MENILIK MAKNA KEHIDUPAN ISLAMI PADA SAJAK GURINDAM DUA BELAS BESERTA MAJAS YANG TERKANDUNG:

STUDI SASTRA KLASIK

 

Siti Alkhaerani

UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia

E-mail: sitialkha07@gmail.com

 

Abstract

One of the famous classical literary works of the Nusantara is the Gurindam Dua Belas. The Gurindam Dua Belas is a long poem consisting of 12 (twelve) chapters. This poem was created by Raja Ali Haji, a renowned writer in the 19th century, and therefore, Gurindam Dua Belas is written in the Malay language. Gurindam Dua Belas contains numerous pieces of Islamic advice aimed at humans, incorporating elements of Malay culture. This article describes a study on Islamic values contained in the poem. The study uses a contain analysis method. Conclusions were formulated based on the study. Firstly, the work employs various figures of speech such as metaphor, simile, personification, antithesis, periphrasis, symbolism, and hyperbole to embellish its verses. Secondly, the Islamic values conveyed in Gurindam Dua Belas are the importance of being a faithful believer in Allah, prioritizing matters of the hereafter over worldly affairs, being a person who shows devotion to family and friends, seeking a good environment, and being a humble leader. With the many Islamic values contained in it, this poem can be an example of a literary work that can be taught in madrasas or schools to develop good character while remaining literary.

Keywords: classical literature; Gurindam Dua Belas; Islamic values

 

Abstrak

Salah satu karya sastra klasik Nusantara yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas. Puisi Gurindam Dua Belas adalah puisi panjang yang memiliki 12 (dua belas) pasal. Puisi ini dibuat oleh Raja Ali Haji, seorang sastrawan yang terkenal di abad ke-19, oleh karena itu, Gurindam Dua Belas menggunakan Bahasa Melayu. Gurindam Dua Belas banyak mengandung nasihat islami yang ditujukan kepada manusia dengan adanya percampuran Budaya Melayu di dalamnya. Artikel ini memaparkan hasil kajian terhadap nilai-nilai islami pada Gurindam Dua Belas karya Ali Haji. Kajian ini menggunakan analisis konten. Kesimpulan dirumuskan berdasarkan pada kajian ini. Pertama, Gurindam Dua B elas mengandung berbagai majas untuk memperindah tulisannya seperti metafora, simile, personafikasi, antitesis, perfrasis, simbolik, dan hiperbola. Kedua, nilai ajaran islami yang disampaikan pada Gurindam Dua Belas antara lain yaitu jadilah manusia yang beriman kepada Allah, pentingkanlah urusan akhirat dari pada dunia, jadilah manusia yang berbakti kepada keluarga dan teman, carilah lingkungan yang baik, serta jadilah pemimpin yang rendah hati. Dengan banyaknya nilai islami yang terkandung, sajak ini mampu menjadi contoh karya sastra yang dapat diajarkan di madrasah atau sekolah untuk menumbuhkan karakter baik dengan tetap bersastra.

Kata Kunci: karya sastra klasik; Gurindam Dua Belas; nilai Islami


PENDAHULUAN

Penggunaan karya sastra untuk menyalurkan perasaan seseorang bukanlah yang jarang, dari dulu hingga sekarang entitas dari kaya sastra itu sendiri tidak pernah hilang. Berbagai karya sastra telah diciptakan oleh para sastrawan yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. Keberadaannya yang sudah sangat lama, membuat sastra dipengaruhi oleh zaman. Baik sastra klasik ataupun sastra modern memiliki ciri khasnya tersendiri.

Keberadaan sastra tentu saja tidak bisa dihindari, bahkan dari sebelum Indonesia merdeka di tahun 1945, sastra sudah terkenal hingga ke pelosok bumi. Bentuk sastra yang berubah-ubah juga dipengaruhi oleh perubahan zaman sehingga sastra melahirkan banyak jenis. Sifatnya yang cenderung berbentuk tulisan membuat para sastrawan banyak menulis karya sastra, hingga sastra sendiri memiliki aliran yang timbul akibat adanya perkembangan waktu, seperti aliran sastra realisme, naturalisme, noturalisme, erkspresionisme, impresionisme, determinisme, surelaisme, idealisme, simbolisme, romantisme, psikologisme, didaktisme, dan mistikisme (Ahyar, 2019). Salah satu faktor terkenalnya sastra dari zaman dulu hingga sekarang adalah salah satu tujuannya untuk menarik perhatian orang orang            yang membacanya. Sedangkan seorang sastrawan yang suka menulis karya sastra dapat mencurahkan sisi hatinya melalui tulisan-tulisan yang dibuatnya. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Felta Lafamane, karya sastra merupakan media untuk menumpahkan perasaan pribadi dalam bentuk tulisan, hal yang disampaikan dapat berupa perasaan, ide, gagasan, atau bentuk keyakinan seseorang terhadap sesuatu hal.

