PERAN PELATIHAN MODERASI BERAGAMA TERHADAP PERSEPSI PESERTA PELATIHAN TENTANG PANDANGAN, SIKAP, PRAKTIK MODERASI BERAGAMA

 

Dermawati

Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

E-mail: dermazky@gmail.com

 

Abstract

This research aims to see the role of religious moderation training on participants' perceptions in the form of views, attitudes, and religious practices regarding the concept of religious moderation, national insight, religious insight, and implementation of religious moderation after attending training to strengthen religious moderation in East Jakarta. This research method combines data collection techniques using qualitative and quantitative data from pre-test and post-test results. The test instrument consists of questions with open answers and a Likert scale. The two data sets were compared and analyzed descriptively and using a t-test. The results of this research show that the introduction to the concept of religious moderation after training in the form of an understanding of religious moderation, indicators of religious moderation, and the values of religious moderation are broadly not fully understood. For the concept of insight, which includes Pancasila, the training participants stated that it was final, but there were differences of opinion between political movements that were considered to be able to change the basis of the country while regarding the concept of religious insight and the implementation of religious moderation before and after the training the results were almost the same on average. This research concludes that the role of religious moderation training is insignificant in participants' perceptions of the views, attitudes, and practices of religious moderation and the need to increase participants' understanding of the concept of religious moderation.

Keywords: views, attitudes, religious practices, mobilization training, religious moderation

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan melihat peran pelatihan moderasi beragama terhadap persepsi peserta berupa pandangan, sikap, praktik beragama tentang konsep moderasi beragama, wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan dan implementasi moderasi beragama setelah mengikuti pelatihan penggerak penguatan moderasi beragama Jakarta Timur. Metode penelitian ini adalah penelitian campuran (mixed methods) dengan teknik pengumpulan data menggunakan data kualitatif dan kuantitatif yang didapatkan dari hasil pre-test dan post-test . Instrumen tes terdiri dari pertanyaan dengan jawaban terbuka dan skala likert. Kedua data  dibandingkan serta dianalisis secara deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian ini menunjukkan pengenalan terhadap konsep moderasi beragama setelah pelatihan berupa pengertian moderasi beragama, indikator moderasi beragama, serta nilai-nilai moderasi beragama sebagian besar belum memahami secara utuh. Untuk konsep wawasan kebangsaan mencakup Pancasila, peserta pelatihan menyatakan sudah final tapi ada perbedaan pendapat antara gerakan politik yang dianggap dapat mengubah dasar negara, sedangkan tentang konsep wawasan keagamaan dan implementasi moderasi beragama sebelum dan sesudah pelatihan hasilnya rata-rata hampir sama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa peran pelatihan moderasi beragama tidak signifikan terhadap persepsi peserta terhadap pandangan, sikap dan praktik moderasi beragama serta perlu peningkatan tentang pemahaman peserta terhadap konsep moderasi beragama.

Kata Kunci:  pandangan, sikap, praktik beragama, pelatihan penggerak, moderasi beragama



PENDAHULUAN

Indonesia merupakan bangsa yang sangat beragam dalam berbagai segi. Keberagaman itu antara lain menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2015) terdiri dari 1331 suku atau 633 suku besar, sedangkan menurut (Budiwiyanto, 2022) ada 707 bahasa, dialek dan sub dialeknya. Indonesia terdiri 17.504 pulau, 250-an agama dan kepercayaan. Dalam sudut pandang agama Islam, keragaman adalah anugerah dan kehendak. Dengan keberagaman tersebut maka muncullah wawasan kebangsaan sebagai semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan dan konflik-konflik yang mungkin muncul.

Dalam sejarah nasional, pahlawan sudah membuktikan kegigihan semangat mereka dalam memperjuangkan negara kesatuan Republik Indonesia. Sebagai masyarakat Indonesia kita harus sadar untuk menjaga keutuhan kebangsaan ini. Komitmen kebangsaan merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat sejauh mana cara pandang, sikap, dan praktik beragama seseorang berdampak pada kesetiaan terhadap konsensus dasar kebangsaan, terutama terkait dengan penerimaan Pancasila sebagai ideologi negara, sikapnya terhadap tantangan ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, serta nasionalisme

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia terdapat  perjumpaan antara berbagai bentuk keagamaan yang hidup bersama secara harmoni, toleransi, berdialog serta mengalami pengaruh satu dari yang lain. Adakalanya dengan perkembangan agama juga ada konfrontasi antara satu dengan yang lain. Untuk dialog dan hubungan baik antar agama dan mengetahui kekhasan serta jati diri agama maka kita perlu mengenal dan mengetahui agama-agama yang lain.

Moderasi beragama di Indonesia memiliki empat konsep yang diutamakan. Pertama, komitmen kebangsaan yang menjadi indikator kemoderatan cara pandang dan sikap seseorang. Kedua, toleransi sebagai sikap/sifat menghargai dan membolehkan suatu pendirian pendapat pandangan kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian dirinya sendiri. Ketiga, anti kekerasan atau anti radikalisme. Keempat, akomodatif terhadap kebudayaan lokal. keempat konsep tersebut dilatar belakangi tiga alasan utama.

Keempat konsep tersebut bertujuan antara lain: pertama, bertujuan untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya. Kedua, keberagaman yang sudah ada sejak lama dan pertambahan jumlah manusia di berbagai negeri dan wilayah. Ketiga, sebagai strategi kebudayaan dalam merawat kebhinnekaan dan keindonesiaan. Namun dalam praktiknya dan teorinya ditemukan beberapa problem yang pada akhirnya mengarah pada prinsip pluralisme agama. Problematik konsep moderasi beragama di Indonesia dalam hal ini dapat dikemukakan ke dalam tiga isu. Pertama moderasi beragama wajah baru pluralisme agama, kedua problem bias makna toleransi beragama, ketiga problem kebenaran yang relatif.

