PERAN PELATIHAN MODERASI
BERAGAMA TERHADAP PERSEPSI PESERTA PELATIHAN TENTANG PANDANGAN, SIKAP, PRAKTIK
MODERASI BERAGAMA
Dermawati
Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia
E-mail: dermazky@gmail.com
Abstract
This
research aims to see the role of religious moderation training on participants'
perceptions in the form of views, attitudes, and religious practices regarding
the concept of religious moderation, national insight, religious insight, and
implementation of religious moderation after attending training to strengthen
religious moderation in East Jakarta. This research method combines data collection
techniques using qualitative and quantitative data from pre-test and post-test
results. The test instrument consists of questions with open answers and a
Likert scale. The two data sets were compared and analyzed descriptively and
using a t-test. The results of this research show that the introduction to the
concept of religious moderation after training in the form of an understanding
of religious moderation, indicators of religious moderation, and the values of
religious moderation are broadly not fully understood. For the concept of
insight, which includes Pancasila, the training participants stated that it was
final, but there were differences of opinion between political movements that
were considered to be able to change the basis of the country while regarding
the concept of religious insight and the implementation of religious moderation
before and after the training the results were almost the same on average. This
research concludes that the role of religious moderation training is
insignificant in participants' perceptions of the views, attitudes, and
practices of religious moderation and the need to increase participants'
understanding of the concept of religious moderation.
Keywords: views,
attitudes, religious practices, mobilization training, religious moderation
Abstrak
Penelitian ini bertujuan melihat peran
pelatihan moderasi beragama terhadap persepsi peserta berupa pandangan, sikap, praktik beragama tentang konsep moderasi
beragama, wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan dan implementasi moderasi
beragama setelah mengikuti pelatihan penggerak penguatan moderasi beragama Jakarta
Timur. Metode penelitian ini adalah penelitian campuran (mixed methods)
dengan teknik pengumpulan data menggunakan data kualitatif dan kuantitatif yang
didapatkan dari hasil pre-test dan post-test . Instrumen tes terdiri dari
pertanyaan dengan jawaban terbuka dan skala likert. Kedua data dibandingkan serta dianalisis secara
deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan pengenalan terhadap konsep
moderasi beragama setelah pelatihan berupa pengertian moderasi beragama,
indikator moderasi beragama, serta nilai-nilai moderasi beragama sebagian besar
belum memahami secara utuh. Untuk konsep wawasan kebangsaan mencakup Pancasila,
peserta pelatihan menyatakan sudah final tapi ada perbedaan pendapat antara gerakan
politik yang dianggap dapat mengubah dasar negara, sedangkan tentang konsep wawasan
keagamaan dan implementasi moderasi beragama sebelum dan sesudah pelatihan hasilnya
rata-rata hampir sama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peran pelatihan
moderasi beragama tidak signifikan terhadap persepsi peserta terhadap
pandangan, sikap dan praktik moderasi beragama serta perlu peningkatan tentang
pemahaman peserta terhadap konsep moderasi beragama.
Kata Kunci: pandangan, sikap,
praktik beragama, pelatihan penggerak, moderasi beragama
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan bangsa yang sangat beragam dalam berbagai segi.
Keberagaman itu antara lain menurut data dari Badan Pusat Statistik
Dalam sejarah nasional, pahlawan sudah membuktikan kegigihan semangat
mereka dalam memperjuangkan negara kesatuan Republik Indonesia. Sebagai
masyarakat Indonesia kita harus sadar untuk menjaga keutuhan kebangsaan ini.
Komitmen kebangsaan merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat
sejauh mana cara pandang, sikap, dan praktik beragama seseorang berdampak pada
kesetiaan terhadap konsensus dasar kebangsaan, terutama terkait dengan
penerimaan Pancasila sebagai ideologi negara, sikapnya terhadap tantangan
ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, serta nasionalisme
Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia terdapat perjumpaan antara berbagai bentuk keagamaan
yang hidup bersama secara harmoni, toleransi, berdialog serta mengalami
pengaruh satu dari yang lain. Adakalanya dengan perkembangan agama juga ada
konfrontasi antara satu dengan yang lain. Untuk dialog dan hubungan baik antar
agama dan mengetahui kekhasan serta jati diri agama maka kita perlu mengenal
dan mengetahui agama-agama yang lain.
Moderasi beragama di Indonesia memiliki empat konsep yang diutamakan.
Pertama, komitmen kebangsaan yang menjadi indikator kemoderatan cara pandang
dan sikap seseorang. Kedua, toleransi sebagai sikap/sifat menghargai dan
membolehkan suatu pendirian pendapat pandangan kepercayaan maupun yang lainnya
yang berbeda dengan pendirian dirinya sendiri. Ketiga, anti kekerasan atau anti
radikalisme. Keempat, akomodatif terhadap kebudayaan lokal. keempat konsep
tersebut dilatar belakangi tiga alasan utama.
Keempat konsep tersebut bertujuan antara lain: pertama, bertujuan untuk
menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga
untuk tidak menghilangkan nyawanya. Kedua, keberagaman yang sudah ada sejak
lama dan pertambahan jumlah manusia di berbagai negeri dan wilayah. Ketiga,
sebagai strategi kebudayaan dalam merawat kebhinnekaan dan keindonesiaan. Namun
dalam praktiknya dan teorinya ditemukan beberapa problem yang pada akhirnya
mengarah pada prinsip pluralisme agama. Problematik konsep moderasi beragama di
Indonesia dalam hal ini dapat dikemukakan ke dalam tiga isu. Pertama moderasi
beragama wajah baru pluralisme agama, kedua problem bias makna toleransi
beragama, ketiga problem kebenaran yang relatif.
