PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA ARAB SISWA KELAS IX E MTSN 1 SERANG
Ellyza*
*MTsN 1 Kota Serang
*E-mail: ellyza.amin@gmail.com
Abstract
Speaking is one of four language-learning
aspects. Based on experience, this aspect is difficult to develop because
students are afraid to speak. However, the researchers tried to solve the
problem by applying different learning methods. The method chosen is role play.
The researcher conducted action research by applying the role-play method to 32
IX E MTsN 1 Serang City
students. The action research used the Kemmis-McTaggart
model in two cycles. In the action research, the variables measured were the
increase in students' speaking skills and opinions on applying the role-play
method. The analysis results showed that the students' speaking ability
increased from cycle I to cycle II, namely the average class result in the
first cycle was 71.88%. In the second cycle, the class average was 88.28%,
meaning an increase of 16.40%. Thus, the researcher concludes that the role-play
method can help students improve speaking skills in Arabic subjects. In
addition, students generally stated that they were happy with the use of the role-play
method.
Keywords: speaking skill, Arabic, role play.
Abstrak
Salah satu
asepek pada mata pelajaran Bahasa asing adalah kemampuan berbicara. Berdasarkan pengalaman aspek ini sulit untuk
dikembankan karena para siswa seperti ketakutan
untuk berbicara. Namun demikina peneliti mencoba untuk memecahkannya dengan menerapkan metode pembelajaran berbeda. Metode yang dipilih adalah role play. Untuk mengjicobanya peneliti melakukan penelitian tindakan dengan menerapkan metode role play kepada 32 peserta didik IX E MTsN 1 Kota Serang. Penelitian tindakan menggunakan pola Kemmis-McTaggart sebanyak dua siklus. Pada penelitian tindakan tersebut variabel yang diukur adalah peningkatan
kemampuan berbicara dan pendapat peserta didik terhadap penerapan metode role play. Hasil
analisis didapatkan bahwa kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai
siklus II, yaitu hasil rata-rata kelas pada siklus I sebesar 71.88% dan pada siklus II rata-rata kelas yaitu 88.28%, artinya mengalami peningkatan sebesar 16.40%. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa metode role play dapat membantu peserta didik untuk
meningkatkan kemampuan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Arab. Selain itu peserta
didik di akhir siklus pada umumnya menyataka bahwa mereka senang dengan
penerapan metode role play.
kata kunci: kemapuan berbicara, bahasa arab, role play.
PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran
merupakan proses pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Kompetensi
tersebut diperlukan dirinya untuk hidup
dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi siswa menjadi
kompetensi yang diharapkan.
Bahasa Arab adalah salah satu mata pelajaran
di madrasah yang bertujuan untuk
memfasilitasi para siswa memiliki keterampilan berbahasa asing. Bahasa Arab di
madrasah dipersiapkan untuk
pencapaian kompetensi dasar berbahasa, yang mencakup empat keterampilan berbahasa yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Meskipun begitu, pada tingkat pendidikan dasar dititikberatkan pada kecakapan menyimak dan berbicara sebagai landasan berbahasa (Direktorat Pendidikan
Madrasah, 2007).
Berbicara adalah
aktifitas berbahasa yang penting dalam kehidupan
sehari-hari setelah aktifitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarkan, manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu berbicara. Berbicara juga merupakan kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran
dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara
berhadapan ataupun dengan jarak jauh.
Moris dalam Novia (2002:54)
menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota
masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Sedangkan,
Wilkin dalam Maulida
(2001:14) menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa dewasa ini
adalah untuk berbicara. Lebih jauh lagi Wilkin dalam Oktarina (2002:45) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
Keterampilan berbicara
bahasa Arab merupakan salah
satu dari keterampilan yang empat yang harus dikuasai anak didik ketika
mengalami proses pembelajaran
bahasa Arab (Ali Al-Auly:
1982). Berbicara bahasa
Arab memiliki karekteristik
yang berbeda dengan bahasa lainnya bila dilihat dari
fungsinya sebagai alat komunikasi (multibahasa).
Seorang siswa
belum dapat dikatakan menguasai bahasa Arab kalau belum menggunakan bahasa itu untuk
berbicara walaupun mendapatkan nilai yang bagus dalam penguasaan
kosakata dan tata bahasanya.
