KEPUASAN DAN RETENSI GURU TERHADAP

SISTEM PELATIHAN JARAK JAUH

BALAI DIKLAT KEAGAMAAN INDONESIA

 

Muhammad Alfarizi*

Ngatindriatun**

*Universitas Bina Nusantara, Indonesia

**Universitas Bina Nusantara, Indonesia

*E-mail: muhammad.alfarizi@binus.ac.id

**E-mail: ngatindriatun@binus.ac.id

 

Abstract

Digital transformation after the COVID-19 Pandemic has touched the education sector through the development of e-learning. The use of e-learning media is not only for formal education learning but has also begun to feel the HR training department or directorate at state institutions. All ministries and state agencies in Indonesia must organize online education and training by utilizing e-learning. The BDK of the Ministry of Religion in Indonesia is very active in organizing distance education, especially for madrasa teachers, through the independent development e-learning platform for each BDK of the Ministry of Religion. This study is intended to investigate the factors driving satisfaction and retention of MoRA BDK distance training participants using e-learning. The study was carried out quantitatively based on a survey. It involved 206 madrasah teacher respondents who had attended the Ministry of Religion's BDK distance training or distance courses drawn by convenience sampling. This study found that cognitive uptake and social presence influence the perceived usefulness and ease of use of e-learning. In addition, this study determines that perceptions of the usefulness and ease of use of e-learning significantly influence satisfaction and, ultimately, electronic retention of MoRA BDK e-learning. This study recommends increasing system capability by combining utility and intrinsic features and developing a collaborative assignment system. The instructor's presence must be strengthened via live chat or video conference scheduling. The Ministry of Religion of the Republic of Indonesia needs to formulate a more detailed distance training policy, including appropriate training standards, to achieve the expected competencies of participants.

Keywords: e-learning, retention, training, TAM model

 

Abstrak

Transformasi digital pasca Pandemi COVID-19 menyentuh hingga sektor pendidikan melalui pengembangan e-learning. Pemanfaatan media e-learning tidak hanya untuk pembelajaran pendidikan formal, namun juga mulai menyentuh bagian atau direktorat pelatihan SDM pada lembaga negara. Saat ini seluruh kementerian dan lembaga negara di Indonesia dituntut menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara online dengan memanfaatkan e-learning. BDK Kemenag di Indonesia sangat aktif menyelenggarakan pendidikan jarak jauh khususnya bagi guru madrasah melalui platform e-learning pengembangan mandiri masing-masing BDK Kemenag. Studi ini ditujukan untuk menginvestigasi faktor yang mendorong kepuasan dan retensi peserta pelatihan jarak jauh BDK Kemenag dalam menggunakan e-learning. Studi dilaksanakan secara kuantitatif berbasis survei dan melibatkan 206 responden guru madrasah yang pernah mengikuti pelatihan atau kursus jarak jauh BDK Kemenag yang ditarik dengan convenience sampling. Studi ini menemukan bahwa penyerapan kognitif dan kehadiran sosial memiliki pengaruh terhadap persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan e-learning. Selain itu studi ini menetapkan persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan e-learning secara signifikan mempengaruhi kepuasan dan pada ujungnya retensi elektronik kepada e-learning BDK Kemenag. Studi ini merekomendasikan peningkatakan kapabilitas sistem melalui penggabungan fitur utilitas dan intrinsik disertai pengembangan sistem kolaboratif penugasan. Kehadiran instruktur perlu diperkuat baik melalui fitur live chat ataupun penjadwalan video conference. Kementerian Agama RI perlu merumuskan kebijakan pelatihan jarak jauh yang lebih detail termasuk standar pelatihan yang sesuai agar kompetensi yang diharapkan pada peserta tercapai.

Kata kunci:  e-learning, retensi, pelatihan, model TAM



 

PENDAHULUAN

Sebelum internet ada di mana-mana, cara belajar secara tradisional terbatas pada dinding kelas. Namun, di lingkungan berbasis teknologi internet dan seluler saat ini, peserta didik sekarang memiliki banyak kesempatan untuk belajar melalui berbagai platform dengan materi yang sama yang sebelumnya digunakan di ruang kelas tradisional.

Platform teknologi E-Learning kini tidak terbatas pada kegiatan pembelajaran di kelas, namun juga sudah menyentuh kegiatan pelatihan atau pengembangan keprofesian (Kong, 2021; Konstantinidis et al., 2022). Platform e-learning tidak memiliki batas tempat dan waktu dan dapat digunakan untuk mendistribusikan karya kursus, berkomunikasi antara peserta pelatihan dan instruktur, menilai tugas kelas dan memfasilitasi pembelajaran yang mudah di antara pelatihan dan lembaga pembelajaran lainnya.

Negara telah memberikan arahan kepada seluruh kementerian dan lembaga negara agar mulai mengadaptasi teknologi di dalam kegiatan pelatihan setidaknya berjalan hybrid (Rahman et al., 2020). Arahan ini tidak sekedar dikarenakan pandemi, karena berbagai penelitian terdahulu menemukan kegiatan pembelajaran atau pelatihan dengan e-learning meningkatkan kemandirian, berpikir kritis, menciptakan inovasi pada pembelajar dan mendorong peserta untuk belajar sepanjang hayat dalam mengembangkan keilmuan. Kementerian Agama RI melalui Balai Litbang dan Diklat Kementerian Agama juga mulai mengarahkan seluruh unit di bawah koordinasi mereka untuk melaksanakan pelatihan atau diklat jarak jauh. Salah satu unit kerja Balai Litbang dan Diklat Kemenag yang aktif melaksanakan kegiatan pelatihan jarak jauh adalah Balai Diklat Keagamaan (BDK).

