PENERAPAN METODE LINGKAR
AMANAH BUDAYA MELALUI MEDIA PODCAST PADA MATA PELAJARAN SEJARAH
Arif Budiman
Madrasah Aliyah
Negeri 21 Jakarta, Indonesia
E-mail: arifbudiman@man21-jkt.sch.id
Abstract
One of the challenges of studying history is that
students need to be more interested and excited. One of the solutions is
changing the way of teaching through various innovations. The author has
created and implemented the LAB method. The LAB method is an acronym for
Lingkar Amanah Budaya, a class discussion format to question the benefits of
history. Amanah Budaya itself is an acronym for A=apa (what), Man= manfaat
(benefit), ah=sejarah (history), Bu= buat (for), D=diri (self), and S=saya
(me). This method uses Podcast
media. The teacher records discussion themes in video format and uploads them
on social media as discussion material. The teacher instructs the students to
discuss the articles. Theoretically, this method allows students to play an
active learning role, such as speakers, MCs, panelists, commentators,
note-takers, entertainment performers, camera operators, etc. During the
activity, the teacher also performed national anthems, entertainment songs, and
light music. The results of the evaluation and polling show that students participated
enthusiastically in the learning activities and gained an indication of an
increase in learning outcomes. Apart from that, there were facts that even
though the theme was history, there was interesting contemporary conversation
about the music. It leads to contextualized learning. The author recommends
that other teachers implement and develop the method as an innovation to
improve the quality of education in History subjects.
Keywords: history subjects; podcast; learning; LAB method
Abstrak
Salah satu tantangan belajar mata pelajaran Sejarah adalah tidak
menarik dan membosankan. Salah satu solusi untuk mengubahnya adalah mengubah
cara mengajar melalui berbagai inovasi. Penulis mencoba melakukan inovasi dengan
menciptakan dan menerapkan metode LAB. Metode LAB merupakan akronim dari
Lingkar Amanah Budaya yaitu format diskusi kelas mempertanyakan Apa Manfaat Sejarah Buat Diri Saya (Amanah
Budaya, yaitu istilah baru yang berarti A=Apa,
Man=Manfaat, ah=Sejarah, Bu=Buat, D=diri, dan Saya=saya. Pada penerapannya metode ini
menggunakan media PODCAST. Guru
merekam tema diskusi dalam format video kemudian diunggah di media sosial
sebagai bahan diskusi. Guru memberi instruksi kepada siswa untuk
berdiskusi mengenai tema dalam Podcast.
Secara teoretis metode ini memungkinkan siswa berperan secara aktif seperti
menjadi pemakalah, mc, panelis,
komentator, notulen, pengisi hiburan, kameramen dan lain sebagainya.
Selain diskusi, disajikan juga kegiatan pembawaan lagu kebangsaan, lagu hiburan
hingga pemutaran musik-musik ringan. Hasil evaluasi dan jejak pendapat
menunjukan bahwa siswa mengikuti pembelajaran dengan antusias dan diperoleh
indikasi adanya peningkatan hasil belajar. Selain itu, ditemui fakta bahwa meskipun
temanya sejarah, namun terjadi obrolan kekinian yang menarik seputar tema. Hal
itu menunjukkan bahwa terjadi kontekstualisasi dalam pembelajaran. Penulis
merekomendasikan guru lain menerapkan dan mengembangkannya sebagai salah satu
inovasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran pada mata pelajaran Sejarah.
Kata
Kunci: mata pelajaran sejarah; podcast; pembelajaran; metode LAB
PENDAHULUAN
Salah satu masalah utama pembelajaran sejarah adalah pembelajaran
yang membosankan dan tidak menarik. Para siswa banyak yang menganggap bahwa
pembelajaran sejarah kurang bermanfaat karena hanya mempelajari peristiwa di
masa yang sudah lewat. Selain itu mata pelajaran sejarah sering dibandingkan
dengan mata pelajaran lain seperti Fisika, Kimia, Ekonomi dan lain sebagainya,
sehingga mata pelajaran sejarah berkesan kuno dan kurang bermanfaat (Magdalena et.al, 2020).
