ANALISIS PERSEPSI GURU PAI KELAS 10 TERHADAP KURIKULUM MERDEKA DI SMAN 66 JAKARTA

 

Muhammad Teguh Saputra*

Mushlihin Amali**

Suci Nurpratiwi***

*Universitas Negeri Jakarta, Indonesia

**Universitas Negeri Jakarta, Indonesia

***Universitas Negeri Jakarta, Indonesia

*E-mail: teguhpai2019@gmail.com

**E-mail: mushlihin@unj.ac.id

***E-mail: sucinurpratiwi@unj.ac.id

 

Abstract

This research aims to analyze and describe the perceptions of grade X PAI teachers at SMAN 66 Jakarta regarding implementing the Kurikulum Merdeka. In this research, a qualitative approach was used. Data was collected through interviews with PAI teachers, the Deputy Principal for Curriculum, and students of SMAN 66 Jakarta. The data obtained was classified into two forms using the Walgito perception technique: positive and negative. The data consists of four aspects: innovation, democratic school culture, development of learning quality, and quality of learning outcomes in numeracy, literacy, and character. The research shows that the Kurikulum Merdeka tends to be perceived positively because (1) the Lurikulum Merdeka provides space for innovation; (2) The Kurikulum Merdeka accommodates democracy; (3) The Kurikulum Merdeka promotes and guarantees students' critical thinking; (4) The Kurikulum Merdeka through the P5 program helps PAI teachers improve student learning outcomes in terms of numeracy, literacy and character. On the other hand, the Kurikulum Merdeka is perceived negatively because (1) There is a lack of sufficient budget and facilities to implement; and (2) PAI teachers think that there are not many changes from the Kurikulum 2013 concept to the Kurikulum Merdeka.

Keywords: peception; PAI teacher; merdeka curriculum

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana persepsi guru PAI Kelas X SMAN 66 Jakarta terkait penerapan Kurikulum Merdeka Belajar. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan guru PAI, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, serta siswa SMAN 66 Jakarta. Data yang diperoleh diklasifikasi menggunakan teknik persepsi Walgito ke dalam dua bentuk, yaitu persepsi positif dan negatif.  Data terdiri dari empat aspek yaitu Inovasi, Budaya sekolah yang demokratis, Pengembangan kualitas pembelajaran dan Kualitas hasil belajar numerasi, literasi, dan karakter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka cenderung dipersepsikan positif karena (1) Kurikulum merdeka cukup memberikan ruang untuk berinovasi; (2) Kurikulum Merdeka mewadahi demokrasi dalam mengajar; (3) Kurikulum Merdeka mengusung dan menjamin pikiran kritis siswa; (4) Kurikulum Merdeka melalui program P5 membantu guru PAI meningkatkan hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter. Di sisi lain Kurikulum Merdeka dipersepsikan negatif karena (1) Kurangnya anggaran dan fasilitas yang cukup dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka; dan (2) Guru PAI menganggap bahwa tak banyak perubahan dari konsep kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka.

Kata Kunci: persepsi; guru PAI; kurikulum merdeka



PENDAHULUAN

Pendidikan dalam rangka upaya mencapai tujuan dan memajukannya, begitu membutuhkan kurikulum (NELLY, 2018). Pemerintah hingga kini terus mentransformasikan kurikulum dikarenakan selama ini kurikulum yang hadir masih belum mampu menjadi solusi dari berbagai masalah yang sedang dihadapi bangsa (Maulidi et al., 2018).

Berdasarkan keresahan dan masalah yang dihadapi dalam konteks pendidikan tersebut, pemerintah akhirnya berusaha untuk mengembangkan, menyusun, dan menetapkan sebuah kurikulum melalui Kemdikbud yang resmi diluncurkan pada tahun 2022, yaitu KURMA (Kurikulum Merdeka Belajar). Perbedaan antara kurikulum 2013 (sebelumnya) dengan kurikulum merdeka berdasar kemdikbud yaitu ditabulasikan sebagai berikut (Kemdikbud, 2023) :

 

Tabel 1 Komparasi Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013

Komponen

Kurikulum Merdeka Belajar

Kurikulum 2013

Fokus Tujuan

Mengembangkan profil pelajar pancasila

Mengacu pada sisdiknas

Pemetaan Kompetensi

Mengcu pada sistem fase (Fondasi, A, B, C, D, E, dan F)

 

Mengacu pada sistem KD dan KI

Pembelajaran

Dilaksanakan tatap muka dengan persentase 70 hingga 80 persen, sedangkan pembelajaran berupa kegiatan non-tatap muka dirancang melalui kegiatan proyek penguatan profil pelajar pancasila dengan persentase 20 hingga 30 persen

