ANALISIS
PERSEPSI GURU PAI KELAS 10 TERHADAP KURIKULUM MERDEKA DI SMAN 66 JAKARTA
Muhammad
Teguh Saputra*
Mushlihin
Amali**
Suci
Nurpratiwi***
*Universitas
Negeri Jakarta, Indonesia
**Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
***Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
*E-mail: teguhpai2019@gmail.com
**E-mail: mushlihin@unj.ac.id
***E-mail: sucinurpratiwi@unj.ac.id
Abstract
This
research aims to analyze and describe the perceptions of grade X PAI teachers
at SMAN 66 Jakarta regarding implementing the Kurikulum Merdeka. In this
research, a qualitative approach was used. Data was collected through
interviews with PAI teachers, the Deputy Principal for Curriculum, and students
of SMAN 66 Jakarta. The data obtained was classified into two forms using the
Walgito perception technique: positive and negative. The data consists of four
aspects: innovation, democratic school culture, development of learning quality,
and quality of learning outcomes in numeracy, literacy, and character. The
research shows that the Kurikulum Merdeka tends to be perceived positively
because (1) the Lurikulum Merdeka provides space for innovation; (2) The
Kurikulum Merdeka accommodates democracy; (3) The Kurikulum Merdeka promotes
and guarantees students' critical thinking; (4) The Kurikulum Merdeka through
the P5 program helps PAI teachers improve student learning outcomes in terms of
numeracy, literacy and character. On the other hand, the Kurikulum Merdeka is
perceived negatively because (1) There is a lack of sufficient budget and
facilities to implement;
and (2) PAI teachers think that there are not many changes from the Kurikulum
2013 concept to the Kurikulum Merdeka.
Keywords: peception;
PAI teacher; merdeka curriculum
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis dan
mendeskripsikan bagaimana persepsi guru PAI Kelas X SMAN 66 Jakarta terkait
penerapan Kurikulum Merdeka Belajar. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan
melalui wawancara dengan guru PAI, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, serta
siswa SMAN 66 Jakarta. Data yang diperoleh diklasifikasi
menggunakan teknik persepsi Walgito ke dalam dua bentuk, yaitu persepsi positif
dan negatif. Data
terdiri dari empat aspek yaitu Inovasi, Budaya sekolah yang demokratis,
Pengembangan kualitas pembelajaran dan Kualitas hasil belajar numerasi,
literasi, dan karakter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka
cenderung dipersepsikan positif karena (1) Kurikulum merdeka cukup memberikan
ruang untuk berinovasi; (2) Kurikulum Merdeka mewadahi demokrasi dalam mengajar;
(3) Kurikulum Merdeka mengusung dan menjamin pikiran kritis siswa; (4)
Kurikulum Merdeka melalui program P5 membantu guru PAI meningkatkan hasil
belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter. Di sisi lain Kurikulum
Merdeka dipersepsikan negatif karena (1) Kurangnya anggaran dan fasilitas yang
cukup dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka; dan (2) Guru PAI menganggap
bahwa tak banyak perubahan dari konsep kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka.
Kata Kunci: persepsi; guru PAI; kurikulum merdeka
PENDAHULUAN
Pendidikan dalam rangka
upaya mencapai tujuan dan memajukannya, begitu membutuhkan kurikulum
Berdasarkan keresahan dan masalah yang dihadapi dalam
konteks pendidikan tersebut, pemerintah akhirnya berusaha untuk mengembangkan, menyusun, dan menetapkan
sebuah kurikulum melalui Kemdikbud yang resmi diluncurkan pada tahun 2022,
yaitu KURMA (Kurikulum Merdeka Belajar). Perbedaan antara kurikulum 2013
(sebelumnya) dengan kurikulum merdeka berdasar kemdikbud yaitu ditabulasikan
sebagai berikut
Tabel 1 Komparasi Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013
Komponen |
Kurikulum Merdeka
Belajar |
Kurikulum 2013 |
Fokus Tujuan |
Mengembangkan profil
pelajar pancasila |
Mengacu pada sisdiknas |
Pemetaan Kompetensi |
Mengcu pada sistem fase
(Fondasi, A, B, C, D, E, dan F) |
Mengacu pada sistem KD
dan KI |
Pembelajaran |
Dilaksanakan tatap muka
dengan persentase 70 hingga 80 persen, sedangkan pembelajaran berupa kegiatan
non-tatap muka dirancang melalui kegiatan proyek penguatan profil pelajar
pancasila dengan persentase 20 hingga 30 persen |
Dilaksanakan tatap muka
dengan persentase 50 persen, sedangkan pembelajaran berupa non-tatap muka
dengan persentase maksimal 50 persen tidak dirancang secara khusus,
tergantung kreativitas masing-masing guru |
Penilaian |
Penilaian/asesmen
sumatif dan formatif untuk merancang pembelajaran sesuai kemampuan siswa |
Penilaian sumatif dan
formatif untuk memantau kemajuan dan hasil belajar siswa |
Jam Pelajaran (JP) |
Jam pelajaran diatur
pertahun |
Jam pelajaran diatur
perminggu |
Hadirnya
kurikulum merdeka belajar, disamping menjadi angin segar bagi pembelajaran,
juga tak lepas dari berbagai permasalahan. Contoh permasalahan yaitu ketika
guru belum siap pada hadirnya kurikulum merdeka belajar, seperti penelitian
yang diangkat oleh Rosidah, dkk. Penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa guru yang belum siap
dipersentasekan sebanyak 52%
Pada penelitian yang diangkat oleh Fitrotun dkk., juga terdapat persepsi
yang menunjukkan bahwa dari 18% calon guru PAI mengaku bahwa mereka belum
mengetahui tentang Merdeka Belajar
Penelitian sejenis seperti yang dilakukan oleh beberapa peneliti (
Hadirnya kurikulum merdeka belajar tak lepas dari berbagai permasalahan.