Menurut sejarahnya, sastra dibagi menjadi dua macam, yang dikenal dengan sastra klasik dan sastra modern. Sastra modern adalah sastra yang berkembang di zaman sekarang dan banyak dikenal sebagai prosa baru, jenis yang termasuk ke dalam sastra modern adalah roman, novel, dan cerpen. Sedangkan sastra klasik ialah sastra yang sudah ada dari waktu yang sangat lama, seperti cerita rakyat/foklor, dongen, fable, epos, legenda, mite, cerita jenaka, sage, hikayat, syair, dan silsilah (Dinda Ayu Annisa, Mulyanto Widodo, 2020)

Aspek bahasa juga digunakan ketika hendak bersastra. Karena sejatinya bahasa merupakan alat komunikasi antar makhluk sosial, maka dari itu karya sastra dapat juga merepresentasikan hal yang dipikirkan penulis ketika membuat karyanya. Hal yang berbeda dari sekedar bahasa dan bahasa pada karya sastra adalah cara penulis menggunakan basaha kiasan pada karyanya sehingga menciptakan kesan estetika di setiap tulisannya. Sehingga pembaca dapat lebih mendalami pesan yang ingin disampaikan penulis.

Dari banyaknya sastra yang dihasilkan, banyak juga tempat yang menjadi penghasil sastra populer, misalnya Riau, yang menciptakan salah satu karya sastra klasik populer Nusantara, yaitu Gurindam Dua Belas. Sifatnya yang klasik menjadikan Gurindam dua belas sebagai salah satu karya sastra yang unik jika dibandingkan dengan karya sastra zaman sekarang. Gurindam dua belas adalah contoh dari sastra Melayu Klasik yang ditulis oleh sastrawan ternama abad ke-19 bernama Raja Ali Haji. Karya-karya yang dihasilkannya banyak mengandung nilai- nilai agama dan mencampurkannya dengan kebudayaan Melayu sehingga bahasa yang digunakan merupakan bahasa Melayu (Ahmad, 2015). Gurindam Dua Belas merupakan hasil pemikiran Raja Ali Haji terhadap agama islam (Ahmad, 2015). Sastra klasik juga mempengaruhi penggunaan bahasa pada karyanya, khususnya sastra Nusantara yang mayoritas penggunaan bahasanya menggunakan bahasa Melayu, sehingga hal ini membuat peluang bagi para peneliti untuk menelaah makna dari hasil karya tersebut ke dalam Bahasa Indonesia zaman sekarang.

Seseorang yang memutuskan untuk bersastra tentunya harus memilki pemahaman bahasa yang luas. Namun, perlu dipahami bahwa setiap penyair memilki ciri khasnya sendiri dalam bersastra. Contohnya penyair yang sering menggunakan gaya bahasa retoris pada karyanya. Gaya bahasa retoris yang dimaksud adalah aliterasi, asonasnsi, apostrof, asyndeton, kiasmus, elpisi, periphrasis, histeron proteron, apofasis, dan silepsis (Ardin et al., 2020).

Selain dari gaya bahasa retoris, dikenal juga gaya bahasa kiasan yang dinilai sebagai karya sastra dari maknanya, secara tidak langsung karya sastra yang menggunakan gaya kiasan ini mempunyai makna yang berbeda dari yang tertulis di dalamnya. Dalam mempelajari bahasa kiasan, seseorang juga akan menemukan majas. Dikutip dari jurnal Okke Kusuma Sumantri Zaimar, yang membahas tentang majas dan cari pembentukannya, majas memiliki arti sebagai kata atau ungkapan yang dituangkan dalam karya sastra berbeda dengan makna yang sebenarnya (Zaimar, 2002). Sehingga dapat kita ketahui setiap kata yang tertuang dalam suatu puisi atau karya sastra lain mempunyai makna yang berbeda dan pemaknaannya tergantung dari cara pembaca merepresentasikan karya tersebut.

Menurut Moeliono, Mengutip dari jurnal Okke Kusuma Sumantri Zaimar, majas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan (Zaimar, 2002).

Bahasa yang digunakan pada sastra klasik lama, khususnya Gurindam Dua Belas juga mempengaruhi penggunaan bahasa kiasan. Dalam ilmu pendidikan seperti pendidikan Bahasa Indonesia pada kurikulum merdeka ini, bahasa kiasan seringkali digunakan untuk bersastra, seperti pada puisi. Tujuan dari penggunaan bahasa kiasan adalah meningkatkan nilai estetika pada karya yang dibuat. Sejatinya Gurindam Dua Belas adalah sebuah karya sastra berbentuk puisi dengan 12 pasal yang panjang dan tentunya mengandung gaya bahasa kiasan untuk membuat puisi tersebut semakin menarik. Banyak peniliti yang sudah menganalisis syair yang dibuat oleh Raja Ali ini, yang menyatakan bahwa Gurindam Dua Belas penuh dengan amanat-amanat keislaman. Menurut Ani Rakmawati, Gurindam Dua Belas pasal 1 mengandung arti bagi orang-orang yang hatinya diisi oleh Allah, hendaklah ia beriman kepada agamanya dan beribadahlah  dengan  serius  (Ani Rakhmawati, 2018)

Memperkenalkan nilai-nilai islami dalam sebuah sajak merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan pribadi yang berkarakter khususnya di dunia pendidikan yang saat ini beberapa sekolah telah menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai acuan dalam dunia pendidikan. Penerapan Kurikukulum Merdeka ini mampu menyempurnakan dalam pengenalan karakter siswa dibantu dengan adanya profil pelajar Pancasila. Mempelajari nilai-nilai agama melalui karya sastra mampu memenuhi salah satu dimensi dari profil pelajar Pancasila, yaitu dimensi pertama yang berbunyi ‘Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa Dan Berakhlak Mulia’ (Rahmadayanti & Hartoyo, 2022).

