru di era pendidikan yang inklusif dan multikultural.
6.
Efektivitas Workshop dalam Pengembangan
Kompetensi Guru
Tabel
2 juga berisikan skor post-test.
Hasil post-test
menunjukkan perkembangan yang sangat berarti pada tingkat pemahaman guru
setelah mengikuti workshop.
Analisis uji-t berpasangan mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan (p
< 0,05) diantara skor pre-test dengan post-test.
Workshop ini memberikan pemahaman teoretis tentang
LKLB dan memfasilitasi guru dalam merancang skenario pembelajaran terintegrasi.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam merancang pembelajaran
berbasis LKLB mengalami peningkatan yang positif.
Sebanyak
75% guru menunjukkan peningkatan pemahaman tentang LKLB, sedangkan 70,58%
menunjukkan peningkatan dalam kemampuan merancang pembelajaran terintegrasi.
Selain itu, 73,52% guru mampu mengembangkan potensi peserta didik dalam
pembelajaran berbasis LKLB. Artinya, workshop berhasil membekali guru dengan keterampilan praktis
untuk menerapkan LKLB di kelas.
Hasil
ini memperkuat penelitian Masruroh dkk. (2023), yang menyatakan bahwa pelatihan
berbasis refleksi dan praktik kolaboratif dapat mengatasi keterbatasan guru
dalam menyusun strategi pembelajaran berbasis keberagaman. Penelitian oleh Nurgas dan Rasyid (2025) juga menegaskan bahwa evaluasi
berbasis refleksi dalam komunitas pembelajaran guru dapat meningkatkan
efektivitas penerapan strategi pedagogi inklusif. Dengan demikian, pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini bukan sekedar memperluas pengetahuan
teoretis guru, tetapi juga memperkuat keterampilan praktis dalam merancang
pembelajaran yang inklusif.
7.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Implementasi Workshop
Keberhasilan workshop didukung oleh beberapa
faktor penting. Pertama,
guru menunjukkan motivasi tinggi dalam mengikuti workshop dan terlibat aktif dalam
diskusi. Kedua, terdapat kesediaan dari para guru untuk berbagi pengalaman
serta memberikan umpan balik dalam pengembangan skenario pembelajaran. Ketiga,
model workshop
dirancang berbasis pengalaman langsung dan refleksi pedagogis, sehingga relevan
dengan kebutuhan praktis guru.
Faktor
penghambat dalam pelaksanaan workshop mencakup beberapa hal. Pertama, keterbatasan waktu
pelatihan membuat guru tidak memiliki cukup waktu untuk mengembangkan lebih
banyak skenario pembelajaran. Kedua, terdapat perbedaan kemampuan awal antar
peserta workshop.
Sebagian guru masih memerlukan pendampingan lebih lanjut dalam
mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis LKLB.
Hasil
ini sejalan dengan temuan Latuwael, dkk. (2024) yang menunjukkan bahwa
pelatihan guru sering terkendala oleh keterbatasan waktu dan perbedaan
kompetensi awal peserta. Kondisi ini dapat menurunkan efektivitas pelatihan
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, direkomendasikan pelatihan berkelanjutan
dengan pendekatan mentoring dan coaching.
8.
Implikasi Hasil terhadap Praktik
Pembelajaran
Hasil
penelitian ini memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kompetensi
guru serta perumusan kebijakan pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa workshop
LKLB bisa menjadi model pelatihan guru yang lebih luas untuk mendukung
pendidikan inklusif dan beragam. Selain itu, temuan ini menyoroti perlunya
pendampingan berkelanjutan setelah workshop, agar guru dapat terus mengembangkan keterampilan
mereka dalam menerapkan LKLB dalam berbagai konteks pembelajaran.
Harahap
dkk. (2025) juga menyatakan bahwa interaksi sosial dan keberagaman dalam
pembelajaran dapat menumbuhkan nilai toleransi dan kolaborasi di sekolah. Model
workshop
ini sejalan dengan pendekatan sosial-konstruktivis
yang menekankan kolaborasi dalam membangun pemahaman. Ke depan, penelitian ini
dapat dikembangkan dengan mengevaluasi efek berkelanjutan dari pelatihan ini
pada praktik mengajar pendidik di kelas. Selain itu, model workshop ini dapat diadaptasi dengan
mata pelajaran lain untuk memperluas penerapan LKLB dalam berbagai disiplin
ilmu.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil evaluasi workshop
peningkatan kemampuan penyusunan perencanaan pembelajaran bermuatan Literasi
Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) pada guru-guru di Kota Malang dengan menggunakan
model Kirkpatrick, dapat disimpulkan bahwa
pelatihan ini efektif dalam meningkatkan kompetensi profesional guru pada
keempat level evaluasi. Pada level reaksi, para peserta menunjukkan tingkat
kepuasan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan workshop, menandakan bahwa
pendekatan partisipatif dan kontekstual sangat sesuai
dengan kebutuhan guru. Pada level pembelajaran, terjadi peningkatan signifikan
dalam pemahaman konsep LKLB dan kemampuan menyusun RPP yang terintegrasi
nilai-nilai keberagaman. Pada level perilaku, guru mulai mengimplementasikan
pembelajaran inklusif berbasis LKLB di kelas secara aktif dan reflektif.
