PEMANFAATAN MODEL KONSELING
SPIRITUAL
PADA LAYANAN HAJI LANSIA
Robi’ah Ummi Kulsum
Balai Diklat
Keagamaan Jakarta, Indonesia
E-mail: robiahummi@madrasah.id
Abstract
The
complex issues faced by elderly Hajj pilgrims are not only physical limitations
but also spiritual challenges. The research problem is what is
the model of spiritual counseling for elderly pilgrims during the Hajj
pilgrimage? Spiritual counselling is a
form of counselling that focuses on exploring and addressing the spiritual
dimension of an individual’s life. This study uses a qualitative descriptive
method, with document data and interviews with the alumni of elderly and
disability services officers as well as hajj pilgrims from the 1445H/2024M hajj
pilgrimage. The results obtained
are that Spiritual Counseling efforts can be carried out systematically but
flexibly, according to the context of the problems faced by elderly Hajj
pilgrims. In dealing with Profan (fellow human)
problems, PPIH officers serving the elderly and disabled can use Richards and
Bergin's form of spiritual counseling, and for Sacral problems (to the Creator
Allah Swt) officers can use Imam Al Ghazali's Tazkiyatun Nafs model, and adapt
it to services for elderly Hajj pilgrims. The recommendation from this article
is to include spiritual counseling efforts using a certain pattern in the Field
Work Plan for PPIH Officers serving the elderly and disabled, and working
together with PPIH Kloter officers who accompany elderly Hajj pilgrims
throughout the group trip.
Keywords: spiritual counseling, elderly services, elderly
friendly pilgrimage
Abstrak
Permasalahan kompleks yang dihadapi jemaah haji lansia bukan hanya keterbatasan
fisik melainkan juga spiritual. Permasalahan
penelitian yaitu bagaimana
model Konseling Spiritual pada jemaah
lanjut usia pada pelaksanaan
Ibadah Haji? Konseling
spiritual merupakan suatu bentuk konseling yang berfokus pada eksplorasi dan penanganan dimensi spiritual kehidupan seseorang. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dengan sumber data berbagai dokumen terkait dan hasil wawancara dengan alumni
petugas PPIH Layanan Lansia
dan Disabilitas serta jemaah haji Tahun
1445H/2024M. Hasil yang diperoleh adalah bahwa upaya Konseling Spiritual dapat
dilakukan secara sistematis tetapi fleksibel, sesuai dengan konteks
permasalahan yang dihadapi jemaah lansia. Dalam menghadapi masalah Profan
(sesama manusia), petugas PPIH layanan lansia dan disabilitas dapat menggunakan
bentuk konseling spiritual Richards dan Bergin, serta pada permasalahan Sacral
(kepada Sang Maha Pencipta) petugas dapat memanfaatkan model Tazkiyatun Nafs
Imam Al Ghazali, serta mengadaptasinya pada layanan jemaah haji lansia. Rekomendasi
dari tulisan ini adalah agar memasukkan upaya konseling spiritual dengan
menggunakan pola tertentu dalam Rencana Kerja Lapangan Petugas PPIH layanan
lansia dan disabilitas, dan bekerja sama dengan petugas PPIH Kloter yang
membersamai jemaah sepanjang perjalanan kloter.
Kata Kunci: konseling spiritual, layanan lansia, haji ramah lansia
PENDAHULUAN
Layanan Haji
Ramah Lansia adalah salah satu
kebijakan yang dilakukan dalam mengantisipasi
jumlah jemaah haji berusia
lanjut yang hampir 20% dari
total 241.000 jemaah. Untuk mendukung
layanan tersebut telah diberlakukan
antara lain menyiapkan kuota khusus pendamping jemaah lansia, menempatkan lansia pada kursi prioritas (bisnis) saat dalam penerbangan, merekrut petugas PPIH layanan lansia dan disabilitas, termasuk merilis
senam haji yang juga ramah lansia.
Selain
itu, panduan mitigasi layanan untuk Jemaah haji lanjut usia
pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H/2023 M menyebutkan
urutan kegiatan, kondisi yang diharapkan serta tindak
lanjut pada pelaksanaan ibadah haji bagi jemaah lanjut usia, mulai dari tanah air, di pesawat, saat perjalanan ke tanah suci, di
hotel Makkah atau Madinah, saat puncak haji, hingga kembali ke tanah air. Di
dalam panduan disebutkan langkah prioritas, bimbingan, himbauan, membangun kepedulian kepada jemaah haji lansia, risti, komorbid, maupun disabilitas (PHU Kemenag RI, 2023).
Melayani jemaah haji lansia bukanlah pekerjaan mudah mengingat kompleksnya permasalahan, situasi, tempat dan kondisi yang dinamis.
Apalagi pelayanan dalam beribadah haji yang 70% ibadahnya membutuhkan ketahanan
fisik yang andal. Namun, fisik (fisiologis)
bukan satu-satunya permasalahan.
Problematika yang sama kritisnya
adalah masalah psikologis. Kedua masalah tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Permasalahan psikologis dapat membawa dampak kepada
fisiologis lansia atau sebaliknya.
