ANALISIS HASIL UJI KOMPETENSI PADA PESERTA PELATIHAN TENAGA KESEHATAN HAJI DI BAPELKES BATAM TAHUN 2023

 

Desy Ariani Gultom

Balai Pelatihan Kesehatan Batam, Indonesia

E-mail: dokterdez1@gmail.com

 

Abstract

In 2023, Bapelkes Batam carred out (Tenaga Kesehatan Haji) TKH Training for the Batam Embarkation Kloter. This research aims to analyze practical competency and soft skills and describe the competency profile of TKH after training. The competencies include hard skills and soft skills competencies. In addition, this research analyzes the differences in competency mastered between doctor-group participants and nurse-group participants. The research is a quantitative descriptive study involving 20 participants. Data was analysed using One-way ANOVA descriptive statistical analysis techniques. The research results show that (1) participants' achievement exceeds the minimum score (80) both in hard and soft skills; (2) there were differences in hard skills achievement based on professional groups of doctors and nurses, but no significant differences were found in soft skills.

Keywords: Batam embarkation; TKH training; hard skill; soft skill

 

Abstrak

Pada tahun 2023, Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Batam melaksanakan Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji (TKH) Kloter Embarkasi Batam. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hasil ujian praktik kompetensi dan mendeskripsikan profil kompetensi peserta Pelatihan TKH Kloter Embarkasi Batam tahun 2023. Kompetensi yang dimaksud mencakup kompetensi keterampilan, kompetensi soft skill. Selain itu akan dianalisis perbedaan kompetensi pada kelompok peserta dengan profesi dokter dan perawat. Metode penelitian dirancang dengan pendekatan deskriptif kuantitatif terhadap 20 orang peserta dengan teknik analisis statistik Deskriptif dan One-way Anova. Hasil penelitian menunjukkan: (1) peserta memiliki kompetensi keterampilan dan soft skill dengan kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80; (2) terdapat perbedaan pencapaian kompetensi berdasarkan kelompok profesi dokter dan perawat pada kompetensi keterampilan, tapi tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kompetensi soft skill.

Kata Kunci: embarkasi Batam; pelatihan TKH; keterampilan; soft skill



 

PENDAHULUAN

Keberhasilan upaya kesehatan ditentukan oleh SDM Kesehatan yang profesional dan salah satu upaya yang dilakukan untuk menghasilkan serta meningkatkan SDM Kesehatan yang profesional adalah melalui pelatihan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengamanatkan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pada Jemaah haji. Sebagai tindak lanjut amanah Undang – Undang tersebut, Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Arab Saudi, mengatur tentang tugas dan fungsi setiap petugas kesehatan dalam melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kesehatan bagi Jemaah haji selama berada di Arab Saudi.

Tenaga Kesehatan Haji (TKH) kelompok terbang (Kloter) berperan sebagai petugas kesehatan yang langsung memberikan pendampingan pada jemaah haji di kloternya. Adapun tugas TKH Kloter adalah memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kesehatan terhadap jemaah kelompok terbangnya serta tugas – tugas administrasi sejak di daerah asal Jemaah haji, di asrama embarkasi, selama diperjalanan baik di pesawat maupun di bus, selama tinggal di Arab Saudi sampai kembali lagi ke asrama debarkasi.

Peran dan tugas TKH Kloter sangat penting dan turut serta menentukan kesuksesan dalam Pelayanan Kesehatan Haji secara keseluruhan. Agar petugas TKH Kloter dapat menjalankan tugasnya serta mampu mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul selama bertugas, mereka akan mendapatkan pelatihan sebelum melaksanakan tugas. Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI telah merancang dan menerbitkan Kurikulum Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Kloter sebagai pedoman penyelenggaraan pelatihan bagi calon TKH Kloter Tahun 2023 yang akan bertugas melakukan pendampingan jemaah haji di kloternya masing – masing pada musim haji 1444 H. Kurikulum ini yang menjadi rujukan dan pedoman pada pelaksanaan Pelatihan TKH Kloter Embarkasi Batam yang dilaksanakan di Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Batam sebanyak 3 Angkatan pada tahun 2023 (Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan, 2022).

Bapelkes Batam sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelatihan sumber daya manusia kesehatan yang diantara fungsinya adalah melaksanaan pelatihan sumber daya manusia kesehatan, pelatihan manajemen, dan pelatihan unggulan tertentu; melaksanakan penjaminan mutu penyelenggaraan pelatihan kesehatan; serta melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan (Balai Pelatihan Kesehatan Batam, 2023).