Balai Diklat Keagamaan di Indonesia berada di 14 Kota yakni BDK Aceh, BDK Medan, BDK Padang, BDK Jakarta, BDK Bandung, BDK Semarang, BDK Surabaya, BDK Banjarmasin, BDK Manado, BDK Makassar, BDK Denpasar, BDK Makassar, BDK Ambon dan BDK Papua (Nugraha et al., 2020). Hampir seluruh Balai Diklat Keagamaan telah menyelenggarakan pendidikan jarak jauh pasca Pandemi COVID-19 bahkan telah memiliki sistem website atau aplikasi program jarah jauh mandiri yang tidak kalah bagus dengan e-learning yang dimiliki perguruan tinggi.  Hal ini bisa dilihat dari penggunaan sistem Moodle  Learning Management System pada beberapa e-learning BDK Kemenag khususnya BDK Jakarta.  Moddle LMS sering digunakan pada e-learning perguruan tinggi di Indonesia untuk pengembangan pembelajaran daring.


Gambar 1. Website Pelatihan Jarak Jauh BDK Jakarta

 


Kegiatan pelatihan jarak jauh yang dilaksanakan BDK Kemenag salah satunya diadakan untuk tenaga pendidik atau guru Madrasah. Hasil pantauan peneliti terhadap website BDK secara umum saat masa observasi Bulan Desember 2022 menemukan berbagai pelatihan keprofesian guru yang sangat selaras dengan perkembangan keilmuan seperti pelatihan karya tulis ilmiah, kewirausahaan, moral pancasila dan akseleratif teknologi administrasi. Ini menunjukkan keseriusan Kementerian Agama RI khususnya BDK Kemenag seluruh kota di Indonesia mendidik guru madrasah cakap teknologi dan terus belajar dan berkembang.

Mengingat pentingnya platform e-learning dan penerapannya dalam aktivitas pelatihan BDK Kemenag, penting untuk menentukan tingkat kepuasan dan retensi di antara pengguna sistem tersebut. Ini penting, terutama karena tidak jelas apakah guru sebagai peserta pelatihan puas dengan fungsionalitas dan konten platform e-learning saat ini. Mengingat kepuasan pengguna menentukan keberhasilan implementasi teknologi apa pun, penting untuk menentukan faktor spesifik yang dapat membuat pengguna puas dan tetap menggunakan sistem (Raspopovic & Jankulovic, 2017). Hal ini penting, terutama karena salah satu tantangan utama yang dihadapi sistem pembelajaran daring adalah kurangnya kesadaran peserta pelatihan terhadap konten materi di dalam sistem dan pemahaman penggunaan sistem e-learning BDK. Kondisi ini sering terjadi di tengah peserta pelatihan daring dikarenakan kurangnya penyerapan kognitif dan fitur kehadiran sosial yang dirasakan (Mishra, 2021; Salimon et al., 2021a). Fitur-fitur ini sangat penting untuk membuat pengguna merasa bahwa sistem mudah digunakan, bermanfaat dan mampu menciptakan tingkat kepuasan yang diperlukan untuk mempertahankan sistem. Studi terbaru menunjukkan bahwa sejumlah besar pengguna sering merasa terisolasi, karena platform tidak memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara sosial sementara sistem dikonfigurasi utilitas (Al-Salman et al., 2022). Dengan demikian, penting untuk mengkaji faktor-faktor yang membuat peserta pelatihan puas dengan sistem e-learning untuk tujuan retensi dan kinerja keseluruhan sistem e-learning BDK.

Dalam upaya untuk mempelajari dan menjelaskan apa yang membuat siswa ataupun guru menggunakan dan puas dengan platform e-learning, oleh karena itu, beberapa model teoritis telah diusulkan, termasuk theory of reason action, theory of planned behavior, diffusion innovation theory and technology acceptance model (TAM) (Chu & Chen, 2016; Natasia et al., 2022; Pinho et al., 2021; Pituch & Lee, 2006). Rupanya, studi-studi ini berwawasan luas, sebagian besar tampaknya sempit dan deskriptif dalam konseptualisasinya, karena temuan mereka sama-sama tidak meyakinkan. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa para praktisi belum sepenuhnya diberikan pedoman efektif yang dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat retensi platform e-learning di kalangan pengguna khususnya peserta pelatihan.

Oleh karena itu studi ini mengintegrasikan penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan, yang ditemukan dapat meningkatkan tingkat kepuasan dengan konstruksi TAM untuk memprediksi kepuasan dan retensi di antara guru madrasah sebagai peserta program jarak jauh BDK Kemenag di Indonesia. Studi ini sangat penting dikarenakan penelitian terdahulu mengenai e-learning belum pernah menyimpulkan temuan terkait hal ini. Selain itu, tinjauan ekstensif para peneliti terhadap literatur mengungkapkan kesenjangan besar, yang menunjukkan bahwa sebagian besar studi sebelumnya sebagian besar telah mengabaikan bagaimana menggunakan penerimaan teknologi, penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan secara bersamaan untuk memprediksi kepuasan dan retensi di antara pengguna e-learning. Sehingga pertanyaan besar penelitian ini yakni “faktor mana yang secara efektif memprediksi kepuasan elektronik dan retensi elektronik e-learning pelatihan jarak jauh BDK Kemenag di antara guru madrasah?”.