Dilaksanakan tatap muka dengan persentase 50 persen, sedangkan pembelajaran berupa non-tatap muka dengan persentase maksimal 50 persen tidak dirancang secara khusus, tergantung kreativitas masing-masing guru

Penilaian

Penilaian/asesmen sumatif dan formatif untuk merancang pembelajaran sesuai kemampuan siswa

Penilaian sumatif dan formatif untuk memantau kemajuan dan hasil belajar siswa

Jam Pelajaran (JP)

Jam pelajaran diatur pertahun

Jam pelajaran diatur perminggu

Hadirnya kurikulum merdeka belajar, disamping menjadi angin segar bagi pembelajaran, juga tak lepas dari berbagai permasalahan. Contoh permasalahan yaitu ketika guru belum siap pada hadirnya kurikulum merdeka belajar, seperti penelitian yang diangkat oleh Rosidah, dkk. Penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa guru yang belum siap dipersentasekan sebanyak 52% (Rosidah et al., 2021).

Pada penelitian yang diangkat oleh Fitrotun dkk., juga terdapat persepsi yang menunjukkan bahwa dari 18% calon guru PAI mengaku bahwa mereka belum mengetahui tentang Merdeka Belajar (Nur Fitrotun et al., 2019). Pada tahap implementasinya pun ditemukan masalah bahwa guru PAI merasa kesulitan mengubah pola pikir atau kebiasaan lama dalam mengajar, sehingga pendekatan campuran antara kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka adalah pendekatan yang dilakukan guru pada akhirnya (Pillawaty et al., 2023).

Penelitian sejenis seperti yang dilakukan oleh beberapa peneliti (Ilhamsyah et al., 2023; Rahmadhani & Istikomah, 2023; Gusnandy et al., 2023;Arifa et al., 2023; Siregar et al., 2023) memang telah mendeskripsikan tentang persepsi positif maupun negatif guru PAI tentang kurikulum merdeka belajar. Namun, secara substansi belum ada yang memetakannya berdasar pada peta implementasi kurikulum merdeka belajar menurut kemdikbud pada jenjang SMA Sederajat, yang dimana pemetaan tersebut juga merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Caldwell dan Spinks (1998) (Caldwell & Spinks, 1998).

Hadirnya kurikulum merdeka belajar tak lepas dari berbagai permasalahan. Contohnya ketika guru belum siap pada hadirnya kurikulum merdeka belajar. Padahal di tahun 2024 mendatang, Kemdikbud menekankan sekolah sudah harus mulai mampu menerapkan Kurikulum Merdeka (Kemdikbud, 2022). Kurikulum merdeka belajar telah resmi diluncurkan oleh Kemdikbud, namun apakah guru telah benar-benar mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar dengan baik atau sebaliknya, perlu penelusuran lebih lanjut. Penelusuran tersebut salah satu caranya adalah lewat penelusuran terhadap persepsi guru, mengingat guru adalah aktor yang mengeksekusi kurikulum merdeka belajar secara konkrit di sekolah.

Berdasar hal terebut, penelitian ini bertujuan menelaah lebih lanjut dengan menganalisis persepsi guru Pendidikan Agama Islam kelas X terhadap Kurikulum Merdeka di SMAN 66 Jakarta. Penelitian dilakukan di SMAN 66 Jakarta karena SMAN 66 Jakarta merupakan salah satu sekolah yang sudah menerapkan kurikulum merdeka. Sedangkan penelitian dilakukan pada guru PAI karena guru PAI merupakan salah satu guru yang mengimplementasikan kurikulum merdeka dan merupakan salah satu guru yang menjadi garda terdepan dalam mengawal karakter siswa sejalan dengan amanat dari hadirnya kurikulum merdeka, yaitu untuk mengembangkan karakter siswa.

Hasil penelitian nantinya dapat memberikan gambaran tentang bagaimana penerapan kurikulum tersebut dipersepsikan di sekolah. Hal ini dapat membantu pihak berwenang untuk memperbaiki kekurangan dan mengoptimalkan keberhasilan program Kurikulum Merdeka Belajar di masa depan. Hasil penelitian juga dapat menjadi masukan sekolah lain yang ingin mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan kedepannya.

 

METODE

Bentuk penelitian yang dipilih peneliti adalah penelitian kualitatif yang menekankan peneliti sebagai instrumen utama (Sugiyono, 2015). Data yang diambil peneliti ambil dengan memanfaatkan sistem triangulasi baik triangulasi sumber maupun triangulasi teknik agar data yang diambil valid. Pengambilan data dilalui dengan mewawancarai guru PAI, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, serta siswa.