Sekalipun diakui bahwa seseorang tidak akan mungkin
dapat berbicara dengan bahasa Arab yang baik jika pengetahuan
kosakata dan tata bahasanya
rendah (Faisal Hendra: dalam
Diklat, 2005).
Kegiatan berbicara
sebenarnya merupakan kegiatan yang menarik dan ramai dalam kelas
bahasa. Akan tetapi seringkali menjadi tidak menarik dan tidak merangsang partisipasi siswa sehingga membuat suasana menjadi kaku dan macet dikarenakan keterbatasan penguasaan kosakata dan tata bahasa. Namun demikian,
kunci keberhasilan kegiatan tersebut sebenarnya ada pada guru. Apabila guru dapat memilih secara tepat topik pembicaraan
yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, dan memiliki kreatifitas dalam mengembangkan model-model pembelajaran
berbicara yang banyak variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi.
Hasil observasi awal
di kelas IX E MTsN 1 Kota Serang diperoleh gambaran bahwa siswa masih banyak
kurang terampil berbicara dengan bahasa Arab di lingkungan kelas dan madrasahnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang siswa diperoleh gambaran bahwa mata pelajaran
bahasa Arab masih dikategorikan mata pelajaran sulit dan membosankan karena banyak Nahwu dan Sharaf serta hapalan-hapalan lainnya yang kurang menyentuh kehidupan sehari-hari siswa. Dilihat dari nilai
ulangan harian siswa kelas IX E MTsN 1 Kota Serang dalam mata pelajaran
bahasa Arab yang hanya menunjukkan 9 siswa yang mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yaitu 75.
Berbagai usaha
telah dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan tersebut diatas, seperti melakukan diskusi atau tanya jawab
dalam kelas dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar bahasa
Arab. Tetapi usaha itu belum mampu
merangsang siswa untuk aktif belajar
dan berbicara bahasa Arab, karena siswa yang menjawab pertanyaan guru, cenderung didominasi oleh beberapa orang saja. Sedangkan siswa yang lainnya hanya mendengarkan
dan mencatat informasi yang
disampaikan temannya. Usaha
yang dilakukan guru tampaknya
belum membuahkan hasil yang optimal dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Arab siswa.
Permasalahan kemampuan
berbicara siswa yang rendah perlu segera
diatasi. Metode pembelajaran yang tepat sangat diharapkan untuk keefektifan pembelajaran.
Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah metode bermain
peran (role play). Metode
ini memungkinkan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran, mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan kooperatif dan kemampuan berpikir kreatif. Selain itu juga memungkinkan terciptanya suasa kondusif bagi siswa dalam
belajar, bekerjasama dengan teman, berinteraksi
dengan guru sehingga pembelajaran bahasa Arab dapat berlangsung secara efektif.
Secara bahasa
dalam kamus Bahasa
Indonesia Balai Pustaka (1994) bermain
peran adalah suatu aktifitas yang meniru aktifitas nyata yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, lengkap dengan aktifitas gerak, aktifitas berbicara, mendengar dan merespon sesuatu, serta aktifitas berinteraksi dengan orang lain. Metode bermain peran juga merupakan salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi
yang merupakan suatu istilah umum yang berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mengaplikasi
proses-proses perilaku atau
tingkah laku yang ditiru.
Bermain peran
atau role play adalah
metode pembelajaran yang didalamnya terdapat perilaku pura-pura (berakting) dari siswa sesuai dengan
peran yang telah ditentukan, dimana siswa menirukan situasi dari tokoh-tokoh
sedemikian rupa dengan tujuan mendramatisasikan
dan mengekspresikan tingkah
laku, ungkapan, gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antar manusia,
Disamping itu metode bermain peran juga merupakan metode pembelajaran sebagai bagian simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, actual, kejadian-kejadian yang muncul
pada masa mendatang (Wina
Sanjaya, 2006).
Metode bermain
peran dapat menimbulkan pengalaman belajar, seperti kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterpretasikan
suatu kejadian, Melalui bermain peran, siswa mencoba
mengeksplorasi hubungan-hubungan
antar manusia dengan cara memperagakan
dan mendiskusikannya, sehingga
secara bersama-sama para siswa dapat mengeksplorasi
perasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai, dan strategi pemecahan
masalah.