Penelitian ini akan menyajikan bagaimana karya sastra klasik dapat menghadirkan bahasa kiasan dengan majas-majas yang indah seperti majas metafora, majas hiperbola, dan masih banyak lagi sehingga karyanya dapat dikenal sebagai salah satu karya sastra klasik Nusantara. Selain daripada segi bahasa, penelitian ini juga akan menunjukkan makna kehidupan islami yang terkandung dalam Gurindam Dua Belas yang membuat sajak ini layak menjadi salah satu bahan ajar untuk menumbuhkan karakter islami di madrasah ataupun sekolah-sekolah umum lainnya.

 

METODE

Jenis metode yang digunakan pada penilitan ini adalah peneltian kualitatif. Metode ini menggunakan data tertulis sebagai objek kajiannya. Menurut Arifin Nurdyansyah, tujuan dari penelitian kualitaif adalah untuk mencari makna sebernarya dibalik data penelitian, selain itu digunakan juga untuk menemukan kebenaran dan memahami secara logika dan etik (Arifin Nurdyansyah, 2018).

Metode penelitian kualitatif memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan karena model logika yang digunakan adalah pola pikir kualitatif. Arifin Nurdyansyah berpendapat bahwa pola pikir produktif digunakan pada penelitian kualitatif untuk mendapatkan pengetahuan baru yang bersifat ilmiah sehingga data- data yang dikumpulkan dapat menjadi kesimpulan yang umum (Arifin Nurdyansyah, 2018).

Objek yang dikaji pada penelitian ini adalah salah satu karya sastra klasik yang berasal dari Riau, yaitu Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Peneliti akan menganalisa setiap pasal dari puisi Gurindam Dua Belas. Aspek yang akan dianalisa adalah majas yang digunakan serta niali-nilai islami yang terkandung. Cara memperoleh data untuk penelitian ini adalah peneliti akan mengumpulkan sejumlah sumber yang relevan sebagai landasan pemikiran penelitian ini sehingga hasil dari analisa dapat dibuktikan kebenarannya. Peneliti akan mengutip puisi Gurindam Dua Belas dari buku karya Dr. Pauzi dan Juni Aziwantoro yang berujudul Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Gurindam Dua Belas). Pada Kesejahteraan Masyarakat Serta Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hukum Dalam Cegah Tangkal Radikalisme Di Tanjungpinang Kepulauan Riau (Dr. Pauzi, 2019).

 

1.      Gurindam Dua Belas Pasal 1

 

Barang siapa tiada memegang agama

Segala-gala tiada boleh dibilang nama

Barang siapa mengenal yang empat

Maka yaitulah orang yang marifat

Barang siapa mengenal Allah

Suruh dan tegaknya tiada ia menyalah

Barang siapa mengenal diri

Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri

Barang siapa mengenal dunia

Tahulah ia barang yang terpedaya

Barang siapa mengenal akhirat

 Tahulah ia dunia mudharat

 

Gurindam Dua Belas pasal 1 berisi dua belas baris. Pasal 1 mengandung beberapa majas, berikut penjabarannya:

 

a.      Personafikasi

 

Barang siapa mengenal yang empat

 

Frasa ‘mengenal yang empat’ seperti ‘yang empat’ sebagai manusia. Dikutip dari jurnal Ani Rakhmawati, ‘yang emapat’ adalah tingkatan dalam Islam, yaitu Tarekat, Syariat, Hakikat, dan Makrifat (Ani Rakhmawati, 2018). Raja Ali seolah-olah membuat tingkatan ini sebagai makhluk hidup yang harus dikenal. 4 tingkatan tersebut saling berkaitan dan merupakan istilah yang ada ilmu tasawuf (Mahyuddin, 2022).

 

b.      Metafora

 

Maka yaitulah orang yang marifat

 

Kutipan di atas termasuk ke dalam metafora karena disamakan dengan seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan yang luas bearti dia sudah mencapai tingkatan yang ke- empat, yaitu ma’rifat. Adapun definisi ma’rifat secara terminologi dibagi menjadi definisi khusus dan umum menurut Ibnu Athaillah, yaitu (1) secara umum ma’rifat berarti menetapkan eksistensi dan sifat-sifat Allah serta mensucikannya-Nya dari hal-hal yang tidak benar dari-Nya. (2) secara khusus ma’rifat berarti sebagai bentuk penyaksian jiwa kepada Allah yang diperoleh dari ibadah (Mudin, 2016).

 

c.       Hiperbola

 

Barang siapa mengenal akhirat

Tahulah ia dunia mudharat

 

Bait ini menggunakan majas hiperbola. Secara harfiah, baris ini seolah-seolah menganggap dunia adalah suatu tempat yang sangat busuk’, manusia akan merugi bila mementingkan kehidupan dunia.