Salah satu masalah psikologis yang dialami adalah
kecemasan. Meares dalam Arifatul Mahmudah menjelaskan bahwa kecemasan pada
lansia dikarenakan penurunan homeostatis pada tubuhnya, sehingga terjadi
penurunan fungsi indera (Mahmudah, 2020). Kecemasan pada lansia juga muncul karena kurangnya
sikap menerima terhadap keadaan baru dan harus beradaptasi terhadap hal
tersebut.
Bimbingan spiritual mengarah kepada memperbaiki
tingkah laku melalui bimbingan dan arahan mental sehingga terbentuk akhlak yang
baik, pribadi yang sehat dan lebih siap menghadapi tanggung jawab kehidupannya.
Beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi spiritual
seseorang adalah pertama, latar belakang usia, jenis kelamin, maupun
kepribadian seseorang; kedua, faktor keluarga dan eksistensinya di dalam
kehidupan seseorang; ketiga, pengalaman hidup seseorang termasuk bagaimana ia
melewati berbagai krisis dalam hidupnya; keempat, latar belakang sosial budaya
seseorang; kelima, terikatnya hubungan spiritual seseorang dengan orang lain.
Graham Wilson dalam Agus menyatakan bahwa konseling
spiritual merupakan pengembangan keterampilan interpersonal konselor dalam
membantu seseorang mengungkap respon dirinya baik fisik maupun mental secara
menyeluruh agar menjadi pribadi yang lebih baik. (Santoso, no date)
Lebih spesifik konseling spiritual dalam perspektif
agama mengarahkan konseli kepada Sang Pencipta sebagai konsekuensi manusia
sebagai makhluk ciptaanNya (Wijaya, 2021).
Dari kedua definisi di atas, format konseling
spiritual tidak hanya terbatas membentuk perilaku beragama, tetapi juga
mengoptimalkan kemampuan agama pada seluruh aspek kehidupan manusia, dari sejak
usia dini hingga lansia selaras dengan tugas-tugas perkembangannya (Jannah, 2015).
Penelitian tentang konseling spiritual untuk lansia
pernah dilakukan oleh Siti Rahmah dalam Jurnal Al Hiwar, Vol. 3 No. 5 tahun
2015 tentang “Pendekatan Konseling Spiritual pada Lansia” yang memberikan
solusi bagi para lansia agar terfasilitasi dalam mengisi sisa kehidupannya
dengan bahagia dan berkualitas secara fisik dan psikis yaitu dengan memberikan
layanan konseling spiritual. Konseling spiritual dipandang efektif untuk
meningkatkan kesehatan multidimensional dan komprehensif bagi para lansia (Rahmah,
2015).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Olvia Nursaadah,
dan kawan-kawan dengan judul “Penerapan Model Konseling Spiritualitas untuk
Lanjut Usia dalam Menurunkan Gangguan Kecemasan” dalam jurnal Biyan, Vo. 4
No. 2 Desember 2022. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penekanan bentuk
penugasan untuk mendukung perubahan perilaku dan penyesuaian terhadap
karakteristik permasalahan subjek, dan membuktikan bahwa konseling
spiritualitas berpengaruh terhadap penurunan perilaku kecemasan (Nursaadah,
2022).
Achmad Junaedi dalam Jurnal Pengabdian kepada
Masyarakat SISTHANA Vol. 5 No. 1 tahun 2023 mengungkapkan bahwa bimbingan
spiritual sangat berguna karena setelah diberikan penyuluhan lansia mampu
mengingat kembali memori tentang Sang Penciptanya, terutama setelah membaca
sholawat, dzikir, doa dan tata cara berwudhu maupun sholat, para lansia di Desa
Karang Pranti Probolinggo berkomitmen untuk selalu melakukan shalat lima (5)
waktu, memperkuat iman, dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
lebih baik lagi (Junaedi,
2023).
Penelitian dalam upaya pembimbingan manasik haji bagi
Lansia dilakukan oleh Noor Hamid dalam tulisannya berjudul “Strategi Bimbingan
Manasik Haji Jemaah Lanjut Usia: Studi di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan
Umroh (KBIHU) Hajar Aswad Yogyakarta menyatakan terdapat strategi dan tindakan
khusus yang dilakukan KBIHU Hajar Aswad Yogyakarta dalam membimbing ibadah haji
Jemaah Lansia, antara lain dibedakan berdasarkan pembimbing, Jemaah haji lansia
dan materi. Langkah pada pembimbing yaitu dengan menyiapkan pembimbing ibadah
yang kompeten, profesional dan ngayomi, berstandar pada Standar Operasional
Prosedur (SOP) dan Rencana Kerja Operasional (RKO) KBIHU, serta dilarang
memungut sumbangan apapun atas nama pribadi ataupun KBIHU. Dari sisi Jemaah
haji dipetakan sesuai latar belakang pendidikan, pengalaman ibadah haji dan
atau umrah, kemudian dikondisikan dalam suasana kekeluargaan untuk bisa saling
mengenal dan saling membantu. Materi pembimbingan diberikan melalui online
maupun offline, menggunakan media modul sederhana. Dilakukan pula pretes
postes manasik haji sebelum keberangkatan Jemaah haji ke tanah suci. Bimbingan
manasik haji dilakukan sebanyak 15 kali, 70% di dalamnya adalah praktik dan
30%nya teori (Hamid,
2023).