Dengan toleransi yang disertai sikap hormat, positif, menerima orang yang berbeda sebagai bagian dari diri yaitu berupa sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan lembut dalam menerima perbedaan. Semakin tinggi toleransinya terhadap perbedaan, maka bangsa itu cenderung semakin demokratis, demikian juga sebaliknya. Aspek toleransi sebenarnya tidak hanya terkait dengan keyakinan agama, namun bisa terkait dengan perbedaan ras, jenis kelamin, perbedaan orientasi seksual, suku, budaya, dan sebagainya. Melalui relasi antar agama, kita dapat melihat sikap pada pemeluk agama lain, kesediaan berdialog, bekerja sama, pendirian tempat ibadah, serta pengalaman berinteraksi dengan pemeluk agama lain. Islam adalah agama yang seimbang, yang mengajarkan untuk menyeimbangkan antara ruh dan akal, akal dan hati, hati nurani dan nafsu, dan sebagainya. Selain itu, agama ini memberikan bagian khusus bagi wahyu dan akal. Moderasi beragama kemudian dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama (Kementerian Agama RI, 2019).  Agar masyarakat bisa memahami hal ini maka pemahaman tentang moderasi beragama sangat penting sehingga tergambar dalam tingkah laku dan kehidupan sehari-hari. Dengan menjiwai 4 (empat) indikator moderasi beragama 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal maka akan terwujud negara NKRI yang adil, berimbang dan taat konstitusi (Kementerian Agama RI, 2019). Indikator moderasi beragama menunjukkan seberapa kuat dipraktikkan oleh individu-individu masyarakat di Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Dengan melakukan penguatan moderasi beragama maka kerentanan yang bisa terjadi di tengah masyarakat bisa dikenali dan menentukan langkah-langkah yang tepat sebagai solusinya.

Secara mendasar moderasi sebena1arnya diajarkan oleh Islam yang sudah tergambar dalam Al-Quran. Dalam Al-Quran istilah moderasi disebut dengan Al-Wasathiyyah, namun juga terdapat perdebatan tentang pemahaman moderasi di tinjau dalam konteks kekinian. Secara sederhana, pengertian Wasathiyyah  bersumber dari makna-makna secara etimologis yang artinya suatu karakteristik terpuji yang menjaga seseorang dari kecenderungan bersikap ekstrem (Abror M. , 2020).

Dalam memahami Moderasi Beragama, maka konsep Moderasi Beragama, Wawasan Kebangsaan, Wawasan Keagamaan serta Implementasi dalam Kehidupan Keagamaan hendaknya harus dimiliki oleh masing-masing individu Masyarakat. Sebagai masyarakat yang fanatik dengan keyakinannya, maka pendekatan keagamaan menjadi pilihan untuk membangun keharmonisan umat yang damai, sesuai dengan kultur Masyarakat Indonesia yang multikultural sehingga dengan pendekatan ini, moderasi beragama yang ramah, terbuka, toleran, fleksibel dapat menjadi jawaban terhadap kekhawatiran konflik yang marak terjadi di Tengah masyarakat mulkultural (Akhmadi, 2019).

Untuk mengetahui bagaimana peningkatan pemahaman masyarakat tentang moderasi beragama maka perlu dilakukan pelatihan-pelatihan, worskshop, bimtek atau sosialisasi serta analisis dan evaluasi terhadap capaian dari kegiatan tersebut.

Dalam penelitian ini masalah yang dikaji adalah tentang pandangan, sikap, praktik beragama tentang konsep moderasi beragama, Wawasan Kebangsaan, Wawasan Keagamaan dan Implementasi moderasi beragama peserta setelah mengikuti Pelatihan Penggerak Penguatan moderasi beragama Jakarta Timur.

Penelitian ini bertujuan antara lain melihat peran pelatihan Moderasi Beragama terhadap persepsi peserta pelatihan tentang pandangan, sikap, praktik beragama tentang konsep Moderasi Beragama, Wawasan Kebangsaan, Wawasan Keagamaan dan Implementasi Moderasi Beragama setelah mengikuti Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Jakarta Timur.

 

METODE

Penelitian dilakukan di aula Kantor Kementerian Agama Jakarta Timur pada tanggal 10-15 Juli 2023 dalam kegiatan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Jakarta Timur. Peserta terdiri dari 14 wanita dan 16 pria yang memiliki jabatan 7 orang sebagai pengadministrasi di KUA dan Kantor Kementerian Agama, 3 orang penghulu dan 20 orang Penyuluh Agama Islam. Penelitian di lingkungan Kota Jakarta Timur dengan durasi waktu 50 jam Pelajaran yang tercantum pada kurikulum pelatihan.

Metode penelitian adalah penelitian campuran (mixed methods). Penelitian campuran ini menggabungkan kekuatan kedua pendekatan, yaitu kemampuan untuk mengukur dan generalisasi (kuantitatif) serta kemampuan untuk memahami makna dan konteks (kualitatif). (Creswell, J. W., 2014)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan data kualitatif dan kuantitatif yang didapatkan dari hasil pre-test pada awal sebelum pelatihan dan post-test setelah proses pelatihan selesai diadakan. pre-test dan post-test merupakan instrumen yang sama terdiri dari pertanyaan dengan jawaban terbuka dan pilihan jawaban dengan 5 pilihan. Penggunaan skala likert dengan uji-t dan pertanyaan terbuka dengan analisis mendalam terhadap data kualitatif berupa pertanyaan terbuka.

Data yang diperoleh dari hasil tes sebelum dan sesudah pelatihan dibandingkan dan dianalisis secara deskriptif yaitu dengan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi  (Creswell, J. W., 2014).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah pelatihan dilaksanakan selama 5 hari maka dari proses pembelajaran yang dilakukan  didapatkan data kualitatif dan kuantitatif terkait dengan pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen tes yang dikerjakan oleh peserta pelatihan melalui link Google form .

 

Mengenal Moderasi Beragama

a.      Pengertian Moderasi Beragama

Yang pertama perlu dipahami peserta adalah pemahaman tentang Moderasi Beragama. Dilihat dari jawaban peserta sebelum pelatihan menyatakan antara lain cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini, dari dulu hingga sekarang 50% masih belum memahami secara utuh tentang pengertian Moderasi Beragama. Sedangkan setelah pelatihan peserta sudah memahami moderasi beragama secara menyeluruh. Dengan mengikuti pelatihan secara menyeluruh peserta sudah memahami tentang pengertian moderasi beragama.