Contohnya ketika guru belum siap pada hadirnya kurikulum merdeka belajar.
Padahal di tahun 2024 mendatang, Kemdikbud menekankan sekolah sudah harus mulai
mampu menerapkan Kurikulum Merdeka
Berdasar hal terebut, penelitian ini bertujuan menelaah lebih lanjut dengan menganalisis persepsi guru
Pendidikan Agama Islam kelas X terhadap Kurikulum Merdeka di SMAN 66 Jakarta. Penelitian
dilakukan di SMAN 66 Jakarta karena SMAN 66 Jakarta merupakan salah satu
sekolah yang sudah menerapkan kurikulum merdeka. Sedangkan penelitian dilakukan
pada guru PAI karena guru PAI merupakan salah satu guru yang
mengimplementasikan kurikulum merdeka dan merupakan salah satu guru yang
menjadi garda terdepan dalam mengawal karakter siswa sejalan dengan amanat dari
hadirnya kurikulum merdeka, yaitu untuk mengembangkan karakter siswa.
Hasil penelitian nantinya dapat memberikan gambaran tentang bagaimana
penerapan kurikulum tersebut dipersepsikan di sekolah. Hal ini dapat membantu
pihak berwenang untuk memperbaiki kekurangan dan mengoptimalkan keberhasilan
program Kurikulum Merdeka Belajar di masa depan. Hasil penelitian juga dapat
menjadi masukan sekolah lain yang ingin mengimplementasikan Kurikulum Merdeka,
sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan kedepannya.
METODE
Bentuk penelitian yang dipilih peneliti adalah penelitian
kualitatif yang menekankan peneliti sebagai instrumen utama
Secara umum penelitian
dilakukan dengan mewawancarai berbagai narasumber terkait dengan pertanyaan
yang relevan, kemudian data yang ada dianalisis dengan teori-teori terkait.
Teori terkait didapat melalui kajian pustaka berupa pengkajian terhadap berbagai
teori bersumber dari literatur-literatur terdahulu yang kredibel dan relevan. Data
yang ada dibagi dengan teori persepsi Walgito yang membagi persepsi ke dalam
dua bentuk, yaitu persepsi positif dan negatif
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Kurikulum merdeka cenderung dipersepsikan positif, seperti
yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Pengelompokan Persepsi
Jenis Persepsi |
||
Komponen Implementasi |
Positif |
Negatif |
Inovasi |
Kurikulum merdeka memberikan ruang untuk berinovasi |
Perlunya support lebih dari pemerintah dengan
memperbanyak sosialisasi kurikulum agar inovasi yang ingin dilakukan guru
dapat terumuskan dengan baik |
Nalar Kritis |
Kurikulum merdeka mewadahi guru memajukan dan menjamin
pikiran kritis siswa |
- |
Budaya Democratic |
Kurikulum merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam
mengajar |
- |
Numerasi, Literasi, dan Karakter |
Program project dalam kurikulum merdeka dapat membantu
guru PAI meningkatkan hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan
karakter. |
Perlunya anggaran lebih sebagai fasilitas untuk
memaksimalkan potensi dari program project di kurikulum merdeka |
Guru PAI berpersepsi: (1) Kurikulum merdeka cukup
memberikan ruang untuk berinovasi, sehingga disambut baik karena sejalan dengan
prinsip yang diyakini guru PAI selama ini, yaitu sebagai seorang pendidik guru
perlu terus berinovasi dalam mengemban profesi keguruannya; (2) Kurikulum
merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam mengajar; (3) Kurikulum merdeka
mewadahi guru memajukan dan menjamin pikiran kritis siswa; (4) Kurikulum
merdeka lewat program project membantu guru PAI meningkatkan hasil
belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter.