Dari beberapa penelitian sebelumnya, masih belum
ditemukan penelitian tentang konseling spiritual dalam tugas Layanan Haji
Lansia. Untuk memenuhi kebutuhan informasi dan referensi mengenai hal itu
peneliti memfokuskan penelitian kepada penerapan teknik konseling spiritual
pada layanan jemaah haji lansia. Penelitian diarahkan
untuk menjawab rumusan
masalah berikut: Bagaimana menerapkan teknik konseling spiritual dalam layanan haji lansia? Hasil penelitian diharapkan dapat
dijadikan landasan dalam menyusun
pendauan atau pedoman layanan ibadah haji lansia. Lebih
spesifik lagi dapat digunakan oleh para petugas Panitia Penyelenggara Ibadah
Haji (PPIH) khususnya layanan
lansia.
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan metode literatur
review (kaji referensi) dilakukan
pada 20 September - 10 Oktober 2024. Data primer adalah referensi tentang regulasi Haji ramah lansia, referensi mengenai konseling spiritual dan
jurnal terkait lainnya. Kaji referensi dilakukan
dengan langkah pernyusunan outline
(kerangka), pengumpulan
referensi, pengutipan, interpretasi, penyajian dan penarikan kesimpulan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Program Haji Ramah Lansia
(Lanjut Usia)
Pada tahun 2023,
Kementerian Agama mencanangkan suatu inovasi berupa program Haji Ramah Lansia
(Lanjut Usia) untuk jemaah haji dengan usia di atas 65 tahun. Program haji
ramah lansia menjadi salah satu langkah penting dalam mengatasi dinamika
berhaji di tanah air.
Program Haji Ramah
Lansia mencoba menjawab tantangan besarnya jumlah calon jemaah haji berusia
lanjut di dalam daftar tunggu Haji. Salah satunya disebebkan oleh wabah Covid
-19 dimana tidak adanya pemberangkatan haji dari Indonesia di tahun 2021, dan
terdapat pembatasan usia di tahun 2022 sehingga pada tahun 2023 jumlah jemaah lansia
mencapai 30 persen (66.943 orang) dari total jemaah haji 229.000 orang.
Ketika berhaji, sebagian lansia
didampingi oleh pendamping, tetapi dalam saat tertentu pendamping juga
memerlukan bantuan orang lain, seperti harus menurunkan lansia dari bis,
membawa ke toilet umum, dan sebagainya. Begitu pula ketika di hotel, suatu saat
pendamping hendak melakukan kebutuhan pribadinya, atau melakukan ibadah umroh
sunah untuk dirinya, maka lansia membutuhkan orang lain untuk mendampinginya.
Menyikapi hal ini,
dalam program haji ramah lansia,
pemerintah memfasilitasi
dengan dihadirkannya petugas PPIH Layanan
Lansia dan Disabilitas yang bertugas
memantau dan membantu
terkait dengan lansia, serta
melakukan koordinasi antar bidang
lainnya dalam pelayanan jemaah lansia
(Naufa,
2023).
Pada pelaksanaan haji tahun 1445H/2024M, petugas PPIH Layanan Lansia dan Disabilitas membedakan lansia menjadi dua, yaitu lansia potensial
dengan kondisi sehat, mandiri, aktif, dan produktif; serta lansia tidak potensial yaitu lansia dengan kondisi
disabilitas (Desfianti,
2024). Hal ini sangat membantu dalam penanganan serta mencari
solusi dalam permasalahan jemaah lansia.
Materi pembekalan para petugas PPIH Layanan Lansia dan
Disabilitas mencakup berbagai masalah yang dihadapi oleh lansia serta cara
memahaminya, khususnya dalam memahami kebutuhannya, hak dan layanan yang telah
disiapkan untuk para lansia, cara mendampingi lansia, termasuk cara
berkomunikasi yang tepat sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
Meski kecepatan dan kesigapan dalam pelayanan
dibutuhkan, tetapi harus didahului dengan mengetahui karakteristik permasalahan
maupun pengenalan studi kasus dengan menunjukkan sikap yang baik, simpati,
menghargai serta memahami kebutuhan lansia sehingga mampu mencari solusi atas
permasalahan tersebut. Empati, etika dan etiket harus dikedepankan sebagai
dukungan sosial dan semangat dalam menghadapi berbagai karakteristik lansia
dengan kompleksitas permasalahannya. Inilah yang bisa dikategorikan sebagai
suatu layanan konseling spiritual bagi lansia.
Konseling Spiritual
Kata
spiritual sendiri tidak hanya khusus pada keberagamaan,
tetapi juga melingkupi
semua kebutuhan dasar manusia,
seperti keamanan, kebahagiaan,
cinta kasih, penghargaan, dan aktualitas diri (Rahmah,
2015).
Menurut Nelson (2002) dalam Siti Rahmah (2015) bahwa bagian
dari ruang lingkup spiritual adalah sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri
dan bagaimana mengorganisasikan hubungan diri dengan orang lain.