Dalam sepuluh tahun terakhir, moderasi beragama telah menjadi subjek diskusi yang cukup hangat. Konsep moderasi beragama akan membantu mengatasi kegaduhan dalam masyarakat, terutama masalah konflik antara umat beragama dan antar umat beragama. Hal ini disebabkan fakta bahwa radikalisme kekerasan beragama dan terorisme selalu disematkan kepada kelompok Islam, meskipun ini sebenarnya kelompok Islam yang nyata. Umat Islam dapat menggunakan Al-Quran, sebagai kitab suci, dan Hadis, sebagai sabda Nabi Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup dan sumber rujukan dalam setiap masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran dan Hadis telah memberikan beberapa abad yang lalu moderasi beragama, yang berarti mengikuti jalan tengah, tidak berlebihan, dan tidak ekstrem bahkan dalam hal moderasi religius (Syaf, 2022).

Lebih lanjut (Habibie, 2021) menyatakan moderasi beragama merupakan konsepsi yang bernilai luhur sangat dianjurkan oleh Allah SWT, dengan sebutan Wasathiyah. Prinsip-prinsip wasathiyah yang baik untuk keberlangsungan kehidupan yang damai dan penuh cinta kasih. Prinsip tersebut antara lain Tawazzun (berkeseimbangan), I'tidal (lurus dan tegas), Tasamuh (toleransi), Tawassuth (mengambil jalan tengah), Syura (musyawarah), Ishlah (reformasi), Tahadhdhur (berkeadaban), Musawah (egaliter), Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), dan Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif). Nilai moderasi yang terkandung di atas diaplikasikan dalam proses kaderisasi melalui pendidikan Islam, sehingga kelak semakin banyak generasi pluralis yang menjunjung tinggi asas persamaan dan saling menghargai asas perbedaan, semakin muncul generasi yang cinta keberagaman dalam keberagamaan sehingga Indonesia menjadi Negara yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Oleh karena itu, jelas bahwa moderasi beragama sangat terkait dengan menjaga kebersamaan melalui sikap "tenggang rasa", sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk memahami satu sama lain meskipun kita berbeda. Sikap Inklusif harus dihindari untuk mewujudkan moderasi. Moderasi beragama berfungsi sebagai jalan tengah di tengah-tengah keberagaman agama di Indonesia. Dengan budaya Nusantara moderasi menggabungkan agama dan kearifan lokal (kearifan lokal).

 

b.      Ekstrimisme Beragama menurut pemahaman peserta pelatihan

Pada awal pelatihan pemahaman peserta tentang ektrimisme beragama menyatakan bahwa merupakan pemahaman yang keterlaluan, fanatisme beragama yang berlebihan, terlalu menganggap diri sendiri dan agamanya saja yang terlalu kaku  dan berlebihan dalam memahami ajaran agamanya, melakukan perbuatan ekstrem dilandasi pemahaman agama yang keliru.

Dan setelah pelatihan ada pemahaman yang lebih berkembang yaitu tentang sebuah pandangan yang secara aktif dan vokal berlandaskan interpretasi tertentu dari suatu agama yang bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang diyakini dan disepakati bersama dalam sebuah masyarakat yang beragama dan demokratis.

Demikian juga dengan paham pemikiran moderat moderasi yang sekuler atas agama dan nilai-nilai keberagamaan atas sosial eksperimen Keberagaman budaya, paham radikal (kekerasan), dan menyatakan ekstremisme beragama adalah sebuah pandangan yang secara aktif dan vokal berlandaskan interpretasi tertentu dari suatu agama yang bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang .diyakini dan disepakati bersama dalam sebuah masyarakat yang beragama dan demokratis.

Setelah mengikuti pelatihan, peserta menunjukkan pemahaman yang lebih berkembang terkait dengan moderasi beragama, terutama dalam hal membedakan pandangan-pandangan ekstremis dan radikal yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar dalam kehidupan beragama dan berbangsa yang demokratis. Pemahaman ini mencakup beberapa konsep penting, antara lain: pemikiran moderat, pemahaman tentang sekularisme dalam konteks keberagamaan, serta pemahaman tentang radikalisasi dan ekstremisme beragama.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan berhasil memperluas pemahaman peserta tentang konsep moderasi beragama, serta membekali mereka dengan pemahaman yang lebih matang mengenai radikalisasi dan ekstremisme beragama. Peserta kini mampu memahami bahwa ekstremisme beragama adalah pandangan yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar masyarakat yang plural dan demokratis, serta memiliki kemampuan untuk membedakan antara moderasi beragama dan sekularisme dalam konteks keberagaman sosial dan budaya.

Dengan pemahaman ini, peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang proaktif dalam menangkal paham radikal, menjaga kerukunan, dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, toleran, serta inklusif, berdasarkan nilai-nilai moderasi beragama yang sejati.

 

c.       Indikator-indikator Moderasi Beragama

Indikator Moderasi Beragama seperti yang tercantum dalam Buku Moderasi Beragama (Saifuddin, 2019), indikator moderasi beragama ada empat hal, yaitu: 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Keempat indikator ini  digunakan untuk mengenali seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Kenyataan walaupun sudah mengikuti pelatihan peserta sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan sekitar 50% masih belum memahami secara utuh tentang indikator moderasi beragama.

Walaupun pelatihan telah memberikan pengetahuan dasar mengenai moderasi beragama, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa masih ada tantangan besar dalam memastikan pemahaman yang utuh dari peserta. Faktor-faktor seperti latar belakang peserta, metode pelatihan yang digunakan, serta keterbatasan waktu dan evaluasi dapat mempengaruhi sejauh mana peserta dapat menguasai dan menerapkan indikator moderasi beragama. Menurut (Aluf, W.A dkk, 2024) evaluasi pembelajaran tentang moderasi beragama menunjukkan betapa pentingnya perencanaan yang matang dalam mengembangkan sikap toleransi pada peserta pelatihan.

Tujuan pendidikan moderasi beragama adalah untuk mencapai keseimbangan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, mencegah ekstremisme, dan mendorong hidup berdampingan dalam keberagaman.