Dengan toleransi yang disertai sikap hormat, positif, menerima orang
yang berbeda sebagai bagian dari diri yaitu berupa sikap terbuka, lapang dada,
sukarela, dan lembut dalam menerima perbedaan. Semakin tinggi toleransinya
terhadap perbedaan, maka bangsa itu cenderung semakin demokratis, demikian juga
sebaliknya. Aspek toleransi sebenarnya tidak hanya terkait dengan keyakinan
agama, namun bisa terkait dengan perbedaan ras, jenis kelamin, perbedaan
orientasi seksual, suku, budaya, dan sebagainya. Melalui relasi antar agama,
kita dapat melihat sikap pada pemeluk agama lain, kesediaan berdialog, bekerja
sama, pendirian tempat ibadah, serta pengalaman berinteraksi dengan pemeluk
agama lain. Islam adalah agama yang seimbang, yang mengajarkan untuk
menyeimbangkan antara ruh dan akal, akal dan hati, hati nurani dan nafsu, dan
sebagainya. Selain itu, agama ini memberikan bagian khusus bagi wahyu dan akal.
Moderasi beragama kemudian dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan
perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan
tidak ekstrem dalam beragama
Secara
mendasar moderasi sebena1arnya diajarkan oleh Islam yang sudah tergambar dalam Al-Quran.
Dalam Al-Quran istilah moderasi disebut dengan Al-Wasathiyyah, namun
juga terdapat perdebatan tentang pemahaman moderasi di tinjau dalam konteks
kekinian. Secara sederhana, pengertian Wasathiyyah bersumber dari makna-makna secara etimologis
yang artinya suatu karakteristik terpuji yang menjaga seseorang dari kecenderungan
bersikap ekstrem
Dalam
memahami Moderasi Beragama, maka konsep Moderasi Beragama, Wawasan Kebangsaan,
Wawasan Keagamaan serta Implementasi dalam Kehidupan Keagamaan hendaknya harus
dimiliki oleh masing-masing individu Masyarakat. Sebagai masyarakat yang
fanatik dengan keyakinannya, maka pendekatan keagamaan menjadi pilihan untuk
membangun keharmonisan umat yang damai, sesuai dengan kultur Masyarakat
Indonesia yang multikultural sehingga dengan pendekatan ini, moderasi beragama
yang ramah, terbuka, toleran, fleksibel dapat menjadi jawaban terhadap
kekhawatiran konflik yang marak terjadi di Tengah masyarakat mulkultural
Untuk
mengetahui bagaimana peningkatan pemahaman masyarakat tentang moderasi beragama
maka perlu dilakukan pelatihan-pelatihan, worskshop, bimtek atau
sosialisasi serta analisis dan evaluasi terhadap capaian dari kegiatan tersebut.
Dalam penelitian ini masalah yang dikaji
adalah tentang pandangan, sikap, praktik beragama tentang konsep moderasi
beragama, Wawasan Kebangsaan, Wawasan Keagamaan dan Implementasi moderasi
beragama peserta setelah mengikuti Pelatihan Penggerak Penguatan moderasi
beragama Jakarta Timur.
Penelitian
ini bertujuan antara lain melihat peran pelatihan Moderasi Beragama terhadap
persepsi peserta pelatihan tentang pandangan, sikap, praktik beragama tentang
konsep Moderasi Beragama, Wawasan Kebangsaan, Wawasan Keagamaan dan
Implementasi Moderasi Beragama setelah mengikuti Pelatihan Penggerak Penguatan
Moderasi Beragama Jakarta Timur.
METODE
Penelitian dilakukan di aula Kantor Kementerian Agama Jakarta Timur pada
tanggal 10-15 Juli 2023 dalam kegiatan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Jakarta Timur. Peserta
terdiri dari 14 wanita dan 16 pria yang memiliki jabatan 7 orang sebagai
pengadministrasi di KUA dan Kantor Kementerian Agama, 3 orang penghulu dan 20
orang Penyuluh Agama Islam. Penelitian di lingkungan Kota Jakarta Timur dengan
durasi waktu 50 jam Pelajaran yang tercantum pada kurikulum pelatihan.
Metode penelitian adalah penelitian campuran (mixed methods).
Penelitian campuran ini menggabungkan kekuatan kedua pendekatan, yaitu
kemampuan untuk mengukur dan generalisasi (kuantitatif) serta kemampuan untuk
memahami makna dan konteks (kualitatif).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data kualitatif
dan kuantitatif yang didapatkan dari hasil pre-test pada awal sebelum
pelatihan dan post-test setelah proses pelatihan selesai diadakan. pre-test
dan post-test merupakan instrumen yang sama terdiri dari pertanyaan
dengan jawaban terbuka dan pilihan jawaban dengan 5 pilihan. Penggunaan skala likert dengan uji-t
dan pertanyaan terbuka dengan analisis mendalam terhadap data kualitatif berupa
pertanyaan terbuka.
Data yang diperoleh dari hasil tes sebelum dan sesudah pelatihan
dibandingkan dan dianalisis secara deskriptif yaitu dengan statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Setelah pelatihan
dilaksanakan selama 5 hari maka dari proses pembelajaran yang dilakukan didapatkan data kualitatif dan kuantitatif
terkait dengan pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen tes yang dikerjakan oleh
peserta pelatihan melalui link Google form .
Mengenal Moderasi
Beragama
a. Pengertian Moderasi Beragama
Yang pertama
perlu dipahami peserta adalah pemahaman tentang Moderasi Beragama. Dilihat dari
jawaban peserta sebelum pelatihan menyatakan antara lain cara pandang, sikap dan
perilaku beragama yang dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk
negeri ini, dari dulu hingga sekarang 50% masih belum memahami secara utuh
tentang pengertian Moderasi Beragama. Sedangkan setelah pelatihan peserta sudah
memahami moderasi beragama secara menyeluruh. Dengan mengikuti pelatihan secara
menyeluruh peserta sudah memahami tentang pengertian moderasi beragama.