Dalam buku
yang berjudul Cerdas
di Kelas Sekolah Kepribadian
karya Dr. Abdul Munir Mulkan
(2002) dikatakan bahwa dalam permainan peran di kelas ada sembilan tahap
yang dapat dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, yaitu pemanasan kelompok, menentukan peran yang akan dilakukan, mengatur kelas sebagai setting, menyiapkan kelompok pengamat, memainkan peran, evaluasi, perbaikan dan generalisasi atau berbagi pengalaman.
Metode pembelajaran
bermain peran penekanannya terletak pada keterlibatan emosinal dan pengamatan indera ke dalam suatu
masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Tanpa disadari mempengaruhi proses psikologis
yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan
dan sistem keyakinan, yang dapat diangkat ke taraf sadar
melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian para siswa dapat menguji sikap
dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilkinya perlu dipertahankan atau diubah (Mulyasa, E, 2005).
Sehubungan dengan
itu penelitian melakukan sebuah penelitian tindakan kelas untuk mempelajari
penerapan metode bermain peran untuk
meningkatkan kemampuan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Arab.
Rumusan masalah
yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Bagaimana peningkatan kemampuan berbicara siswa melalui penerapan metode bermain peran pada siswa kelas IX E MTsN 1 Kota Serang pada mata pelajaran bahasa Arab?
Penelitian ini
diharapkan bermanfaat bagi siswa untuk
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada keterampilan berbicara bahasa Arab serta sikap mereka
yang termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Bagi guru dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan metode pembelajaran yang dapat dipakai dalam
upaya peningkatan mutu proses pembelajaran. Dan bagi sekolah/lembaga
penelitian ini dapat meningkatkan suasana kegiatan pengembangan profesi guru di sekolah untuk mengumpulkan
angka kredit pengembangan profesi guru.
METODOLOGI
Penelitian tindakan
dilakukan pada siswa kelas IX E MTsN 1 Kota Serang pada mata pelajaran bahasa Arab Semester 1 tahun pelajaran 2015/2016.
Desain penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa melalui metode
bermain peran pada mata pelajaran bahasa Arab siswa kelas IX E MTsN 1 Kota Serang. Dalam PTK guru mengorganisasi kondisi praktek pembelajaran dan belajar dari pengalamannya
sendiri, dapat mencobakan gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu
(Wiraatmaja, 2006).
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah mengetahui
cara penerapan metode pembelajaran bermain peran yang benar untuk meningkatkan
kemampuan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Arab kelas IX E MTsN 1 Kota Serang tahun 2015.
Model penelitian tindakan yang digunakan adalah model Kemmis dan Taggaret (1998) dengan putaran siklus perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi.
Penelitian dimulai
dari tahap pra survey hingga dilaksanakannya tindakan adalah 5 pekan. Sebagai tahap awal, dilakukan
pra survei pada pekan kedua bulan Agustus
2015 dengan melakukan tes awal bebicara
bahasa Arab materi perkenalan (التعارف) pada siswa kelas
IX E MTsN 1 Kota Serang. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian tindakan. Dan penelitian berakhir pada pekan kedua bulan September 2015.
Pelaksanaan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti
melalui Siklus I yang terdiri dari perencanaan,
tindakan dan pengamatan,
dan reflksi dan pada Siklus
II juga terdiri dari perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan refleksi
Teknik pengumpulan
data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui observasi, angket, jurnal harian siswa dan lembar karya siswa.
Data kuantitatif dianlisis menggunakan statistik deskriptif sedangkan data kualitatif dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif melalui langkah pengkodean data, pengelompokan data,
interpretasi dan penyimpulan.