Pembelajaran
sejarah yang ideal adalah pembelajaran yang mengajak anak-anak berbicara
mengenai kehidupan. Mata pelajaran sejarah buka hanya masa lalu tapi masa kini (Indonesia,
2010). Belajar sejarah bukan menghafal angka tahun
dan tempat sejarah, tapi lebih dari itu. Pembelajaran sejarah adalah proses
dialektika seseorang terhadap keseluruhan dari dirinya sebagai manusia yang
meliputi masa lalu, masa kini dan juga masa yang akan datang. Itulah unsur yang
substansial dari pesan sejarah yang diajarkan.
Pembelajaran
sejarah harus dikaitkan dengan realitas (Nurdyansyah
and Fahyuni, 2016). Dengan menghadirkan masa kini, maka belajar sejarah
yang identik masa lalu menjadi sirna sebab ternyata, anak menikmati atau dapat
membicarakan kejadian-kejadian kekinian. Contoh ketika kita mengajar Materi
Soekarno yang mampu menguasai 5 bahasa, maka harusnya kita sebagai generasi
milenial mampu sebagaimana Soekarno yang pandai menguasai 5 bahasa asing, dapat
dijadikan trigger untuk mengompori anak-anak kita. Artinya lewat
sejarah, nilai kehebatan yang ada pada diri Soekarno kita suntikkan ke dalam
diri anak-anak kita.
Untuk mencapai karakter pembelajaran tersebut diperlukan
inovasi pembelajaran. Inovasi dapat dilakukan pada aspek metode dan model
pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar. Salah satu inovasi yang
diciptakan penulis adalah metode Lingkar Amanah Budaya (LAB). Metode LAB
adalah sebuah siklus pembelajaran (lingkar) dalam bentuk diskusi kelas dengan
mempertanyakan
Apa Manfaat Sejarah Buat Diri Saya. Amanah Budaya sendiri
merupakan singkatan dari pertanyaan A=Apa,
Man=Manfaat, ah=Sejarah, Bu=Buat, D=diri, dan Saya=saya.
Metode
ini menerapkan dua prinsip utama yaitu pembelajaran kontekstual dan
pembelajaran yang bermuatan hiburan. Dalam penerapan metode tersebut juga
digunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti Podcast, Kahoot, Menyanyi,
Stand Up Commedy. Dengan menerapkan dua prinsip tersebut diharapkan tersaji
pembelajaran sejarah yang menarik dan tidak membosankan.
Pembelajarn ini menggunakan pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning).
Secara sederhana, konsep belajar ini bisa disebut dengan pembelajaran bermakna
sebab belajar ini tidak semata materi sejarah, tapi memiliki dimensi masa kini,
bahkan masa yang akan datang.
Penulis buku Contextual
Teaching Learning, Elaine B. Johnson
menjelaskan bahwa Pembelajaran
Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mengandaikan pembelajaran
sebagai sebuah proses memahami sesuatu yang nyata, bukan teori semata ataupun
materi diawang-awang sehingga materi-materi yang diajarkan bisa
dikontekstualisasikan dengan kondisi yang sebenarnya. Bukan pula materi yang
hanya dihafal yang hanya menyentuh aspek kognitif peserta didik (Johnson, 2007).
Ada beberapa asumsi yang melatarbelakangi mengapa Contextual Teaching Learning atau
pembelajaran kontekstual ini menjadi hal yang penting untuk dilakukan dalam
kelas pembelajaran sejarah. Pertama, kelas
tradisional yang masih menyisakan sisi negatif yaitu proses belajar yang
memenjara kreatifitas anak. Asumsi pembelajaran kontekstual ini meyakini bahwa
setiap anak bisa berkembang dengan gaya dan potensinya masing-masing dengan
cara pengelolaan pembelajaran yang kreatif, inovatif dan tidak monoton. Kelas
tradisional yang ada selama ini hanya meyakini pembelajaran dari satu arah, teacher
oriented, artinya guru sebagai pusat pembelajaran.
Kedua, asumsi yang mendasarkan pada tantangan kontekstual
(tema-tema kekinian dan aktual). Asumsi ini menuntut kecerdasan guru dalam
melihat realitas konteks yaitu lingkungan sosial, politik dan budaya sebagai
sumber utama inovasi ini. Maka seorang guru dalam metode Contextual Teaching Learning (CTL) ini
dituntut untuk selalu meng-up-date pengetahuan
dan wawasannya tentang situasi lingkungan dan kebutuhan sosialnya agar dapat
dijadikan modal pembelajaran.