Sedangkan kurikulum
merdeka beberapa hal oleh guru PAI dipersepsikan negatif karena: (1) Guru PAI
berpendapat kurangnya anggaran dan fasilitas yang cukup dalam mengimplementasikan
kurikulum merdeka; (2) Guru PAI menganggap bahwa tak banyak perubahan dari
konsep kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka.
Persepsi Positif
Persepsi positif adalah
persepsi yang menggambarkan seluruh pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang
tahu atau tidaknya seseorang, serta jawaban yang diteruskan untuk upaya
mempekerjakan. Ini akan diikuti dengan menerima atau bertindak berdasarkan rangsangan
yang dirasakan dan mempertahankannya.
Indikator positif
diantaranya adalah: (1) Menaruh perhatian yang besar kepada stimulus; (2)
Memiliki harapan baik dan kesiapan yang mumpuni (
SMAN 66 Jakarta merupakan
salah satu sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka belajar dalam melaksanakan
pembelajarannya. Kurikulum tersebut baru diterapkan pada siswa kelas X.
Kurikulum merdeka belajar merupakan kurikulum baru yang diadopsi di SMAN 66 Jakarta,
oleh karena itu saat ini hanya kelas X yang mengadopsinya, sedangkan kelas XI
dan XII masih tetap menggunakan kurikulum 2013 (kurtilas).
Saat diwawancarai terkait
bagaimana inovasi yang dilakukan sejalan dengan diberlakukannya kurikulum
merdeka belajar, subjek bercerita terkait konsep dan persepsinya terhadap
inovasi yang dilakukannya, ia menjelaskan bahwa secara prinsip, inovasi
bergantung pada kita sebagai individu. Sebenarnya, inovasi diperlukan dan tidak
tergantung pada kurikulum, jika kita periksa dengan baik, menurut subjek
sebenarnya kurikulum merdeka memiliki konsep yang mirip dengan kurikulum 2013.
Jadi, berkat kemiripan tersebut siswa mudah beradaptasi dengan pembelajaran
berbasis kurikulum merdeka belajar.
Awalnya subjek bercerita
terkait persepsinya tentang bagaimana inovasi menjadi hal yang menurutnya harus
dimiliki. Subjek menjelaskan bahwa inovasi memang sudah menjadi keharusan yang
tak terikat oleh apapun, termasuk kurikulum. Bagi subjek inovasi haruslah terus
dilakukan meskipun berbagai halangan hadir menjadi rintangan yang cukup
menyulitkan bagi subjek.
Berkat prinsip inovatif
yang dimilikinya, kurikulum merdeka belajar dapat diimplementasikan dengan
baik, walaupun bukan berarti tanpa halangan. Halangan jadi hal biasa baginya,
tugasnya hanyalah mencoba dan terus mencoba berbagai inovasi yang relevan bagi
pembelajaran yang diampunya, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Bagi subjek, kurikulum
merdeka belajar tidaklah menyulitkan subjek, karena kurikulum merdeka belajar
baginya merupakan hal yang sejalan dengan prinsip maupun apa yang diyakininya
baik selama ini, seperti menginovasikan pembelajaran agar sesuai dengan era
teknologi. Inovasi dilakukan dengan memberi tugas dalam bentuk video dengan
konten sederhana namun berkesan. Subjek menggagas konten yang berisi saling
memaafkan antara siswa dengan orang tuanya masing-masing, kemudian divideokan
dan dikumpulkan pada subjek dan dinilai.
Subjek menjelaskan bahwa
setiap individu anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda, seperti kemampuan
berpikir dan berinteraksi, dan tugas kita sebagai pendidik adalah untuk
memperhatikan kebutuhan setiap anak dan mengakomodasi kemampuan mereka secara
keseluruhan. Sebagai contoh, tidak hanya memfokuskan perhatian pada siswa yang
sudah mahir dalam aktivitas belajar atau mengesampingkan siswa yang cenderung
pasif. Sebaliknya, penting bagi kita untuk memastikan bahwa semua siswa, baik
yang terampil maupun yang masih perlu dibimbing, agar mampu mengikuti
pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu, kita harus berfokus pada memenuhi
kebutuhan individu siswa agar dapat memaksimlakan potensinya.