Oleh karena itu, evaluasi lebih lanjut dan penyesuaian dalam pendekatan pelatihan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam dan aplikatif di masa mendatang.

 

d.     Nilai-nilai dalam Moderasi Beragama

Pengetahuan peserta terkait nilai-nilai Moderasi Beragama dari 9 nilai baru mengetahui paling banyak 5 nilai dan sebagian besar baru mengetahui 1-3 nilai. Dan dari hasil pelatihan rata-rata sudah menjawab 4-5 nilai, hanya 20% yang masih menjawab 2-3 nilai Moderasi Beragama. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan pemahaman setelah pelatihan, meskipun masih ada ruang untuk meningkatkan pemahaman secara lebih menyeluruh dan mendalam.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa meskipun pelatihan telah meningkatkan pemahaman peserta mengenai moderasi beragama, masih ada kesenjangan dalam penguasaan nilai-nilai tersebut.

Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih interaktif, aplikatif, dan berkelanjutan dalam pelatihan di masa depan untuk memastikan bahwa peserta tidak hanya mengetahui, tetapi juga mampu menginternalisasi dan mengaplikasikan nilai-nilai moderasi beragama secara menyeluruh.

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama dalam meningkatkan kecerdasan sosial generasi milenial dapat dicapai melalui pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai Islam moderat, melibatkan generasi milenial dalam aktivitas positif yang sebenarnya, mengadakan forum diskusi dengan mereka tentang pemahaman agama dalam rumah, lingkungan sekolah, dan masyarakat, dan mengoptimalkan peran keluarga sebagai pusat pembinaan karakter positif. (Darimi, 2022)

e.      Apa saja tantangan kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia yang menurut Anda paling penting

Pada poin ini ditanyakan tentang beberapa hal yang terkait dengan kehidupan beragama sesuai pandangan masing-masing. Hasil yang didapatkan sebelum pelatihan pernyataan tentang tantangan kehidupan beragama dan berbangsa mencakup tentang fanatisme Madzhab, ekstrimisme, terorisme, politisi agama, pluralisme, pundametalisme, hedonisme, perbedaan dalam cara pandang yang sempit dalam beragama, diskriminasi dalam pemenuhan hak-hak agamanya, dikotomi antara mayoritas dan minoritas, sedangkan setelah pelatihan jawaban hampir sama dengan nada tambahan tantangan seperti LGBT, isu ras & politik, pertikaian antar kelompok agama kelompok agama

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman peserta mengenai tantangan kehidupan beragama dan berbangsa setelah pelatihan. Sebelum pelatihan, tantangan-tantangan yang diidentifikasi lebih bersifat klasik dan terbatas pada isu-isu internal dalam kehidupan beragama, seperti fanatisme dan ekstremisme. Setelah pelatihan, peserta mulai memperluas cakupan tantangan mereka dengan memasukkan isu-isu sosial-politik yang lebih kontemporer, seperti LGBT, ras, politik, dan pertikaian antar kelompok agama.

Peningkatan pemahaman ini mencerminkan keberhasilan pelatihan dalam membuka wawasan peserta mengenai kompleksitas kehidupan beragama dan berbangsa di dunia yang semakin plural dan terpolarisasi. Oleh karena itu, pelatihan ke depan perlu lebih banyak mencakup isu-isu sosial dan politik kontemporer untuk mempersiapkan peserta menghadapi tantangan-tantangan baru yang mungkin belum terbayangkan sebelumnya, sekaligus mendorong mereka untuk terus mengembangkan sikap moderat yang inklusif dalam konteks sosial dan agama

 

Wawasan Kebangsaan

Dari hasil penelitian pendapat peserta pelatihan dapat dilihat pada Gambar 1.

a.      Pancasila sebagai dasar negara

A

 

B

 

C

 

 

D

 

 

=

 

=

 

=

 

 

=

sudah final dan tidak bertentangan dengan ajaran agama

tidak dapat diubah sama sekali, kecuali dilakukan referendum

karena ada janji sejarah, masih harus memperjuangkan 7 kata dalam Piagam Jakarta

masih dapat diubah bila dikehendaki mayoritas warga negara

Gambar 1. Pancasila sebagai warganegara

Sumber: Data PDWK Penggerak Moderasi Beragama

 

Untuk materi yang terkait Wawasan Kebangsaan, instrumen terkait dengan pendapat peserta tentang Pancasila, Gerakan politik untuk mengubah dasar negara, dan pandangan kewarganegaraan Indonesia dalam perspektif agama 90 % menjawab tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Setelah pelatihan 100% peserta mengatakan bahwa Pancasila sudah final dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Perubahan sikap ini menunjukkan adanya dampak positif dari pelatihan dalam memperkuat pemahaman dan sikap nasionalisme peserta, serta memperkokoh nilai-nilai kebangsaan dalam konteks keberagamaan.

Tabel 1 Uji-t  hasil pre-test dan post-test  tentang Pancasila sebagai dasar negara

Instrumen

Rata-rata

p-value

Pre-test

3.53

0.18

Post-test

3.70

 

Dari hasil uji-t nilai p ≥ 0.05 tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan positif dalam pemahaman peserta mengenai Pancasila dan hubungannya dengan ajaran agama. Sebelum pelatihan, peserta sudah memiliki pemahaman bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama.

Setelah pelatihan, mereka semakin yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang final dan harus diterima oleh semua pihak, tanpa ada niatan untuk mengubahnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan telah berhasil memperkuat wawasan kebangsaan peserta dan meningkatkan komitmen mereka terhadap persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia.

Apabila penyebaran dan penyebaran informasi yang bebas tanpa mempertimbangkan kesesuaian budaya lokal melalui alkulturasi budaya dapat menyebabkan kehilangan identitas bangsa dan merusak Pancasila sebagai ideologi berbangsa (Hasan, 2021).