Artikel ini merupakan deskripsi best practice yang
telah dilakukan penulis dalam menerapkan metode LAB. Pada artikel ini disajikan
landasan konseptual, gambaran metode LAB dan hasil penerapannya.
METODE
Praktik
pembelajaran ini menggunakan cara penyajian Best
Praktis. Best Practice
adalah praktik terbaik dari keberhasilan seseorang guru atau kelompok guru
dalam melaksanakan tugas, termasuk dalam mengatasi berbagai masalah/kendala dalam sekolahnya. Adapun indikator Best
Practice seperti mampu mengembangkan cara baru dan innovative,
hasilnya luar biasa (outstanding result) dan berkelanjutan atau
dampaknya memiliki manfaat berkelanjutan.
Best
Practice di sini dilakukan dengan menempuh
beberapa langkah Praktik pembelajaran sebagai berikut.
1. Melakukan analisis terhadap pembelajaran sejarah.
2. Menentukan formulasi metode atau cara baru
untuk memecahkan problem tersebut.
3. Uji coba penerapan.
4. Melakukan perbaikan.
Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik observasi dengan pendekatan participatory (kepala madrasah atau
peneliti terlibat secara langsung) dan pengamatan langsung terhadap proses
kepemimpinan yang berjalan di MAN 21 Jakarta. Jadi pengamatan dilakukan terhadap gejala apa yang kita
ingin ubah.
Analisis dan interpretasi terhadap data dalam best
practice dilakukan dengan melakukan pembacaan, pengelompokan
berdasarkan sifat atau karakter dari gejala atau data yang ditemukan akan
dilanjutkan dengan analisis data tersebut.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Landasan Konseptual
Widja
(1989) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas
belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau
yang erat kaitannya dengan masa kini (Widja, 1989). Pendapat Widja tersebut dapat disimpulkan jika mata
pelajaran sejarah merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam
ilmu sejarah namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya.
Peran
pendidikan sejarah dalam konteks kebangsaan tentu sangat dibutuhkan sebab lewat
proses pembelajaran itu akan terbentuk kontak yang intensif antara siswa dengan
masa lalu bangsanya. Ujung pembelajaran ini adalah Nasionalisme, yang jelas
menjadi buah nyata dari proses ini, yaitu proses yang mendorong tumbuhnya
profil pelajar Pancasila dalam diri anak. Namun, saat ini peran pendidikan
sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme seperti di ujung tanduk.
Nilai-nilai Pancasila dan nilai agama diabaikan. Kecintaan pada produk sendiri,
nyata. Anak kita malah cinta dengan produk atau bangsa lain. Fenomene K-Pop
misalnya, adalah bukti betapa nasionalisme bangsa Indonesia di titik nadir.
Konflik agama berikut kekerasan, sangat nyata. Islam dinodai dengan wajah
sangar menyeramkan.
Menurut
Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996, secara tradisional
tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan dengan tiga pandangan.
Salah satunya adalah Perenialisme bahwa pendidikan sejarah
adalah wahana “transmission of culture”.
Yaitu kurikulum yang mampu menggugah siswa untuk menghargai kejayaan bangsanya
di masa lalu. Poinnya adalah
pembelajaran sejarah adalah fondasi kebangsaan. Hanya saja problematik
pengajaran yang membosankan harus dicarikan jalan keluar yang efektif dan
pemecah persoalan.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Pasal 1 butir 20, menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Ada lima konsep dasar dalam pembelajaran, yaitu
interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar dan lingkungan belajar. Interaksi mengandung arti hubungan timbal balik, saling
mempengaruhi satu sama lain. Peserta didik, menurut pasal 1 butir 4 UU nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Maka metode yang dibangun harus
melibatkan lima konsep dasar dalam pembelajaran ini (Depdiknas, Pengembangan Sistem
Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad Ke 21 (SPTK21)).