Subjek sebagai subjek
wawancara menjelaskan bahwa pembelajaran PAI yang demokratis, yang telah ia
bangun selama ini tidak sia – sia, karena amanat yang ada pada kurikulum
merdeka belajar, yaitu membangun suasana sekolah yang demokratis, dirasa
seperti hal yang sudah sewajarnya.
Bagi subjek kurikulum
merdeka belajar mewadahi kedemokratisan dalam mengajar. Amanat dalam kurikulum
merdeka salah satunya menjadikan guru sebagai fasilitator. Guru yang awalnya
diberi satu-satunya ruang untuk aktif di kelas, saat ini guru menjadi fasilitator
yang memfasilitasi siswa secara inklusif agar lebih aktif. Guru pada kurikulum
merdeka lebih dituntut untuk berkolaborasi dengan siswa agar pembelajaran lebih
hidup dan bermakna.
Subjek telah
mengimplementasikan pembelajaran yang demokratis, sehingga ketika kurikulum
merdeka belajar hadir, seperti menjadi wadah yang tepat bagi pembelajaran PAI.
Berkat suasana demokratis yang telah diusahakannya selama ini, subjek menjadi
cepat beradaptasi dan menyanggupi kurikulum merdeka yang hadir.
Terkait kedemokratisan
dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam, suasana yang dibangun yaitu subjek
dalam memandang siswa menggunakan
sudut pandang yang egaliter, bahwa seluruh siswa dianggapnya setara. Berdasar sudut pandang egaliter tersebut, subjek menjadi sosok yang berpersepsi bahwa gampang
menghakimi siswa adalah perbuatan yang buruk bagi seorang guru.
Hal tersebut karena Ia
menganggap bahwa setiap anak memiliki potensinya masing-masing, sehingga
apabila guru hanya menghakimi karena ketidak bisaannya para hal tertentu saja,
akan berakibat buruk bagi siswa, membuatnya putus asa, dan sebagainya yang justru
berdampak buruk pada berkembangnya potensi siswa
Selanjutnya berkaitan dengan pengembangan daya kritis
siswa melalui variasi metode pembelajaran, subjek menjelaskan bahwa:
“Agama ya, sulit ya keluar
dari metode ceramah. Sebenarnya dominan ya metode ceramah, namun bagaimana
menyampaikannya, mengemasnya, konsepnya ceramah, namun konsepnya berbeda.”
Subjek mendeskripsikan
bahwa menurutnya yang dinilai pada akhirnya hanyalah apakah suatu konsep atau
pemikiran sesuai dengan konteks Islam atau keluar dalam konteks Islam.
Berlandaskan hal tersebut, sangat penting bagi kita berpikir kritis, namun
tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam. Terlalu banyak kebebasan dalam
berpikir bisa membawa kita ke arah yang tidak benar dan menyimpang dari ajaran
Islam.
Meskipun subjek mengakui
tidak memberikan banyak tugas, tetapi subjek percaya bahwa nanti ketika
siswanya telah dewasa, yang dibutuhkan adalah pola pikirnya, bukan pola pikir
orang lain. Orang lain bisa menjadi perbandingan, tetapi bukan tujuan. Jangan sampai
siswanya ketika beranjak dewasa terpaku pada pola pikir orang lain karena ini
akan mengurangi kemampuan berpikir kreatif.
Oleh karena itu,
kemandirian pola pikir namun menggunakan pandangan orang lain sebagai bahan
pertimbangan adalah hal utama yang perlu diterapkan nantinya. Contohnya ketika
menurut kita pendapat orang lain lebih baik, maka silakan ikuti. Namun, jika
nanti kita merasa pandangan yang kita yakini lebih baik, maka lakukanlah sesuai
keyakinan kita sendiri.
Subjek mendeskripsikan
bahwa akhirnya yang dinilai adalah konteksnya, sesuai atau bertolak belakang
dengan Islam, jadi dalam hal berpikir kritis, Subjek memersilahkan berpikir
sekritis mungkin tapi dengan catatan bahwa interpretasinya tidak jauh dari konteks
Islam ya paling di situ rambunya. Sebab kalau terlalu bebas khawatir
interpretasi yang didapatkan bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam. Jadi
ada dalam menginterpretasikan suatu hal, siswa diberi kebebasan, namun
kebebasan yang terbatas.