Salah satu komponen utama dalam penyelenggaraan pelatihan adalah evaluasi. Secara etimologi evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation yang berarti penilaian, yakni memberikan suatu nilai, harga terhadap sesuatu dengan menggunakan kriteria tertentu, baik kuantitatif maupun kualitatif (Ramli, 2012). Evaluation mempunyai kata dasar value, yang berarti nilai yang dapat diartikan sebagai ukuran baik buruk (Lembaga Administrasi Pelatihan (LAN), 2020)

Secara etimologi, definisi evaluasi dapat dikemukakan beberapa pendapat sebagai berikut (Ramli, 2012):

1.   Menurut Mehrens dan Lehmann, evaluasi adalah proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif – alternatif keputusan.

2.   Menurut Norman E. Gronlund, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat sampai sejauh mana tujuan – tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.

3.   Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan menilai dalam kegiatan pendidikan yang berorientasi pada proses perkembangan kemajuan.

Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap program pelatihan. Evaluasi merupakan suatu proses sistematis guna mendapatkan bukti – bukti yang jelas tentang efektifitas dari kegiatan pelatihan yang dilakukan, salah satunya dalam bentuk evaluasi hasil belajar peserta latih. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, relevansi kemajuan belajar peserta dengan tujuan atau standar yang telah ditetapkan, dan perbaikan metode pengajaran serta kelemahan – kelemahan yang ditemukan pada proses belajar mengajar. Hasil evaluasi akan dipergunakan untuk memberikan arah atau landasan yang kuat dalam menentukan pertimbangan pengambilan keputusan mengenai kegiatan pelatihan (Rusandi, 2017).

Sesuai kurikulum Kurikulum Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Kloter tahun 2023, Pelatihan TKH Kloter bertujuan setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melaksanakan tugas sebagai TKH Kloter sesuai peran dan fungsinya. Pelatihan ini dilaksanakan secara blended learning dengan jumlah jam pelajaran ((JPL), 1 JPL=45 menit) adalah 51 JPL selama 8 (delapan) hari efektif. Kompetensi yang diharapkan diperoleh oleh peserta melalui pelatihan ini antara lain peserta mampu: (1) menerapkan etika pelayanan kesehatan haji; (2) melakukan manasik kesehatan haji selama di Indonesia, Arab Saudi dan pasca kepulangan dari Arab Saudi; (3) melakukan pengendalian penyakit menular pada jemaah haji; (4) melakukan pelayanan medik dan asuhan keperawatan pada Jemaah haji di kloter; (5) menerapkan kesehatan penerbangan Jemaah haji; (6) menerapkan komunikasi persuasif dalam pelayanan kesehatan haji; (7) melakukan pengembangan jejaring kerja pelayanan kesehatan haji secara efektif; (8) melakukan pencatatan dan pelaporan secara manual dan elektronik; dan (9) melakukan rencana operasi kesehatan TKH Kloter.

Sebagai bagian penting dari pelatihan, evaluasi hasil belajar dapat digunakan sebagai instrumen mengukur efektivitas program pelatihan dan pencapaian kompetensi sesuai tujuan pelatihan. Pada pelatihan TKH Kloter di Bapelkes Batam, evaluasi terhadap peserta dilakukan melalui: posttest, ujian komprehensif/ujian tulis, ujian praktik kompetensi/uji keterampilan dan evaluasi sikap perilaku.

Ujian praktik kompetensi atau uji keterampilan dilakukan untuk menilai kompetensi praktik yang diharapkan dimiliki oleh seorang TKH Kloter. Kompetensi tersebut sudah dipelajari pada 4 (empat) mata pelatihan inti (MPI) yaitu: MPI 1: Etika Pelayanan Kesehatan Haji; MPI 4: Pelayanaan Medik dan Asuhan Keperawatan Jemaah haji di Kloter; MPI 6: Komunikasi Persuasif dalam Pelayanan Kesehatan Haji dan MPI 7: Pengembangan Jejaring Kerja dalam Pelayanan Kesehatan Haji. Evaluasi terhadap MP 1, 6 dan 7 dilakukan melalui instrumen penilaian soft skill sehingga disebut juga ujian soft skill sedangkan evaluasi terhadap MP 4 disebut juga ujian praktik kompetensi/uji keterampilan.

Ujian praktik kompetensi merupakan proses penilaian (assessment) secara teknis yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelatihan untuk mengukur kompetensi atau kemampuan peserta latih pada pelatihan tertentu. Kompetensi yang diukur dalam hal ini adalah kompetensi peserta latih sebagai petugas kesehatan yang akan memberikan pendampingan pada jemaah haji di kloter yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan dalam Pelayanan Kesehatan Haji secara keseluruhan.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan ibadah Haji dan Umrah, mengamanatkan bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan yang baik, agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman.