Dalam sepuluh tahun terakhir, moderasi
beragama telah menjadi subjek diskusi yang cukup hangat. Konsep moderasi
beragama akan membantu mengatasi kegaduhan dalam masyarakat, terutama masalah
konflik antara umat beragama dan antar umat beragama. Hal ini disebabkan fakta
bahwa radikalisme kekerasan beragama dan terorisme selalu disematkan kepada
kelompok Islam, meskipun ini sebenarnya kelompok Islam yang nyata. Umat Islam
dapat menggunakan Al-Quran, sebagai kitab suci, dan Hadis, sebagai sabda Nabi
Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup dan sumber rujukan dalam setiap masalah
yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran dan Hadis telah
memberikan beberapa abad yang lalu moderasi beragama, yang berarti mengikuti
jalan tengah, tidak berlebihan, dan tidak ekstrem bahkan dalam hal moderasi religius
Lebih lanjut
Oleh karena itu, jelas bahwa
moderasi beragama sangat terkait dengan menjaga kebersamaan melalui sikap
"tenggang rasa", sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk
memahami satu sama lain meskipun kita berbeda. Sikap Inklusif harus
dihindari untuk mewujudkan moderasi. Moderasi beragama
berfungsi sebagai jalan tengah di tengah-tengah keberagaman agama di Indonesia.
Dengan budaya Nusantara moderasi menggabungkan agama dan kearifan lokal
(kearifan lokal).
b. Ekstrimisme Beragama menurut pemahaman peserta
pelatihan
Pada awal
pelatihan pemahaman peserta tentang ektrimisme beragama menyatakan bahwa
merupakan pemahaman yang keterlaluan, fanatisme beragama yang berlebihan,
terlalu menganggap diri sendiri dan agamanya saja yang terlalu kaku dan berlebihan dalam memahami ajaran
agamanya, melakukan perbuatan ekstrem dilandasi pemahaman agama yang keliru.
Dan setelah
pelatihan ada pemahaman yang lebih berkembang yaitu tentang sebuah pandangan
yang secara aktif dan vokal berlandaskan interpretasi tertentu dari suatu agama
yang bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang diyakini dan disepakati
bersama dalam sebuah masyarakat yang beragama dan demokratis.
Demikian juga
dengan paham pemikiran moderat moderasi yang sekuler atas agama dan nilai-nilai
keberagamaan atas sosial eksperimen Keberagaman budaya, paham radikal
(kekerasan), dan menyatakan ekstremisme beragama adalah sebuah pandangan yang
secara aktif dan vokal berlandaskan interpretasi tertentu dari suatu agama yang
bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang .diyakini dan disepakati
bersama dalam sebuah masyarakat yang beragama dan demokratis.
Setelah mengikuti
pelatihan, peserta menunjukkan pemahaman yang lebih berkembang terkait dengan
moderasi beragama, terutama dalam hal membedakan pandangan-pandangan ekstremis
dan radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar dalam kehidupan beragama
dan berbangsa yang demokratis. Pemahaman ini mencakup beberapa konsep penting,
antara lain: pemikiran moderat, pemahaman tentang sekularisme dalam konteks
keberagamaan, serta pemahaman tentang radikalisasi dan ekstremisme beragama.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pelatihan berhasil memperluas pemahaman peserta tentang
konsep moderasi beragama, serta membekali mereka dengan pemahaman yang lebih
matang mengenai radikalisasi dan ekstremisme beragama. Peserta kini mampu
memahami bahwa ekstremisme beragama adalah pandangan yang bertentangan dengan
nilai-nilai dasar masyarakat yang plural dan demokratis, serta memiliki
kemampuan untuk membedakan antara moderasi beragama dan sekularisme dalam
konteks keberagaman sosial dan budaya.
Dengan pemahaman
ini, peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang proaktif dalam
menangkal paham radikal, menjaga kerukunan, dan menciptakan masyarakat yang
lebih harmonis, toleran, serta inklusif, berdasarkan nilai-nilai moderasi
beragama yang sejati.
c. Indikator-indikator Moderasi Beragama
Indikator
Moderasi Beragama seperti yang tercantum dalam Buku Moderasi Beragama
(Saifuddin, 2019), indikator moderasi beragama ada empat hal, yaitu: 1)
komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif
terhadap kebudayaan lokal. Keempat indikator ini digunakan untuk mengenali seberapa kuat
moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di Indonesia, dan seberapa
besar kerentanan yang dimiliki. Kenyataan walaupun sudah mengikuti pelatihan peserta
sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan sekitar 50% masih belum memahami secara
utuh tentang indikator moderasi beragama.
Walaupun
pelatihan telah memberikan pengetahuan dasar mengenai moderasi beragama, hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa masih ada tantangan besar dalam memastikan
pemahaman yang utuh dari peserta. Faktor-faktor seperti latar belakang peserta,
metode pelatihan yang digunakan, serta keterbatasan waktu dan evaluasi dapat
mempengaruhi sejauh mana peserta dapat menguasai dan menerapkan indikator
moderasi beragama. Menurut
Tujuan pendidikan
moderasi beragama adalah untuk mencapai keseimbangan pemahaman dan pengamalan
ajaran agama, mencegah ekstremisme, dan mendorong hidup berdampingan dalam
keberagaman.
Oleh karena itu,
evaluasi lebih lanjut dan penyesuaian dalam pendekatan pelatihan sangat penting
untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam dan aplikatif di masa
mendatang.
d.
Nilai-nilai dalam
Moderasi Beragama
Pengetahuan peserta
terkait nilai-nilai Moderasi Beragama dari 9 nilai baru mengetahui paling
banyak 5 nilai dan sebagian besar baru mengetahui 1-3 nilai. Dan dari hasil
pelatihan rata-rata sudah menjawab 4-5 nilai, hanya 20% yang masih menjawab 2-3
nilai Moderasi Beragama. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan pemahaman
setelah pelatihan, meskipun masih ada ruang untuk meningkatkan pemahaman secara
lebih menyeluruh dan mendalam.
Hasil penelitian
ini mengindikasikan bahwa meskipun pelatihan telah meningkatkan pemahaman
peserta mengenai moderasi beragama, masih ada kesenjangan dalam penguasaan
nilai-nilai tersebut.