Penyebaran globalisasi dan keterbukaan informasi tidak menyebabkan kehilangan identitas nasional, dan ideologi ekstrimisme tidak mempengaruhinya. Untuk itu kembangkanlah moderasi agama dalam kehidupan nasional untuk mencegah masuknya ideologi dan paham yang tidak sesuai dengan bangsa. (Hasan, 2021).

b.      Tidak setiap gerakan politik untuk mengubah dasar negara

Gambar 2. Tidak Setiap Gerakan Politik untuk Mengubah Dasar Negara

Sumber: Data PDWK Moderasi Beragama untuk Penggerak

 

Gambar 2 terlihat bahwa untuk pernyataan tentang “tidak setiap Gerakan politik untuk mengubah negara pendapat peserta berimbang sebelum dan sesudah pelatihan antara persepsi sangat setuju dan tidak setuju. Hal ini mengindikasikan adanya keraguan atau perbedaan pandangan mengenai legitimasi dan dampak dari gerakan politik semacam itu terhadap stabilitas dan keberlanjutan negara.

 

Tabel 2 Uji-t  hasil pre-test dan post-test  tentang tidak setiap gerakan politik untuk mengubah dasar negara

Instrumen

Rata-rata

p-value

Pre-test

2.30

0.21

Post-test

2.63

 

Dari hasil uji-t nilai p ≥ 0.05 tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah pelatihan, meskipun terjadi peningkatan pemahaman peserta tentang nilai-nilai kebangsaan dan stabilitas negara, persepsi mereka tentang gerakan politik untuk mengubah negara tetap terbelah. Hal ini menunjukkan bahwa tema ini sangat kompleks dan melibatkan banyak faktor, baik dari segi pemahaman tentang demokrasi, stabilitas politik, keberagaman agama, serta proses perubahan itu sendiri.

Perbedaan pendapat yang tetap ada mencerminkan bahwa kewarganegaraan dan politik dalam konteks Indonesia adalah hal yang tidak dapat dipandang sederhana. Perubahan terhadap struktur dasar negara harus dipertimbangkan dengan hati-hati agar tidak merusak kerukunan sosial dan kesepakatan dasar yang telah terbangun. Namun, hal ini juga menunjukkan pentingnya terus mengedukasi masyarakat, khususnya dalam hal memahami bahwa perubahan dalam kerangka demokrasi harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar negara yang telah disepakati bersama.

c.       Pandangan kewarganegaraan Indonesia dalam perspektif agama

Pandangan peserta pelatihan tentang kewarganegaraan Indonesia dalam perspektif beragama setara di hadapan hukum dan pemerintahan  Indonesia terlihat pada Gambar 3 sesudah pelatihan sudah 100% sama.

 

Gambar 3. Pandangan Kewarganegaraan Indonesia dalam Perspektif Agama

Sumber: Data PDWK Moderasi Beragama untuk Penggerak

 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pelatihan, peserta memiliki pandangan yang sepenuhnya seragam bahwa semua warga negara Indonesia setara di hadapan hukum dan pemerintahan, tanpa membedakan agama atau latar belakang lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan berhasil memperkuat pemahaman mereka mengenai prinsip kesetaraan, keadilan, dan kerukunan sosial yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pelatihan ini telah berhasil mengedukasi peserta tentang pentingnya memperlakukan semua warga negara dengan adil, sesuai dengan

 

Wawasan Keagamaan

Untuk konsep wawasan keagamaan ada 9 (Sembilan) instrumen yang dijawab peserta pelatihan berdasarkan persepsi masing-masing yaitu 1) membantu dan menyediakan tempat ibadah agama lain bila tidak memiliki tempat ibadah; 2) HAM dan demokrasi bertentangan dengan ajaran agama menurut pandangan keagamaan yang mendalam; 3) Dalam pandangan keagamaan saya yang murni tentang toleransi dan membantu agama lain tidak diperbolehkan; 4) Dalam pandangan keagamaan saya tentang negara berdasar agama seharusnya diterapkan untuk Indonesia karena bangsa Indonesia sejak dulu sangat religius; 5) Pemerintah Indonesia adalah bukan aparat keagamaan yang otoritatif  karena itu dalam pandangan keagamaan saya tidak wajib ditaati; 6) Setiap umat beragama wajib memperjuangkan ajaran agamanya untuk menjadi ideologi negara; 7) memilih negara berdasar agama sebagai panggilan keimanan saya; 8) Beragama seharusnya berbasis pada tradisi masyarakat di mana agama pertama lahir, tidak boleh berbasis tradisi yang tumbuh di Indonesia; dan 9) Sikap menyesatkan amalan keagamaan yang berbeda dan layak disesatkan tidak bertentangan dengan sikap moderasi dalam beragama

 

Tabel 3 Uji-t  hasil pre-test dan post-test tentang Konsep Wawan Keagamaan

Instrumen

Rata-rata

Pre-test

Rata-rata Post-test

p-value

1)        

3.33

3.47

0.29

2)        

3.37

3.07

0.17

3)        

3.33

3.50

0.27

4)        

3.10

3.40

0.15

5)        

3.60

3.50

0.33

6)        

3.67

3.87

0.16

7)        

3.17

3.43

0.17

8)        

2.83

3.10

0.22

9)        

3.23

3.37

0.33

 

Dari tabel 3, untuk 9 instrumen nilai p-value ≥ 0.5. Angka probabilitasnya tidak signifikan di mana rata-rata persepsi peserta pelatihan sebelum dan sesudah pelatihan hampir sama.

Pemahaman peserta pelatihan tentang Wawasan Keagamaan menyangkut tentang antara satu umat beragama dengan umat beragama lain baik dalam hal membantu menyediakan tempat ibadah agama lain bila tidak memiliki tempat ibadah serta toleransi dan juga anggapan bangsa Indonesia sejak dulu sangat religius, dan Pemerintah Indonesia adalah bukan aparat keagamaan yang otoritatif, karena itu dalam pandangan keagamaan saya tidak wajib ditaati.

Untuk instrumen wawasan keagamaan berupa pertanyaan “apakah setiap umat beragama wajib memperjuangkan ajaran agamanya untuk menjadi ideologi negara. Jika tidak, maka dia bukan umat beragama yang loyal terhadap agamanya”, hasilnya sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan hampir sama yaitu menyatakan ini bukan pandangan yang tepat untuk hubungan antar umat beragama di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat (Zulham & dkk, 2023) bahwa sudah menjadi karakter peserta tentang toleransi mengakui dan menerima perbedaan, multi budaya, terbuka, dan memahami bahwa orang lain dan tidak mempersoalkannya meskipun mereka tidak setuju.