Kementerian Kesehatan juga turut terlibat dalam mendukung penyelenggaran ibadah haji dan umrah agar terlaksana sesuai harapan. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji, tertuang kebijakan dalam rangka mendukung kesehatan jemaah haji agar dapat menunaikan ibadah sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam, perlu dilaksanakan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kesehatan jemaah haji melalui penyelenggaraan kesehatan haji (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

TKH Kloter adalah petugas yang ditugaskan oleh Menteri Kesehatan untuk mengiringi, mendampingi dan membina Jemaah haji di kloternya mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan paska ibadah haji baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. TKH Kloter diharapkan memiliki kompetensi sesuai latar belakang Pendidikan dan keahliannya dan juga harus memiliki kode etik dan kode perilaku sebagai pondasi kerja dalam menjalankan tugasnya. Permenkes Nomor 3 Tahun 2018 tentang Rekrutmen Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji Arab Saudi Bidang Kesehatan, Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) dan Tenaga Pendukung Kesehatan dalam Penyelenggaraan Kesehatan Haji, mengamanahkan setiap petugas harus mempunyai nilai – nilai antara lain Sigap, Handal, Amanah, Responsif, Inovatif (SHARI) dan memiliki kompetensi untuk menjalankan tugasnya dalam penyelenggaraan kesehatan haji serta mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka pelayanan, pembinaan, dan perlindungan kesehatan kepada jemaah haji sehingga diharapkan yang akan menjadi petugas adalah mereka yang menjunjung tinggi moral dan etika didalam memberikan pelayanan kesehatan kepada jemaah (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Dengan uraian tugas yang cukup berat, harus benar – benar dipastikan bahwa petugas yang akan mendampingi jemaahnya sebagai TKH Kloter tidak hanya memahami tapi mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan sebaik – baiknya. Oleh karena itu, ujian praktik kompetensi menjadi sangat penting untuk dilakukan untuk menilai kemampuan dan kompetensi setiap calon petugas. Pengkajian hasil ujian praktik kompetensi dilakukan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan pelatihan. Pelatihan TKH Kloter diharapkan mampu membekali dan mempersiapkan peserta latih sebelum bertugas. Pelatihan diharapan mampu meningkatkan kemampuan peserta latih baik secara afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (perilaku) serta kesiapan dalam menghadapi perubahan – perubahan dan kemampuan mengatasi hambatan – hambatan yang akan muncul dalam pelaksaan tugasnya sebagai TKH Kloter. Dari pengkajian akan diperoleh masukan terkait perlu tidaknya pengembangan kurikulum dan modul pelatihan TKH Kloter di tahun berikutnya.

Masalah yang diteliti pada kajian ini berkaitan dengan pemetaan hasi ujian praktik kompetensi/ uji keterampilan berdasarkan variabel penilaian kompetensi etika pelayanan kesehatan haji, komunikasi persuasif, pengembangan jejaring kerja dalam pelayanan kesehatan haji, pelayanan medik dan asuhan keperawatan, latar belakang profesi serta variabel penilaian uji keterampilan pada peserta Pelatihan TKH Kloter Embarkasi Batam Tahun 2023.

Berdasar pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) memetakan profil kompetensi soft skill (etika pelayanan kesehatan haji, komunikasi persuasif, pengembangan jejaring kerja dalam pelayanan kesehatan haji), dan kompetensi pelayanan medik (pada dokter) dan asuhan keperawatan (pada perawat), (2) perbedaan kompetensi soft skill ditinjau dari latar belakang pendidikan profesi, (3) perbedaan kompetensi pelayanaan medik dan asuhan keperawatan jemaah haji di kloter ditinjau dari latar belakang pendidikan profesi.

Urgensi kajian kompetensi hasi ujian praktik kompetensi/uji keterampilan untuk menentukan proses pembelajaran dan profesionalitas TKH Kloter yang dilatih dalam mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai tujuan pelatihan. Melalui kajian ini didapatkan gambaran dan data sebagai bahan evaluasi dan perbaikan pada pola dan metode pelatihan dan pengajaran, pengembangan kurikulum, modul dan bahan ajar serta kesiapan panitia penyelenggara.

 

 

METODE

Penelitian ini dirancang dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif ini didukung dengan melakukan uji kuantitatif berdasarkan perhitungan matematika dan statistik dengan menggunakan program SPSS ver 22.0. Ruang lingkup penelitian ini hanya akan mengevaluasi hasil ujian praktik kompetensi pada peserta pada Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Kloter Embarkasi Batam Tahun 2023 yang diselenggarakan di Bapelkes Batam.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer kuantitatif yang bersumber dari penilaian penguji atau evaluator pada form penilaian berdasarkan performa ujian praktik yang dilakukan peserta latih. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari form penilaian yang diberikan evaluator atau penguji kepada peserta latih sesuai performa pada saat ujian praktik kompetensi.

Metode pengumpulan sampel data untuk penelitian dilakukan teknik probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama dalam populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012). Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 peserta.  Teknik analisis data yang digunakan statistik Deskriptif dan One way Anova.