Secara umum penelitian dilakukan dengan mewawancarai berbagai narasumber terkait dengan pertanyaan yang relevan, kemudian data yang ada dianalisis dengan teori-teori terkait. Teori terkait didapat melalui kajian pustaka berupa pengkajian terhadap berbagai teori bersumber dari literatur-literatur terdahulu yang kredibel dan relevan. Data yang ada dibagi dengan teori persepsi Walgito yang membagi persepsi ke dalam dua bentuk, yaitu persepsi positif dan negatif (Walgito, 2010). Data yang telah dibagi kemudian dianalisis dengan memetakannya sesuai dengan peta implementasi kurikulum merdeka belajar versi kemdikbud, yaitu dipetakan berdasar pada empat hal: (1) Inovasi; (2) Budaya sekolah yang demokratis; (3) Pengembangan kualitas pembelajaran melalui pengembangan karakter dan nalar kritis; serta (4) Kualitas hasil belajar numerasi, literasi, dan karakter.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurikulum merdeka cenderung dipersepsikan positif, seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Pengelompokan Persepsi

Jenis Persepsi

Komponen Implementasi

Positif

Negatif

Inovasi

Kurikulum merdeka memberikan ruang untuk berinovasi

Perlunya support lebih dari pemerintah dengan memperbanyak sosialisasi kurikulum agar inovasi yang ingin dilakukan guru dapat terumuskan dengan baik

Nalar Kritis

Kurikulum merdeka mewadahi guru memajukan dan menjamin pikiran kritis siswa

-

Budaya Democratic

Kurikulum merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam mengajar

 

-

Numerasi, Literasi, dan Karakter

Program project dalam kurikulum merdeka dapat membantu guru PAI meningkatkan hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter.

Perlunya anggaran lebih sebagai fasilitas untuk memaksimalkan potensi dari program project di kurikulum merdeka

 

Guru PAI berpersepsi: (1) Kurikulum merdeka cukup memberikan ruang untuk berinovasi, sehingga disambut baik karena sejalan dengan prinsip yang diyakini guru PAI selama ini, yaitu sebagai seorang pendidik guru perlu terus berinovasi dalam mengemban profesi keguruannya; (2) Kurikulum merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam mengajar; (3) Kurikulum merdeka mewadahi guru memajukan dan menjamin pikiran kritis siswa; (4) Kurikulum merdeka lewat program project membantu guru PAI meningkatkan hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter.

Sedangkan kurikulum merdeka beberapa hal oleh guru PAI dipersepsikan negatif karena: (1) Guru PAI berpendapat kurangnya anggaran dan fasilitas yang cukup dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka; (2) Guru PAI menganggap bahwa tak banyak perubahan dari konsep kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka.

 

Persepsi Positif

Persepsi positif adalah persepsi yang menggambarkan seluruh pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang tahu atau tidaknya seseorang, serta jawaban yang diteruskan untuk upaya mempekerjakan. Ini akan diikuti dengan menerima atau bertindak berdasarkan rangsangan yang dirasakan dan mempertahankannya.

Indikator positif diantaranya adalah: (1) Menaruh perhatian yang besar kepada stimulus; (2) Memiliki harapan baik dan kesiapan yang mumpuni (Saragih, 2015); (3) Berpersepsi untuk memberdayakan (Riza et al., 2022).

SMAN 66 Jakarta merupakan salah satu sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka belajar dalam melaksanakan pembelajarannya. Kurikulum tersebut baru diterapkan pada siswa kelas X. Kurikulum merdeka belajar merupakan kurikulum baru yang diadopsi di SMAN 66 Jakarta, oleh karena itu saat ini hanya kelas X yang mengadopsinya, sedangkan kelas XI dan XII masih tetap menggunakan kurikulum 2013 (kurtilas).

Saat diwawancarai terkait bagaimana inovasi yang dilakukan sejalan dengan diberlakukannya kurikulum merdeka belajar, subjek bercerita terkait konsep dan persepsinya terhadap inovasi yang dilakukannya, ia menjelaskan bahwa secara prinsip, inovasi bergantung pada kita sebagai individu. Sebenarnya, inovasi diperlukan dan tidak tergantung pada kurikulum, jika kita periksa dengan baik, menurut subjek sebenarnya kurikulum merdeka memiliki konsep yang mirip dengan kurikulum 2013. Jadi, berkat kemiripan tersebut siswa mudah beradaptasi dengan pembelajaran berbasis kurikulum merdeka belajar.

Awalnya subjek bercerita terkait persepsinya tentang bagaimana inovasi menjadi hal yang menurutnya harus dimiliki. Subjek menjelaskan bahwa inovasi memang sudah menjadi keharusan yang tak terikat oleh apapun, termasuk kurikulum. Bagi subjek inovasi haruslah terus dilakukan meskipun berbagai halangan hadir menjadi rintangan yang cukup menyulitkan bagi subjek.