Perubahan pandangan peserta terhadap kewajiban memperjuangkan ajaran agama sebagai ideologi negara menunjukkan kemajuan positif dalam pemahaman mereka mengenai hubungan antar umat beragama di Indonesia. Setelah pelatihan, peserta lebih memahami bahwa kesetaraan agama, toleransi, dan kerukunan sosial adalah prinsip-prinsip yang seharusnya dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa, dan tidak perlu ada satu agama yang dipaksakan menjadi ideologi negara. Pelatihan ini berhasil memperkenalkan pandangan yang lebih inklusif, menghargai keberagaman, dan mengutamakan kerjasama antar umat beragama demi menjaga kesatuan dan keutuhan negara.

 

Implementasi Moderasi Beragama

a.      Alasan mengapa pemerintah membuat program Penguatan Moderasi Beragama

Hasil instrumen pre-test dan post-test untuk pendapat peserta tentang alasan pemerintah membuat penguatan moderasi beragama tidak berbeda pendapat sebelum dan sesudah pelatihan. Pendapat peserta dapat dirangkum antara lain menyatakan agar masyarakat mengetahui tentang pentingnya untuk toleransi dalam beragama, sering muncul konflik mengatas namakan agama, terjadi kerukunan umat beragama, Memposisikan diri yang tepat dalam masyarakat multi religius sehingga terjadi harmonisasi sosial dan keseimbangan kehidupan sosial, untuk menumbuhkan komitmen kebangsaan menumbuhkan rasa toleransi beragama, anti kekerasan, kerukunan antar umat beragama, agar terjaga NKRI Karena termasuk dalam RPJMN.

b.      Peran bila terjadi dinamika kehidupan keberagamaan di lingkungan

Dari hasil instrumen yang dijawab peserta baik sebelum dan sesudah pelatihan memperlihatkan jawaban yang sudah sesuai dengan indikator moderasi beragama. Dapat disimpulkan dari jawaban peserta antara lain mencari kemaslahatan bersama, memberikan penerangan penyuluhan dan pemahaman dalam beragama, mendukung ikut serta dan ikut andil menjaga keharmonisan bersama para tokoh masyarakat, bertoleransi, pendekatan persuasif dan mengadvokasi, sebagai penggerak dan pelopor dalam harmonisasi keberagamaan, menghargai perbedaan saling menghormati dan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, berusaha memediasi dengan netral dan tidak memihak, saling menghargai & menghormati, pendekatan persuasif, mengadvokasi mereka, berdiri di atas dan untuk semua golongan, saling menghargai, berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik, mempersatukan masyarakat yg dinamis tersebut, dan sebagai pelopor dan penggerak dalam moderasi beragama dan menjadi mediator, mendekatkan dengan masyarakat dengan mendekatkan komitmen kebangsaan.

Berdasarkan hasil instrumen yang diisi oleh peserta sebelum dan sesudah pelatihan, terdapat peningkatan yang signifikan dalam pemahaman dan penerapan sesuai dengan indikator-indikator moderasi beragama. Dari jawaban peserta, dapat disimpulkan bahwa mereka telah berhasil memahami dan menerapkan prinsip-prinsip utama moderasi beragama, yang mencakup berbagai aspek penting yang mendukung terciptanya keharmonisan sosial dan kerukunan antar umat beragama.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan telah berhasil meningkatkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai moderasi beragama di kalangan peserta. Peserta tidak hanya mampu memahami konsep dasar moderasi beragama, tetapi juga menunjukkan kesadaran dan komitmen yang lebih tinggi untuk menjadi pelopor, mediator, dan penggerak dalam menciptakan keharmonisan sosial. Mereka siap untuk menjadi agen perubahan yang mendekatkan masyarakat, mengedepankan kebersamaan, dan menjaga kerukunan dalam keberagaman, serta berdiri di atas kepentingan semua golongan tanpa memihak.

 

c.       5 (lima) instrumen dengan skala likert yaitu 1) tanggung jawab Kementerian Agama terhadap sikap warga negara yang tidak moderat dalam beragama; 2) kewajiban setiap pegawai Kemenag dalam  melayani semua agama dan umat beragama; 3) melindungi dan melayani semua agama dan umat beragama dalam pemerintahan; 4) sikap apabila ada pertentangan antara "pendapat keagamaan" dari suatu organisasi keagamaan dengan "Undang-Undang”; dan sikap jika ada masyarakat yang berperilaku tidak moderat, tidak toleran, dan melakukan kekerasan.

Hasil rata-rata, pre-test, post-test dan p-value dapat dilihat pada tabel 4.

 

Tabel 4 Uji-t  hasil pre-test dan post-test tentang tanggung jawab dan sikap individu terhadap Implementasi Moderasi Beragama pada masyarakat

Instrumen

Rata-rata Pre-test

Rata-rata Post-test

p-value

1)        

3.37

3.37

0.50

2)        

3.00

3.17

0.30

3)        

3.33

3.60

0.07

4)        

3.00

3.33

0.17

5)        

3.63

3.57

0.32

 

Tabel 4 juga p-value ≥ 0.5, sehingga tidak cukup bukti keterkaitan pelatihan terhadap peningkatan nilai pre-test terhadap post-test.

 

d.     Alasan paling penting mengapa  perlu memastikan moderasi beragama terwujud di ruang lingkup masyarakat

Sebelum dan sesudah pelatihan pendapat peserta hampir sama yaitu karena kondisi masyarakat yang memanggil untuk melakukannya, kewajiban sebagai umat beragama dan kewajiban yang harus dilakukan.

Hal ini salah satunya disebabkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari pulau-pulau yang membentuk negara kesatuan yang tidak terpisahkan serta mencakup beraneka ragam etnis/suku, bahasa, agama, budaya, status sosial (Manap, 2022). Multikulturalnya ini merupakan peristiwa alami dengan bertemunya berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa perilaku budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik yang saling berinteraksi dalam komunitas masyarakat Indonesia dan dapat  dapat menjadi ”integrating force” yang mengikat kemasyarakatan namun dapat menjadi penyebab terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan antar nilai-nilai hidup.