Sebelum dilakukan uji One Way Anova, dipastikan pra-syaratan terpenuhi dan dilakukan uji untuk memastikan variabel data penelitian berdistribusi normal dan homogen.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Profil hasil ujian soft skill untuk menilai kompetensi etika pelayanan kesehatan haji, komunikasi persuasif dalam pelayanan kesehatan haji dan pengembangan jejaring kerja dalam pelayanan kesehatan haji dipaparkan pada diagram 1. Rerata skor kompetensi etika pelayanan kesehatan haji pada peserta profesi dokter adalah 88,87, sedangkan perawat adalah 86,6; rerata skor kompetensi komunikasi persuasif dalam pelayanan kesehatan haji profesi dokter adalah 88, 75, sedangkan perawat adalah 86,4; rerata skor kompetensi pengembangan jejaring kerja dalam pelayanan kesehatan haji profesi dokter adalah 88,38, sedangkan perawat adalah 86,45.

Profil hasil ujian praktik/keterampilan dipaparkan pada diagram 2. Rerata skor pada variabel penilaian persiapan alat sesuai perlengkapan di kloter pada peserta profesi dokter adalah 87,5, sedangkan perawat adalah 82,9; rerata skor pada variabel penilaian deteksi dini kegawatdaruratan sesuai kasus pada Jemaah haji pada peserta profesi dokter adalah 85,2, sedangkan perawat adalah 81,9; rerata skor pada variabel penilaian melakukan triage pada peserta profesi dokter adalah 86,9, sedangkan perawat adalah 81,5; rerata skor pada variabel penilaian pada penatalaksanaan asuhan medis/keperawatan (sesuai profesi) pada peserta profesi dokter adalah 87,6, sedangkan perawat adalah 82,6; rerata skor pada variabel penilaian tatalaksana kegawatdaruratan sesuai kasus pada Jemaah haji pada peserta profesi dokter adalah 87, sedangkan perawat adalah 82,6; rerata skor pada variabel penilaian melakukan rujukan pada peserta profesi dokter adalah 88,6, sedangkan perawat adalah 82,5; rerata skor pada variabel penilaian pendokumentasian pada peserta profesi dokter adalah 87,1, sedangkan perawat adalah 82.

Gambar 1 Rerata Nilai Ujian Soft Skill

 

Gambar 2 Rerata Nilai Ujian Praktik/Keterampilan

 

Hasil statistik deskripsi hasil ujian soft skill dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan hasil statistik deskripsi uji praktik/keterampilan pelayanan medik/asuhan keperawatan dapat dilihat pada Tabel 2.

 

Tabel 1 Hasil Statistik Deskriptif Uji Soft Skill

No.

Ukuran Deskriptif

Nilai

Dokter

Perawat

1.

Range

10,00

5,57

2.

Minimum

81,82

79,43

3.

Maximum

91,82

85

4.

Mean

88,61

82,24

5.

6.

Std. Deviation

Std. Error

2,704

0,855

2,341

0,919

7.

Variasi

7,317

5,480

 

Tabel 2 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan

No.

Ukuran Deskriptif

Nilai

Dokter

Perawat

1.

Range

6,28

5,57

2.

Minimum

83,43

79,43

3.

Maximum

89,71

85

4.

Mean

86,79

82,24

5.

6.

Std. Deviation

Std. Error

1,983

0,627

2,341

0,740

7.

Variasi

3,934

5,480

 

Secara lengkap, deskripsi hasil ujian soft skill dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5.

 

Tabel 3 Hasil Statistik Deskriptif Uji Soft skill Kompetensi Etika Pelayanan Kesehatan Haji

No.

Ukuran Deskriptif

Etika Pelayanan

Kesehatan Haji

Dokter

Perawat

1.

Mean

88,967

86,6

2.

Std Deviation

2,645

3,273

3.

Std. Error

0,837

1,035

4.

Minimum

82,67

82

5.

Maximum

92,67

90

6.

p-value

0,119

 

 

 

 

 

Tabel 4 Hasil Statistik Deskriptif Uji Soft skill Kompetensi Komunikasi Persuasif

No.

Ukuran Deskriptif

Komunikasi Persuasif

Dokter

Perawat

1.

Mean

88,75

86,4

2.

Std Deviation

3,098

2,771

3.

Std. Error

0,979

0,876

4.

Minimum

81,25

82,25

5.

Maximum

93

89,75

6.

p-value

0,091

 

 

Tabel 5 Hasil Statistik Deskriptif Uji Soft skill Kompetensi Pengembangan Jejaring

No.

Ukuran Deskriptif

Pengembangan Jejaring

Dokter

Perawat

1.

Mean

88,375

86,45

2.

Std Deviation

2,295

2,803

3.

Std. Error

0,726

0,8865

4.

Minimum

82,5

83

5.