Indikator keberhasilannya
penelitian dilihat dari 2 aspek. Pertama
keberhasilan proses yang dilihat
dari perkembangan proses pembelajaran. Kedua peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Arab. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan berbicara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan pada tiap siklusnya dengan batas ketuntasan
minimal (KKM) adalah 75. Selain
itu, banyaknya siswa yang mendapat nilai kemampuan berbicara diatas KKM sebanyak lebih dari 80%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Sebelum melakukan
penelitian, peneliti melakukan persiapan-persiapan
yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian. Langkah pertama adalah pemberian pretest kemampuan berbicara pada tanggal 12 Agustus 2015 dan perlakuan diberikan selama 4 kali pertemuan dan terbagi dalam 2 siklus. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 19-26 Agustus 2015, sedangkan siklus II dilaksanakan pada tanggal 2-9
September 2015. Sebelum pelaksanaan
tindakan kelas, peneliti memberikan penjelasan bahwa kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan adalah kegiatan pembelajaran menggunakan metode bermain peran, yaitu dengan
cara siswa memerankan masing-masing tokoh
yang ada pada tema percakapan dengan memperagakannya dan mendemonstrasikannya
didepan kelas secara berkelompok.
Hasil tes kemampuan
berbicara sebelum adanya tindakan berdasarkan pretest yang diberikan
adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Hasil Tes
pada Pra Tindakan/Siklus
Tabel diatas
menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa sebanyak 43.75% telah tuntas belajar
pada Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 75. Hal ini
berarti masih terdapat 56.25% siswa belum tuntas belajar.
Sedangkan rata-rata tes kemampuan berbicara siswa pada pra penelitian tindakan kelas sebesar 55.35% yang berarti masih dibawah
nilai batas KKM.
Siklus I
Dengan perencanaan
tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap dalam metode bermain
peran secara keseluruhan pada siklus pertama. Dan diakhir siklus diberikan tes akhir untuk
mengetahui adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. Adapun hasil tes berbicara
bahasa Arab siswa pada akhir siklus I disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil Tes
Pada Siklus I
Tabel diatas
memberikan informasi bahwa adanyan peningkatan
rata-rata hasil belajar siswa sebelum dan sesudah penelitian tindakan kelas menjadi 76.75.
Jika dilihat dari
indikator hasil pada
rata-rata hasil tes kemampuan berbicara siswa menandakan bahwa masih sedikitnya
siswa yang melampai batas ketercapaian ketuntasan. Hal ini dikarenakan rata-rata ketuntasan minimalnya yaitu 75. Juga pada siklus I masih terdapat 12 siswa yang belum memenuhi batas ketuntasan minimal meski rata-rata siswa yang tuntas masih pada taraf interval yang normal. Hal ini
menunjukkan hasil yang belum optimal sehingga perlu diadakan kembali pembelajaran pada siklus II yang merupakan refleksi sebagai tujuan melakukan evaluasi hasil tindakan penelitian yang telah dilakukan pada siklus I.
Siklus II
Dengan perencanaan
tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan Evaluasi, masih melalui proses pembelajaran metode bermain peran yang diterapkan secara keseluruhan dan diakhir siklus diberikan tes untuk
mengetahui adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan.
Adapun hasil tes
berbicara bahasa Arab siswa pada akhir siklus II sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Hasil Tes
pada Siklus II
Berdasarkan tabel
diatas, dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 adalah sebanyak 29 siswa yang berarti 90.63 % dari jumlah siswa sebanyak
32 orang. Sedangkan siswa
yang memperoleh nilai <
75 sebanyak 3 orang yang berarti
9.37%, dengan rata-rata nilainya
adalah 84.13. Secara klasikal hasil belajar berupa
kemampuan berbicara siswa pada pembelajaran siklus II sudah mencapai target karena melebihi indikator yang ditetapkan 80%.
Dan sebagai
refleksinya data hasil observasi pada siklus II setelah diobservasi, menunjukkan bahwa selama pembelajaran dengan metode bermain
peran pada siklus II tidak terdapat kendala yang berarti dan secara keseluruhan pelaksanaannya berlangsung dengan baik dan lancar. Hal ini dapat dilihat dari
indikator keberhasilan hasil belajar dalam
pembelajaran melalui metode bermain peran telah tercapai.
Penilaian hasil belajar berupa rata-rata kemampuan berbicara mencapai 84.13, yang berarti melebihi KKM yang sudah ditentukan yaitu 75 dengan siswa yang tuntas sebanyak 29 orang
(90.63%).
Pada akhir
siklus pertama dan akhir siklus kedua
disebarkan angket untuk mengetahui perasaan peserta didik emgenai penerapan
metode role play. Angket
terdri dari 2 komponen utama yaitu perasaan peserta ketika mengikuti pembelajaran menggunakan metode role play
dan kendala yang dialami.