Perkembangan
teknologi yang sangat cepat dan canggih menuntut semua proses pembelajaran
apapun menyesuaikan diri dengan keadaan (Nurdyansyah and Fahyuni,
2016). Memaksakan diri seperti masa normal sama
saja mencelakan diri sendiri. Perkembangan teknologi juga menawarkan
kecanggihan perangkat Podcast sebagai
salah satu media siaran yang bukan hanya bisa diakses atau dibuat oleh
pengusaha besar, namun juga dapat dimanfaatkan oleh Guru dalam pembelajaran. Podcast lahir seiring kelahiran iPod Apple yang diperkenalkan Steve
Jobs pada 2001. Istilah ini berasal dari kata “iPod Broadcasting” (Sindo,
2019).
Penggunaan Podcast ini penting dibangun di sini sebab pembelajaran sejarah mau
tidak mau harus menyelaraskan diri dengan perubahan itu (Abdullah,
2019). Bingkai perubahan ini menyangkut paradigma baru
dalam pembelajaran sejarah. Selama ini pembelajaran sejarah berhadapan dengan
kondisi atau kenyataan tidak menarik dan membosankan (Nilawati, 2013). Jadi
praktik ini adalah kesadaran sejarah dengan menyadari penggunaan Podcast yang saat ini sangat viral.
Itulah sebabnya mengapa pembelajaran harus mengubah cara paradigm lama agar
relevan dan tidak melulu dengan metode lama yang akan sangat membosankan.
Konsep penting lain yaitu profil pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil Aalamin, penting diajukan
sebab pembelajaran ini sangat memungkinkan siswa untuk mengembangkan potensi
dan tujuan dari penguatan proyek pelajar Pancasila dan Rahmatan Lil Aalamin. Profil pelajar Pancasila adalah perwujudan
pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi
global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ada enam komponen beriman bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan Berkhlak Mulia, Mandiri, bernalar kritis,
berkebhinekaan, bergotong royong dan kreatif. Kementrian Agama (Kemenag) menambahkan
Rahmatan Lil Aalamin. Meskipun
sesungguhnya komponen ini dapat ditarik dari komponen beriman dan bertaqwa,
namun Kemenag mengembangkan Kerahmatan Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil Aalamin. Tentu kita tahu
bahwa doktrin Islam Rahmatan Lil Aalamiin sangat menolak
Islam yang mengerikan atau Islam yang ditampilkan oleh orang orang yang tak
betanggung jawab sebagai teroris dan sejenisnya (Sufyadi et al., 2021).
Gambaran Umum Metode LAB
Penulis
menyebut metode ini dengan istilah “Lingkar Amanah Budaya” (LAB) yaitu metode
yang sangat menganjurkan agar proses pembelajaran sejarah tidak semata berhenti
pada sebatas penyampaian materi (kognitif), namun semestinya berlanjut pada
penggalian makna atau pengambilan hikmah.
Di dalamnya ada pembuatan makalah ataupun peta konsep dan
karya lainnya yang akan digunakan untuk Diskusi. Adapun
unsur-unsur ataupun sesi dalam makalah Amanah
ini adalah:
1.
Sesi
Presentasi Materi.
2.
Sesi Hikmah.
3.
Kontekstualisasi Situasi Kekinian.
4.
Penyajian Karya.
5.
Penyajian Kisah Yang Menggugah.
Pembelajaran di dalam kelas dengan
metode Lingkar
Amanah Budaya ini, yang sengaja diatur seperti ruang seminar dan sengaja kita
buatkan, baik format maupun susunan acara dibuat layaknya seminar. Podcast memiliki susunan acara seminar
sebagai berikut:
a.
Pembukaan Oleh MC
b.
Menyanyikan Lagu Nasional
c.
Pemaparan Konsep Sejarah Budiman
d.
Diskusi Amanah dipimpin Oleh MC/Moderator
• Presentasi
• Tanya Jawab
• Komentar
e.
Hiburan, Quis Kahoot Amanah oleh MC dan Moderator (Tentative)
f.
Kesimpulan Oleh Peserta/MC/ Muhasabah
g.