Studi ini mencoba membangun model dengan memperjelas model dasar yakni Technology Acceptance Model. Model TAM memiliki dua konstruksi utama: persepsi kemanfaatan dan persepsi kemudahan penggunaan (Prasetyo et al., 2021; Sukendro et al., 2020). Silva (2015) memposisikan bahwa ketika pengguna sistem berbasis teknologi informasi (TI) mempersepsikan secara positif bahwa platform TI berguna dan mudah digunakan, maka akan menimbulkan sikap positif, yang membuat pengguna tetap menggunakan sistem tersebut (Silva, 2015). Sejumlah penelitian terbaru sama-sama menganggap TAM sebagai model yang kuat yang dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi bagaimana sistem di berbagai bidang dapat digunakan secara efektif (Aburbeian et al., 2022; Oyman et al., 2022).

Secara khusus, TAM telah diterapkan secara luas dalam domain e-learning (Natasia et al., 2022; Prasetyo et al., 2021; Salimon et al., 2021a; Sukendro et al., 2020; Tarhini et al., 2017). Terlepas dari kemanjuran TAM, disarankan agar TAM diperluas untuk mengakomodasi variabel yang terkait dengan perubahan sosial dan manusia (Salloum et al., 2019). Hsia et al (2014) mencoba menambahkan self-efficacy dalam konstruk TAM (Hsia et al., 2014). Sedangkan Cheung (2013) dan Setiyani (2021) menambahkan norma subyektif, kenikmatan, self-efficacy, persepsi kontrol eksternal dan aksesibilitas sistem (Cheung & Vogel, 2013a; Setiyani et al., 2021). Sedangkan Persico (2014) dan Salimon (2021) memperluas TAM dengan memasukkan nilai desain, kesenangan, kepuasan elektronik, dan retensi elektronik, sambil mengecualikan sikap dan niat (Persico et al., 2014; Salimon et al., 2021b). Al-hawari & Mouakket (2010) mencoba menambahkan penyerapan kognitif (Alhawari & Mouakket, 2010). Namun hampir seluruh riwayat literatur di atas berfokus kepada siswa ataupun mahasiswa perguruan tinggi.

Dalam studi ini, penyerapan kognitif dan kehadiran sosial secara bersamaan ditambahkan untuk memperluas TAM dalam menjelaskan kepuasan e-learning dan retensi elektronik di antara guru madrasah yang pernah mengikuti pelatihan jarak jauh BDK Kemenag dengan e-learning mandiri BDK Kemenag. Pembangunan konstruksi dan hipotesis dimulai pada tahap ini.

Konstruksi inti TAM menekankan bagaimana individu menggunakan sistem tanpa harus mempertimbangkan motivasi mereka (Hu et al., 1999). Sementara, sedikit yang diketahui tentang pengalaman individu dalam menggunakan teknologi, penekanan ditempatkan pada manfaat dan tingkat kemudahan yang terkait dengan sistem TI. Penyerapan kognitif dianggap sebagai tingkat keterlibatan dengan sistem TI dan dapat digunakan untuk menangkap pengalaman holistik pengguna teknologi (Cinquin et al., 2019).

Dimensi penyerapan kognitif telah menjadi subyek kontroversi di kalangan peneliti. Misalnya, ketika dikatakan bahwa penyerapan kognitif terdiri dari lima dimensi: "disosiasi temporal, perendaman terfokus, kenikmatan tinggi, kontrol dan, rasa ingin tahu", yang lain menyatakan bahwa dua atau tiga dimensi sudah sesuai (A. Wong et al., 2012a).  Argumen yang tidak meyakinkan ini menyisakan lebih banyak yang harus dilakukan. Namun demikian, penyerapan yang termasuk dalam domain aliran dan keterlibatan, mengacu pada kecenderungan pengguna suatu sistem untuk terlalu terjerat dalam suatu peristiwa yang menghabiskan waktu.

Konsep aliran didefinisikan sebagai “keadaan di mana orang-orang begitu terlibat dalam suatu aktivitas sehingga tidak ada lagi yang tampak penting” (Saade & Kira, 2009). Individu yang terlibat dalam aktivitas semacam itu tenggelam secara mendalam dengan konsentrasi total, memiliki perasaan bertanggung jawab, perasaan kehilangan kesadaran, dan pengalaman waktu yang hilang. Individu ini hanya bereaksi terhadap subjek atau umpan balik tertentu seperti layar komputer.

Konsep keterlibatan mengacu pada kesenangan yang menyangkut minat intrinsik, keingintahuan, dan perhatian tanpa harus memiliki persepsi bertanggung jawab (Kelders et al., 2020). Secara empiris, tingkat penyerapan kognitif yang dialami pengguna cenderung berdampak positif pada perasaan mereka tentang kognisi yang dibutuhkan dan keyakinan bahwa sistem itu bermanfaat. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ketika seseorang terlibat, hasilnya selalu positif dan dapat menimbulkan perasaan kuat bahwa sistem tersebut bermanfaat dan mudah digunakan untuk mendorong penggunaan (Dror et al., 2011; Jalal & Mahmood, 2019; A. Wong et al., 2012b). Berdasarkan ini, hipotesis berikut dirumuskan:

 

H1:  Penyerapan Kognitif berpengaruh signifikan dan positif terhadap persepsi kemanfaatan.