Pada akhir
siklums pertama 17 dari 32 peserta didik (53.15%) peserta didik kesulitan mengikutu pembelajaran dengan metode role play. Mereka menyatakan bahwa kedala mengikuti
role play karena takut untuk berbicara. Di akhir siklus kedia
hany 4 oarang saja (12.50%) yang kesulitan mengikuti pembelajaran menggunakan metode role play
dengan alasan yang reatif sama.
Pembahasan
Untuk mengetahui
perubahan kemampuan berbricara pada peserta didik dilakukan tabulasi perbandingan. Perbandinga data-data yang diperoleh
dari pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4 Perbandingan
Hasil Kemampuan Keterampilan
Berbicara Siswa dengan Bermain Peran
Berdasarkan tabel
diatas telihat bahwa kemampuan keterampilan berbicara bahasa Arab siswa mengalami peningkatan. Siswa dinyatakan tuntas apabila nilai lebih dari
ketuntasan Kriteria Minimal
(KKM) yaitu 75. Indikator keberhasilan penelitian dapat dilihat dari
peningkatan rata-rata kemampuan
keterampilan berbicara siswa dari tiap
siklusnya. Dari tabel rata-rata
kemampuan keterampilan berbicara pada pra siklus adalah 67.91. Setelah adanya perlakuan pada siklus I diperoleh peningkatan rata-rata kemampuan keterampilan berbicara siswa menjadi 76.75. Dan meningkat juga setelah adanya perlakuan pada siklus II, diperoleh rata-rata kemampuan keterampilan berbicara meningkat menjadi 84.13.
Data-data tersebut memperlihatkan
bahwa metode role play
berdampak terhadap peningkatan kemampuan berbicara.
Dengan demikian
peneliti dan observer memutuskan
kemampuan berbicara pada materi “peringatan perayaan Maulid Nabi Muhammad
saw” meningkat melalui pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran, sehingga penelitian tindakan kelas diakhiri pada siklus II.
Selain dilihat
dari indikator keberhasilan melalui peningkatan rata-rata kemampuan berbicara siswa yang menandakan sebagai ketuntasan klasikal, indikator keberhasilan penelitian juga dilihat dari peningkatan ketuntasan secara individual dengan melihat dari banyaknya siswa yang tuntas pada tes kemampuan berbicara
bahasa Arab siswa melebihi 80%. Sebagaimana dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1 Peningkatan Persentase
Banyaknya Siswa yang Tuntas
Pada grafik diatas
terlihat bahwa batang peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari
75 mengalami penurunan dari pra siklus
56.25%, siklus I 37.50%, dan siklus
II 9.37%. Hal ini berimplikasi
pada meningkat banyaknya siswa yang tuntas dari pra siklus
sebanyak 43.75%, siklus I
62.50% dan siklus II 90.63%. Dengan
demikian, terjadi peningkatan kemampuan penalaran siswa secara individual.
Bermain peran
atau role play adalah
metode pembelajaran yang didalamnya terdapat perilaku pura-pura (berakting) dari siswa sesuai dengan
peran yang telah ditentukan, dimana siswa menirukan situasi dari tokoh-tokoh
sedemikian rupa dengan tujuan mendramatisasikan
dan mengekspresikan tingkah
laku, ungkapan, gerak-gerik seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.
Melalui kegiatan tersebut peserta didik dirangsang untuk mencoba membiasakan
diri berbicara dalam Bahasa Arab.
Permasalahan untama
belajar berbicara pada pembelajaran Bahasa asing adalah kurangnya ferekuensi pada untuk menyajikan latihan berbicara. Jadi sebenarnya masaha kesulitan berbicara pada siswa adalah karena tidak
biasa. Oleh karena itu ketika guru merangsang para siswa untuk berbicara tanpa takut salah dan hanya berbicara dengan teman dengan
diawali proses saling membetukan seperti pada role
play yang disajika dalam
penelitian tindakan ini maka sedikit-demi
sedikit keberanian berbicara meningkat. Denga berkurangnya rasa takut untuk berbicara maka penyebab kesulitan
telah berkurang dan para siswa mulai dapat
berlatih berbicara lebih lancar.