 

Selain daripada majas yang digunakan, Gurindam Dua Belas Pasal 1 dimaknai bahwa manusia yang berpegang teguh kepada Islam dan mampu menjalan yang empat, yaitu Tarekat, Syariat, Hakikat, dan Makrifat adalah orang yang beriman. Manusia tidak akan memikirkan dunia, jika tujuan hidupnya hanyalah akhirat. Raja Ali Haji memberitahu kepada pembaca sajaknya bahwa manusia yang telah mengetahui empat tingkatan tersebut berarti telah mencapai tingkatan makrifat, mengenal tujuan manusia yaitu Allah. Pengenalan empat tingkatan ini dapat menumbuhkan karakter islami dalam dunia pendidikan terkhususnya siswa madrasah yang memang sudah dbekali ilmu agama.

 

2.      Gurindam Dua Belas Pasal 2

 

Barang siapa mengenal yang tersebut

Tahulah ia makna takut

Barang siapa meninggalkan sembahyang

Seperti rumah tiada bertiang

Barang siapa meninggalkan puasa

Tidaklah mendapat dua termasa

Barang siapa meninggalkan zakat

Tiadalah hartanya beroleh berkat

Barang siapa meninggalkan haji

Tiadalah ia menyempurnakan janji

 

Gurindam Dua Belas Pasal 2 menggunakan beberapa majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Simbolik

 

Barang siapa mengenal yang tersebut

Tahulah ia makna takut

 

Frasa ‘yang tersebut melambangkan suatu entitas yang besar dan patutnya ditakuti. Farsa tersebut melambangkan Tuhan sebagai makhluk yang berkuasa di muka bumi ini, dalam konteks puisi Gurindam Dua Belas, frasa ini melambangkan Allah sebagai tuhan umat manusia.

 

b.      Simile

 

Barang siapa meninggalkan sembahyang

Seperti rumah tiada bertiang

 

Simile dikenal sebagai majas perbandingan atau perumpaaan. Menurut Okke, simile adalah suatu perbandingan yang membandingkan sesuatu dengan suatu hal yang lain (Zaimar, 2002). Dalam baris ini Raja Ali mengumpamakan seseorang yang sengaja meninggalkan shalat dengan rumah yang tak bertiang.

 

c.       Metafora

 

Seperti rumah tiada bertiang

 

Frasa “rumah tiada bertiang” mengibaratkan suatu bangunan yang kuat. Jika hendak membangun rumah, maka tiang-tiang wajib dibuat sehingga rumah tersebut akan kuat jika tidak rumah tersebut akan hancur dengan cepat. Di sini Raja Ali mengumpamakan ‘rumah tanpa tiang’ dengan ‘manusia yang tidak shalat. Maknanya adalah manusia memiliki pondasi utama yaitu shalat, jika meninggalkan shalat maka sia-sia hidupnya.

Gurindam Dua Belas Pasal 2 juga memilki makna sebagai pengingat kepada manusia untuk melaksanakan lima rukun islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Pentingnya mengetahui lima rukun islam ini dijabarkan satu persatu oleh Raja Ali Haji dalam sajaknya. Ini memberitahu kepada pembaca bahwa rukun iman harus dilakukan sebagai muslim yang baik. Sebaliknya, jika tidak menunaikan perintah Allah tersebut akan mendapatkan dosanya sendiri.

 

3.      Gurindam Dua Belas Pasal 3

 

Apabila terpelihara mata Sedikitlah cita-cita

Apabila terpelihara kuping

Khabar yang jahat tiadalah damping

Apabila terpelihara lidah

Niscaya dapat daripadanya faedah

Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan

Daripada segala berat dan ringan

Apabila perut terlalu penuh

Keluarlah fi’il yang tidak senonoh

Anggota tengah hendaklah ingat

Di situlah banyak orang yang hilang semangat

Hendaklah peliharakan kaki

Daripada berjalan yang membawa rugi

 

Gurindam Dua Belas Pasal 3 menggunakan beberapa majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Simile

 

Apabila terpelihara mata

Sedikitlah cita-cita

 

Frasa ‘terpelihara mata’ seperti menggambarkan jika mata adalah suatu makhluk hidup yang dapat menjaga cita-cita manusia. Penggunaan kata ‘terpelihara’ pada ‘mata’ menjadikannya sebagai majas simile. Frasa ini juga bermaknakan untuk menjaga pandangan sehingga apa yang dosa tidak terlihat.

 

b.      Metafora

 

Apabila terpelihara kuping Apabila terpelihara lidah

 

Pasal ketiga dari Gurindam Dua Belas banyak menggunakan metafora dengan Membandingkannya dengan anggota tubuh dan sikap manusia yang menyimpang. Misalnya, frasa ‘terpelihara kuping’ memiliki arti untuk menjaga pendengaran kita dari hal yang buruk maka manusia tidak akan mendengarkan kabar buruk. Kemudian frasa ‘terpelihara lidah maksudnya adalah apabila manusia dapat menjaga lisannya, maka dia jugalah yang akan mendapatkan manfaatnya.

Gurindam Dua Belas Pasal 3 banyak menggunakan anggota tubuh sebagai perumpaannya, ini adalah nasihat yang berpesan untuk manusia agar selalu menjaga anggota tubuh dan indranya ke dalam hal yang baik. Misalnya ‘terpelihara lidah, keluarkanlah ucapan yang baik, bijaksana, dapat dipertanggungjawabkan. Karena di akhirat nanti semua anggota tubuh akan menjadi saksi kehidupan manusia. Maka, pertanggungjawabkanlah segala hal yang kita miliki. Sejatinya memelihara perkataan, perbuatan, dan penglihatan telah diajarkan di sekolah-sekolah dengan tujuan membentuk karakter siswa yang baik, tau akan batasan, dan belajar bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan.