Penutup
Pertama
adalah Langkah Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu RPP yang
memuat metode penggunaan Channel Podcast
LAB. RPP memuat tujuan, materi dan kegiatan inti. Adapun Rencana singkatnya
yang mengandung penerapan Metode LAB ini dapat dimulai dengan penentuan KD, apa
yang akan dilaksanakan di kelas. Asumsi RPP in itetu saja menggunakan Kurikulum
2013. Praktek pembelajaran ini menentukan Kompetensi Dasar (KD)nya yaitu KD Pemerintahan
Masa Orde Baru. Tujuan pembelajaran agar siswa dapat mendeskripsikan sistem
pemerintahan pada masa Orde Baru. Lalu kita tentukan proses LAB nya yaitu
meminta siswa untuk mempersiapkan makalah atau peta konsep Amanah Budaya. Peta
Konsep Amanah Budaya, yaitu peta konsep yang mencantumkan pendalaman makna,
penggalian hikmah oleh peserta didik.
Kedua adalah langkah menyiapkan perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware) untuk menyelenggarakan pembelajaran
ini. Untuk keperluan membuat studio atau ruang Podcast sangat beragam. Bisa berbiaya mahal dan bisa juga berbiaya
murah tergantung dari budget. Mau yang hanya modal Laptop saja, sangat
bisa. Terkait kualitas, sifatnya tergantung pada user, mau yang harga
puluhan juta juga sangat bisa, kualitasnya pun tentu berbeda. Dan hanya dengan handphone
pun bisa, sebab perkembangan dunia gadget saat ini telah banyak
menawarkan aplikasi Podcast dimana Podcastnya bisa digelar dengan hanya
menggunakan HP.
Adapun perangkat keras (hardware)
meliputi studio, komputer atau laptop, microphone, alat musik, atau video player,
dll. Kumpulan dari semua perangkat ini tercakup dalam studio siar yang akan
digunakan oleh Guru untuk mengajar dengan metode LAB menggunakan media Podcast.
Tahap selanjutnya adalah melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) atau praktik. Pelaksanaan pembelajaran sesuai RPP yang sudah dibuat. Pembelajaran
ini mengharuskan guru sudah siap 15 atau
bahkan 30 menit sudah menyiapkan perangkat pembelajaran dan sudah standby
di studio Podcast-nya.
Pelaksanaan Pembelajaran dengan metode LAB dilaksanakan
sesuai dengan langkah yang telah ditetepkan. Secara umum pelaksanaan tindakan
digambarkan sebagai berikut.
1.
Sesi
Presentasi Materi, pada sesi ini bisa ringkasan materi
ataupun hasil renungan sendiri yang siswa temukan setelah mengkaji materi
sejarah. Dalam isi materi yang terpenting ada mengandung 5 W 1 H. Kalau ada
anak yang bisa membuat artikel. Itu nilai
plus.
Minimal ada rangkuman materi yang akan
didiskusikan. Sehingga materi sebisa mungkin mewakili keseluruhan materi yang
dipresentasikan.
2.
Sesi Hikmah atau Pelajaran Apa yang bisa diambil dari materi sejarah yang dipelajari.
Tentu ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari materi sejarah tersebut.
Contoh dalam sejarah Malin Kundang, dalam kisah ini, ada beberapa pelajaran
yang bisa diambil seperti pertama,
janganlah menjadi anak yang durhaka, ini adalah pelajaran utama dari Kisah atau
sejarah Malin Kundang. Nah hikmah ini di jelaskan bahwa benar Kisah ini
mengajarkan agar jangan menjadi anak yang durhaka sebab kedurhakaan pada orang
tua akan membawa bencana dan malapetaka. Malin Kundang diazab Allah menjadi batu
dan batunya hingga kini katanya ada, dan diyakini sengaja diabadikan untuk Ibrah
(pelajaran) bagi generasi sesudahnya. Kedua,
jangan jadi pembohong, Malin Kundang dalam kisah ini adalah sosok pembohong,
hanya karena malu pada orang tua sendiri, ia tidak mau mengakui, dst.
3.
Unsur Situasi Kekinian berisi curhatan pribadi
tentang masalah pribadi atau kalau tidak percaya diri bisa juga menulis dan
mempresentasikan kisah teman sendiri yang berkaitan dengan materi sejarah yang
dikaji. Adapun contoh peyampaian sesi materi kekinian sebagai berikut: “…..Saya
mau cerita atau curhat masalah pribadi temen saya yang punya seorang Ibu yang
“jahat” pada anaknya. Ini Justru kebalikan dari Kisah atau Sejarah Malin
Kundang. Aku sangat kasian sama dia.....dst....”