Konseling spiritual menurut Syamsu Yusuf (2009) dalam
Siti Rahmah (2015) merupakan suatu metode untuk mengatasi berbagai permasalahan
tentang kehidupan melalui pemahaman, keyakinan dan praktik ibadah ritual agama
yang dianutnya (Rahmah, 2015).
Konseling spiritual seharusnya dilakukan oleh orang
yang berpengalaman (konselor) dalam melakukan konseling dengan tujuan untuk
mengubah tingkah laku keberagamaan atau perlakuan konseli ke depannya. Dalam
kasus pelayanan jemaah lansia ini, petugas PPIH layanan lansia dan disabilitas harus
ditempatkan pada posisi petugas sekaligus konselor spiritual.
Tentu saja dalam melakukan konseling spiritual ini
tidak terlepas dari tuntunan Agama Islam, apalagi berkaitan dengan pelaksanaan
ibadah haji. Keberadaan fitrah kebaikan dalam diri seseorang menjadikan
konseling spiritual menjadi lebih efektif, karena pada dasarnya manusia yang
mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya akan senantiasa terpaut
dan mudah menghadirkan ketenangan serta kebahagiaan dalam dirinya.
Ruang lingkup Konseling spiritual
menurut Siti Rahmah berbicara tentang
Tuhan, hakekat manusia,
tujuan hidup, spiritualitas,
moralitas, dan hidup
setelah mati (Rahmah,
2015). Richard dan Bergin (2007) dalam Dewi Justitia (2014) menunjukkan bentuk konseling spiritual dengan melakukan doa
bersama, mengajarkan
konsep-konsep spiritual, referensi kitab suci, pengalaman spiritual, konfrontasi spiritual, dorongan memaafkan, penggunaan komunitas atau kelompok beragama, doa
konseli maupun biblioterapi
keagamaan (Justitia,
2014).
Dasar konseling spiritual yang dilakukan
oleh petugas PPIH Layanan lansia
dan disabilitas sebenarnya sudah dibekali
mulai dari pelatihan calon petugas haji, meski diakui dalam materi
tersebut masih banyak aspek
teoritisnya. Tidak semua calon petugas tersebut
pernah melakukan ibadah haji atau umroh sebelumnya, tetapi teori yang diberikan dalam
pelatihan tersebut harus diturunkan dalam bentuk Rencana Kerja Lapangan
(RKL) dengan masing-masing penterjemahan calon
petugas. Hal ini menjadi salah satu kendala sekaligus tantangan dalam merencanakan bentuk konseling itu sendiri.
Istilah konseling spiritual sendiri tidak dikenalkan
secara khusus sebagai suatu bentuk
pelayanan, karena umumnya
memang tidakan konseling
biasanya dilakukan oleh pakar
(konselor). Akan tetapi,
dalam kasus di lapangan, layanan
lansia sangat membutuhkan para petugas PPIH yang siap
menjadi konselor, meski sifatnya semi dan temporer. Oleh sebab itu, bekal materi yang berhubungan dengan konseling
spiritual dalam berhaji layak
diberikan saat pembekalan calon petugas, terutama dalam PPIH Layanan Lansia dan Disabilitas.
Pemberian konseling
spiritual oleh petugas PPIH dapat berupa
bantuan psikologis berbentuk
nasehat keagamaan, membimbing
dalam membaca atau mendengarkan
bacaan al-Quran, berdzikir,
berdoa, mengembangkan sikap mental (syukur, ikhlas, ridho serta
tawakkal), ataupun bershalawat yang dapat dilakukan saat petugas PPIH Layanan
Lansia dan Disabilitas bertugas.
Selain itu, sebagaimana karakteristik lansia, bahwa mereka adalah orang
yang telah memiliki eksistensi
diri, pengalaman, pengetahuan, maka rasa ingin dihargai, diberlakukan sebagaimana adanya, meski dengan segala kekurangan dan kelemahan
yang dimiliki saat melaksanakan
ibadah, maupun dalam kesehariannya di tanah suci sangat diharapkan. Hal ini sesuai dengan core
pelayanan petugas PPIH Layanan Lansia dan Disabilitas untuk memperlakukan
jemaah lansia selayaknya orang tua sendiri.
Layanan Konseling
Spiritual Pada PPIH Layanan Haji Lansia
dan Disabilitas
Salah satu contoh layanan konseling spiritual adalah saat jemaah
haji berada di Bandara. Petugas PPIH Layanan Lansia dan Disabilitas
yang berlokasi di Bandara, mereka sebenarnya
telah melakukan konseling spiritual dengan senantiasa mengingatkan para jemaah lansia akan
bacaan talbiyah, menjaga ihrom, mengingatkan wajib dan Sunnah umroh
(bagi jemaah gelombang kedua), atau dengan mengingatkan kembali berbagai persiapan fisik dan mental serta senantiasa menjaga kesehatan saat beribadah haji di tanah suci. Akan tetapi, umumnya ini tidak dimaknai
sebagai konseling spiritual, melainkan
tugas layanan bimbingan
ibadah haji sebagaimana uraian
tugas yang dipahami.