Kurikulum merdeka mewadahi
guru memajukan dan menjamin pikiran kritis siswa. Subjek bercerita bahwa ia
tidak pernah memberi soal banyak, hanya berkisar tiga, dua, atau satu soal
saja, karena subjek berpikir andaikan
siswa dewasa nanti, yang akan dibutuhkan pola pikir mereka sendiri, bukan pola
pikir orang lain, pola pikir orang lain sebatas sebagai perbandingan, bukan
tujuan, karena menjadikan pola pikir orang lain menjadi sebuah tujuan adalah
tanda ketidak bersyukuran kita karena telah diberi anugerah berupa otak Allah
SWT., karebab tidak difungsikan untuk berpikir, dan karena terpaku dengan pola
pikir orang lain.
Oleh karena itu, siswa
didorong untuk berpikir secara mandiri, orang lain sebagai perbandingan sajan,
namun jika setelah dipertimbangkan dan nyatanya pendapat orang lian lebih baik,
Subjek selaku subjek wawancara memersilahkan untuk menggunakannya. Baginya jika
menghakimi anak hanya berkutat pada jawaban betul salah yang tunggal, khawatir
memunculkan tabiat siswa yang mudah menyalahkan orang lain.
Berdasar wawancara
tersebut, subjek menjelaskan terkait bagaimana pembelajaran yang berorientasi
pada kemampuan berpikir kritis diimplementasikan. Subjek menjelaskan terkait
bagaimana pembelajaran dikemas agar siswa dapat berpikir kritis, tidak terpaku
pada satu hal, melainkan dapat menganalisis masalah yang diberikan oleh Subjek
selaku guru PAI dengan analisis pribadi dengan mengolah data dari berbagai
referensi.
Contohnya ketika pemberian
tugas, subjek memberikan tugas yang kontennya berupa konten yang terbuka bagi
siswa untuk berpikir. Siswa dalam mengerjakan soal tidak terpaku pada hal yang
bersifat eksklusif, dalam arti tidak berpikiran bahwa jika satu teori benar
maka seluruh teori selain teori yang diyakininya adalah salah.
Soal yang dikerjakan siswa
adalah soal yang memberikan siswa kebebasan berpikir, sehingga jawabannya pun
adalah jawaban yang organik dari siswa, dari proses analisis mereka sendiri.
Tugas yang diberikan siswa
tersebut menurutnya dapat menjadi hal yang memancing berkembangnya daya pikir
siswa, sehingga jika nanti mereka terjun pada kenyataan berbagai masalah di
kehidupan sehari–harinya, siswa sanggup menyelesaikan masalah tersebut berkat
daya pikir mereka yang sudah diolah dengan baik dan daya pikir mereka yang
sudah berkembang. Tugas pun yang diberikan subjek tidaklah banyak, hanya
berkisar satu sampai tiga soal, namun tiap soalnya mengandung masalah yang
cukup kompleks. Soal yang diberikan sengaja beberapa saja agar siswa dalam
mengerjakan soal, benar-benar mengerjakannya dengan serius dan penuh
pertimbangan, walau katakanlah soal tersebut hanya satu butir soal.
Bagi subjek, dalam
membangun susasana berpikir kritis guru perlu berperan. Subjek dalam hal ini
berpendapat bahwa dalam membangun suasana berpikir kritis, guru perlu menjamin
siswa. Jangan sampai kebebasan berpikir kritis hanya pada tataran soal saja, namun
perlu kebebasan berpikir itu sampai pada siswa.
Agar berkembang daya pikir
siswa, guru perlu membangun lingkungan belajar yang mendukung siswa berpikir
kritis. Jangan sampai ketika siswa sudah berpikir secara kritis, kemudian guru
malah mudah menyalahkan, meremehkan, atau bahkan merendahkan jawaban siswa.
Guru perlu menjamin siswa dalam bentuk apapun sehingga siswa nyaman dalam
mengembangkan daya pikirnya.
Subjek menganggap bahwa
daya pikir merupakan anugrah luar biasa dari Allah SWT., sehingga perlu
disyukuri adanya dengan menggunakannya dan menggali potensinya sebaik mungkin.
Penggalian potensi berpikir kritis pada siswa melalui penugasan selain diberikan
kebebasan tentu juga diberikan batasan, dalam arti siswa bebas berkespresi pada
soal yang diberikan selama masih dalam konteks keislaman.
Berdasar orientasi
kurikulum merdeka belajar yaitu berupa meningkatkan nilai karakter, kemampuan
numerasi, dan literasi, subjek menjelaskan bahwa ada sebuah program bernama project
di kelas 10, menurut subjek efektif untuk meningkatkan kapasitas berpikir
(numerasi) dan karakter siswa.