4.
Kolom Penyajian Karya, umumnya siswa siswi membuat karya berupa puisi sendiri
terkait dengan tema sejarahnya. Padahal karya itu sangat luas. Bisa cerita, novel, drama, lagu dll.
Karena sederhana maka puisi yang banyak dipilih. Contoh karya puisi yang sesuai
dengan tema Malin Kundang adalah puisi tentang Ibu. Ibu seperti di bawah.
IBU
Engkau adalah Pejuang
Sejati
Engkau Tak berharap
Jasa
Engkau Tak Hiraukan Hina
Engkau Tak takutkan Cela
Demi Anakmu
Demi Buah Hatimu
Demi Darah Dagingmu
Meski Ia Tak Pernah Menemuimu
Engkau Tak Hiraukan Lara
Asal Anakmu Bahagia
(Karya Fahry Kelas
XII IPS 1)
Tulisan
hasil praktik pembelajaran disampaikan menggunakan cara penyajian deskriptif-analitis, yaitu suatu cara
penyajian laporan tindakan yang dapat menggambarkan, memaparkan fakta-fakta
berdasarkan sebuah perspektif, teori atau pisau analisis tertentu. Gambar 1 dan 2 merupakan produk Makalah
Amanah Budaya, yang digunakan anak untuk mempresentasikan pemikirannya tentang
Sejarah.
Gambar
1 Contoh Makalah Amanah Budaya Halaman 1
Gambar
2 Contoh Makalah Amanah Budaya Halaman 2
Unsur
presentasi karya, dimaksudkan agar pembelajaran benar-benar bermakna. Pembelajaran
bukan semata menghafal materi sejarah, namun siswa juga punya karya yang
dibacakan seperti puisi yang dibuat oleh siswa ini. Alasan mengapa puisi ini
ada kaitan dengan materi pembelajaran sebab materi pembelajaran adalah Hikayat
Malin Kundang Si Anak durhaka, dan puisi adalah puisi tentang Ibu. Namun, puisi
ini berkebalikan dengan kisah Malin Kundang. Puisi ini adalah puisi yang sangat
menghargai Sang Ibu. Hikmahnya sama yaitu menghargai Ibu.
5.
Kolom Kisah yang menggugah, siswa boleh
mencari atau menulis Kisah inspiratif seorang tokoh tertentu. Kisah-kisah
sepertia apa, dapat dilihat contohnya di acara Hitam Putih (Deddy Corbuzier,
atau jika menemukan kisah yang inspiratif asli temuan sendiri di lingkungan
rumah, itu lebih baik. Sebagai contoh saat seminar, panelis atau pemakalah
menyampaikan ceritanya. Maka, sebagai pemakalah berceritalah. Contoh dialognya
seperti ini. “Inilah Kisah Bertrand Peto, anak Sumbawa ini, kini telah
menjadi artis cilik terkenal di Ibukota. Kesuksesannya berawal dari. Viralnya
Video dirinya saat menyanyikan lagu Judika. Ia mampu menyanyikan lagu Judika
dengan sangat baik. Lengkingan suaranya mampu menjangkau range oktaf yang
tinggi. Karenanya video yang diunggah di Youtube itu menjadi viral dan Ruben
bersama tim Brownies-nya mengundang Petto menjadi bintang tamu di acara
talkshow suatu tv swata. Sejak itu Ruben menjadi tertarik dan pada akhirnya
mengangkat Bertrand Petto menjadi anak angkatnya……… dan begitu seterusnya”.
Inilah yang
kita atau anak-anak kita jelaskan di depan kelas. Pemakalah terus menyampaikan
materi ini, dengan tetap mengingat kaitan materi ini dengan materi sejarah yang
dikaji. Jangan lupa tetap mencantumkan dalam makalah ini mengapa kisah ini
relevan dan berhubungan dengan materi Malin Kundang. Maksudnya adalah agar
pembahasan dalam kelas pembelajaran ini tetap pada koridor Pembelajaran Sejarah.
Cuma yang dikembangkan adalah Hikmahnya sehingga terkesan keluar dari konteks.