Moderasi beragama merupakan solusi terhadap dua kutub ekstrem dalam beragama, kutub ekstremis ultra-konservatif atau sayap kanan di satu sisi dan juga di sisi lain liberal atau ekstrem kiri. Oleh karena itu konsep moderasi beragama sampai kapan pun akan tetap dianggap sangat relevan, karena sikap ini dinilai sebagai pendorong bagi sikap beragama yang seimbang antara praktik keagamaan sendiri (eksklusif) dan praktik keagamaan orang lain yang memiliki keyakinan berbeda (inklusif) (Kementerian Agama RI, 2019)

Dengan adanya keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik keagamaan itu akan menjadikan seseorang tidak menjadi ekstrem yang berlebihan, fanatik dan revolusioner dalam beragama. Sebagai negara, Indonesia memiliki banyak variasi yang berbeda, termasuk adat, suku, budaya, tradisi, agama, dan kekayaan, tetapi semuanya bersatu dalam ideologi Pancasila. Kesatuan dan kesatuan yang telah bertahan selama berabad-abad harus dipertahankan dan dipertahankan agar tidak berantakan (Hasan, 2021)

Problematik konsep moderasi beragama di Indonesia dalam hal ini dapat dikemukakan ke dalam tiga isu yaitu moderasi beragama wajah baru pluralisme agama, problem bias makna toleransi beragama, dan problem kebenaran yang relatif (Shalahuddin & dkk, 2023).

Setiap lembaga, termasuk Kementerian Agama, harus menerapkan moderasi beragama, agar menjadi ciri khas agama di Indonesia. (Fales & Sitorus, 2022)

Meskipun memperkuat moderasi beragama hanya dapat dicapai oleh kelompok tertentu, upaya ini harus dilakukan secara kelembagaan dan sistematis, bahkan di seluruh negara. Negara harus bertanggung jawab untuk menciptakan ruang publik yang aman yang memungkinkan interaksi antar umat beragama dan kepercayaan. Bukan sebaliknya, menciptakan peraturan yang dianut dan ditegakkan di ruang publik berdasarkan nilai agama tertentu.

Karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya, maka sangat penting untuk mendorong pemikiran yang inklusif terhadap perbedaan. Karena untuk menjaga dan menciptakan pluralisme sosial (masyarakat) diperlukan nilai-nilai toleransi yang tidak hanya terkait dengan undang-undang tetapi juga dengan sikap sosial. Nilai-nilai toleransi tidak terdiri dari klaim agama seseorang yang tidak menolak ajaran agama lain. Oleh karena itu, toleransi antar umat beragama perlu dikembangkan (Aziz, 2023)

Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk membangun peradaban kehidupan beragama yang rukun dan harmonis, khususnya dalam masyarakat Indonesia yang plural. Setiap upaya kita harus bertujuan untuk mengubah kehidupan setiap orang ke arah yang lebih baik daripada mendorong hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain. (Darmayanti & Maudin, 2021)

Semua orang di Indonesia beragama, terlepas dari etnis, suku, agama, bahasa, dan budaya mereka. Keunggulan, kekuatan, dan pluralitas keragaman ini menciptakan masyarakat multikultural yang memiliki intensitas interaksi yang tinggi.

Indonesia memiliki budaya yang beragam yang berasal dari berbagai suku, agama, ras, bahasa, dan banyak lagi. Bertemunya berbagai budaya, berinteraksinya berbagai individu dan kelompok, serta membawa perilaku budaya yang berbeda, membuat keragaman budaya, atau multikultural, alami. Keragaman budaya akan saling berinteraksi satu sama lain dalam masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya kebudayaan membentuk pemahaman multikulturalisme bahasa. Kebudayaan sebagai idiologi dan alat untuk mencapai tingkat kemanusian (Susanti, 2022).

Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Namun, situasi ini tidak membuat Indonesia sebagai negara agama. Republik adalah keyakinan umum. Oleh karena itu, negara dan komunitas harus mengayomi dan melindungi keragaman agama. Ketika ada perbedaan, itu harus disikapi dan diakui sebagai sunnatullah.

Sebagai umat Islam dan juga agama lain, kita bertanggung jawab untuk membantu mewujudkan kondisi yang tenteram dan damai. Kondisi  damai akan memudahkan untuk mencapai kemaslahatan umat manusia (Faiqah & Pransiska, 2018)

Setelah agama telah dipecahkan oleh kepentingan pribadi dan kelompok, radikalisme dan intoleran muncul, yang merusak kehidupan nasional dan negara.

Agar setiap masyarakat memahami indahnya kemajemukan, moderasi keagamaan harus dipromosikan secara luas. Lebih lanjut (Santoso dkk, 2022) menyatakan bahwa moderasi agama dapat dicapai dengan tidak fanatik terhadap institusi agama melainkan hanya kepada Tuhan. Mereka yang beragama tidak sama dengan serigala yang memaksa sesamanya, tetapi mereka yang beragama saling menunjukkan kasih.

Moderasi beragama sangat penting dalam rangka mencegah perpecahan bangsa, terutama di perguruan tinggi. Ini adalah filterisasi dari individu-individu yang tidak bertanggung jawab yang berusaha meracuni pemikiran siswa yang lebih emosional dan suka melakukan aksi. Tidak mengherankan apabila moderasi beragama sangat umum di universitas, baik melalui kelas atau kegiatan ekstrakurikuler. Dalam suatu masyarakat, moderasi beragama adalah cara bijak untuk mencerdaskan bangsa sehingga orang-orang yang membenci negara tidak mudah terprovokasi oleh kebencian agama (M. Anzaikhan; dkk, 2023)

Dari sabang sampai Merauke, kebersamaan umat telah menjadi komitmen bersama bagi masyarakat Indonesia. Empat pilar utama—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika—mengikat nilai-nilai persatuan ini. Jika masyarakat mengadopsi gagasan dan prinsip moderasi beragama serta bertindak adil terhadap setiap masalah dengan memberikan porsi yang proporsional dan adil kepada masing-masing pihak, keempat komponen utama ini dapat berjalan dengan baik.