Pembelajaran berbasis project
dalam kurikulum merdeka adalah strategi pembelajaran berdasarkan kegiatan
pembelajaran dan proyek dunia nyata yang menghadirkan masalah pada siswa untuk
diselesaikan dalam kelompok
Kegiatan yang disebut project
menurut subjek efektif untuk mengolah daya pikir siswa berkaitan dengan
literasi dan numerasi, karena dalam project siswa merancang sejenis
proposal terkait kegiatan yang akan dilakukannya. Selayaknya proposal, isinya
dirancang terstruktur dan berisi beragam teori pendukung dari kegiatan yang
ditujukan dalam proposal yang melatih literasi siswa, dalam proposal juga memuat
anggaran yang melatih numerasi siswa.
Project tersebut tema diskusinya sudah ditentukan dari pemerintah
sebanyak tujuh tema, yang kesemua tema tersebut berkaitan dengan karakter. Kurikulum
merdeka lewat program project dapat membantu guru PAI meningkatkan hasil
belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter.
Misalnya saja dalam project
siswa diminta untuk membuat sebuah proposal, dalam proposal tersebut siswa
dapat sekaligus melatih tiga aspek yang diupayakan.
Aspek literasi terasah
dengan mendeskripsikan teori yang relevan sesuai topik yang ingin diangkat
dalam proposal yang dibuatnya dalam diskusi grup. Aspek numerasi dapat terasah
dengan memperkirakan biaya yang diperlukan untuk program yang direncanakan siswa.
Aspek karakter terasah melalui konten yang dirujuk siswa yaitu tujuh tema yang
telah dijelaskan sebelumnya, serta dapat terasah juga melalui kegiatan diskusi
antar anggota.
Subjek lanjut menjelaskan
terkait persepsinya terhadap implementasi literasi pada siswa, bahwa:
“Kita tiap Jumat ada literasi jam 0 itu ya tadarus
diganti dengan literasi di lapangan, literasi kan ga harus baca buku, dia
tampil dalam bentuk seni dia baca puisi boleh, menyanyi boleh, menggambar boleh
menjelaskan, nah itu disitu di hari jumat pembiasaan, disamping literasi di
kelas.”
Berdasar pada paparan yang dikemukakan, Subjek
berkomentar terkait bagaimana amanat kurikulum merdeka, berupa upaya
meningkatkan kemampuan literasi pada jam 0 pembelajaran atau dalam arti sebelum
pembelajaran yang sebenarnya dimulai (06.30 WIB).
Upaya peningkatan literasi tersebut dilakukan melalui
meringkas buku yang tersedia di perpustakaan maupun buku milik siswa, siswa
juga diberi kesepatan semisal membaca puisi maupun menggambar dan menjelaskan.
Persepsi Negatif
Persepsi negatif
adalah persepsi yang menggambarkan semua pengetahuan dan pemahaman seseorang
tentang tahu atau tidaknya seseorang, serta tanggapan yang tidak sinkron dengan
objek atau stimulus yang dialami. Ini akan diikuti oleh penolakan,
ketidakaktifan, dan penentangan terhadap rangsangan yang dirasakan.
Indikator persepsi
negatif adalah kebalikan dari indikator persepsi positif. Tanda-tanda
negatifnya adalah: (1) bersikap apatis, menolak, atau melawan stimulus; (2)
tidak mengantisipasi dan tidak siap; dan (3) menolak untuk memberdayakan.
Persepsi negatif terhadap
kurikulum merdeka belajar yang diungkapkan oleh subjek ialah dengan menjelaskan
kebutuhan untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka di mata pelajaran PAI
masih kurang, menurutnya diperlukan lebih banyak sosialisasi dan pelatihan
daripada yang telah disediakan. Sebab, kurikulum merdeka belajar baru saja
ditetapkan, dan banyak mata pelajaran yang menurutnya masih
"diraba-raba", perlu pelatihan dan sosialisasi lebih lanjut agar mata
pelajaran tersebut dapat mengintegrasikannya dengan lebih efektif di masa
mendatang.
Support pemerintah berupa kegiatan sosialisasi terkait program
kurikulum merdeka belajar sangat berarti bagi guru PAI agar usaha inovasinya
dapat terumus dengan baik. Perlunya penguatan melalui sosialisasi sangat
bermanfaat bagi guru PAI agar dapat menginovasikan pembelajaran lebih baik,
karena sampai hari ini sosialisasi terkait pelaksanaan kurikulum merdeka
belajar yang fokus atau khusus kepada guru PAI tidak ada, sehingga guru PAI
dala mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar hanya mengikuti panduan umum
pelaksanaannya saja.