Teksnya bisa berbeda tapi maknanya sama, itulah titik pertemuan antara materi
sejarah dengan materi kekinian.
6.
Bagian Kesimpulan. Di akhir pembelajaran ada muhasabah
yaitu kegiatan refleksi dan pengambilan hikmah atas pembelajaran sejarah. Muhasabah
ini bisa dilakukan oleh guru ataupun oleh siswa yang mampu membawakan doa
ataupun muhasabah dengan serius dan baik. Disarankan oleh gurunya saja.
Sebagaimana Muhasabah yang
dilakukan oleh para Ustadz setelah sesi ceramah. Sejujurnya dalam praktek
pembelajaran ini, materi muhasabah
ini belum dipraktekkan atau belum dimaksimalkan. Yang ada baru penarikan
kesimpulan dari siswa atau guru, seandainya ada muhasabah, baik oleh guru
atau anak dan akan sangat keren jika muhasabah
mampu membuat kelas menangis.
Suasana Belajar
Pembelajaran LAB
menggunakan aplikasi Kahoot sebab Kahoot mengajak anak ramai dalam kompetisi secara seru atau
menyenangkan. Kompetisi sangat dirasakan dengan Aplikasi ini. Kompetisinya
terjadi yaitu dengan fakta yang tercatat di lapangan betapa anak sangat ingin
menjadi 10 besar, 5 besar hingga juara satu atau tiga besar.
Pembelajaran ini makin
dipenuh nuansa menyenangkan dan kompetitif dengan memanfaatkan
aplikasi-aplikasi penilaian atau kuis seperti Kahoot, Quiziz dan sejenisnya. Dampaknya Podcast pembelajaran ini menjadi makin
seru. Keuntungan Kahoot dan Quizizz atau aplikasi sejenis ini
mendorong anak untuk meningkatkan pengetahuannya tentang Materi. Dalam Best
Practice ini, panelis menyajikan 20 pertanyaan pembelajaran kita yaitu tema
tentang “Mencegah Disintegrasi Indonesia
Tahun 1945 -1965”.
Umumnya evaluasi pembelajaran menggunakan alat evaluasi manual, di
abad milenium ini alat evaluasi banyak jumlahnya mulai dari Kahoot hingga Quiziz, maka
dalam pembelajaran Lingkar Amanah Budaya kita gunakan salah satunya atau
dua-duanya atau jika memungkinkan alat evaluasi yang lain. Gambar 3
menggambarkan proses penilaian itu terjadi.
Gambar
3 Proses Penilaian
Dengan Kahoot (Masa Pandemi)
Dalam pembelajaran dilakukan pengukuran
motivasi menggunakan Google Form.
Penerapan Lingkar Amanah Budaya melalui Media Podcast dapat dilihat hasilnya dalam beberapa indikator yang
diperolah lewat perangkat evaluasi.
Persepsi terhadap Metode LAB
Setelah pembelajaran dilakukan survey untuk
menegetahuai kesan (persepsi) siswa terhadap metode LAB dengan menggunakan
Podcast.
Pengukuran pertama mengkur daya hibur metode
LAB. Hasil pengukuran diperoleh data pada Gambar 4.
Gambar
4 Diagram Pie yang menunjukkan
Jawaban Apakah cara seperti ini menghibur
Gambar 4 menunjukkan bahwa 89.1% siswa merasa terhibur dengan penyajian
pembelajaran Sejarah menggunakan metode LAB dengan media Podcast.
Survei kedua menanyakan isi dari Podcast yang disajikan.
Hasil survei dapat dilihat dalam Gambar 5.
Gambar
5 Diagram batang yang menunjukkan jawaban Pertanyaan Info Apa Yang Kalian Dapatkan
Gambar 5 menunjukkan bahwa dalam Podcast ini, banyak terdapat muatan motivasi. Fakta ini harus dibarengi dengan usaha untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas meteri Sejarah.
Selain itu dilakukan survei mengenai
pemutaran musik. Hasil survei dapat dilihat dalam Gambar 6.
Gambar
6 Diagram Pie yang menunjukkan
Jawaban Pertanyaan Setujukah Dengan Adanya Pemutaran Musik Untuk Hiburan?