H2: Penyerapan Kognitif berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemudahan penggunaan.

Kehadiran sosial yang dirasakan mengacu pada perasaan relasional yang dimiliki seseorang saat menggunakan sistem (Cheung & Vogel, 2013b). Perasaan seperti itu sangat berfungsi sebagai faktor pendorong untuk tetap menggunakan sistem, terutama dalam pembelajaran yang dimungkinkan oleh teknologi dan lingkungan yang dimediasi komputer. Kehadiran sosial yang dirasakan dimanifestasikan dalam kesadaran bahwa orang lain, seperti instruktur dan teman sekelasnya, juga menjadi bagian dari komunitas yang dimediasi komputer dan yang dapat membantu menghasilkan, dan bertukar pengetahuan melalui kolaborasi (Rahmawati, 2019).

Fauzi (2021) dan Girish (2022) berpendapat bahwa perasaan relasional dalam platform pembelajaran online secara signifikan memengaruhi kehadiran sosial TI, yang pada akhirnya memperkaya pengalaman belajar dan menimbulkan motivasi intrinsik (Fauzi et al., 2021; Girish et al., 2022a). Posisi ini baru-baru ini diperkuat oleh Liao et al (2022) yang berpendapat bahwa kehadiran sosial yang dirasakan adalah instrumen yang merangsang interaksi di antara pengguna e-learning dan menawarkan pengalaman positif kepada pengguna e-learning untuk terus menggunakan platform pembelajaran (Liao et al., 2022). Kemajuan terbaru dalam TIK telah membawa berbagai pilihan desain yang membantu persepsi kehadiran sosial. Misalnya, telah terbukti bahwa ketika elemen visual yang kaya seperti gambar manusia disematkan di situs internet, seseorang dapat mengembangkan perasaan kehadiran sosial yang lebih tinggi. Selain itu Mehta et al (2019) dan Mehta (2019) dan Revythi & Tselios (2019 berpendapat bahwa agen virtual, berbagi layar dan aplikasi jejaring sosial dapat mendorong kehadiran sosial (Mehta et al., 2019; Revythi & Tselios, 2019a). Dengan fitur seperti itu, pengguna akan merasa bahwa platform pembelajaran online berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran sambil beroperasi dalam lingkungan belajar yang mudah dan dapat berinteraksi di mana kolaborasi dapat memfasilitasi pembelajaran. Hipotesis berikut dirumuskan:

 

H3:  Kehadiran Sosial Yang Dirasakan berpengaruh signifikan dan positif terhadap persepsi kemanfaatan.

H4: Kehadiran Sosial Yang Dirasakan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemudahan penggunaan.

 

Persepsi kemanfaatan adalah salah satu variabel inti dari TAM (Granić & Marangunić, 2019). Ini dianggap sebagai sejauh mana peserta pelatihan percaya bahwa menggunakan platform e-learning BDK Kemenag akan meningkatkan kinerja mereka dalam kursus yang mereka pilih. Persepsi kemanfaatan relevan dalam penelitian ini sebagai sistem yang memberikan manfaat tertentu seperti pengunggahan tugas dan keuntungan terkait lainnya akan dianggap berguna untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan kepuasan yang diinginkan (Kemp et al., 2019). Pengaruh persepsi kemanfaatan yang signifikan dan positif terhadap kepuasan dalam domain pembelajaran online telah sama-sama ditetapkan oleh beberapa peneliti (Alfadda & Mahdi, 2021; Girish et al., 2022b; Opoku, 2020; Rahmawati & Narsa, 2019; Revythi & Tselios, 2019b; Zardari et al., 2021). Dalam hal ini, hipotesis berikut dirumuskan:

 

H5: Persepsi kemanfaatan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan elektronik .

 

Persepsi kemudahan penggunaan adalah konstruksi lain dari TAM (Kemp et al., 2019). Ini didefinisikan sebagai sejauh mana pelatihan percaya bahwa menggunakan e-learning BDK Kemenag bebas dari kekakuan mental dan fisik. Sistem e-learning BDK Kemenag umumnya dianggap bebas dari kekakuan ketika dapat diakses kapan saja, di mana saja tanpa batasan apa pun. Di lingkungan yang didorong oleh teknologi saat ini, pengguna ingin belajar melalui platform yang memungkinkan mereka untuk belajar, bekerja, dan bahkan berinteraksi dengan keluarga secara bersamaan (Huang et al., 2021). Selain itu, ketika platform seperti itu, misalnya, memungkinkan pembelajar untuk mengirimkan tugas yang diberikan di mana saja, dan memeriksa plagiarisme, sistem akan dianggap mudah digunakan dan diadopsi karena pengguna merasa bahwa harapan mereka telah terpenuhi (Al-Nuaimi & Al-Emran, 2021).