Begitu pula menjelang puncak haji, para
petugas PPIH Layanan Lansia
dan Disabilitas tidak henti-hentinya melakukan patroli dalam wilayah kerjanya, baik pada hotel-hotel di sektor-sektor wilayah Makkah maupun sekitar Masjidil Haram. Salah satu imbauan paling penting bagi para lansia
adalah untuk tidak memperbanyak aktifitas
berlebihan di luar ibadah, melakukan umroh sunah berkali-kali,
atau hanya sekedar ibadah di Haram guna menjaga kesehatan
para lansia. Mereka menjenguk
para lansia yang sakit dan lemah
untuk membimbing pemahaman tentang safari wukuf, memberi motivasi menjaga kesehatan, dan berkomunikasi dengan keluarga agar tetap bersemangat. Di sinilah letak pentingnya kesadaran dan pemahaman tentang konseling spiritual bagi petugas
PPIH Layanan Lansia dan
Disabilitas.
Noor Jannah menyebutkan konsep religiusitas
menurut Emile Durkheim yang terbagi menjadi sacral
dan profan (Jannah,
2015). Sacral yaitu keyakinan terhadap Tuhan SangPencipta yang dapat direalisasikan sebagai segala
sesuatu yang berhubungan dengan Allah Swt (hablun min Allah),
sedang profan adalah hubungan dengan sesama
yang manfaatnya mendapatkan ketenangan
jiwa serta pada saatnya dapat mendekatkan
diri kepada Allah Swt (hablun min an-nās).
Konseling spiritual saat berhaji
menyeimbangkan kedudukan sacral
dan profan dalam bentuk
layanan lansia yang humanis, komunikatif, konsultatif serta sarat dengan nilai-nilai agama
Islam. Hal ini diberikan sesuai dengan konteks yang dihadapi lansia itu sendiri, sehingga konseling begitu bersifat personal dan privat.
Teknik Konseling Spiritual Pada Layanan Haji
Siti Rahmah menyebutkan beberapa teknik konseling spiritual menurut Richards dan Bergin (2007) yang
dicantumkan dalam jurnalnya
(Rahmah,
2015), kemudian oleh peneliti dianalisis menjadi
contoh intervensi konseling
spiritual pada layanan jemaah
haji lansia pada Tabel 1.
Tabel 1 Analisis Konseling Spiritual Richards dan Bergin dalam layanan jemaah haji lansia
|
No |
Intervensi |
Keterangan |
Contoh layanan jemaah haji lansia |
|
1 |
Counselor Prayer |
Pembacaan doa
bagi klien |
Petugas mendoakan jemaah lansia dapat mengembangkan tentang masalah
diri dan mempu mengatasinya |
|
2 |
Teaching Spiritual Concept |
Pemberian informasi tentang isu-isuteologis dan
konsep-konsep spiritual |
Petugas mendakwahkan
tentang nilai-nilai keimanan, kebenaran, cinta terhadap sesama, menghargai diri sebagai makhluk
Allah SWT, dll |
|
3 |
Reference to Scripture |
Membaca kitab suci untuk memantapkan keyakinan |
Petugas mengajak jemaah lansia untuk membaca dan menelaah ayat-ayat suci yang
relevan dengan masalah yang dihadapi |
|
4 |
Spiritual Self disclosure |
Konselor mengungkapkan
pengalaman spiritualnya sendiri untuk mempengaruhi klien |
Petugas bercerita
tentang pengalaman spiritualnya,
dan mencoba menjadikannya
model sebagai upaya penguatan
bagi jemaah lansia |
|
5 |
Spiritual Confrontation |
Menghubungkan ketidaksesuaian
klien dengan keyakinan spiritualnya |
Petugas mencoba menghubungkan antara nilai-nilai agama dengan
perbuatan atau kenyataan |
|
6 |
Spiritual Assesment |
Konselor menaksir
status spiritualitas atau keberagamaan
klien |
Petugas mengidentifikasi
sejarah keberagamaan jemaah lansia, dan menaksir kadar kesadaran beragamanya melalui
skala penilaian spiritual |
|
7 |
Counselor and Client
Prayer |
Doa bersama dalam pertemuan konseling |
Petugas mengajak jemaah lansia untuk sama-sama berdoa, berharap
mendapatkan ketenangan dan petunjuk kebaikan |
|
8 |
Encouragement for Forgiveness |
Berdiskusi tentang
makna memaafkan dan mendorong klien untuk memaafkan orang lain |
Petugas mendiskusikan
tentang akhlak “memaafkan”, baik untuk diri sendiri maupun orang lain
dengan jemaah |
|
9 |
Use of Religious
Community |
Memanfaatkan kelompok beragama klien sebagai sumber terapi |
Petugas memanfaatkan fatwa ulama yang dikenal
oleh jemaah, atau nasehat
tokoh yang dikagumi oleh jemaah dalam menanamkan rasa keberagamaan |
|
10 |
Client Prayer |
Dorongan kepada
klien untuk mau berdoa |
Petugas menasehati
jemaah lansia untuk banyak berdoa agar diberikan kebaikan dunia akhirat |
|
11 |
Religious Bibliotheraphy |
Penggunaan literatur keagamaan |
Petugas mendorong jemaah untuk mau membaca al Quran, ratib, dzikir, atau buku-buku
keagamaan dan lainnya |
Sumber: (Rahmah, 2015)
Dari hasil analisa ini dapat melahirkan suatu pola layanan konseling
spiritual yang khas dan sistematis
pada layanan jemaah lansia. Sebagai contoh, saat lansia
menghadapi perlakuan tidak
nyaman oleh sesama jemaah, maka
petugas PPIH Layanan Lansia
dan Disabilitas melihat gejala
ketidaknyamanan jemaah lansia, seperti cemberut, marah-marah, menggerutu, mogok makan, penurunan kesehatan, atau lainnya.