Untuk terwujudnya kerukunan umat antar agama atau keyakinan, moderasi dalam kerukunan beragama harus dilakukan. Untuk mengelola keadaan keagamaan yang sangat beragam di Indonesia ini, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, seperti melakukan moderasi beragama, menghargai keragaman, dan menghindari ekstremisme dan intoleransi (Abror, 2020)

 

KESIMPULAN

Dari hasil instrumen pre-test dan post-test  tentang pandangan, sikap, praktik beragama peserta pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama Jakarta Timur yang mencakup pengertian Moderasi Beragama, pelatihan berpengaruh  secara signifikan tapi pemahaman tentang indikator Moderasi Beragama walaupun sudah mengikuti pelatihan masih belum memahami secara utuh; begitu juga dengan nilai-nilai moderasi beragama.

Sedangkan pandangan, sikap, dan praktik beragama tentang Wawasan Kebangsaan dan Wawasan Keagamaan serta Implementasi Moderasi Beragama persepsi peserta hampir sama sebelum dan sesudah pelatihan sehingga penelitian tidak cukup berpengaruh terhadap persepsi sesudah mengikuti pelatihan. Hal ini dikarenakan peserta sudah memiliki dasar pandangan, sikap dan praktik beragama yang hampir sama sebelum mengikuti pelatihan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan maka perlu direkomendasikan:

1.      Lebih penekanan materi pada pengertian Moderasi Beragama dan nilai-nilai Moderasi Beragama supaya konsep awal lebih mendalam

2.      Konsep tentang gerakan politik dapat mengubah dasar negara lebih diperjelas supaya tidak menimbulkan ambigu

3.      Strategi pelatihan lebih ditingkatkan dengan inovasinya sesuai dengan kondisi peserta pelatihan.

4.      Peningkatan kompetensi yang berkelanjutan bagi pemateri untuk proses pelatihan yang implementatif.


DAFTAR PUSTAKA

Abror. (2020). Moderasi Beragama Dalam Bingkai Toleransi: Kajian Islam dan Keberagaman. Rusydiah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 2, 143-155.

Abror, M. (2020). Moderasi Beragama Dalam Bingkai Toleransi: Kajian Islam dan Keberagaman. Jurnal Pemikiran Islam, 143-155.

Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan Volume 13, Nomor 2, 45-55.

Aluf, W.A dkk. (2024). Evaluasi Pembelajaran Moderasi Beragama untuk Mengukur Penguatan Toleransi Siswa di MIN 2 Pamekasan. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (JPPI), 1623-1634.

Anwar, R. N., & Muhayati, S. (2021). Upaya Membangun Sikap Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Agama Islam pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam Volume 12. No. 1, 1-15.

Aziz, A. (2023). Moderasi Beragama dalam Perspektif Al-Quran. (Sebuah Tafsir Kontekstual di Indonesia). Al Burhan: Jurnal Kajian Ilmu dan Pengembangan Budaya Al-Qur'an. Vol. 23 No. 02, 218-231.

Bahasa, B. P. (2022). Pendokumentasian Bahasa dalam Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam Punah di Indonesia. Jakarta: https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/817/.

BPS. (2015). Mengulik Data Suku di Indonesia. Jakarta: https://www.bps.go.id/id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html.

Creswell, J. W. (2014). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (4th ed.). Sage Publications.

Darimi, I. (2022). Implementasi Nilai Moderasi Beragama Pada Generasi Milenial . Teungku: Jurnal Guru Nahdlatul Ulama Vol 1 No. 1, 27-44.

Darmayanti, & Maudin. (2021). Pentingnya Pemahaman dan Implementasi Moderasi Beragama dalam Kehidupan Generasi Milenial . Syattar. Jurnal Studi Ilmu-ilmu Hukum dan Pendidikan Volume 2 No.1, 40-51.

Faiqah, N., & Pransiska, T. (2018). Radikalisme Islam VS Moderasi Islam: Upaya Membangun Wajah Islam Indonesia yang Damai. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, 33-60.

Fales, S., & Sitorus, I. R. (2022). Moderasi Beragama: Wacana dan Implementasi dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Di Indonesia. Jurnal Manthiq: Vol VII Edisi II, 221-229.

Habibie, M. L. (2021). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam di Indonesia. Moderatio : Jurnal Moderasi Beragama Vol. 01. no. 1, 121-150.

Hasan, M. (2021). Prinsip Moderasi Beragama dalam Kehidupan Berbangsa. Jurnal Mubtadiin, Vol. 7 No. 02 Juli-Desember, 110-123.

Kementerian Agama RI. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

M. Anzaikhan; dkk. (2023). Moderasi Beragama Sebagai Pemersatu Bangsa serta Perannya dalam Perguruan Tinggi. Abrahamic Religions. Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 3, No. 1 , 17-34.

Manap, A. (2022). Moderasi Beragama Keragaman Indonesia Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik . Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu, 229-242.

Santoso dkk. (2022). Moderasi Beragama di Indonesia: Kajian Tentang Toleransi dan Pluralitas Di Indonesia. Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2, 324-338.

Shalahuddin, H., & dkk, &. (2023). Peta dan Problematika Konsep Moderasi Beragama di Indonesia. Risalah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam Vol. 9, No. 2, (June) 2023, 700-710.

Susanti. (2022). Moderasi Beragama dalam Masyarakat Multikultural. Tajdid Jurnal Pemikiran Keisalaman dan Kemanusiaan Volume 6, Nomor 2, 168-182.

Sutrisno, E. (2019). Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan. Jurnal Bimas Islam Vol 12 No. 1, 325-348.

Syaf, M. N. (2022). Moderasi Beragama dalam Islam. PANCAWAHANA: Jurnal Studi Islam Vol.17, No.2, 1-14.

Zulham & dkk. (2023). Implementasi Moderasi Beragama dalam Bingkai Toleransi di Desa Denai Sarang Burung Kabupaten Deli Serdang. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI Volume 10, Nomor 1, 17-39.