Sosialisasi perlu
ditingkatkan juga karena dalam upaya menginovasikan pembelajaran, guru PAI
perlu berkompetensi baik dalam merencanakan dan menyiapkan perangkat
pembelajaran pendukung, seperti meningkatkan kualitas modul pembelajaran, media
pembelajaran, dan segenap perangkat pembelajaran lainnya yang diperlukan dalam
usaha berinovasi dalam pembelajaran.
Persepsi negatif dalam
konteks pengajaran pada siswa kelas X, Subjek berpersepsi bahwa penerapan
kurikulum merdeka belajar dirasa masih belum cukup jelas. Persepsinya tersebut
didukung pengalamannya bahwa penerapan kurikulum yang sedang berlaku (kurikulum
2013) dirasa belum maksimal dilaksanakan, namun kurikulum sudah berganti begitu
saja dengan kurikulum merdeka belajar, padahal antara dua kurikulum tersebut
dianggapnya memiliki beberapa kesamaan, jadi yang lebih baik menurutnya adalah
daripada menggantinyam, lebih baik mengembangkannya.
Program project
dalam kurikulum merdeka belajar meskipun konsepnya baik karena membantu guru
PAI meningkatkan karakter, numerasi, dan literasi siswa, namun sayangnya
program ini dirasa belum mendapat dana yang cukup dari pemerintah. Beberapa
orang tua misalnya, mengeluhkan dana kegiatan proyek yang dilakukan siswa.
Akibatnya, meski konsepnya bagus, fasilitas untuk proyeknya masih dinaggap
kurang.
KESIMPULAN
Berlandaskan penjelasan yang telah dipapar, dapat
disarikan atau disimpulkan guru PAI SMAN 66 Jakarta berkenaan dengan kurikulum
merdeka belajar yang dilaksanakan di kelas X cenderung berpersepsi positif,
artinya cenderung siap dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar.
Hal tersebut karena kurikulum merdeka belajar menurut
persepsi subjek cukup memberikan ruang untuk berinovasi, terbuka dengan sikap
demokrasi, menjamin siswa berpikir kritis, dan project dianggap program
yang berhasil meningkatkan numerasi, literasi, dan karakter siswa.
Kurikulum merdeka menurut persepsi subjek cukup memberikan ruang untuk
berinovasi, sehingga disambut baik karena sejalan dengan prinsip yang diyakini
guru PAI selama ini, yaitu guru perlu terus berinovasi dalam mengemban profesi
keguruannya.
Kurikulum merdeka mengorientasikan hasil belajarnya pada kemampuan
numerasi, literasi, dan karakter. Project merupakan salah satu contoh
program inovatif yang dilaksanakan demi meningkatnya kemampuan numerasi,
literasi, dan karakter.
Berkaitan dengan upaya membuat lingkungan belajar yang demokratis, tidak
ada perubahan yang signifikan terkait suasana demokratis dalam pembelajaran.
Hal tersebut karena kedemokratisan dalam pembelajaran telah dibangunnya sebelum
kurikulum merdeka hadir.
Metode yang digunakan tidak berubah seiring hadirnya
kurikulum merdeka, namun format penilaiannya saja yang dirasa menjadi tantangan
karena berubah. Hasil belajar siswa dari segi numerasi, literasi, dan karakter
terlihat, apalagi sejak ada program project, hanya saja project menurutnya
kurang didukung anggaran dan fasilitas yang cukup.
Persepsi negatifnya berdasar pada apa yang telah
dipaparkan sebelumnya yaitu support berupa sosialisasi masih dianggap kurang
mencukupi, sehingga perlunya support lebih dari pemerintah dengan memperbanyak
sosialisasi kurikulum. Persepsi negatif berikutnya yaitu anggaran untuk program
project masih dianggap kurang mencukupi, sehingga dianggap perlu
disediakan anggaran lebih sebagai fasilitas untuk memaksimalkan potensi dari
program project di kurikulum merdeka
Adapun berdasar pada kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, peneliti
memberikan saran sebagai
berikut:
1. Sekolah yang mengadopsi
kurikulum merdeka belajar agar lebih banyak mengundang berbagai narasumber dan
banyak menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam mensukseskan
implementasi kurikulum merdeka di sekolah.
2. Dalam mengimplementasikan
kurikulum merdeka, guru perlu lebih bervariasi dalam metode pembelajaran serta
memperdalam konsep kurikulum merdeka.