Sedangkan pada level hasil, siswa merasakan manfaat pembelajaran yang lebih
menghargai perbedaan, dengan iklim kelas yang lebih terbuka dan toleran.
Pelatihan
serupa perlu dilakukan secara berkelanjutan, disertai pendampingan pasca-workshop, agar
kompetensi guru terus berkembang dan diterapkan di kelas. Selain itu,
pengembangan modul digital dan platform kolaboratif daring dapat menjadi
alternatif pendukung untuk memperluas dampak pelatihan ini. Penelitian
selanjutnya sebaiknya mengevaluasi dampak jangka panjang workshop ini terhadap praktik
pembelajaran, serta mengadaptasi modelnya untuk bidang studi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyani, F. P., Maulida, L. U., & Mubin, N. (2025).
Peran Guru dalam Menciptakan Lingkungan Belajar yang Aman dan Nyaman. Jurnal
Inovasi Pendidikan, 2(2), 80–90.
Ardiyani,
L. P. C., Pitriani, K., & Suardipa, I. P. (2024). Pelatihan Model
Pembelajaran Inovatif bagi Guru Seni Budaya dan Prakarya di SD Gugus 1
Kecamatan Buleleng Kata Kunci :
Model Pembelajaran Inovatif , Guru Seni Budaya dan. EDUCEMARA: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 2(1), 35–40.
Hidayati,
R. E. (2024). Inovasi Pembelajaran Kimia :
Implementasi Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Keagamaan Lintas Budaya
Sebagai Alternatif Membangun Sikap Moderasi Beragama Chemistry Learning
Innovation : Implementation of Chemistry Learning Based on
Cross-Cultural Religi. Inovasi: Jurnal Diklat Keagamaan, 18(2),
151–168.
Inu,
A. N. N. Al, Fitriani, D., Bani, E. A. S., & Winandar, M. L. (2022). Peran
Guru Sebagai Agen Pembaharu dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran yang
Inovatif di Sekolah Dasar. Journal on Education, 5(2), 1696–1701.
https://doi.org/10.31004/joe.v5i2.806
Iqbal,
M., Basri, B., & Zaiturrahmi, Z. (2024). Workshop dan Pendampingan Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis
Karakter untuk Guru PAUD di Aceh Tengah. Communnity Development Journal,
5(6), 12051–12060.
Latuwael,
A., Murniarti, E., & Tampubolon, H. (2024). Implementasi Kurikulum Merdeka
berbasis Budaya Lokal Halmahera di SMA Negeri 1 Halmahera Utara. SENTRI:
Jurnal Riset Ilmiah, 3(11), 1275--1289. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/381100251_HUBUNGAN_MOTIVASI_IBU_DUKUNGAN_KELUARGA_DAN_PERAN_BIDAN_TERHADAP_KUNJUNGAN_NIFAS_DI_PUSKESMAS_MARIPARI_KABUPATEN_GARUT_TAHUN_2023
Masruroh,
S., Setyawan, K. G., Suprijono, A., & Sarmini. (2023). Peran Guru Ilmu
Pengetahuan Sosial Dalam Penguatan Sikap Pluralisme Siswa Di SMPN 4 Kediri. Dialektika
Pendidikan IPS, 3(1), 51 – 64.
Nurhikmah,
N. (2025). Membangun Generasi Moderat melalui Peran Sinergis Keluarga , Sekolah
, dan Masyarakat dalam Pendidikan Berbasis Budaya Building a Moderate
Generation through the Synergistic Role of Family , School , and Community in
Culturally Based Education. Dampeng: Journal of Art, Heritage and Culture,
1(1), 1–10.
Redhana,
I. W. (2019). Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia, 13(1), 2239–2253.
Wildan,
G. P., & Budiman, N. (2023). Paradigma Pedagogi Reflektif bagi Guru dalam
Pengajaran Musik. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan,
5(3), 1641–1650. https://doi.org/10.31004/edukatif.v5i3.5374