Persepsi kemudahan penggunaan relevan dalam penelitian ini, karena dikaitkan langsung dengan kepuasan belajar berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa pengguna dapat diminta untuk membatalkan kursus tertentu, terutama yang tidak wajib, jika mereka merasa bahwa platform pembelajaran online menimbulkan kesulitan (Estriegana et al., 2019; Pal & Vanijja, 2020). Mempertimbangkan hal ini, hipotesis berikut dirumuskan:

 

H6: Persepsi Kemudahan Penggunaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan elektronik

 

Kepuasan elektronik merupakan persepsi pelanggan tentang total pengalaman online mereka selama waktu tertentu (W. P.-M. Wong et al., 2014). Kepuasan elektronik sangat penting karena mempengaruhi keputusan apakah pengguna akan terus menggunakan saluran distribusi atau tidak. Lingkungan teknologi saat ini telah menciptakan lebih banyak kekosongan dalam hubungan penyedia layanan pelanggan dan kebutuhan untuk menilai tingkat kepuasan sangat penting untuk kesuksesan bisnis online (Wu & Hsu, 2015).

Dalam pengaturan tradisional, pelanggan dapat mengeluh tentang kekurangan layanan yang diberikan langsung ke penyedia layanan, tetapi dalam lingkungan yang mendukung teknologi saat ini, peluang semakin langka bagi penyedia layanan karena momen kebenaran cenderung menuju nol (Boon-itt, 2015). Oleh karena itu, ini menunjukkan fakta bahwa penyedia layanan harus melakukannya dengan benar sekaligus untuk memenuhi harapan pelanggan online mereka.

Studi yang menggunakan faktor TAM untuk memprediksi e-satisfaction antara pengguna e-learning sangat terbatas karena sebagian besar studi yang ada berkonsentrasi pada niat (Boon-itt, 2015; Headar et al., 2013; Ilgaz & Gülbahar, 2015; Indriati & Agustina, 2018). Beberapa penelitian yang menilai kepuasan menggunakan determinan kualitas layanan seperti keandalan, daya tanggap, personalisasi, keamanan, kepercayaan, interaktivitas dan aksesibilitas, yang bukan merupakan variabel TAM. Meskipun sebagian besar studi ini menemukan efek positif dari faktor-faktor yang disebutkan pada e-satisfaction, tidak satupun dari mereka menghubungkan penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan secara bersamaan dengan faktor-faktor TAM untuk memprediksi e-satisfaction dan e-retention. Dalam penelitian ini, peneliti mengusulkan penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan secara bersamaan sebagai anteseden faktor TAM untuk memprediksi kepuasan elektronik dan retensi elektronik di antara peserta pelatihan. Kombinasi ini membantu kami untuk mengisi kekosongan karena literatur tidak memiliki diskusi bersama mengenai variabel inti TAM untuk secara signifikan memprediksi kepuasan elektronik dan retensi elektronik dalam konteks online. Bukti dalam literatur menunjukkan hubungan positif antara kepuasan dan retensi lintas bidang dan dalam pembelajaran online khususnya (Headar et al., 2013). Mempertimbangkan diskusi ini, hipotesis berikut disajikan:

 

H7: e-satisfaction berpengaruh signifikan dan positif terhadap e-retention.

 

Dengan kajian literatur dan bukti penelitian yang kuat, semakin mengukuhkan urgensi riset ini untuk dijalankan. Penelitian ini bertujuan untuk secara bersamaan menguji pengaruh penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan pada variabel inti model penerimaan teknologi, kepuasan dan retensi e-learning di antara guru madrasah peserta pelatihan jarak jauh BDK Kemenag di Indonesia. Studi ini berkontribusi pada tubuh pengetahuan dalam dua cara. Pertama, para peneliti menggunakan variabel TAM untuk memprediksi e-satisfaction dan e-retention di antara peserta pelatihan BDK Kemenag untuk mengisi kesenjangan kelangkaan literatur. Kedua, dan yang paling penting, penelitian memajukan hubungan baru melalui integrasi bersamaan dari penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan dengan variabel inti TAM untuk memprediksi kepuasan elektronik dan retensi elektronik. Meskipun penelitian sebelumnya telah mempertimbangkan variabel-variabel ini secara independen, sepengetahuan para peneliti, integrasi bersamaan belum diuji secara empiris sebelum menggunakan platform e-learning BDK Kemenag. Integrasi ini merupakan celah besar yang diisi oleh studi ini.

 

METODE

Penelitian ini bersifat kuantitatif dan melakukan survei dalam mengumpulkan datanya sejalan dengan penelitian terbaru lainnya. Literatur yang masih ada secara ekstensif mendukung penelitian kuantitatif karena objektivitas ilmiahnya, kausalitas variabel dan replikasi instrumen pengukuran.

Model penelitian merupakan hasil kajian teoritis pada bagian pendahuluan dengan tujuh hipotesis yang tergambarkan lebih lanjut pada Gambar 2.


 

Gambar 2. Model Penelitian

 


Penelitian ini, oleh karena itu, menggunakan ukuran statistik untuk menguji hubungan antara variabel yang dipilihnya. Instrumen yang digunakan terdiri dari 32 item. Untuk mengidentifikasi item-item ini, para peneliti meninjau literatur secara ekstensif dalam domain TAM, penyerapan kognitif dan teori kehadiran sosial yang dirasakan, kepuasan elektronik serta retensi elektronik. Penelitian ini menggunakan skala Likert lima poin. Konstruk, item pengukuran dan sumbernya disajikan pada Tabel 1.