3. Bagi pemerintah agar lebih
menyediakan fasilitas dan anggaran agar sekolah dapat mengimplementasikan
kurikulum merdeka dengan maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifa, F. A., Bukhori, I. B., &
Inzah, M. I. (2023). Persepsi Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap
Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di SMP Taruna Dra Zulaeha Leces
Probolinggo. TA’DIBUNA: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(1),
36–44. https://doi.org/10.30659/JPAI.6.1.36-44
Caldwell, B. J., & Spinks, J.
M. (1998). Beyond the Self-Managing School. Beyond the Self-Managing School,
1–256.
https://doi.org/10.4324/9780203397435/BEYOND-SELF-MANAGING-SCHOOL-BRIAN-CALDWELL-JIM-SPINKS
Gusnandy, G., Deswalantri, D.,
Januar, J., & Alimir, A. (2023). Persepsi Guru Pendidikan Agama Islam
Terhadap Kurikulum Merdeka di SMA Negeri 1 Palupuh. ALFIHRIS : Jurnal Inspirasi Pendidikan, 1(2), 108–119.
https://doi.org/10.59246/ALFIHRIS.V1I2.219
Ilhamsyah, M., Wiguna, S., &
Saleh, M. (2023). Persepsi Guru Tentang Konsep Kurikkulum Merdeka Belajar
Dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Padang Tualang. Journal Millia
Islamia, 1(2), 76–85. https://doi.org/10.51178/CE.V2I1.187
Kemdikbud. (2022). Kurikulum
Merdeka Sebagai Upaya Pemulihan Pembelajaran - Direktorat SMP.
https://ditsmp.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka-sebagai-upaya-pemulihan-pembelajaran/
Kemdikbud. (2023). Perbandingan
Kurikulum | Sistem Informasi Kurikulum Nasional. Kemdikbud.
https://kurikulum.kemdikbud.go.id/perbandingan-kurikulum
Maulidi, A. R., Ridhanti, M., &
Habibah, N. (2018). KARAKTERISTIK KURIKULUM 2013.
https://www.academia.edu/38664705/KARAKTERISTIK_KURIKULUM_2013
NELLY, G. (2018). PERSEPSI GURU
PAI TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI MTs.YPP.AZIDDIN.
http://repository.uinsu.ac.id/4349/
Nur Fitrotun, N., Miftakhul Huda,
M., Ali Fikri, A., & Kudus, I. (2019). Persepsi Calon Guru PAI terhadap
Merdeka Belajar. https://doi.org/10.19105/tjpi.v15i2.3387
Pillawaty, S. S., Firdaus, N.,
Ruswandi, U., & Syakuro, S. A. (2023). Problematika Guru Pendidikan Agama
Islam dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Shibghoh:
Prosiding Ilmu Kependidikan UNIDA Gontor, 1, 379–388.
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/shibghoh/article/view/9504
Rahmadhani, R. N., & Istikomah,
I. (2023). Kompetensi Guru PAI dalam Mengimplementasikan Kurikulum Merdeka
Belajar di Sekolah Muhammadiyah. Al-Liqo: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1),
20–36. https://doi.org/10.46963/ALLIQO.V8I1.793
Riza, S., Desreza, N., & Yani,
N. A. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Persepsi Masyarakat Terhadap
Vaksin Covid-19 di Kota Banda Aceh. Jurnal Aceh Medika, 6(1),
136–145. http://103.52.61.43/index.php/acehmedika/article/view/3048
Rosidah, C. T., Pramulia, P., &
Susiloningsih, W. (2021). ANALISIS KESIAPAN GURU MENGIMPLEMENTASIKAN ASESMEN
AUTENTIK DALAM KURIKULUM MERDEKA BELAJAR. Jurnal Pendidikan Dasar, 12(01),
87–103. https://doi.org/10.21009/JPD.V12I01.21159
Saragih, H. S. (2015). PENINGKATAN
KEMAMPUAN KONEKSI DAN PERSEPSI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI SIPISPIS MELALUI
PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. UNIMED.
Siregar, B., Putri, V., Nurrayza,
N., & Putri, V. (2023). Potret Guru Pendidikan Agama Islam Implementasi
Kurikulum Merdeka Belajar Di SMA Ar-Rahman Medan Helvetia. Innovative:
Journal Of Social Science Research, 3(2), 1266–1277.
https://doi.org/10.31004/INNOVATIVE.V3I2.424
Sugiyono, P. D. (2015). Cara
Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. CV. Alfabeta.
Walgito, B. (2010). Pengantar
Psikologi Umum. CV. Andi Offset.
Yunedi, N. K. (2022). Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran SBDP dalam Materi Mengenaltari
Nusantara dengan Menggunakan Media Audio Visual di Kelas IIISD Inpres 6 Lolu.
Universitas Tadulako.