Berkat prinsip inovatif yang dimilikinya, kurikulum merdeka belajar dapat diimplementasikan dengan baik, walaupun bukan berarti tanpa halangan. Halangan jadi hal biasa baginya, tugasnya hanyalah mencoba dan terus mencoba berbagai inovasi yang relevan bagi pembelajaran yang diampunya, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Bagi subjek, kurikulum merdeka belajar tidaklah menyulitkan subjek, karena kurikulum merdeka belajar baginya merupakan hal yang sejalan dengan prinsip maupun apa yang diyakininya baik selama ini, seperti menginovasikan pembelajaran agar sesuai dengan era teknologi. Inovasi dilakukan dengan memberi tugas dalam bentuk video dengan konten sederhana namun berkesan. Subjek menggagas konten yang berisi saling memaafkan antara siswa dengan orang tuanya masing-masing, kemudian divideokan dan dikumpulkan pada subjek dan dinilai.

Subjek menjelaskan bahwa setiap individu anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda, seperti kemampuan berpikir dan berinteraksi, dan tugas kita sebagai pendidik adalah untuk memperhatikan kebutuhan setiap anak dan mengakomodasi kemampuan mereka secara keseluruhan. Sebagai contoh, tidak hanya memfokuskan perhatian pada siswa yang sudah mahir dalam aktivitas belajar atau mengesampingkan siswa yang cenderung pasif. Sebaliknya, penting bagi kita untuk memastikan bahwa semua siswa, baik yang terampil maupun yang masih perlu dibimbing, agar mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu, kita harus berfokus pada memenuhi kebutuhan individu siswa agar dapat memaksimlakan potensinya.

Subjek sebagai subjek wawancara menjelaskan bahwa pembelajaran PAI yang demokratis, yang telah ia bangun selama ini tidak sia – sia, karena amanat yang ada pada kurikulum merdeka belajar, yaitu membangun suasana sekolah yang demokratis, dirasa seperti hal yang sudah sewajarnya.

Bagi subjek kurikulum merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam mengajar. Amanat dalam kurikulum merdeka salah satunya menjadikan guru sebagai fasilitator. Guru yang awalnya diberi satu-satunya ruang untuk aktif di kelas, saat ini guru menjadi fasilitator yang memfasilitasi siswa secara inklusif agar lebih aktif. Guru pada kurikulum merdeka lebih dituntut untuk berkolaborasi dengan siswa agar pembelajaran lebih hidup dan bermakna.

Subjek telah mengimplementasikan pembelajaran yang demokratis, sehingga ketika kurikulum merdeka belajar hadir, seperti menjadi wadah yang tepat bagi pembelajaran PAI. Berkat suasana demokratis yang telah diusahakannya selama ini, subjek menjadi cepat beradaptasi dan menyanggupi kurikulum merdeka yang hadir.

Terkait kedemokratisan dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam, suasana yang dibangun yaitu subjek dalam memandang siswa menggunakan sudut pandang yang egaliter, bahwa seluruh siswa dianggapnya setara. Berdasar sudut pandang egaliter tersebut, subjek menjadi sosok yang berpersepsi bahwa gampang menghakimi siswa adalah perbuatan yang buruk bagi seorang guru.

Hal tersebut karena Ia menganggap bahwa setiap anak memiliki potensinya masing-masing, sehingga apabila guru hanya menghakimi karena ketidak bisaannya para hal tertentu saja, akan berakibat buruk bagi siswa, membuatnya putus asa, dan sebagainya yang justru berdampak buruk pada berkembangnya potensi siswa

Selanjutnya berkaitan dengan pengembangan daya kritis siswa melalui variasi metode pembelajaran, subjek menjelaskan bahwa:

“Agama ya, sulit ya keluar dari metode ceramah. Sebenarnya dominan ya metode ceramah, namun bagaimana menyampaikannya, mengemasnya, konsepnya ceramah, namun konsepnya berbeda.”

Subjek mendeskripsikan bahwa menurutnya yang dinilai pada akhirnya hanyalah apakah suatu konsep atau pemikiran sesuai dengan konteks Islam atau keluar dalam konteks Islam. Berlandaskan hal tersebut, sangat penting bagi kita berpikir kritis, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam. Terlalu banyak kebebasan dalam berpikir bisa membawa kita ke arah yang tidak benar dan menyimpang dari ajaran Islam.

Meskipun subjek mengakui tidak memberikan banyak tugas, tetapi subjek percaya bahwa nanti ketika siswanya telah dewasa, yang dibutuhkan adalah pola pikirnya, bukan pola pikir orang lain. Orang lain bisa menjadi perbandingan, tetapi bukan tujuan. Jangan sampai siswanya ketika beranjak dewasa terpaku pada pola pikir orang lain karena ini akan mengurangi kemampuan berpikir kreatif.