Menghadapi hal ini
yang dapat dilakukan oleh
petugas adalah antara lain misalnya
(1) mencari tahu penyebab permasalahan sambil memperhatikan
profil jemaah apakah tergolong
jemaah berwarna merah, kuning atau hijau (Ditjen
PHU, 2023); (2) mendengarkan cerita atau penuturan jemaah lansia; (3) meminta jemaah lansia untuk rileks, menarik nafas lewat hidung dan menghembuskannya lewat mulut secara
perlahan dan menggunakan taktil (sentuhan) untuk menciptakan suasana aman dan nyaman; (4) membujuk jemaah lansia dengan memperhatikan latar belakang atau asal
jemaah lansia; (5) Membimbing bersama melantunkan istighfar maupun dzikir lainnya; (6) menghibur jemaah lansia dengan cerita
hikmah; (7) memperdengarkan qiroatul
ayāh, surat-surat pendek, asma al husna atau doa-doa ma’tsurah; (8) menasehati
dengan hikmah dan mau’idzoh hasanah agar mau memaafkan, mengikhlaskan, melapangkan dada atas segala kejadian tidak nyaman yang terjadi
di saat berhaji, baik bersumber
dari manusia, alam atau cuaca maupun kondisi
yang tidak menentu; (9) menuntun
jemaah haji lansia bersama-sama melantunkan shalawat Nabi; dan (10) mengajak
untuk bersemangat melakukan berbagai
aktivitas yang bisa menjadi pengisi
hari-hari di tanah suci berikutnya, hingga keabsahan ibadah haji dan keutamaannya
dapat diraih; (11) menghubungi
tim medis jika kesehatan jemaah semakin menurun; dan lainnya.
Hal ini
menjadi salah satu solusi
dalam upaya konseling
spiritual bagi permasalahan yang berkaitan
dengan permasalahan profan
(sesama manusia) dengan mengarahkan
kepada spiritual sacral (hubungan kepada Tuhan).
Gambar 1 merupakan alur simulasi konseling spiritual pada
permasalahan profan yang dialami jemaah haji lansia.
%20Revisi%20-%20806_files/image002.jpg)
Gambar 1. Simulasi
Pola Konseling Spiritual pada jemaah
haji lansia yang menghadapi
masalah profan. Sumber: Penulis
Pola di atas sebenarnya
tidak mutlak, bisa jadi lebih sederhana, tergantung
pada kasus yang dihadapi petugas PPIH layanan lansia. Selain itu, langkah yang nampak dalam pola tersebut mengharuskan kejelian petugas PPIH layanan lansia terhadap sisi kebutuhan jemaah haji lansia dalam menghadapi permasalahannya,
seperti memperhatikan konteks
asal daerah, bahasa yang digunakannya, kesukaan jemaah, dan sebagainya sehingga tindakan konseling yang dilakukan menjadi lebih efektif.
Metode pendekatan
konseling spiritual dapat dilakukan secara bervariasi.
Angel Rivera menegaskan bahwa
dalam melakukan konseling spiritual tidak ada standar khusus, semuanya bergantung kepada kebutuhan konseli (individu yang membutuhkan konseling).
Biasanya konselor mengarahkan
konselinya sesuai dengan sistem
kepercayaan yang dimilikinya
dengan menggunakan perangkat
(tools) yang disesuaikan sehingga memudahkan proses konseling itu
sendiri (Rivera, 2024).
Beberapa prinsip
yang perlu dibangun saat melakukan konseling spiritual oleh petugas PPIH layanan
lansia, yaitu:
1. Niat karena Allah
2. keyakinan dapat memahami jemaah
dan mengembangkan perasaan positif
3. memotivasi jemaah dan membantu mereka mencapai yang
terbaik
4. membuat rancangan perangkat (tools) yang akan
digunakan untuk membantu jemaah mencapai perkembangan
personal dan perubahan sosial jemaah
Beberapa langkah
dalam metode konseling spiritual Richards dan Bergin di atas dapat diselaraskan dengan konsep
“konseling spiritual” penyucian
jiwa (tazkiyatu
an nafs) milik Imam al-Ghazali,
yaitu Takhali (tahap penyucian diri), Tahalli (tahap
pengembangan diri) dan Tajalli (tahap penemuan diri). Tahap Takhali mengajak jemaah untuk mau merefleksikan diri, beristighfar, dan membersihkan
diri dari kebiasaan dan sifat-sifat buruk lainnya; tahap keduanya Tahalli, yaitu mengembangkan potensi-potensi
positif yang ada pada diri jamaah,
serta membangun nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan; tahap ketiga yaitu Tajalli,
di mana jemaah telah mengenal
dirinya dan senantiasa mengagungkan Allah SangPencipta
di mana dan kapanpun (Wijaya,
2021).