 

4.      Gurindam Dua Belas Pasal 4

 

Hati itu kerajaan di dalam tubuh

Jikalau zalim segala anggota tubuh pun rubuh

Apabila dengki sudah bertanah

Datanglah daripadanya beberapa anak panah

Mengumpat dam memuji hendaklah pikir

Di situlah banyak orang yang tergelincir

Pekerjaan marah jangan dibela

Nanti hilang akal di kepala

Jika sedikitpun berbuat bohong

Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung

Tanda orang yang amat celaka

Aib dirinya tiada ia sangka

Bakhil jangan diberi singgah

Itulah perompak yang amat gagah

 Barang siapa yang sudah besar

Janganlah kelakuannya membuat kasar

Barang siapa perkataan kotor

Mulutnya itu umpama ketor

Di manakah salah diri

Jika tidak orang lain yang berperi

Pekerjaan takbur jangan direpih

Sebelum mati didapat juga sepih

 

Gurindam Dua Belas Pasal 4 menggunakan beberapa majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Metafora

 

Hati itu kerajaan di dalam tubuh

 

Raja Ali membandingkan ‘hati’ dengan ‘kerajaan’. Di suatu daerah yang memiliki kerajaan sebagai sistem pemerintahannya, berarti kerajaan tersebut adalah pusat dari segala aktivitas yang dilakukan oleh rakyatnya.  Dalam baris ini menunjukkan bahwa hati juga merupakan pusat dari tubuh manusia, perilaku baik atau buruk yang dikehendaki oleh hati manusia akan berdampak pada kehancuran manusia itu sendiri.

 

b.      Simile

 

Barang siapa perkataan kotor Mulutnya itu umpama ketor

 

Majas         simile         menggunakan

perbandingan yang ekplisit, di baris tersebut Raja Ali menggunakan kata umpama’ yang menyamakan seseorang yang suka berkata kotor, dzalim, dan buruk dengan ketor. Ketor adalah sebuah wadah di suatu majlis      yang      berfungsi     untuk menampung ludah para hadirin yang berada di majlis tersebut. Jadi, ketor adalah wadah yang kotor dan menjijikan (Ghofur, 2014).

 

c.       Antitesis

 

Mengumpat dam memuji hendaklah pikir

 

Alegori ditemukan dalam baris ini ketika Raja Ali menggunakan diksi ‘mengumpat’ dan ‘memuji’. Kedua kata ini memiliki arti yang sangat bertentangan. Hal ini sesuai dengan definisi yang dipaparkan oleh Suriantin Nafinuddin yang mengatakan bahwa antitesis adalah majas yang menggunakan diksi- diksi bertentangan satunsama lain (Nafinuddin, 2020).

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari Gurindam Dua Belas Pasal 4 ini. Contohnya, jagalah perilaku dan jangan sampai hati manusia terbesit untuk berbuat dzalim karena hanya akan menghancurkan diri. Jagalah hati dari perasaan dengki karena akan mendatangkan bencana untuk dirinya dan orang lain. Tenangkan hati dan tenangkan pikiran, jangan sampai terlarut dalam emosi yang berlebih. Sebaliknya, biarkanlah manusia mempunyai sikap yang rendah hati kepada dirinya atau untuk oranglain. Sikap rendah hati dan menahan perasaan iri dengki merupakan sikap yang baik untuk diajarkan kepada siswa, karenanya siswa masih butuh mengenal jati diri dan masih perlu dibimbing untuk memilih mana jalan yang baik dan yang buruk.

 

5.      Gurindam Dua Belas Pasal 5

 

Jika hendak mengenal orang berbangsa

Lihat kepada budi dan bahasa

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia

Sangat memeliharakan yang sia-sia

Jika hendak mengenal orang mulia

Lihatlah kepada kelakuan dia

Jika hendak mengenal orang yang berilmu

Bertanya dan belajar tiadalah jemu

Jika hendak mengenal orang yang berakal

Di dalam dunia mengambil bekal

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai

Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai

 

Gurindam         Dua     Belas   Pasal 5          menggunakan        beberapa majas di dalamnya, berikut   penjabaran   majas serta maknanya:

 

a.      Perifrasis

 

Jika hendak mengenal orang yang berilmu

 

Dikutip dari jurnal Surianti Nafinuddin, perifrasis adalah suatu majas yang menggunakan kalimat panjang yang sebenarnya bisa digantikan dengan satu kata saja (Nafinuddin, 2020). Baris ‘Jika hendak mengenal orang yang berilmu’ dapat diganti dengan kata pintar.

Makna yang terkandung dalam Gurindam Dua Belas Pasal 5 ini mengajak manusia untuk berada di lingkungan yang baik serta mencari teman yang tujuannya mulia, berproses di jalan Allah, maka dengan begitu kita pun dapat ikut serta dan terbawa dalam kebaikkanya karena lingkungan sosial mempengaruhi akhlak manusia. Sekolah atau madrasah yang dijadikan tempat belajar dapat menjadi faktor dari lingkungan yang baik untuk bersama-sama berproses ke jalan Allah.