Oleh karena itu, kemandirian pola pikir namun menggunakan pandangan orang lain sebagai bahan pertimbangan adalah hal utama yang perlu diterapkan nantinya. Contohnya ketika menurut kita pendapat orang lain lebih baik, maka silakan ikuti. Namun, jika nanti kita merasa pandangan yang kita yakini lebih baik, maka lakukanlah sesuai keyakinan kita sendiri.

Subjek mendeskripsikan bahwa akhirnya yang dinilai adalah konteksnya, sesuai atau bertolak belakang dengan Islam, jadi dalam hal berpikir kritis, Subjek memersilahkan berpikir sekritis mungkin tapi dengan catatan bahwa interpretasinya tidak jauh dari konteks Islam ya paling di situ rambunya. Sebab kalau terlalu bebas khawatir interpretasi yang didapatkan bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam. Jadi ada dalam menginterpretasikan suatu hal, siswa diberi kebebasan, namun kebebasan yang terbatas.

Kurikulum merdeka mewadahi guru memajukan dan menjamin pikiran kritis siswa. Subjek bercerita bahwa ia tidak pernah memberi soal banyak, hanya berkisar tiga, dua, atau satu soal saja, karena subjek  berpikir andaikan siswa dewasa nanti, yang akan dibutuhkan pola pikir mereka sendiri, bukan pola pikir orang lain, pola pikir orang lain sebatas sebagai perbandingan, bukan tujuan, karena menjadikan pola pikir orang lain menjadi sebuah tujuan adalah tanda ketidak bersyukuran kita karena telah diberi anugerah berupa otak Allah SWT., karebab tidak difungsikan untuk berpikir, dan karena terpaku dengan pola pikir orang lain.

Oleh karena itu, siswa didorong untuk berpikir secara mandiri, orang lain sebagai perbandingan sajan, namun jika setelah dipertimbangkan dan nyatanya pendapat orang lian lebih baik, Subjek selaku subjek wawancara memersilahkan untuk menggunakannya. Baginya jika menghakimi anak hanya berkutat pada jawaban betul salah yang tunggal, khawatir memunculkan tabiat siswa yang mudah menyalahkan orang lain.

Berdasar wawancara tersebut, subjek menjelaskan terkait bagaimana pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan berpikir kritis diimplementasikan. Subjek menjelaskan terkait bagaimana pembelajaran dikemas agar siswa dapat berpikir kritis, tidak terpaku pada satu hal, melainkan dapat menganalisis masalah yang diberikan oleh Subjek selaku guru PAI dengan analisis pribadi dengan mengolah data dari berbagai referensi.

Contohnya ketika pemberian tugas, subjek memberikan tugas yang kontennya berupa konten yang terbuka bagi siswa untuk berpikir. Siswa dalam mengerjakan soal tidak terpaku pada hal yang bersifat eksklusif, dalam arti tidak berpikiran bahwa jika satu teori benar maka seluruh teori selain teori yang diyakininya adalah salah.

Soal yang dikerjakan siswa adalah soal yang memberikan siswa kebebasan berpikir, sehingga jawabannya pun adalah jawaban yang organik dari siswa, dari proses analisis mereka sendiri.

Tugas yang diberikan siswa tersebut menurutnya dapat menjadi hal yang memancing berkembangnya daya pikir siswa, sehingga jika nanti mereka terjun pada kenyataan berbagai masalah di kehidupan sehari–harinya, siswa sanggup menyelesaikan masalah tersebut berkat daya pikir mereka yang sudah diolah dengan baik dan daya pikir mereka yang sudah berkembang. Tugas pun yang diberikan subjek tidaklah banyak, hanya berkisar satu sampai tiga soal, namun tiap soalnya mengandung masalah yang cukup kompleks. Soal yang diberikan sengaja beberapa saja agar siswa dalam mengerjakan soal, benar-benar mengerjakannya dengan serius dan penuh pertimbangan, walau katakanlah soal tersebut hanya satu butir soal.

Bagi subjek, dalam membangun susasana berpikir kritis guru perlu berperan. Subjek dalam hal ini berpendapat bahwa dalam membangun suasana berpikir kritis, guru perlu menjamin siswa. Jangan sampai kebebasan berpikir kritis hanya pada tataran soal saja, namun perlu kebebasan berpikir itu sampai pada siswa.

Agar berkembang daya pikir siswa, guru perlu membangun lingkungan belajar yang mendukung siswa berpikir kritis. Jangan sampai ketika siswa sudah berpikir secara kritis, kemudian guru malah mudah menyalahkan, meremehkan, atau bahkan merendahkan jawaban siswa. Guru perlu menjamin siswa dalam bentuk apapun sehingga siswa nyaman dalam mengembangkan daya pikirnya.