Gambar 2 merupakan ilustrasi pemanfaatan
konsep Tazkiyatun Nafs Imam
Al Ghazali dalam konseling spiritual pada permasalahan sacral.
%20Revisi%20-%20806_files/image004.gif)
Gambar
2. Simulasi Pola Konseling Spiritual
pada jemaah haji lansia
yang menghadapi masalah Sacral. Sumber: Penulis
Meski tidak terlalu mendalam,
konsep Al Ghazali ini dapat dilakukan
oleh petugas PPIH layanan lansia
dalam menyelesaikan masalah sacral, yaitu permasalahan jemaah haji lansia dalam pelaksanaan peribadatan, baik fisik maupun mental, seperti ingin umrah berkali-kali, ingin senantiasa beribadah di Masjidil Haram,
ingin dapat mencium Hajar
Aswad, atau bertaubat berlebihan,
dan sebagainya.
Jadi, permasalahan
pada jemaah lansia, baik
yang bersifat profan maupun
sacral, sebenarnya juga dapat
dilayani dengan beberapa metode yang mungkin dapat membantu agar pelayanan
lebih maksimal dan sistematis. Kedua model yang diajukan dalam tulisan ini, dapat
menjadi referensi tapi tidak menutup kemungkinan
adanya pemanfaatan model yang lebih aplikatif dan bersifat campuran karena permasalahan yang dihadapi di lapangan sebenarnya jauh lebih kompleks.
Sebagai pertimbangan
akan urgensinya konseling spiritual kepada jemaah haji lansia ini adalah
hasil penelitian Dadang Hawari (1999) dalam Rahmah
(2023) tentang sikap religiusitas pada lansia, bahwa semakin religius
lansia maka penyembuhan penyakitnya lebih cepat, dan lebih kuat menghadapi tekanan maupun stress dibanding
yang non-religius, karena gangguan mental emosional mereka
lebih kecil. Begitupula lansia yang religius bersikap lebih tenang dan tabah dalam menghadapi kematian sebagai tempat kembali daripada
yang non-religius (Rahmah, 2015). Hasil
penelitian tersebut diharapkan menjadikan
tindakan konseling
spiritual jemaah lansia merupakan salah satu solusi bagi permasalahan pada
program haji ramah lansia.
Totalitas petugas dalam melaksanakan
layanan jemaah lansia ini mengurangi kekhawatiran, ketakutan maupun keraguan akan ibadah yang dilakukan oleh para jemaah lansia. Salah satu fungsi koordinasi mereka adalah sejak dari tanah
air, di embarkasi, bandara keberangkatan, saat penerbangan, di bandara kedatangan,
hotel di Makkah dan Madinah, saat ibadah haji puncak
di Arafah-Muzdalifah-Mina, hingga di debarkasi saat kembali
ke tanah air, seluruhnya mendapat pelayanan karena
komunikasi dan koordinasi antar tim
petugas PPIH tidak terputus.
Selain itu, dalam kesempatan berinteraksi dengan jemaah haji lansia, petugas PPIH layanan lansia dan disabilitas ini sangat penting berkoordinasi dengan petugas PPIH kloter
yang mendampingi jemaah selama perjalanan haji.
Melalui konseling
spiritual, nilai-nilai penghormatan,
kebersamaan, persaudaraan
dan persatuan mewarnai
program haji ramah lansia sehingga para jemaah lansia tetap sehat, aktif dan
mandiri selama menjalankan
ibadah di tanah suci.
KESIMPULAN
Upaya
Konseling Spiritual sebenarnya
telah dilakukan oleh Tim PPIH Layanan
Lansia dan Disabilitas khususnya
pada jemaah lanjut usia
pada pelaksanaan Ibadah Haji 1445H/2024M, tetapi belum terprogram secara nyata sebagai suatu wujud konseling spiritual.
Tindak lanjut dari temuan ini adalah konseling
spiritual dapat dilakukan secara sistematis tetapi fleksibel, sesuai dengan
konteks permasalahan yang dihadapi jemaah lansia. Koseling spiritual dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan baik profan (sesama manusia) maupun
sacral (kepada SangPencipta).
Konseling spiritual petugas PPIH layanan lansia dan
disabilitas pada permasalahan profan dapat dilakukan dengan memanfaatkan bentuk konseling spiritual Richards dan Bergin serta
mengadaptasinya pada layanan jemaah haji lansia, seperti dengan mengajak doa
bersama; mengajarkan konsep-konsep spiritual, seperti beriman, taqwa, sabar,
dan lainnya; referensi kitab suci, yaitu dengan membaca Al Qur’an maupun
memahami maknanya; menyimak pengalaman spiritual jemaah; menasehati dan
mengajak untuk memaafkan atau melapangkan dada dengan berzikir; pemanfaatan
kelompok beragama, seperti mengingat ajaran Rasulullah Saw, Sahabat, maupun
para ulama; memotivasi jemaah untuk selalu berdoa; maupun mendorong jemaah
lansia untuk memanfaatkan biblioterapi keagamaan, seperti membaca surat-surat
yang biasa dibaca dalam Al Qur’an, membaca ratib, asmaul husna, dan lainnya.