 

6.      Gurindam Dua Belas Pasal 6

 

Cahari olehmu akan sahabat

Yang boleh dijadikan obat

Cahari olehmu akan guru

Yang boleh tahukan tiap seteru

Cahari olehmu akan isteri

Yang boleh menyerahkan diri

Cahari olehmu akan kawan

Pilih segala orang yang setiawan

Cahari olehmu akan abdi

Yang ada baik sedikit budi

 

Gurindam         Dua     Belas Pasal menggunakan beberapa majas          6 di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Metafora

 

Cahari olehmu akan sahabat Yang boleh dijadikan obat

 

Majas yang digunakan pada diksiobat adalah metafora. Dalam konteks ini ‘obat’ memiliki arti sebagai orang yang menemani seseorang ketika sedih ataupun terluka, maka dari itu temukannya sahabat yang menemani kita baik dalam keadaan senang maupun susah.

Bait Gurindan Dua Belas Pasal 6 ini mempunyai nasihat untuk mencari lingkungan sosial yang baik.

 

7.      Gurindam Dua Belas Pasal 7

 

Apabila banyak berkata-kata

Di situlah jalan masuk dusta

Apabila banyak berlebih-lebihan suka

Itu tanda hampirkan duka

Apabila kita kurang siasat

Itulah tanda pekerjaan hendak sesat

Apabila anak tidak dilatih

Jika besar bapanya letih

Apabila banyak mencacat orang

Itulah tanda dirinya kurang

Apabila orang yang banyak tidur

Sia-sia sajalah umur

Apabila mendengar akan kabar

Menerimanya itu hendaklah sabar

Apabila mendengar akan aduan

Membicarakannya itu hendaklah cemburuan

Apabila perkataan yang lemah lembut

Lekaslah segala orang mengikut

Apabila perkataan yang amat kasar

Lekaslah orang sekalian gusar

Apabila pekerjaan yang amat benar

Tidak boleh orang berbuat onar

 

Gurindam Dua Belas Pasal 7 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Metafora

 

Apabila banyak mencacat orang

Itulah tanda dirinya kurang

 

Frasa ‘mencatat orang’ memiliki makna sebagai orang yang gemar berkata jahat kepada orang lain, suka ghibah, dan menjelek-jelekkan orang.

Makna yang terkandung pada bait Gurindam Dua Belas Pasal 7 ini menyajikan banyak sekali nasihat kepada manusia. Misalnya saja dua bait pertama memberikan nasihat untuk menjaga omongan dan jangan terlalu banyak bicara karena hanya akan membawa kepada kebohongan.

 

8.      Gurindam Dua Belas Pasal 8

 

Barang siapa khianat akan dirinya

Apalagi kepada lainnya

Kepada dirinya ia aniaya

Orang itu jangan engkau percaya

Lidah suka membenarkan dirinya

Daripada yang lain dapat kesalahannya

Daripada memuji diri hendaklah sabar

Biar daripada orang datangnya kabar

Orang yang suka menampakkan jasa

Setengah daripadanya syirik mengaku kuasa

Kejahatan diri disembunyikan

Kebajikan diri diamkan

Keaiban orang jangan dibuka

Keaiban diri hendaklah sangka

 

Gurindam Dua Belas Pasal 8 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Personafikasi

 

Lidah suka membenarkan dirinya

 

Frasa lidah seakan-akan mempunyai sifat seperti manusia yaitu suka mencari pembenaran, padahal lidah bukanlah makhluk hidup yang dapat melakukannya.

Pada Gurindam Dua Belas Pasal 8 ini mengandung beberapa nasihat dan juga sindiran kepada manusia. Menyindir sifat manusia yang suka mencari-cari pembenaran atas kesalahan yang dilakukan maka dari itu jadilah manusia yang sabar dan mau mengakui kesalahan.

 

9.      Gurindam Dua Belas Pasal 9

 

Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan

Bukannya manusia yaitulah syaitan

Kejahatan seorang perempuan tua

Itulah iblis punya penggawa

Kepada segala hamba-hamba raja

Di situlah syaitan tempatnya manja

Kebanyakan orang yang muda-muda

Di situlah syaitan tempat bergoda

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan

Di situlah syaitan punya jamuan

Adapun orang tua(h) yang hemat

Syaitan tak suka membuat sahabat

Jika orang muda kuat berguru

Dengan syaitan jadi berseteru

 

Gurindam Dua Belas Pasal 9 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Simile

 

Bukannya manusia yaitulah syaitan

 

Baris ini memperlihatkan majas simile karena membandingkan secara langsung manusia dengan syaitan.

 

b.      Repetisi

 

Kepada segala hamba-hamba raja

 

Diksi ‘hamba’ digunakan berulang kali dalam baris tersebut, oleh karena itu baris ini mengandung majas repetisi atau pengulangan kata.

 

c.       Antitesis

 

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan

 

Baris ini mengandung majas antitesis karena menggunakan diksi yang saling bertentangan, yaitu ‘laki-laki’ dan ‘perempuan’.