Hal ini
menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih interaktif, aplikatif, dan
berkelanjutan dalam pelatihan di masa depan untuk memastikan bahwa peserta
tidak hanya mengetahui, tetapi juga mampu menginternalisasi dan mengaplikasikan
nilai-nilai moderasi beragama secara menyeluruh.
Penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam
meningkatkan kecerdasan sosial generasi milenial dapat dicapai melalui
pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai Islam moderat,
melibatkan generasi milenial dalam aktivitas positif yang sebenarnya,
mengadakan forum diskusi dengan mereka tentang pemahaman agama dalam rumah, lingkungan
sekolah, dan masyarakat, dan mengoptimalkan peran keluarga sebagai pusat
pembinaan karakter positif.
e.
Apa saja
tantangan kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia yang menurut Anda
paling penting
Pada poin ini
ditanyakan tentang beberapa hal yang terkait dengan kehidupan beragama sesuai
pandangan masing-masing. Hasil yang didapatkan sebelum pelatihan pernyataan
tentang tantangan kehidupan beragama dan berbangsa mencakup tentang fanatisme Madzhab,
ekstrimisme, terorisme, politisi agama, pluralisme, pundametalisme, hedonisme,
perbedaan dalam cara pandang yang sempit dalam beragama, diskriminasi dalam
pemenuhan hak-hak agamanya, dikotomi antara mayoritas dan minoritas, sedangkan
setelah pelatihan jawaban hampir sama dengan nada tambahan tantangan seperti
LGBT, isu ras & politik, pertikaian antar kelompok agama kelompok agama
Hasil penelitian
ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman peserta mengenai tantangan
kehidupan beragama dan berbangsa setelah pelatihan. Sebelum pelatihan,
tantangan-tantangan yang diidentifikasi lebih bersifat klasik dan terbatas pada
isu-isu internal dalam kehidupan beragama, seperti fanatisme dan ekstremisme.
Setelah pelatihan, peserta mulai memperluas cakupan tantangan mereka dengan
memasukkan isu-isu sosial-politik yang lebih kontemporer, seperti LGBT, ras,
politik, dan pertikaian antar kelompok agama.
Peningkatan
pemahaman ini mencerminkan keberhasilan pelatihan dalam membuka wawasan peserta
mengenai kompleksitas kehidupan beragama dan berbangsa di dunia yang semakin
plural dan terpolarisasi. Oleh karena itu, pelatihan ke depan perlu lebih
banyak mencakup isu-isu sosial dan politik kontemporer untuk mempersiapkan
peserta menghadapi tantangan-tantangan baru yang mungkin belum terbayangkan
sebelumnya, sekaligus mendorong mereka untuk terus mengembangkan sikap moderat
yang inklusif dalam konteks sosial dan agama
Wawasan
Kebangsaan
Dari hasil
penelitian pendapat peserta pelatihan dapat dilihat pada Gambar 1.
a. Pancasila sebagai dasar negara
|
A B C D |
= = = = |
sudah final dan
tidak bertentangan dengan ajaran agama tidak dapat
diubah sama sekali, kecuali dilakukan referendum karena ada
janji sejarah, masih harus memperjuangkan 7 kata dalam Piagam Jakarta masih dapat
diubah bila dikehendaki mayoritas warga negara |
Gambar 1. Pancasila
sebagai warganegara
Sumber: Data PDWK
Penggerak Moderasi Beragama
Untuk materi yang
terkait Wawasan Kebangsaan, instrumen terkait dengan pendapat peserta tentang Pancasila,
Gerakan politik untuk mengubah dasar negara, dan pandangan kewarganegaraan
Indonesia dalam perspektif agama 90 % menjawab tidak bertentangan dengan ajaran
agama.
Setelah pelatihan
100% peserta mengatakan bahwa Pancasila sudah final dan tidak bertentangan
dengan ajaran agama. Perubahan sikap ini menunjukkan adanya dampak positif dari
pelatihan dalam memperkuat pemahaman dan sikap nasionalisme peserta, serta
memperkokoh nilai-nilai kebangsaan dalam konteks keberagamaan.
Tabel 1 Uji-t hasil pre-test dan post-test tentang Pancasila sebagai dasar negara
|
Instrumen |
Rata-rata |
p-value |
|
Pre-test |
3.53 |
0.18 |
|
Post-test |
3.70 |
Dari hasil uji-t
nilai p ≥ 0.05 tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test. Hasil
penelitian ini menunjukkan perubahan positif dalam pemahaman peserta mengenai
Pancasila dan hubungannya dengan ajaran agama. Sebelum pelatihan, peserta sudah
memiliki pemahaman bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama.
Setelah
pelatihan, mereka semakin yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang final
dan harus diterima oleh semua pihak, tanpa ada niatan untuk mengubahnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pelatihan telah berhasil memperkuat wawasan kebangsaan
peserta dan meningkatkan komitmen mereka terhadap persatuan dan keutuhan bangsa
Indonesia.
Apabila
penyebaran dan penyebaran informasi yang bebas tanpa mempertimbangkan
kesesuaian budaya lokal melalui alkulturasi budaya dapat menyebabkan kehilangan
identitas bangsa dan merusak Pancasila sebagai ideologi berbangsa
Penyebaran
globalisasi dan keterbukaan informasi tidak menyebabkan kehilangan identitas
nasional, dan ideologi ekstrimisme tidak mempengaruhinya. Untuk itu kembangkanlah
moderasi agama dalam kehidupan nasional untuk mencegah masuknya ideologi dan
paham yang tidak sesuai dengan bangsa.
b. Tidak setiap gerakan politik untuk mengubah dasar
negara
Gambar 2. Tidak Setiap
Gerakan Politik untuk Mengubah Dasar Negara
Sumber: Data PDWK
Moderasi Beragama untuk Penggerak
Gambar 2 terlihat
bahwa untuk pernyataan tentang “tidak setiap Gerakan politik untuk mengubah
negara pendapat peserta berimbang sebelum dan sesudah pelatihan antara persepsi
sangat setuju dan tidak setuju. Hal ini mengindikasikan adanya keraguan atau
perbedaan pandangan mengenai legitimasi dan dampak dari gerakan politik semacam
itu terhadap stabilitas dan keberlanjutan negara.