Tentu saja
pada kali pertama para siswa
merasa kesulitan mengikuti pembelajaran berbicara dengan metode role paly seperti
yang ditunjukkan oleh 17 orang peserta
didik di siklus pertama. Mereka punya karakter pendiam sehingga takut untuk berbicara. Berbicara dengan teman dengan Bahasa sendiri saja jarang
pembelajaran berlangsung. Apa lagi berbicara
dalam bahasa asing. Namun demikian
seiring dengan seringnya pembiasaan dan pembetulan maka rasa takut tersebut perlahan berkurang sehngga di akhir siklus hanya tinggal
4 orang saja yang masih menyatakan takut berbicara.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di kelas IX
E MTsN 1 Kota Serang tahun pelajaran 2015 dan dari analisis data-data diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan siswa berbicara dengan menggunakan metode bermain peran dapat meningkat
dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya rata-rata kemampuan berbicara bahasa Arab siswa dari pra
siklus ke siklus I dan siklus II.
Berdasarkan angket,
dapat diketehui bahwa siswa kelas
IX E suka dan senang bila pembelajaran berbicara bahasa Arab menggunakan metode bermain peran karena
dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Disamping itu, guru juga dapat mengembangkan inovasi dan kreatifitas dalam proses pembelajaran. Siswa juga perlu diberikan kemampuan untuk menerapkan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari dimana guru sebaiknya melatih siswa sesering mungkin guna mengembangkan
potensi siswa.
Berdasarkan hasil
penelitian tersebut metode role play dapat dijadikan pertimbangan sebagai salah satu metode untuk pembelajaran
berbicara. Tentu saja cara penerapannya
dapat berbeda-beda sesuai dengan gaya
megajar guru dan karakter peserta didik.
Alhamdulillah, dengan terselesainya
penulisan jurnal ini, penulis mengucapkan
terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:
1.
Kepala Madrasah Tsanawiyah
Negeri 1 Kota Serang, Ibu Hj.
Umi Kulsum Umayah, M. Pd. atas dukungan dan motivasinya.
2.
Kepala Tata Usaha MTsN
1 Kota Serang, Ibu Nining Yulianingsih atas dukungan dan motivasinya.
3.
Ketua MGMP Bahasa Arab MTsN 1 Kota Serang, Ibu Hj. Sufroh yang sudah memberikan masukan dan motivasi untuk kenaikan golongan ini.
4.
Rekan Guru MTsN
1 Kota Serang yang selalu memotivasi dan memberi banyak pencerahan atas tersusunnya jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ainin, M, dkk. (2006). Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Miskat.
Arikunto, Suharsimi.
(2002). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi, Jakarta.
Djamarah, Bahri,
Saiful dan Azwar Zein. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. (2002). Ringkasan
Kurikulum dan Hasil Belajar,
Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas.
Direktorat Pendidikan Madrasah. (2007).
Fuad, Affendy. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Hendra, Faisal. (2005). Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab: Diklat Fasilitator
Guru Bidang Studi Bahasa
Arab Madrasah Tsanawiyah se-Indonesia, Jakarta.
Hidayat, D. (2003). Bahasa Lisan, bukan Bahasa Tulisan, untuk menciptakan biiah ‘Arabiyah. Makalah, dibacakan pada Sem-lok “Pengembangan Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah”, Jakarta.
Ibrahim dan Darsono. (2008). Fasih Berbahasa Arab I untuk Kelas IX
Madrasah Tsanawiyah, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Kamus Bahasa Indonesia. (1994). Balai
Pustaka.
Matsna, Erta
Mahyudin. (2012). Pengembangan
Evaluasi dan Tes Bahasa
Arab. Tangerang Selatan: Alkitabah.
Muhammad, Muhammad Abdul
Khaliq. (1989). Ikhtibarat al-lughah. Riyadh: ‘Imadah Su’un al-Maktabat-Jami’at al-Malik Sa’ud.
Munir, Mulkhan, Abdul. (2002). Cerdas
di Kelas Kepribadian.
Ruestiyah. (1991). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana, Nana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. (1990). Pengajaran
Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Usman, Uzer, Moh. (1995). Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahab, Muhbib
Abdul. (2007). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab Yang Fun (Menyenangkan).
Jakarta.