Subjek menganggap bahwa daya pikir merupakan anugrah luar biasa dari Allah SWT., sehingga perlu disyukuri adanya dengan menggunakannya dan menggali potensinya sebaik mungkin. Penggalian potensi berpikir kritis pada siswa melalui penugasan selain diberikan kebebasan tentu juga diberikan batasan, dalam arti siswa bebas berkespresi pada soal yang diberikan selama masih dalam konteks keislaman.

Berdasar orientasi kurikulum merdeka belajar yaitu berupa meningkatkan nilai karakter, kemampuan numerasi, dan literasi, subjek menjelaskan bahwa ada sebuah program bernama project di kelas 10, menurut subjek efektif untuk meningkatkan kapasitas berpikir (numerasi) dan karakter siswa.

Pembelajaran berbasis project dalam kurikulum merdeka adalah strategi pembelajaran berdasarkan kegiatan pembelajaran dan proyek dunia nyata yang menghadirkan masalah pada siswa untuk diselesaikan dalam kelompok (Yunedi, 2022). Berdasarkan konsep pemerintah, kurikulum ini dikembangkan untuk meningkatkan prestasi siswa berprofil Pancasila, di mana proyek tersebut tidak dirancang untuk memenuhi tujuan pembelajaran tertentu dan tak terikat dengan materi akademik tertentu (Pillawaty et al., 2023).

Kegiatan yang disebut project menurut subjek efektif untuk mengolah daya pikir siswa berkaitan dengan literasi dan numerasi, karena dalam project siswa merancang sejenis proposal terkait kegiatan yang akan dilakukannya. Selayaknya proposal, isinya dirancang terstruktur dan berisi beragam teori pendukung dari kegiatan yang ditujukan dalam proposal yang melatih literasi siswa, dalam proposal juga memuat anggaran yang melatih numerasi siswa.

Project tersebut tema diskusinya sudah ditentukan dari pemerintah sebanyak tujuh tema, yang kesemua tema tersebut berkaitan dengan karakter. Kurikulum merdeka lewat program project dapat membantu guru PAI meningkatkan hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter.

Misalnya saja dalam project siswa diminta untuk membuat sebuah proposal, dalam proposal tersebut siswa dapat sekaligus melatih tiga aspek yang diupayakan.

Aspek literasi terasah dengan mendeskripsikan teori yang relevan sesuai topik yang ingin diangkat dalam proposal yang dibuatnya dalam diskusi grup. Aspek numerasi dapat terasah dengan memperkirakan biaya yang diperlukan untuk program yang direncanakan siswa. Aspek karakter terasah melalui konten yang dirujuk siswa yaitu tujuh tema yang telah dijelaskan sebelumnya, serta dapat terasah juga melalui kegiatan diskusi antar anggota.

Subjek lanjut menjelaskan terkait persepsinya terhadap implementasi literasi pada siswa, bahwa:

“Kita tiap Jumat ada literasi jam 0 itu ya tadarus diganti dengan literasi di lapangan, literasi kan ga harus baca buku, dia tampil dalam bentuk seni dia baca puisi boleh, menyanyi boleh, menggambar boleh menjelaskan, nah itu disitu di hari jumat pembiasaan, disamping literasi di kelas.”

Berdasar pada paparan yang dikemukakan, Subjek berkomentar terkait bagaimana amanat kurikulum merdeka, berupa upaya meningkatkan kemampuan literasi pada jam 0 pembelajaran atau dalam arti sebelum pembelajaran yang sebenarnya dimulai (06.30 WIB).

Upaya peningkatan literasi tersebut dilakukan melalui meringkas buku yang tersedia di perpustakaan maupun buku milik siswa, siswa juga diberi kesepatan semisal membaca puisi maupun menggambar dan menjelaskan.

 

Persepsi Negatif

Persepsi negatif adalah persepsi yang menggambarkan semua pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang tahu atau tidaknya seseorang, serta tanggapan yang tidak sinkron dengan objek atau stimulus yang dialami. Ini akan diikuti oleh penolakan, ketidakaktifan, dan penentangan terhadap rangsangan yang dirasakan.

Indikator persepsi negatif adalah kebalikan dari indikator persepsi positif. Tanda-tanda negatifnya adalah: (1) bersikap apatis, menolak, atau melawan stimulus; (2) tidak mengantisipasi dan tidak siap; dan (3) menolak untuk memberdayakan.