Gurindam Dua Belas Pasal 9 mempunyai pesan untuk berhati-hati terhadap godaan syaitan dan ambilah langkah yang baik dalam menjalan kehidupan di dunia karena sesungguhkan jebakan syaitan hanya akan menjerumuskan.

 

10.  Gurindam Dua Belas Pasal 10

 

Dengan bapa jangan derhaka

Supaya Allah tidak murka

Dengan ibu hendaklah hormat

Supaya badan dapat selamat

Dengan anak janganlah lalai

Supaya boleh naik ke tengah balai

Dengan kawan hendaklah adil

Supaya tangannya jadi kapil

 

Gurindam Dua Belas Pasal 10 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Personafikasi

 

Dengan kawan hendaklah adil Supaya tangannya jadi kapil

 

Diksikapil   yang    dipakai   bisa dimaknai sebagai terampil atau lihai. Terampil adalah sifat manusia sehingga perumpamaan ‘tangannya jadi kapil’ memberi kesan bahwa tangan mempunyai sifat yang terampil. Maksud dari baris ini adalah bersikaplah adil kepada teman sehingga tangan kita akan selalu berbuat dalam kebaikan.

Pesan yang disampaikan pada isi Gurindam Dua Belas Pasal 10 adalah tentang saling menghormati anggota keluarga dan teman. Dengan bapak jangan durhaka, dengan ibu jangan harus hormat, jangan abaikan anak, dan bersikaplah yang adil kepada teman.

 

11.  Gurindam Dua Belas Pasal 11

 

Hendaklah berjasa

Kepada yang sebangsa

Hendak jadi kepala

Buang perangai yang cela

Hendaklah memegang amanat

Buanglah khianat

Hendak marah

Dahulukan hujjah

Hendak dimalui Jangan memalui

Hendak ramai

Murahkan perangai

 

Gurindam Dua Belas Pasal 10 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Metafora

 

Hendak jadi kepala

 

Diksi ‘kepala’ bukan memiliki arti kepala secara harifah, melainkan kata ini memiliki arti sebagai pemimpin atau jabatan yang tinggi.

 

b.      Antitesis

 

Hendaklah memegang amanat Buanglah khianat

 

Penggunaan majas antitesis terlihat dari kedua baris ini. Diksi ‘amanat’ dan ‘khianat’ memiliki arti yang bertentangan sehingga dinamakan majas antitesis.

Makna dari bait gurindam Dua Belas Pasal 11 adalah agar manusia ingin menjadi pemimpin hendaklah dia memiliki perilaku yang baik, dapat dipercaya dan tidak berkhianat, selesaikan permasalahan secara bijak.

 

12.  Gurindam Dua Belas Pasal 12

 

Raja mufakat dengan menteri,

Seperti kebun berpagarkan duri.

Betul hati kepada raja,

Tanda jadi sebarang kerja.

Hukum ‘adil atas rakyat,

Tanda raja beroleh inayat.

Kasihkan orang yang berilmu,

Tanda rahmat atas dirimu.

Hormat akan orang yang pandai,

Tanda mengenal kasa dan cindai.

Ingatkan dirinya mati,

Itulah asal berbuat bakti.

Akhirat itu terlalu nyata,

Kepada hati yang tidak buta.

 

Gurindam Dua Belas Pasal 10 mempunyai majas di dalamnya, berikut penjabaran majas serta maknanya:

 

a.      Simile

 

Seperti kebun berpagarkan duri.

 

Baris di atas mengandung majas simile, karena menggunakan kata ‘seperti’ untuk membandingkan raja mufakat dengan menteri. Simile merupakan perbandingan secara langsung yang sering menggunakan kata pembanding, misalnyaseperti’.

 

b.      Metafora

 

Seperti kebun berpagarkan duri.

 

Frasa kebun berpagarkan duri dalam puisi ini bukanlah makna secara harfiah, melainkan perumpamaan untuk mnyebutkan sesuatu hal yang susah untuk dijalani dan tidak mudah untuk melewatinya sama seperti kebun yang berpagarkan duri.

Nasihat yang ingin disampaikan pada Gurindam Dua Besal Pasal 12 adalah tentang kepemimpinan.  Menyiratkan untuk menjadi raja yang baik, bersikap adil kepada rakyat, dan tetap saling menghormati. Menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada setiap siswa merupakan hal yang penting. Gurindam Dua Belas Pasal 11 dan 12 ini dapat menjadi pengingat bagi dunia pendidikan bahwa generasi yang berjiwa kepemimpinan adalah mereka yang adil, tidak berkhianat, bijak, serta saling menghormati. Hal ini akan ditemukan di sekolah-sekolah yang mana banyak metode ajar yang menuntut siswanya untuk berperilaku seperti pemimpin. Kepemimpinan yang baik ini merupakan salah satu nilai penting dalam islam, nabi sendiri telah memberikan contoh nyata bagaimana menjadi pemimpin yang baik.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dari puisi Gurindam Dua Belas karya Raja Ali, puisi tersebut mengandung beberapa majas yang membuat puisi sastrawan asal melayu abad ke-19 ini semakin indah. Raja Ali Haji banyak menggunakan majas perbandingan pada puisinya, untuk membandingkan kehidupan dengan sesuatu hal lain yang bersifaat sama, sehingga pembaca lebih memahami isi puisi tersebut. Majas perbandingan yang banyak digunakan oleh Raja Ali Haji adalah metafora, dan simile sedangkan beberapa majas lainnya juga ikut memperindah tulisan Raja Ali Haji, seperti antitesis, perifrasis, personafikasi, simbolik dan hiperbola. Penggunaan majas pada karya sastra ditujukan untuk memperindah karya tersebut, maka dari itu, sastra biasanya menggunakan bahasa kiasan atau majas-majas pada karyanya. Pemilihan kata yang tepat dan langka membuat karya sastra mempunyai nilai estetikanya sendiri.

Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji banyak sekali mengandung nasihat- nasihat keagamaan, dalam hal ini adalah agama Islam. Pesan yang sampaikan sangat beragam dari sisi keilmuan islami misalnya Manusia haruslah berilmu, pegang eratlah agama Islam, dan kenalah akhirat lebih dari mengenal dunia sehingga manusia tidak tersesat di jalan yang salah. Penjabajaran di atas juga membuktikan teori bahwa karya Raja Ali Haji ini merupakan pemikirannya terhadap ajaran Islam sehingga kandungan dari sajak ini pun memuat banyak sekali pesan islami yang ditujukan untuk setiap pembacanya. Selain itu, puisi Raja Ali Haji juga mengandung pesan untuk bersikap baik terhadap keluarga, teman, dan diri sendiri hingga nasihat kepemimpinan yang terkandung pada Gurindam Dua Belas pasal terakhir. Karya sastra memang dibuat untuk menyampaikan pesan tertentu sehingga selain dari keindahan kata-kata yang tersaji, pembaca juga akan mendapatkan nilai-nilai kehidupan yang dapat diterapkan.

Gurindam Dua Belas merupakan cara cerdas untuk mengenalkan nilai islam kepada pembaca, karya ini dapat menjadi salah satu metode atau bahan ajar di madrasah atau sekolah untuk menumbuhkan siwa yang berkarakter baik dengan dilandaskan dimensi pertama dari profil pelajar Pancasila ‘Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa Dan Berakhlak Mulia’. Selain dari mengenal sastra klasik, para siswa tetap akan mendapatkan makna kehidupan islami yang yang dapat terus diberlakukan hingga akhir kehidupan.

Penanaman karakter islami yang diajarkan dari sajak ini sangat bermanfaat, contohnya saja mengenal lima rukun islam, kepemimpinan, hingga cara untuk menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dzalim. Dengan mengajarkan ini kepada siswa mampu menumbuhkan karakter baik dan berbudi luhur sehingga siswa tersebut dapat menjadi penerus generasi yang menjanjikan.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad, M. (2015). Aktualisasi Nilai-Nilai Islam Dalam “Gurindam Dua Belas” Karya Raja Ali Haji. In Diksi (Vol. 5, Issue 2). https://doi.org/10.21831/diksi.v5i2.7021

Ahyar, J. (2019). Apa Itu Sastra; Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra. In CV Budi Utama.

Ani Rakhmawati, Y. M. (2018). KUPAS TUNTAS GURINDAM 12: APRESIASI SASTRA KLASIK SEBAGAI UPAYA MENJAYAKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Ani. 1.

Ardin, A. S., Lembah, H. G., & Pd, M. (2020). Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono ( Kajian Stilistika ). 5(4).

Arifin Nurdyansyah. (2018). METODOLOGI PENELITIAN PENDIDIKAN.

Dinda Ayu Annisa, Mulyanto Widodo, E. I. (2020). Kajian Psikoanalisis dalam Roman Chanson Douce Karya Leila Slimani. Jurnal Pendidikan Bahasa Prancis. http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PRANALA

Dr. Pauzi, J. A. (2019). NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL (GURINDAM DUA BELAS), PADA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SERTA KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP HUKUM DALAM CEGAH TANGKAL RADIKALISME DI TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU.

Ghofur, M. A. (2014). Nilai-Nilai Tasawuf Akhlaki Dalam Gurindam Dua Belas Untukpembinaan Akhlak Siswa Madrasah Di Era Disrupsi (Kajian Pasalkeempat Gurindam 12 Raja Ali Haji). Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 7(2), 107–115.

Mahyuddin, M. K. (2022). The Critical Analysis of Risalah Mizan Al-Uqala’ Wa al- Udaba’ on the Meaning of Sharia, Tariqat, Haqiqat, Marifat by Shaykh al-Islām of Kedah Wan Sulaiman Wan Sidek (1872 M-1935 M). Journal of Ifta and Islamic Heritage, 1(1), 218–245.

Mudin, M. I. (2016). Konsep Makrifat menurut Ibnu Athaillah al-Sakandari. Kalimah, 14(2), 155. https://doi.org/10.21111/klm.v14i2.610

Nafinuddin, S. (2020). Majas (Majas Perbandingan, Majas Pertentangan, Majas Perulangan, Majas Pertautan). Researchgate.Net, 1–2.

Rahmadayanti, D., & Hartoyo, A. (2022). Potret Kurikulum Merdeka, Wujud Merdeka Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(4), 7174–7187. https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3431

Zaimar, O. K. S. (2002). Majas Dan Pembentukannya. Makara Human Behavior Studies in Asia, 6(2), 45. https://doi.org/10.7454/mssh.v6i2.38