Tabel 2 Uji-t hasil pre-test dan post-test tentang tidak setiap gerakan politik untuk
mengubah dasar negara
|
Instrumen |
Rata-rata |
p-value |
|
Pre-test |
2.30 |
0.21 |
|
Post-test |
2.63 |
Dari hasil uji-t
nilai p ≥ 0.05 tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa setelah pelatihan, meskipun terjadi peningkatan pemahaman
peserta tentang nilai-nilai kebangsaan dan stabilitas negara, persepsi mereka
tentang gerakan politik untuk mengubah negara tetap terbelah. Hal ini menunjukkan
bahwa tema ini sangat kompleks dan melibatkan banyak faktor, baik dari segi
pemahaman tentang demokrasi, stabilitas politik, keberagaman agama, serta
proses perubahan itu sendiri.
Perbedaan
pendapat yang tetap ada mencerminkan bahwa kewarganegaraan dan politik dalam
konteks Indonesia adalah hal yang tidak dapat dipandang sederhana. Perubahan terhadap
struktur dasar negara harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merusak
kerukunan sosial dan kesepakatan dasar yang telah terbangun. Namun, hal ini
juga menunjukkan pentingnya terus mengedukasi masyarakat, khususnya dalam hal
memahami bahwa perubahan dalam kerangka demokrasi harus tetap memperhatikan
prinsip-prinsip dasar negara yang telah disepakati bersama.
c. Pandangan kewarganegaraan Indonesia dalam
perspektif agama
Pandangan peserta
pelatihan tentang kewarganegaraan Indonesia dalam perspektif beragama setara di
hadapan hukum dan pemerintahan Indonesia
terlihat pada Gambar 3 sesudah pelatihan sudah 100% sama.
Gambar 3. Pandangan
Kewarganegaraan Indonesia dalam Perspektif Agama
Sumber: Data PDWK
Moderasi Beragama untuk Penggerak
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah mengikuti pelatihan, peserta memiliki pandangan yang
sepenuhnya seragam bahwa semua warga negara Indonesia setara di hadapan hukum
dan pemerintahan, tanpa membedakan agama atau latar belakang lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa pelatihan berhasil memperkuat pemahaman mereka mengenai
prinsip kesetaraan, keadilan, dan kerukunan sosial yang menjadi dasar kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pelatihan ini telah berhasil mengedukasi
peserta tentang pentingnya memperlakukan semua warga negara dengan adil, sesuai
dengan
Wawasan Keagamaan
Untuk konsep wawasan keagamaan ada 9 (Sembilan) instrumen yang dijawab
peserta pelatihan berdasarkan persepsi masing-masing yaitu 1) membantu dan
menyediakan tempat ibadah agama lain bila tidak memiliki tempat ibadah; 2) HAM
dan demokrasi bertentangan dengan ajaran agama menurut pandangan keagamaan yang
mendalam; 3) Dalam pandangan keagamaan saya yang murni tentang toleransi dan
membantu agama lain tidak diperbolehkan; 4) Dalam pandangan keagamaan saya
tentang negara berdasar agama seharusnya diterapkan untuk Indonesia karena
bangsa Indonesia sejak dulu sangat religius; 5) Pemerintah Indonesia adalah
bukan aparat keagamaan yang otoritatif karena itu dalam pandangan keagamaan saya
tidak wajib ditaati; 6) Setiap umat beragama wajib memperjuangkan ajaran
agamanya untuk menjadi ideologi negara; 7) memilih negara berdasar agama
sebagai panggilan keimanan saya; 8) Beragama seharusnya berbasis pada tradisi
masyarakat di mana agama pertama lahir, tidak boleh berbasis tradisi yang
tumbuh di Indonesia; dan 9) Sikap menyesatkan
amalan keagamaan yang berbeda dan layak disesatkan tidak bertentangan dengan
sikap moderasi dalam beragama
Tabel 3 Uji-t
hasil pre-test dan post-test tentang Konsep Wawan
Keagamaan
|
Instrumen |
Rata-rata Pre-test |
Rata-rata Post-test |
p-value |
|
1)
|
3.33 |
3.47 |
0.29 |
|
2)
|
3.37 |
3.07 |
0.17 |
|
3)
|
3.33 |
3.50 |
0.27 |
|
4)
|
3.10 |
3.40 |
0.15 |
|
5)
|
3.60 |
3.50 |
0.33 |
|
6)
|
3.67 |
3.87 |
0.16 |
|
7)
|
3.17 |
3.43 |
0.17 |
|
8)
|
2.83 |
3.10 |
0.22 |
|
9)
|
3.23 |
3.37 |
0.33 |
Dari tabel 3,
untuk 9 instrumen nilai p-value ≥ 0.5. Angka probabilitasnya tidak
signifikan di mana rata-rata persepsi peserta pelatihan sebelum dan sesudah
pelatihan hampir sama.
Pemahaman peserta
pelatihan tentang Wawasan Keagamaan menyangkut tentang antara satu umat
beragama dengan umat beragama lain baik dalam hal membantu menyediakan tempat
ibadah agama lain bila tidak memiliki tempat ibadah serta toleransi dan juga
anggapan bangsa Indonesia sejak dulu sangat religius, dan Pemerintah Indonesia
adalah bukan aparat keagamaan yang otoritatif, karena itu dalam
pandangan keagamaan saya tidak wajib ditaati.
Untuk instrumen wawasan
keagamaan berupa pertanyaan “apakah setiap umat beragama wajib memperjuangkan
ajaran agamanya untuk menjadi ideologi negara. Jika tidak, maka dia bukan umat
beragama yang loyal terhadap agamanya”, hasilnya sebelum pelatihan dan sesudah
pelatihan hampir sama yaitu menyatakan ini bukan pandangan yang tepat untuk
hubungan antar umat beragama di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat
Perubahan
pandangan peserta terhadap kewajiban memperjuangkan ajaran agama sebagai
ideologi negara menunjukkan kemajuan positif dalam pemahaman mereka mengenai
hubungan antar umat beragama di Indonesia. Setelah pelatihan, peserta lebih
memahami bahwa kesetaraan agama, toleransi, dan kerukunan sosial adalah
prinsip-prinsip yang seharusnya dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa, dan
tidak perlu ada satu agama yang dipaksakan menjadi ideologi negara. Pelatihan
ini berhasil memperkenalkan pandangan yang lebih inklusif, menghargai
keberagaman, dan mengutamakan kerjasama antar umat beragama demi menjaga
kesatuan dan keutuhan negara.