Maximum

90

90

6.

p-value

0,110

 

 

Tabel 6 - 12 menunjukkan deskripsi uji praktik/keterampilan pada 7 variabel penilaian yang dinilai.

 

Tabel 6 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Persiapan Alat Sesuai Perlengkapan di Kloter

No.

Ukuran Deskriptif

Persiapan Alat

Dokter

Perawat

1.

Mean

87,4

82,9

2.

Std. Deviation

2,27

4,067

3.

Std. Error

0,718

1,286

4.

Minimum

85

78

5.

Maximum

90

89

6.

p-value

0,007

 

 

Tabel 7 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Deteksi Dini Kegawatdaruratan Sesuai Kasus pada Jemaah Haji

No.

Ukuran Deskriptif

Deteksi Dini Kegawatdaruratan

Dokter

Perawat

1.

Mean

85

81,9

2.

Std. Deviation

3,916

1,853

3.

Std. Error

1,238

0,586

4.

Minimum

80

80

5.

Maximum

90

85

6.

p-value

0,036

 

Tabel 8 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Melakukan Triage

No.

Ukuran Deskriptif

Triage

Dokter

Perawat

1.

Mean

86,6

81,5

2.

Std. Deviation

2,988

2,173

3.

Std. Error

0,945

0,687

4.

Minimum

80

80

5.

Maximum

90

86

6.

p-value

0,000

 

 

Tabel 9 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Penatalaksanaan Medis (Dokter) dan Asuhan Keperawatan (Perawat)

No.

Ukuran Deskriptif

Tatalaksana Medis/Askep

Dokter

Perawat

1.

Mean

87,2

81,5

2.

Std. Deviation

2,201

2,213

3.

Std. Error

0,696

0,7

4.

Minimum

85

80

5.

Maximum

90

85

6.

p-value

0,000

 

 

Tabel 10 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Tatalaksana Kegawatdaruratan Sesuai Kasus pada Jemaah Haji

No.

Ukuran Deskriptif

Tatalaksana Kegawatdaruratan

Dokter

Perawat

1.

Mean

86,5

82,6

2.

Std. Deviation

3,100

2,367

3.

Std. Error

0,980

0,748

4.

Minimum

80

80

5.

Maximum

90

85

6.

p-value

0,005

 

 

Tabel 11 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Melakukan Rujukan

No.

Ukuran Deskriptif

Variabel 6

Dokter

Perawat

1.

Mean

88

82,5

2.

Std. Deviation

2,309

2,368

3.

Std. Error

0,730

0,749

4.

Minimum

85

85

5.

Maximum

90

80

6.

p-value

0,000

 

 

Tabel 12 Hasil Statistik Deskriptif Uji Kompetensi Praktik/Keterampilan pada Variabel Penilaian Pendokumentasian

No.

Ukuran Deskriptif

Variabel 7

Dokter

Perawat

1.

Mean

86,4

82

2.

Std. Deviation

3,864

2,828

3.

Std. Error

1.222

0,894

4.

Minimum

80

78

5.

Maximum

90

85

6.

p-value

0,009

 

 

Tabel 13 T-test Perbedaan Uji Kompetensi Berdasarkan Profesi

Profesi

Uji Praktik/

Keterampilan

Ujian Soft skill

T test

n

M (SD)

n

M (SD)

Dokter

10

86,799 (1,98)

10

88,61 (2,70)

4,696

Perawat

10

82,243 (2,34)

10

86,46 (2,90)

1,708

 

Hasil statistik pada Tabel 6 menunjukkan bahwa keterampilan pelayanan medik/asuhan keperawatan pada peserta profesi dokter (N= 10; M = 86,799; SD =1,98) berbeda signifikan dengan keterampilan peserta profesi perawat (N= 10; M = 82,243; SD = 2,34); t=4,696. Sedangkan kompetensi soft skill pada peserta profesi dokter (N= 10; M = 88,61; SD =2,7) tidak berbeda signifikan dengan keterampilan peserta profesi perawat (N= 10; M = 86,46; SD = 2,9); t=1,708.

 

Pembahasan

Program pelatihan sebagai salah strategi pengembangan SDM memerlukan fungsi evaluasi untuk mengetahui efektivitas program yang bersangkutan. Penyusunan program pelatihan harus dilakukan secara sistematis agar sesuai dengan tujuan yang ingin diwujudkan. Langkah-langkah penyusunan dalam mengorganisasikan program pelatihan meliputi (Sedarmayanti, 2017):

1.      Melakukan penelitian dan pengumpulan data tentang aspek obyek yang akan dikembangkan

2.      Menentukan materi

3.      Menentukan metode pelatihan

4.      Memilih pelatih sesuai kebutuhan

5.      Mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan

6.      Memilih peserta

7.      Melaksanakan program

8.      Melakukan evaluasi program

 

Evaluasi hasil belajar peserta latih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari evaluasi program pelatihan secara keseluruhan. Tes (test) dan pengukuran (measurement) adalah dua istilah yang sering digunakan dalam evaluasi.

Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Mardapi, 1999). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran dan mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek seperti kemampuan peserta latih, sikap, minat, maupun motivasinya. Respons peserta dapat dikumpulkan dengan sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Melalui tes, aspek yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan peserta latih dalam menguasai materi yang telah disampaikan (Arifin, 2017).

Pengukuran (measurement) adalah proses di mana informasi tentang atribut atau karakteristik yang melekat pada suatu objek ditentukan dan dibedakan (Oriondo & Dallo-Antionio, 1998). Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria. Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbies, 1986). Esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor (Thoha, 1996).

Ujian praktik kompetensi pada Pelatihan TKH Kloter menggabungkan unsur tes dan pengukuran di mana tingkat kemampuan peserta latih dalam menguasai materi yang telah disampaikan dan kuantifikasi aspek kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor sesuai kasus yang didapat.

Ujian praktik kompetensi sangat penting untuk dilakukan untuk menilai kemampuan dan kompetensi setiap calon petugas untuk melakukan pelayanan, pembinaan, dan perlindungan kesehatan kepada jemaah haji di kloternya mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan setelah ibadah haji baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Kompetensi yang dibutuhkan bukan hanya hard skill yaitu keterampilan teknis sesuai profesi (dokter atau perawat) tapi juga soft skill karena TKH Kloter dituntut untuk senantiasa menjunjung tinggi moral dan etika di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada jemaah.

Hasil penelitian menunjukkan kompetensi soft skill sebesar 88,61 pada profesi dokter dan 86,46 pada profesi perawat. Nilai ini masuk dalam kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80.

Soft skill dapat didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu (Widhiarso, 2009).

Pada pelatihan TKH Kloter ini, kompetensi soft skill meliputi etika pelayanan kesehatan haji, komunikasi persuasif dalam pelayanan kesehatan haji dan pengembangan jejaring kerja dalam pelayanan kesehatan haji. Nilai ini diharapkan memberikan gambaran bahwa secara umum peserta pelatihan mampu memahami dan menerapkan kewajiban dan hak petugas kesehatan haji, etika petugas kesehatan dan etika dalam pelayanan kesehatan haji; mampu berkomunikasi persuasif, bersikap positif kepada Jemaah haji, menjadi pendengar yang baik, memberi umpan balik secara persuasif dan menerapkan soft skill komunikasi persuasif dalam pelayanan kesehatan di kloter; serta menerapkan jejaring kerja pelayanan haji yang efektif.

Pada akhirnya dengan kompetensi soft skill tersebut, peserta pelatihan nantinya mampu memberikan pembinaan, pelayanan serta perlindungan kepada jemaah haji dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. Kompetensi soft skill ini sangat penting dan sangat ditekankan karena adanya kasus petugas TKH Kloter yang menelantarkan Jemaahnya dan justru sibuk melaksanakan ritual haji. Hasil penelitian tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kompetensi soft skill profesi dokter dan perawat.

TKH Kloter sebagai dokter dan perawat adalah tenaga profesi kesehatan yang memiliki kemampuan pengetahuan secara mendalam di bidangnya dan menjunjung tinggi etika dan integritas profesi sebagai syarat seseorang menjadi profesional di bidangnya. Seiring dengan dinamika penyelenggaraan kesehatan haji, tuntutan untuk menjadi profesional adalah sebuah keharusan. Akan tetapi, dalam penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun, masih ada terdengar keluhan dari jemaah haji terkait buruknya pelayanan yang diberikan petugas kloter khususnya tenaga kesehatan, misalnya laporan terkait adanya yang petugas lebih banyak berada di masjid untuk beribadah daripada melakukan visitasi ke jemaah terutama Jemaah risiko tinggi (risti), kurangnya koordinasi dengan sesama petugas kloter, petugas non kloter maupun dengan jemaahnya sendiri, atau kasus adanya kesalahan medik yang diberikan oleh petugas haji. Hal ini tidak bisa lepas begitu saja dari sikap dan perilaku petugas kesehatan haji itu sendiri. Petugas kesehatan haji yang merupakan tenaga profesional, seyogyanya diharapkan selalu menerapkan etika, menjalankan kewajiban dan integritasnya.

Dokter sebagai ketua tim TKH Kloter harus mampu membangun jejaring dan bermitra dengan baik dengan TKH perawat. Perawat sebagai rekan sejawat harus mendukung dan berperan aktif dalam timnya. Jemaah haji yang didominasi lansia, ditambah dengan padatnya aktivitas fisik, faktor eksternal lain seperti perbedaan iklim, budaya, kelelahan, juga kerinduan pada keluarga, mengharuskan TKH kloter memiliki strategi komunikasi yang baik. Untuk membuat jemaah haji mengikuti apa yang diinginkan oleh petugas, terutama dalam upaya preventif dan promotif, dapat menggunakan komunikasi persuasif.

Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bersifat mempengaruhi audience atau komunikan (jemaah haji) nya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator (petugas). Tujuan pokok komunikasi persuasif adalah menguatkan atau mengubah sikap dan perilaku, sehingga penggunaan fakta, pendapat, dan himbauan motivasional harus bersifat memperkuat tujuan persuasifnya (Afandi et al., 2013).

Faktor – faktor di atas menguatkan pentingnya kompetensi soft skill dan sejak beberapa tahun ini, pelatihan TKH Kloter sangat menekankan pada pencapaian kompetensi ini. Hasil penelitian yang menunjukkan nilai kompetensi soft skill masuk dalam kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80, menggambarkan metode pelatihan sudah cukup efektif. Namun perlu diingat bahwa penguji kompetensi soft skill pada Pelatihan TKH Kloter Embarkasi Batam Tahun 2023 belum ada yang mengikuti workshop Pelatihan TKH Kloter sehingga subjektivitas dalam penilaian kemungkinan bisa terjadi.

Perbedaan yang signifikan ditemukan pada kompetensi keterampilan. Kompetensi keterampilan yang ditampilkan peserta dengan profesi dokter lebih unggul dibanding peserta dengan profesi perawat, meskipun secara umum keduanya menunjukkan nilai dengan kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80. Nilai uji keterampilan pada profesi dokter, adalah 86,799, sedangkan pada perawat adalah 82,243.

Pada 7 (tujuh) variabel penilaian yang dievaluasi yaitu keterampilan deteksi dini kegawatdaruratan sesuai kasus, keterampilan melakukan triage, penatalaksanaan asuhan medis /keperawatan (sesuai profesi), tatalaksana kegawatdaruratan, melakukan rujukan dan pendokumentasian terlihat perbedaan bermakna pada kedua profesi, dengan profesi dokter lebih unggul dibanding peserta profesi perawat. Hal ini mungkin disebabkan pada saat ujian kasus, peserta pelatihan yang berprofesi sebagai dokter, berperan sebagai ketua tim yang bertugas mengarahkan tim, menentukan diagnosa, tata laksana, serta rujukan. Perbedaan nilai yang bermakna ini menunjukkan kemampuan peserta dokter lebih unggul, dan diharapkan mampu memimpin tim kesehatan di kloternya dalam menjalankan tugas sebagai TKH kloter dengan sebaik – baiknya. 

Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam siklus penyelenggaraan pelatihan. Tahapan ini penting karena memberikan umpan balik, mendapatkan data dalam perbaikan program (termasuk strategi penyelenggaraan pelatihan), menentukan apakah suatu program pelatihan harus dihentikan atau tetap dilanjutkan, dan untuk memberikan justikasi value (nilai program pelatihan) (Munajatisari, 2014).

Kirkpatrick melalui teorinya The Four Levels Techniques for Evaluating Training Programs menjelaskan 4 (empat) tingkat/level dalam evaluasi pelatihan, yaitu: Level 1: Reaction, Level 2: Learning, Level 3: Behavior dan Level 4: Result. Evaluasi hasil belajar peserta dalam bentuk uji kompetensi yang dilakukan pada Pelatihan TKHK termasuk evaluasi level 2 pembelajaran (learning) (Munajatisari, 2014). Evaluasi pada tingkat ini mengukur sejauh mana peserta memahami materi pelatihan yang disampaikan dalam tiga domain kompetensi yakni knowledge, skill, dan attitude. Evaluasi pada level ini menekankan pada seberapa jauh mana peningkatan kompetensi dari pembelajaran (learning) yang diperoleh melalui pelatihan (Ramli, 2012).

Penyelenggaraan pelatihan yang efektif diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan tingkah laku (attitude) peserta latih sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pencapaian tujuan penyelenggaraan pelatihan yang efektif, harus didukung metode pelatihan yang sesuai dan relevan yang tidak hanya memperhatikan unsur efektivitas, melainkan juga unsur biaya (Munajatisari, 2014).

Konsep model pembelajaran menurut Trianto, menyebutkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan – tujuan pengajaran, tahap – tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Afandi et al., 2013).  Sedangkan metode pembelajaran menurut Djamarah SB, model pembelajaran adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh fasilitator agar penggunaannya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir (Indrawati, 2016).

Dari konsep pembelajaran, model dan metode pembelajaran dapat didefinisikan bahwa model pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran di dalamnya terdapat strategi, teknik, metode, bahan, media dan alat penilaian pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara atau tahapan yang digunakan dalam interaksi antara peserta latih dan fasilitator/pelatih untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesuai dengan materi dan mekanisme metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran, seperti ceramah, demonstrasi diskusi, simulasi, laboratorium dan lain-lain (Indrawati, 2016).