Persepsi negatif terhadap kurikulum merdeka belajar yang diungkapkan oleh subjek ialah dengan menjelaskan kebutuhan untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka di mata pelajaran PAI masih kurang, menurutnya diperlukan lebih banyak sosialisasi dan pelatihan daripada yang telah disediakan. Sebab, kurikulum merdeka belajar baru saja ditetapkan, dan banyak mata pelajaran yang menurutnya masih "diraba-raba", perlu pelatihan dan sosialisasi lebih lanjut agar mata pelajaran tersebut dapat mengintegrasikannya dengan lebih efektif di masa mendatang.

Support pemerintah berupa kegiatan sosialisasi terkait program kurikulum merdeka belajar sangat berarti bagi guru PAI agar usaha inovasinya dapat terumus dengan baik. Perlunya penguatan melalui sosialisasi sangat bermanfaat bagi guru PAI agar dapat menginovasikan pembelajaran lebih baik, karena sampai hari ini sosialisasi terkait pelaksanaan kurikulum merdeka belajar yang fokus atau khusus kepada guru PAI tidak ada, sehingga guru PAI dala mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar hanya mengikuti panduan umum pelaksanaannya saja.

Sosialisasi perlu ditingkatkan juga karena dalam upaya menginovasikan pembelajaran, guru PAI perlu berkompetensi baik dalam merencanakan dan menyiapkan perangkat pembelajaran pendukung, seperti meningkatkan kualitas modul pembelajaran, media pembelajaran, dan segenap perangkat pembelajaran lainnya yang diperlukan dalam usaha berinovasi dalam pembelajaran.

Persepsi negatif dalam konteks pengajaran pada siswa kelas X, Subjek berpersepsi bahwa penerapan kurikulum merdeka belajar dirasa masih belum cukup jelas. Persepsinya tersebut didukung pengalamannya bahwa penerapan kurikulum yang sedang berlaku (kurikulum 2013) dirasa belum maksimal dilaksanakan, namun kurikulum sudah berganti begitu saja dengan kurikulum merdeka belajar, padahal antara dua kurikulum tersebut dianggapnya memiliki beberapa kesamaan, jadi yang lebih baik menurutnya adalah daripada menggantinyam, lebih baik mengembangkannya.

Program project dalam kurikulum merdeka belajar meskipun konsepnya baik karena membantu guru PAI meningkatkan karakter, numerasi, dan literasi siswa, namun sayangnya program ini dirasa belum mendapat dana yang cukup dari pemerintah. Beberapa orang tua misalnya, mengeluhkan dana kegiatan proyek yang dilakukan siswa. Akibatnya, meski konsepnya bagus, fasilitas untuk proyeknya masih dinaggap kurang.

 

KESIMPULAN

Berlandaskan penjelasan yang telah dipapar, dapat disarikan atau disimpulkan guru PAI SMAN 66 Jakarta berkenaan dengan kurikulum merdeka belajar yang dilaksanakan di kelas X cenderung berpersepsi positif, artinya cenderung siap dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar.

Hal tersebut karena kurikulum merdeka belajar menurut persepsi subjek cukup memberikan ruang untuk berinovasi, terbuka dengan sikap demokrasi, menjamin siswa berpikir kritis, dan project dianggap program yang berhasil meningkatkan numerasi, literasi, dan karakter siswa.

Kurikulum merdeka menurut persepsi subjek cukup memberikan ruang untuk berinovasi, sehingga disambut baik karena sejalan dengan prinsip yang diyakini guru PAI selama ini, yaitu guru perlu terus berinovasi dalam mengemban profesi keguruannya.

Kurikulum merdeka mengorientasikan hasil belajarnya pada kemampuan numerasi, literasi, dan karakter. Project merupakan salah satu contoh program inovatif yang dilaksanakan demi meningkatnya kemampuan numerasi, literasi, dan karakter.

Berkaitan dengan upaya membuat lingkungan belajar yang demokratis, tidak ada perubahan yang signifikan terkait suasana demokratis dalam pembelajaran. Hal tersebut karena kedemokratisan dalam pembelajaran telah dibangunnya sebelum kurikulum merdeka hadir.

Metode yang digunakan tidak berubah seiring hadirnya kurikulum merdeka, namun format penilaiannya saja yang dirasa menjadi tantangan karena berubah. Hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter terlihat, apalagi sejak ada program project, hanya saja project menurutnya kurang didukung anggaran dan fasilitas yang cukup.

Persepsi negatifnya berdasar pada apa yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu support berupa sosialisasi masih dianggap kurang mencukupi, sehingga perlunya support lebih dari pemerintah dengan memperbanyak sosialisasi kurikulum. Persepsi negatif berikutnya yaitu anggaran untuk program project masih dianggap kurang mencukupi, sehingga dianggap perlu disediakan anggaran lebih sebagai fasilitas untuk memaksimalkan potensi dari program project di kurikulum merdeka

Adapun berdasar pada kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1.      Sekolah yang mengadopsi kurikulum merdeka belajar agar lebih banyak mengundang berbagai narasumber dan banyak menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam mensukseskan implementasi kurikulum merdeka di sekolah.