Implementasi
Moderasi Beragama
a.
Alasan mengapa pemerintah
membuat program Penguatan Moderasi Beragama
Hasil instrumen pre-test
dan post-test untuk pendapat peserta tentang alasan pemerintah membuat penguatan
moderasi beragama tidak berbeda pendapat sebelum dan sesudah pelatihan.
Pendapat peserta dapat dirangkum antara lain menyatakan agar masyarakat
mengetahui tentang pentingnya untuk toleransi dalam beragama, sering muncul
konflik mengatas namakan agama, terjadi kerukunan umat beragama, Memposisikan
diri yang tepat dalam masyarakat multi religius sehingga terjadi harmonisasi
sosial dan keseimbangan kehidupan sosial, untuk menumbuhkan komitmen kebangsaan
menumbuhkan rasa toleransi beragama, anti kekerasan, kerukunan antar umat
beragama, agar terjaga NKRI Karena termasuk dalam RPJMN.
b.
Peran bila
terjadi dinamika kehidupan keberagamaan di lingkungan
Dari hasil
instrumen yang dijawab peserta baik sebelum dan sesudah pelatihan
memperlihatkan jawaban yang sudah sesuai dengan indikator moderasi beragama.
Dapat disimpulkan dari jawaban peserta antara lain mencari kemaslahatan
bersama, memberikan penerangan penyuluhan dan pemahaman dalam beragama,
mendukung ikut serta dan ikut andil menjaga keharmonisan bersama para tokoh masyarakat,
bertoleransi, pendekatan persuasif dan mengadvokasi, sebagai penggerak dan
pelopor dalam harmonisasi keberagamaan, menghargai perbedaan saling menghormati
dan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, berusaha
memediasi dengan netral dan tidak memihak, saling menghargai & menghormati,
pendekatan persuasif, mengadvokasi mereka, berdiri di atas dan untuk semua
golongan, saling menghargai, berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari
solusi terbaik, mempersatukan masyarakat yg dinamis tersebut, dan sebagai
pelopor dan penggerak dalam moderasi beragama dan menjadi mediator, mendekatkan
dengan masyarakat dengan mendekatkan komitmen kebangsaan.
Berdasarkan hasil
instrumen yang diisi oleh peserta sebelum dan sesudah pelatihan, terdapat
peningkatan yang signifikan dalam pemahaman dan penerapan sesuai dengan
indikator-indikator moderasi beragama. Dari jawaban peserta, dapat disimpulkan
bahwa mereka telah berhasil memahami dan menerapkan prinsip-prinsip utama
moderasi beragama, yang mencakup berbagai aspek penting yang mendukung
terciptanya keharmonisan sosial dan kerukunan antar umat beragama.
Secara
keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan
telah berhasil meningkatkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai moderasi
beragama di kalangan peserta. Peserta tidak hanya mampu memahami konsep dasar
moderasi beragama, tetapi juga menunjukkan kesadaran dan komitmen yang lebih
tinggi untuk menjadi pelopor, mediator, dan penggerak dalam menciptakan
keharmonisan sosial. Mereka siap untuk menjadi agen perubahan yang mendekatkan
masyarakat, mengedepankan kebersamaan, dan menjaga kerukunan dalam keberagaman,
serta berdiri di atas kepentingan semua golongan tanpa memihak.
c. 5 (lima) instrumen dengan skala likert
yaitu 1) tanggung jawab Kementerian Agama terhadap sikap warga negara yang
tidak moderat dalam beragama; 2) kewajiban setiap pegawai Kemenag dalam melayani semua agama dan umat beragama; 3)
melindungi dan melayani semua agama dan umat beragama dalam pemerintahan; 4)
sikap apabila ada pertentangan antara "pendapat keagamaan" dari suatu
organisasi keagamaan dengan "Undang-Undang”; dan sikap jika ada masyarakat
yang berperilaku tidak moderat, tidak toleran, dan melakukan kekerasan.
Hasil
rata-rata, pre-test, post-test dan p-value dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4 Uji-t
hasil pre-test dan post-test tentang tanggung jawab
dan sikap individu terhadap Implementasi Moderasi Beragama pada masyarakat
|
Instrumen |
Rata-rata Pre-test |
Rata-rata Post-test |
p-value |
|
1)
|
3.37 |
3.37 |
0.50 |
|
2)
|
3.00 |
3.17 |
0.30 |
|
3)
|
3.33 |
3.60 |
0.07 |
|
4)
|
3.00 |
3.33 |
0.17 |
|
5)
|
3.63 |
3.57 |
0.32 |
Tabel
4 juga p-value ≥ 0.5, sehingga tidak cukup bukti keterkaitan
pelatihan terhadap peningkatan nilai pre-test terhadap post-test.
d. Alasan paling penting mengapa perlu memastikan moderasi beragama terwujud
di ruang lingkup masyarakat
Sebelum dan
sesudah pelatihan pendapat peserta hampir sama yaitu karena
kondisi masyarakat yang memanggil untuk melakukannya, kewajiban sebagai umat
beragama dan kewajiban yang harus dilakukan.