 


 

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel

Indikator

Sumber

Penyerapan Kognitif

Saya terkadang waktu saat menggunakan platform e-learning BDK Kemenag

(Jalal & Mahmood, 2019; Salimon et al., 2021a)

Waktu berlalu dengan cepat saat saya menggunakan e-learning BDK Kemenag

Saya sering menghabiskan waktu lebih dari yang saya rencanakan saat online

Saya sering menghabiskan lebih banyak waktu di e-learning BDK Kemenag daripada yang dimaksudkan

Saat saya menggunakan e-learning BDK Kemenag, saya memblokir aktivitas lain

Saya selalu asyik dengan aktivitas e-learning BDK Kemenag

Saat menggunakan e-learning BDK Kemenag, saya tenggelam dalam tugas yang saya lakukan

Saya bersenang-senang saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

Saya tidak bosan saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

Saya senang menggunakan e-learning BDK Kemenag

Kehadiran Sosial Yang Dirasakan

Saya menyadari kehadiran teman atau rekan kerja saya saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

(Opoku, 2020; Rahmawati, 2019; Salimon et al., 2021a)

Saya merasakan kehadiran instruktur saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

Saya merasakan keramahan saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

Saya merasakan kehangatan manusia di dalam platform e-learning BDK Kemenag

Saya merasakan kepekaan manusia di dalam platform e-learning BDK Kemenag

Saya merasakan kehadiran pengguna lain saat menggunakan platform e-learning BDK Kemenag

Persepsi Kemanfaatan

Platform e-learning BDK Kemenag meningkatkan nilai saya

(Natasia et al., 2022; Salloum et al., 2019; Tarhini et al., 2017)

Platform e-learning BDK Kemenag adalah cara pelatihan baru yang bermanfaat

Platform e-learning BDK Kemenag berguna dalam kehidupan sehari-hari saya

Platform e-learning BDK Kemenag menghemat banyak waktu

Informasi dan materi yang diberikan dalam e-learning BDK Kemenag sangat berharga

Lingkungan e-learning BDK Kemenag informatif

Persepsi Kemudahan Penggunaan

Belajar dengan menggunakan e-learning BDK Kemenag sangat mudah

 

(Natasia et al., 2022; Salloum et al., 2019; Tarhini et al., 2017)

Platform e-learning BDK Kemenag sangat interaktif

Sangat mudah bagi saya menjadi ahli pengguna e-learning BDK Kemenag

Saya dengan mudah memahami informasi yang tersedia secara online

Saya merasa tugas e-learning BDK Kemenag mudah

Secara keseluruhan, lingkungan e-learning BDK Kemenag itu mudah

Kepuasan Elektronik

Saya merasa puas dengan platform e-learning BDK Kemenag

(Pham et al., 2018; Rani et al., 2014)

Saya merasa gembira saat menggunakan e-learning BDK Kemenag

Fitur desain e-learning BDK Kemenag membuat saya puas

Retensi Elektronik

Saya akan terus menggunakan e-learning BDK Kemenag

(Pham et al., 2018; Rani et al., 2014)

Saya akan merekomendasikan pelatihan online melalui e-learning BDK Kemenag kepada rekan saya

Saya akan mendorong orang lain untuk menggunakan e-learning BDK Kemenag


Proses pengambilan data dilakukan secara online melalui Google Form dengan waktu penyebaran selama dua bulan yakni Desember 2022 - Januari 2023. Dikarenakan peneliti mengandalkan keterjangkauan, maka penarikan sampel dilakukan dengan teknik Convenience Sampling.  Keterwakilan sampel sebagai representasi alumni Balai Diklat Keagamaan se-Indonesia dilakukan dengan minimal harus adanya responden dari Balai minimum 10 BDK Kemenag.

Penelitian ini menggunakan model persamaan parsial kuadrat-struktural (PLS-SEM) menggunakan perangkat lunak SmartPLS 3.0. PLS-SEM adalah teknik dua fase dan telah digunakan secara luas di berbagai bidang multivariat karena cocok untuk mengeksplorasi hubungan kompleks yang ditimbulkan oleh banyak faktor yang saling terkait dalam model tertentu (Becker et al., 2023). Peneliti dari ilmu sosial semakin banyak menggunakan PLS-SEM karena tidak memaksakan asumsi distribusi data, sedangkan hasil analisis datanya kuat untuk memberikan wawasan manajerial (Dash & Paul, 2021). PLS-SEM dianggap sebagai metode kausal-prediktif untuk SEM karena menekankan prediksi, berfokus pada pengembangan teori sambil mengevaluasi model penelitian empiris yang strukturnya dimaksudkan untuk menawarkan penjelasan kausal. Seperti yang direkomendasikan oleh Hair et al. (2022), tahap pertama dalam PLS-SEM mengharuskan peneliti untuk menetapkan model pengukuran untuk menilai reliabilitas dan validitas pengukuran. Pada tahap kedua, model struktural diperlukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan (Hair & Alamer, 2022)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Penelitian ini berhasil mendapatkan 206 Responden dengan rincian mayoritas guru bergender perempuan sebesar 60%, sedangkan sisanya 40% merupakan laki-laki. Pada sisi usia responden mayoritas masih berusia 26-30 tahun atau guru muda.

Pada sisi demografi, mayoritas responden berasal dari pulau Jawa, sedangkan Sumatera menjadi peringkat kedua. Tingkatan madrasah tempat responden mengabdi sebagian besar pada tingkat Madrasah Tsanawiyah. Terkait asal BDK Kemenag tempat pelatihan jarak jauh, BDK Jakarta dan BDK Semarang menjadi dua homebase favorit penelitian ini.  