2.      Dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka, guru perlu lebih bervariasi dalam metode pembelajaran serta memperdalam konsep kurikulum merdeka.

3.      Bagi pemerintah agar lebih menyediakan fasilitas dan anggaran agar sekolah dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan maksimal.

 


 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Arifa, F. A., Bukhori, I. B., & Inzah, M. I. (2023). Persepsi Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di SMP Taruna Dra Zulaeha Leces Probolinggo. TA’DIBUNA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(1), 36–44. https://doi.org/10.30659/JPAI.6.1.36-44

Caldwell, B. J., & Spinks, J. M. (1998). Beyond the Self-Managing School. Beyond the Self-Managing School, 1–256. https://doi.org/10.4324/9780203397435/BEYOND-SELF-MANAGING-SCHOOL-BRIAN-CALDWELL-JIM-SPINKS

Gusnandy, G., Deswalantri, D., Januar, J., & Alimir, A. (2023). Persepsi Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Kurikulum Merdeka di SMA Negeri 1 Palupuh. ALFIHRIS: Jurnal Inspirasi Pendidikan, 1(2), 108–119. https://doi.org/10.59246/ALFIHRIS.V1I2.219

Ilhamsyah, M., Wiguna, S., & Saleh, M. (2023). Persepsi Guru Tentang Konsep Kurikkulum Merdeka Belajar Dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Padang Tualang. Journal Millia Islamia, 1(2), 76–85. https://doi.org/10.51178/CE.V2I1.187

Kemdikbud. (2022). Kurikulum Merdeka Sebagai Upaya Pemulihan Pembelajaran - Direktorat SMP. https://ditsmp.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka-sebagai-upaya-pemulihan-pembelajaran/

Kemdikbud. (2023). Perbandingan Kurikulum | Sistem Informasi Kurikulum Nasional. Kemdikbud. https://kurikulum.kemdikbud.go.id/perbandingan-kurikulum

Maulidi, A. R., Ridhanti, M., & Habibah, N. (2018). KARAKTERISTIK KURIKULUM 2013. https://www.academia.edu/38664705/KARAKTERISTIK_KURIKULUM_2013

NELLY, G. (2018). PERSEPSI GURU PAI TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI MTs.YPP.AZIDDIN. http://repository.uinsu.ac.id/4349/

Nur Fitrotun, N., Miftakhul Huda, M., Ali Fikri, A., & Kudus, I. (2019). Persepsi Calon Guru PAI terhadap Merdeka Belajar. https://doi.org/10.19105/tjpi.v15i2.3387

Pillawaty, S. S., Firdaus, N., Ruswandi, U., & Syakuro, S. A. (2023). Problematika Guru Pendidikan Agama Islam  dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Shibghoh: Prosiding Ilmu Kependidikan UNIDA Gontor, 1, 379–388. https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/shibghoh/article/view/9504

Rahmadhani, R. N., & Istikomah, I. (2023). Kompetensi Guru PAI dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah Muhammadiyah. Al-Liqo: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 20–36. https://doi.org/10.46963/ALLIQO.V8I1.793

Riza, S., Desreza, N., & Yani, N. A. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Vaksin Covid-19 di Kota Banda Aceh. Jurnal Aceh Medika, 6(1), 136–145. http://103.52.61.43/index.php/acehmedika/article/view/3048

Rosidah, C. T., Pramulia, P., & Susiloningsih, W. (2021). ANALISIS KESIAPAN GURU MENGIMPLEMENTASIKAN ASESMEN AUTENTIK DALAM KURIKULUM MERDEKA BELAJAR. Jurnal Pendidikan Dasar, 12(01), 87–103. https://doi.org/10.21009/JPD.V12I01.21159

Saragih, H. S. (2015). PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PERSEPSI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI SIPISPIS MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. UNIMED.

Siregar, B., Putri, V., Nurrayza, N., & Putri, V. (2023). Potret Guru Pendidikan Agama Islam Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar  Di SMA Ar-Rahman Medan Helvetia. Innovative: Journal Of Social Science Research, 3(2), 1266–1277. https://doi.org/10.31004/INNOVATIVE.V3I2.424

Sugiyono, P. D. (2015). Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. CV. Alfabeta.

Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. CV. Andi Offset.

Yunedi, N. K. (2022). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran SBDP dalam Materi Mengenaltari Nusantara dengan Menggunakan Media Audio Visual di Kelas IIISD Inpres 6 Lolu. Universitas Tadulako.