Hal
ini salah satunya disebabkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
terdiri dari pulau-pulau yang membentuk negara kesatuan yang tidak terpisahkan
serta mencakup beraneka ragam etnis/suku, bahasa, agama, budaya, status sosial
Moderasi
beragama merupakan solusi terhadap dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub
ekstremis ultra-konservatif atau sayap kanan di satu sisi dan juga di sisi lain
liberal atau ekstrem kiri. Oleh karena itu konsep moderasi beragama sampai
kapan pun akan tetap dianggap sangat relevan, karena sikap ini dinilai sebagai
pendorong bagi sikap beragama yang seimbang antara praktik keagamaan sendiri
(eksklusif) dan praktik keagamaan orang lain yang memiliki keyakinan berbeda
(inklusif)
Dengan adanya keseimbangan
atau jalan tengah dalam praktik keagamaan itu akan menjadikan seseorang tidak
menjadi ekstrem yang berlebihan, fanatik dan revolusioner dalam beragama.
Sebagai negara, Indonesia memiliki banyak variasi yang berbeda, termasuk adat, suku,
budaya, tradisi, agama, dan kekayaan, tetapi semuanya bersatu dalam ideologi Pancasila.
Kesatuan dan kesatuan yang telah bertahan selama berabad-abad harus
dipertahankan dan dipertahankan agar tidak berantakan
Problematik
konsep moderasi beragama di Indonesia dalam hal ini dapat dikemukakan ke dalam
tiga isu yaitu moderasi beragama wajah baru pluralisme agama, problem bias
makna toleransi beragama, dan problem kebenaran yang relatif
Setiap lembaga, termasuk Kementerian Agama,
harus menerapkan moderasi beragama, agar menjadi ciri khas agama di Indonesia.
Meskipun memperkuat moderasi beragama hanya
dapat dicapai oleh kelompok tertentu, upaya ini harus dilakukan secara
kelembagaan dan sistematis, bahkan di seluruh negara. Negara harus bertanggung
jawab untuk menciptakan ruang publik yang aman yang memungkinkan interaksi
antar umat beragama dan kepercayaan. Bukan sebaliknya, menciptakan peraturan
yang dianut dan ditegakkan di ruang publik berdasarkan nilai agama tertentu.
Karena masyarakat Indonesia terdiri dari
berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya, maka sangat penting untuk mendorong
pemikiran yang inklusif terhadap perbedaan. Karena untuk menjaga dan
menciptakan pluralisme sosial (masyarakat) diperlukan nilai-nilai toleransi
yang tidak hanya terkait dengan undang-undang tetapi juga dengan sikap sosial.
Nilai-nilai toleransi tidak terdiri dari klaim agama seseorang yang tidak
menolak ajaran agama lain. Oleh karena itu, toleransi antar umat beragama perlu
dikembangkan
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
membangun peradaban kehidupan beragama yang rukun dan harmonis, khususnya dalam
masyarakat Indonesia yang plural. Setiap upaya kita harus bertujuan untuk
mengubah kehidupan setiap orang ke arah yang lebih baik daripada mendorong
hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.
Semua orang di Indonesia beragama, terlepas
dari etnis, suku, agama, bahasa, dan budaya mereka. Keunggulan, kekuatan, dan
pluralitas keragaman ini menciptakan masyarakat multikultural yang memiliki
intensitas interaksi yang tinggi.
Indonesia memiliki budaya yang beragam yang
berasal dari berbagai suku, agama, ras, bahasa, dan banyak lagi. Bertemunya
berbagai budaya, berinteraksinya berbagai individu dan kelompok, serta membawa
perilaku budaya yang berbeda, membuat keragaman budaya, atau multikultural,
alami. Keragaman budaya akan saling berinteraksi satu sama lain dalam
masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya kebudayaan membentuk pemahaman
multikulturalisme bahasa. Kebudayaan sebagai idiologi dan alat untuk mencapai
tingkat kemanusian
Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim.
Namun, situasi ini tidak membuat Indonesia sebagai negara agama. Republik
adalah keyakinan umum. Oleh karena itu, negara dan komunitas harus mengayomi
dan melindungi keragaman agama. Ketika ada perbedaan, itu harus disikapi dan
diakui sebagai sunnatullah.
Sebagai umat Islam dan juga agama lain, kita
bertanggung jawab untuk membantu mewujudkan kondisi yang tenteram dan damai.
Kondisi damai akan memudahkan untuk
mencapai kemaslahatan umat manusia
Setelah agama telah dipecahkan oleh
kepentingan pribadi dan kelompok, radikalisme dan intoleran muncul, yang
merusak kehidupan nasional dan negara.
Agar setiap masyarakat memahami indahnya
kemajemukan, moderasi keagamaan harus dipromosikan secara luas. Lebih lanjut
Moderasi beragama sangat penting dalam rangka
mencegah perpecahan bangsa, terutama di perguruan tinggi. Ini adalah
filterisasi dari individu-individu yang tidak bertanggung jawab yang berusaha
meracuni pemikiran siswa yang lebih emosional dan suka melakukan aksi. Tidak
mengherankan apabila moderasi beragama sangat umum di universitas, baik melalui
kelas atau kegiatan ekstrakurikuler. Dalam suatu masyarakat, moderasi beragama
adalah cara bijak untuk mencerdaskan bangsa sehingga orang-orang yang membenci
negara tidak mudah terprovokasi oleh kebencian agama
Dari sabang sampai Merauke, kebersamaan umat
telah menjadi komitmen bersama bagi masyarakat Indonesia. Empat pilar
utama—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika—mengikat nilai-nilai
persatuan ini. Jika masyarakat mengadopsi gagasan dan prinsip moderasi beragama
serta bertindak adil terhadap setiap masalah dengan memberikan porsi yang
proporsional dan adil kepada masing-masing pihak, keempat komponen utama ini
dapat berjalan dengan baik.
Untuk terwujudnya kerukunan umat antar agama
atau keyakinan, moderasi dalam kerukunan beragama harus dilakukan. Untuk
mengelola keadaan keagamaan yang sangat beragam di Indonesia ini, kita
membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian
dalam menjalankan kehidupan keagamaan, seperti melakukan moderasi beragama,
menghargai keragaman, dan menghindari ekstremisme dan intoleransi
KESIMPULAN
Dari hasil instrumen pre-test dan post-test
tentang pandangan, sikap, praktik
beragama peserta pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Jakarta Timur
yang mencakup pengertian Moderasi Beragama, pelatihan berpengaruh secara signifikan tapi pemahaman tentang
indikator Moderasi Beragama walaupun sudah mengikuti pelatihan masih belum
memahami secara utuh; begitu juga dengan nilai-nilai moderasi beragama.