Gambar 6 menunjukkan bahwa 90% menyatakan setuju, jika Podcast ini ada pemutaran lagu atau
selingan musik. Tentu mereka akan setuju, akan tetapi sebagai guru pengampu di
kelas, harus tetap menjaga batas-batas kapan dan bagaimana pemutaran lagu itu
dilakukan. Anak-anak
mengusulkan agar ada pemutaran musik genre lain selain keroncong. Poin penting
adalah musik yang menginspirasi akan menguatkan ingatan anak tentang
pembelajaran sejarah seperti musik Keroncong, maka jenis musik ini memiliki
karakter yang sesuai dengan pembelajaran sejarah. Artinya sejarah punya
kedekatan dengan musik Keroncong sebab tema lagu-lagu keroncong banyak berisi
tema-tema perjuangan, misalnya tema tentang sang kekasih yang ditinggal pasangannya
pergi ke medan juang dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Penerapan metode LAB dengan media Podcast memperlihatkan suasana pembelajaran yang menarik menyenangkan.
Dengan menerapkan konsep contextual teaching and
learning dan penggunaan media digital, pembelajaran
sejarah menjadi lebih bermakna dan
kontekstual.
Hasil survei menunjukkan bahwa anak-anak sangat senang dengan
metode ini. Walau ada beberapa yang ingin tetap belajar dengan cara tradisional. Namun, persepsi tersebut lambat laun akan terbawa
dengan suasana baru.
Hasil evaluasi dan jejak pendapat menunjukan bahwa siswa mengikuti
pembelajaran dengan antusias dan diperoleh indikasi adanya peningkatan hasil
belajar. Selain itu ditemui fakta bahwa meskipun temanya sejarah, namun terjadi obrolan kekinian yang
menarik seputar tema. Hal itu menunjukkan bahwa terjadi kontekstualisasi dalam pembelajaran.
Penulis merekomendasikan guru lain menerapkan dan mengembangkannya
sebagai salah satu inovasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran pada mata
pelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Farid.
2019. “Fenomena Digital Era Revolusi Industri 4.0.” Jurnal Dimensi DKV Seni
Rupa Dan Desain 4 (1): 47–58. https://doi.org/10.25105/jdd.v4i1.4560.
Depdiknas. 2022. Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan Abad Ke 21 (SPTK_21). Jakarta:
Depdiknas..
Indonesia, Tim
Nasional Penulisan Sejarah. 2010. Sejarah Nasional Indonesia. Edited by Marwati Djoened Poesponegoro and
Nugroho Notosusanto. 4th ed. Jakarta: Balai Pustaka.
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching &
Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna.
Bandung: Penerbit MLC.
Liska, Liska, Ahyo Ruhyanto, and Rini Agustin Eka Yanti.
2021. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.” J-KIP (Jurnal Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan) 2 (3): 161. https://doi.org/10.25157/j-kip.v2i3.6156.
Magdalena, Ina, and
Amelia Agdira Putri , Riana Okta Prabandani, Emilia Septia Rini , Maulidia Ayu
Fitriani. 2020. “Analisis Pengembangan Bahan Ajar.” Jurnal Pendidikan Dan
Ilmu Sosial 2 (2): 170–87.
Mahat, Hanifah,
Syifa’ Suhaimi, Nasir Nayan, Yazid Saleh, Mohmadisa Hashim, and Edi Kurniawan. 2020. “2013.” Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial 29 (1): 59–70.
https://doi.org/10.17509/jpis.v29i1.23404.
Nur Fadilah, Amin, Garancang
Sabaruddin, and Abunawas Kamaluddin. 2023. “Konsep Umum Populasi Dan Sampel
Dalam Penelitian.” Jurnal Pilar 14 (1): 15–31.
Nurdyansyah, and Eni Fariyatul
Fahyuni. 2016. “Inovasi Model
Pembelajaran.” In Nizmania Learning Center, 88–90.
Sufyadi, Susanti, Tracey Harjatanaya, M. Rizky Satria,
Ardanti Adiarti, and Indriati Herutami. 2021. Panduan Pengembangan Projek
Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Edited by Itje Chodijah and Sofie
Dewayani. 1st
ed. Jakarta: Pusat Asesmen dan Pembelajaran Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Widja, I Gede.
1989. Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah.
Jakarta.