 

Tabel 2. Karakteristik Responden

Variabel

Deskripsi

Frekuensi

Persentase

Gender

Laki-Laki

82

40%

Perempuan

124

60%

Usia

23-25

27

11%

26-30

79

32%

31-35

68

28%

36-40

38

15%

41-45

9

4%

46-50

20

8%

Lebih dari 50 Tahun

6

2%

Demografi

Sumatera

34

17%

Jawa

131

64%

Bali-Nusa Tenggara

17

8%

Kalimantan

13

6%

Sulawesi

7

3%

Papua

4

2%

Tingkatan Madrasah

Madrasah Ibtidaiyah

31

15%

Madrasah Tsanawiyah

116

56%

Madrasah Aliyah

59

29%

Asal BDK Kemenag

BDK Medan

9

4%

BDK Padang

6

3%

BDK Palembang

19

9%

BDK Jakarta

62

30%

BDK Bandung

27

13%

BDK Semarang

43

21%

BDK Surabaya

16

8%

BDK Banjarmasin

13

6%

BDK Makassar

7

4%

BDK Papua

4

2%

 


Pengujian Outer Measurement Model

Model pengukuran reflektif diterapkan untuk mengukur empat aspek: outer loadings, average variant extracted, composite reliability dan cronbach alpha. Pengukuran validitas terletak pada nilai outer loadings diharapkan seluruh indikator berada diatas 0,5 dan idealnya di atas 0,7 (Hair & Alamer, 2022). Nilai validitas didukung average variant extracted dengan nilai ambang minimum 0,7. Terkait reliabilitas dilihat dari nilai composite reliability dan cronbach alpha dengan ambang minimum 0,7 (Hair & Alamer, 2022).

Pada Tabel 3 menggambarkan bahwa hasil model pengukuran yang diperoleh dalam penelitian ini signifikan dan dapat diterima, karena semua nilai memenuhi ambang batas yang diwajibkan.  Sehingga dapat disimpulkan model  pengukuran disertai seluruh indikator variabel telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Proses analisis dapat dilanjutkan pada inner model structural untuk menganalisis kekuatan model dan uji hipotesis.


 

Tabel 3. Hasil Pengujian Outer Model

Variabel

Indikator

Outer Loadings Scale Output

Average Variant Extracted

Composite Reliability

Cronbach Alpha

Penyerapan Kognitif

PKF1-PKF10

0,730-0,896

0,775

0,912

0,840

Kehadiran Sosial Yang Dirasakan

KHD1-KHD6

0,727-0,864

0,704

0,904

0,864

Persepsi Kemanfaatan

PKN1-PKN6

0,724-0,851

0,635

0,884

0,847

Persepsi Kemudahan Penggunaan

PKP1-PKP6

0,705-0,823

0,618

0,863

0,812

Kepuasan Elektronik

KEK1-KEK3

0,855-0,946

0,592

0,848

0,853

Retensi Elektronik

REK1-REK3

0,706-0,811

0,792

0,928

0,864


Pengujian Inner Model Structural

Model struktural memungkinkan peneliti untuk menentukan derajat signifikansi koefisien jalur. Untuk menentukan hal tersebut, peneliti diharuskan melakukan bootstrap dengan menggunakan subsampel beserta kasus sampel aktual pada PLS-SEM. Gambar 2 merupakan representasi dari hasil pengujian Inner Model Structural melalui prosedur Bootstrapping SmartPLS.


 

Gambar  2. Representasi Pengujian Inner Model Structural


Dalam menilai model struktural, diukur dua aspek besar yakni koefisien determinasi dan path coefficient. Nilai R2 mewakili kekuatan penjelas dari model struktural, dan nilai R2 masing - masing 0,75, 0,50 dan 0,25 dianggap substansial, sedang dan lemah (Hair & Alamer, 2022). Nilai -t digambarkan di sepanjang jalur utama. Mempertimbangkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini bersifat terarah, nilai yang dihasilkan menunjukkan bahwa hubungan yang dihipotesiskan antara konstruk adalah signifikan pada tingkat signifikansi 5% kecuali salah satu hubungan. Nilai t dari ambang kritis 1,645 juga dipertimbangkan (Hair & Alamer, 2022).

Pada Tabel 4 menunjukkan seluruh nilai konstruk endogen berada di atas nilai 0.750 sehingga dapat disimpulkan secara nyata bahwa keseluruhan variabel eksogen mempengaruhi endogen secara kuat. Ini juga menunjukkan model konstruk ini sangat kuat.

Selanjutnya pada Tabel 4 menunjukkan hasil penerimaan keseluruhan hipotesis yang diajukan. Penjelasan lebih lanjut mengenai interpretasi hipotesis pada subbab berikutnya.

 

 


Tabel 4. Hasil Pengujian Inner Model Structural

Penyataan

Path Coefficient

T-Test

P-Value

Keputusan

R-Square

H1: PKFPKN

1,019

75.495

0,000

Diterima

0,790

H2: PKFPKP

0,700

56.506

0,000

Diterima

0,855

H3: KHDPKN

0,199

5.179

0,004

Diterima

0,790

H4: KHDPKP

0,304

22.544

0,000

Diterima

0,855

H5: PKNKEK

1,019

53.617

0,000

Diterima

0,831

H6: PKPKEK

0,156

7.170

0,000

Diterima

H7: KEKREK

0,665

37.252

0,000

Diterima

0,942

 


PEMBAHASAN

Penelitian ini merumuskan tujuh hipotesis untuk menentukan faktor-faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kepuasan elektronik dan retensi elektronik di kalangan guru madrasah pengguna e-learning pelatihan jarak jauh BDK Kemenag.