Sedangkan pandangan, sikap, dan praktik
beragama tentang Wawasan Kebangsaan dan Wawasan Keagamaan serta Implementasi
Moderasi Beragama persepsi peserta hampir sama sebelum dan sesudah pelatihan
sehingga penelitian tidak cukup berpengaruh terhadap persepsi sesudah mengikuti
pelatihan. Hal ini dikarenakan peserta sudah memiliki dasar pandangan, sikap
dan praktik beragama yang hampir sama sebelum mengikuti pelatihan.
Dari
hasil penelitian yang didapatkan maka perlu direkomendasikan:
1. Lebih penekanan materi pada pengertian
Moderasi Beragama dan nilai-nilai Moderasi Beragama supaya konsep awal lebih
mendalam
2. Konsep tentang gerakan politik dapat
mengubah dasar negara lebih diperjelas supaya tidak menimbulkan ambigu
3. Strategi pelatihan lebih ditingkatkan dengan
inovasinya sesuai dengan kondisi peserta pelatihan.
4. Peningkatan kompetensi yang berkelanjutan
bagi pemateri untuk proses pelatihan yang implementatif.
Abror. (2020). Moderasi Beragama Dalam Bingkai
Toleransi: Kajian Islam dan Keberagaman. Rusydiah: Jurnal Pemikiran Islam,
Vol. 1, No. 2, 143-155.
Abror,
M. (2020). Moderasi Beragama Dalam Bingkai Toleransi: Kajian Islam dan
Keberagaman. Jurnal Pemikiran Islam, 143-155.
Akhmadi,
A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat
Keagamaan Volume 13, Nomor 2, 45-55.
Aluf,
W.A dkk. (2024). Evaluasi Pembelajaran Moderasi Beragama untuk Mengukur
Penguatan Toleransi Siswa di MIN 2 Pamekasan. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Indonesia (JPPI), 1623-1634.
Anwar,
R. N., & Muhayati, S. (2021). Upaya Membangun Sikap Moderasi Beragama
Melalui Pendidikan Agama Islam pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum. Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam Volume 12. No. 1, 1-15.
Aziz,
A. (2023). Moderasi Beragama dalam Perspektif Al-Quran. (Sebuah Tafsir
Kontekstual di Indonesia). Al Burhan: Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan
Budaya Al-Qur'an. Vol. 23 No. 02, 218-231.
Bahasa,
B. P. (2022). Pendokumentasian Bahasa dalam Upaya Revitalisasi Bahasa
Daerah yang Terancam Punah di Indonesia. Jakarta:
https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/817/.
BPS.
(2015). Mengulik Data Suku di Indonesia. Jakarta:
https://www.bps.go.id/id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html.
Creswell,
J. W. (2014). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches (4th ed.). Sage Publications.
Darimi,
I. (2022). Implementasi Nilai Moderasi Beragama Pada Generasi Milenial . Teungku:
Jurnal Guru Nahdlatul Ulama Vol 1 No. 1, 27-44.
Darmayanti,
& Maudin. (2021). Pentingnya Pemahaman dan Implementasi Moderasi Beragama
dalam Kehidupan Generasi Milenial . Syattar. Jurnal Studi Ilmu-ilmu Hukum
dan Pendidikan Volume 2 No.1, 40-51.
Faiqah,
N., & Pransiska, T. (2018). Radikalisme Islam VS Moderasi Islam: Upaya
Membangun Wajah Islam Indonesia yang Damai. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah
Keislaman, Vol. 17, No. 1, 33-60.
Fales,
S., & Sitorus, I. R. (2022). Moderasi Beragama: Wacana dan Implementasi
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Di Indonesia. Jurnal Manthiq: Vol
VII Edisi II, 221-229.
Habibie,
M. L. (2021). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam di Indonesia. Moderatio
: Jurnal Moderasi Beragama Vol. 01. no. 1, 121-150.
Hasan,
M. (2021). Prinsip Moderasi Beragama dalam Kehidupan Berbangsa. Jurnal
Mubtadiin, Vol. 7 No. 02 Juli-Desember, 110-123.
Kementerian
Agama RI. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
M.
Anzaikhan; dkk. (2023). Moderasi Beragama Sebagai Pemersatu Bangsa serta
Perannya dalam Perguruan Tinggi. Abrahamic Religions. Jurnal Studi
Agama-Agama Vol. 3, No. 1 , 17-34.
Manap,
A. (2022). Moderasi Beragama Keragaman Indonesia Dalam Bingkai Negara
Kesatuan Republik . Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan
Kebudayaan Hindu, 229-242.
Santoso
dkk. (2022). Moderasi Beragama di Indonesia: Kajian Tentang Toleransi dan
Pluralitas Di Indonesia. Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2,
324-338.
Shalahuddin,
H., & dkk, &. (2023). Peta dan Problematika Konsep Moderasi Beragama
di Indonesia. Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam Vol. 9, No. 2,
(June) 2023, 700-710.
Susanti.
(2022). Moderasi Beragama dalam Masyarakat Multikultural. Tajdid Jurnal
Pemikiran Keisalaman dan Kemanusiaan Volume 6, Nomor 2, 168-182.
Sutrisno,
E. (2019). Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan. Jurnal
Bimas Islam Vol 12 No. 1, 325-348.
Syaf,
M. N. (2022). Moderasi Beragama dalam Islam. PANCAWAHANA: Jurnal Studi
Islam Vol.17, No.2, 1-14.
Zulham
& dkk. (2023). Implementasi Moderasi Beragama dalam Bingkai Toleransi di
Desa Denai Sarang Burung Kabupaten Deli Serdang. MODELING: Jurnal Program
Studi PGMI Volume 10, Nomor 1, 17-39.