Sedangkan untuk permasalahan sacral, maka petugas PPIH
layanan lansia dan disabilitas dapat merujuk pada konsep imam Al Ghazali
tentang “konseling spiritual” penyucian jiwa (tazkiyatu an
nafs), yaitu Takhali, Tahalli dan Tajalli. Tahap Takhali
mengajak jemaah untuk mau merefleksikan diri, beristighfar, dan membersihkan
diri dari kebiasaan dan sifat-sifat buruk lainnya; tahap keduanya Tahalli,
yaitu mengembangkan potensi-potensi positif yang ada pada diri jamaah, serta
membangun nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan; tahap ketiga yaitu Tajalli,
di mana jemaah telah mengenal dirinya dan mengagungkan Allah SangPencipta.
Rekomendasi penelitian ini adalah bahwa konseling
spiritual dapat dilakukan sebagai suatu program yang direncanakan bagi PPIH
umumnya, maupun petugas PPIH Layanan Lansia dan Disabilitas khususnya sebagai
salah satu aksi nyata guna merealisasikan suksesnya program Haji Ramah Lansia,
dan dimasukkan dalam rencana kerja lapangan (RKL) yang disusunnya. Hal ini akan
memberi dampak pada upaya tidakan konseling yang lebih sistematis dan
terencana, sehingga membawa dampak positif terhadap kenyamanan, keamanan, kesehatan,
maupun kemandirian jemaah lansia dalam beribadah.
Penggunaan model konseling spiritual ini, baik profan maupun sacral
dapat dilakukan pengembangan berikutnya bagi petugas PPIH bersama kloter yang
memiliki kesempatan berinteraksi dan mendampingi jemaah haji lansia selama
perjalanan haji dengan variasi metode yang khas.
Pada sisi lain, rekrutmen petugas PPIH Layanan Lansia
dan Disabilitas mengisyaratkan perlunya pemahaman tentang konseling spiritual
ini sejak awal, sehingga saat menurunkan dalam program RKL lebih luwes dan
terintegrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Desfianti, W.G. (2024) Bimtek PPIH 2024,
Layanan Lansia Jadi Aspek Kritis yang Harus Dipahami Petugas. Available at:
https://haji.kemenag.go.id/v5/detail/bimtek-ppih-2024-layanan-lansia-jadi-aspek-kritis-yang-harus-dipahami-petugas.
Ditjen PHU (2023) Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia.
Hamid, N. (2023) ‘Strategi Bimbingan Manasik Haji Jemaah
Lanjut Usia: Studi Di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Dan Umrah (Kbihu) Hajar
Aswad Yogyakarta’, MD, Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
09(2).
Jannah, N. (2015) ‘Bimbingan Konseling Keagaman Bagi
Kesehatan Mental Lansia’, Konseling Religi, 6(2), pp. 355–380. Available
at:
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/konseling/article/viewFile/1034/946#:~:text=Karena
bimbingan dan konseling agama,menua dengan senang menerima diri.
Junaedi, A. (2023) ‘Upaya Dalam Memberikan Bimbingan
Spiritual Pada Lansia Di Desa Karangpranti Kecamatan Pajarakan Kabupaten
Probolinggo’, PKMSISTHANA, 5(1). Available at:
https://jurnal.stikeskesdam4dip.ac.id/index.php/PKMSISTHANA/article/view/346.
Justitia, D. (2014) Konseling Spiritual dalam Meningkatkan
Wellness Lansia.
Mahmudah, A. (2020) Pengaruh Psychoreligius Care:
Bershalawat terhadap Penurunan Kecemasan Dan Peningkatan Kualitas Tidur Pada
Lansia Di Kota Surabaya. Available at:
https://repository.unair.ac.id/108092/.
Naufa, A. (2023) Jamaah Haji Lansia dan Penyandang
Disabilitas Dapat Perlakuan Khusus. Available at:
https://nu.or.id/nasional/jamaah-haji-lansia-dan-penyandang-disabilitas-dapat-perlakuan-khusus-dZNxm.
Nursaadah, O. (2022) ‘Penerapan Model Konseling Spiritualitas
untuk Lanjut Usia dalam Menurunkan Gangguan Kecemasan’, Biyan, 4(2).
Available at:
https://jurnal.poltekesos.ac.id/index.php/biyan/article/view/717/417.
PHU Kemenag RI, D. (2023) ‘Mitigasi Layanan Untuk Jemaah Haji
Lanjut Usia Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi’.
Rahmah, S. (2015) ‘Pendekatan Konseling Spiritual Pada Lanjut
Usia (LANSIA)’, Al hiwar, 03(05), pp. 34–47.
Rivera, A. (2024) The Benefits of Spiritual Counseling,
thrivetalk. Available at:
https://www.thrivetalk.com/spiritual-counseling/.
Santoso, A. (no date) Konseling Spiritual. Surabaya.
Available at: https://digilib.uinsa.ac.id/20035/7/Konseling Spiritual
upload.pdf.
Wijaya, F. (2021) ‘Agama dan Spiritual dalam Bimbingan
Konseling’, Al Insan, 2(1), p. 31. Available at:
file:///C:/Users/bmnbd/Downloads/124-Article Text-387-1-10-20211130.pdf.