Pelatihan TKHK Embarkasi Batam Tahun 2023 dilakukan secara blended learning yang menggabungkan metode pembelajaran secara online dan klasikal tatap muka. Pembelajaran empat MPI yang diuji pada uji kompetensi dilakukan melalui pembelajaran secara online melalui zoom meeting dan klasikal dengan metode ceramah interaktif, diskusi, roleplay dan simulasi.

Secara umum, hasil uji kompetensi menunjukkan metode yang dilakukan cukup efektif. Pengamatan di lapangan selama kegiatan pelatihan berlangsung, soal kasus yang diberikan pada waktu diskusi, roleplay dan simulasi sudah cukup relevan dengan kasus – kasus yang umum terjadi pada penyelenggaraan haji dan akan ditemukan oleh petugas TKH Kloter. Hanya saja, wawancara dengan peserta latih dan fasilitator, penggunaan metode diskusi, roleplay dan simulasi secara online melalui zoom meeting dirasa kurang optimal dibandingkan dengan tatap muka karena sulit untuk mengamati gerak tubuh dan interaksi dengan rekan sejawat. Perlu diperhitungkan lagi pembagian struktur program materi yang dilakukan secara online dan tatap muka sesuai metode yang dilakukan serta kompetensi yang diharapkan.

 

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan kompetensi soft skill sebesar 88,61 pada profesi dokter dan 86,46 pada profesi perawat. Nilai ini masuk dalam kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada kompetensi soft skill baik antara peserta profesi dokter maupun perawat. Nilai uji keterampilan/praktik pada profesi dokter adalah 86,799, sedangkan pada perawat adalah 82,243. Nilai masuk dalam kriteria baik dan di atas nilai minimal yang ditetapkan yaitu 80. Terdapat perbedaan bermakna pada kompetensi keterampilan di mana peserta profesi dokter lebih unggul dibanding peserta dengan profesi perawat.

Saran penulis untuk peningkatan pencapaian kompetensi serta kelancaran pelaksanaan pelatihan, perlu di analisa kembali struktur program pembelajaran secara blended terutama presentasi JPL pada kegiatan penugasan dengan metode diskusi, roleplay dan simulasi yang dilakukan secara online karena dirasa kurang optimal dibandingkan dengan tatap muka. 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P. (2013). MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN DI SEKOLAH. UNISSULA PRESS.

Arifin, Z. (2017). Evaluasi Pembelajaran (10th ed.). PT Remaja Rosdakarya.

Balai Pelatihan Kesehatan Batam, D. J. T. K. K. K. R. I. (2023). Keputusan Kepala Balai Pelatihan Kesehatan Batam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/1/1601/2023 Tentang Struktur Organisasi Balai Pelatihan Kesehatan Batam.

Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan, D. J. T. K. K. K. R. I. (2022). Kurikulum Pelatihan tenaga Kesehatan Haji Kloter.

Ebel, R. L., & Frisbies, D. A. (1986). Essentials of educational measurement. Prentice-Hall, Inc.

Indrawati. (2016). Metode pembelajaran, MODUL PELATIHAN WIDYAISWARA PENYESUAIAN/INPASSING BERBASIS E LEARNING. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

Lembaga Administrasi Pelatihan (LAN). (2020). Modul Pelatihan Pengelolaan Pelatihan, Manajemen of Training (MOT): evaluasi program pelatihan. Lembaga Administrasi Pelatihan (LAN).

Mardapi, D. (1999). Pengukuran, penilaian dan evaluasi. Makalah disampaikan pada Penataran evaluasi pembelajaran matematika SLTP untuk guru inti matematika di MGMP SLTP tanggal 8 – 23 Nopember 1999 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Rekrutmen Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji Arab Saudi Bidang Kesehatan.

Munajatisari, R. R. (2014). Analisis Efektivitas Metode Pelatihan Klasikal dan E-Learning. Jurnal Administrasi Bisnis, 10(2), 173–185.

Oriondo, L. L., & Dallo-Antionio, E. M. (1998). Evaluating Educational Outcomes (test, Measurement, and Evaluation) (5th ed.). REX Printing Company, Inc.

Ramli, M. (2012). Media dan Teknologi Pembelajaran. Antasari Press.

Rusandi, S. (2017). POLA PENDEKATAN EVALUASI HASIL BELAJAR SISWADI SEKOLAH. Jurnal Bawi Ayah, 8(1), 55–71.

Sedarmayanti. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Refika Aditama.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Method). Alfabeta.

Thoha, M. C. (1996). Teknik Evaluasi Pendidikan. PT Raja Gravindo.

Widhiarso, W. (2009). Evaluasi Soft skills Dalam Pembelajaran. http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/makalah_soft_skills.pdf