Hasil pengujian hipotesis pertama menemukan penyerapan kognitif sebagai anteseden persepsi kemanfaatan yang signifikan dan ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Dror et al., 2011; Jalal & Mahmood, 2019; A. Wong et al., 2012b). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi kegunaan e-learning di kalangan guru madrasah peserta pelatihan BDK Kemenag meningkat, karena mereka mengalami keterlibatan holistik (yaitu pencelupan terfokus), menikmati atau memperoleh kesenangan saat berinteraksi dengan platform (yaitu kenikmatan yang meningkat) dan asyik dengan zona pelatihan online (sementara disosiasi). Ini semakin memperkuat penyerapan kognitif sebagai faktor motivasi intrinsik di mana pengguna sistem secara kognitif terjerat hanya demi kesenangan selain manfaat lainnya.

Demikian pula, penyerapan kognitif secara positif mempengaruhi persepsi kemudahan penggunaan. Sehingga mengkonfirmasi penyerapan kognitif sebagai prediktor kemudahan penggunaan. Ini tampaknya menegaskan kembali fakta bahwa platform pembelajaran online yang secara kognitif melibatkan pengguna dan melalui mana mereka mendapatkan kesenangan selama penggunaan akan dianggap lebih mudah digunakan daripada sebaliknya.

Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan peran variabel kehadiran sosial sebagai prediktor signifikan daripada persepsi kemanfaatan. Hasil ini sejalan dengan temuan Fauzi (2021) dan Girish (2022). Ini menyiratkan bahwa perasaan kehadiran orang lain membuat persepsi kemanfaatan sistem meningkat karena pengguna mengalami keterlibatan penuh dengan platform pembelajaran online sambil menikmati kesenangan konfigurasi, yang membuat individu merasa bahwa sistem itu bermanfaat.

Selain itu, hubungan antara kehadiran sosial yang dirasakan dan persepsi kemudahan penggunaan juga signifikan dan positif, sehingga menggemakan temuan sebelumnya (Mehta et al., 2019; Revythi & Tselios, 2019a). Ini menandakan bahwa ketika pengguna e-learning dapat berinteraksi dengan pengguna lain dan menjalin ikatan sosial dengan mereka saat menggunakan platform, mereka tidak akan merasa terisolasi dan dengan demikian menganggap platform mudah digunakan. Pada dasarnya, platform e-learning yang dikonfigurasi dengan fitur social presence diibaratkan seperti platform tatap muka, karena pengguna dapat berinteraksi dan menyelesaikan masalah yang dapat membuat sistem yang digunakan dianggap rumit.

Berikutnya studi ini berhasil membuktikan persepsi kemanfaatan memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan kepuasan elektronik, seperti yang dilaporkan sebelumnya oleh penelitian lain (Alfadda & Mahdi, 2021; Girish et al., 2022b; Opoku, 2020; Rahmawati & Narsa, 2019; Revythi & Tselios, 2019b; Zardari et al., 2021).  Temuan ini menunjukkan bahwa PU sangat penting dan menentukan tingkat kepuasan dan “kelekatan” selanjutnya pada platform e-learning. Intinya, ketika peserta pelatihan memperoleh manfaat tertentu seperti peningkatan nilai dan penghematan waktu yang substansial saat menggunakan sistem, mereka akan puas dan kemungkinan akan menggunakan sistem itu lagi dan lagi. Dalam hal ini, Balai Diklat Keagamaan (BDK) Kemenag pada umumnya harus memastikan bahwa para peserta pelatihan memandang platform sebagai sistem yang memberi nilai tambah yang luar biasa pada peningkatan kompetensi sebagai tenaga pendidik. Selain persepsi kemanfaatan, variabel persepsi kemudahan penggunaan memengaruhi kepuasan elektronik. Studi sebelumnya telah melaporkan temuan serupa (Estriegana et al., 2019; Pal & Vanijja, 2020). Temuan ini tampaknya menunjukkan bahwa ketika peserta pelatihan menganggap platform e-learning mudah digunakan berdasarkan konfigurasi sistem, tingkat kepuasan mereka akan meningkat. Misalnya, ketika peserta dapat menggunakan waktu terbatas untuk mengunggah tugas dengan mudah, atau menavigasi platform tanpa banyak usaha, mereka akan puas dengan platform e-learning.

Terakhir, studi ini mencatat signifikansi pengaruh kepuasan terhadap retensi elektronik pada e-learning BDK Kemenag. Hasil ini sejalan dengan studi terdahulu (Headar et al., 2013). Ini menunjukkan kepuasan penggunaan e-learning oleh guru madrasah akan mendorong retensinya di dalam menggunakan e-learning secara berkala, meningkatkan keinginan mengikuti pelatihan lainnya dan menjadi value E-WOM (Word of Mouth) kepada rekan kerja untuk meningkatkan kompetensinya melalui kegiatan pelatihan jarak jauh BDK Kemenag via e-learning. Ini juga akan membuat nilai kepuasan dan kinerja e-learning BDK Kemenag meningkat.  

 

KESIMPULAN

Studi ini menyimpulkan bahwa tujuh hubungan yang diusulkan mendapat dukungan yang kuat. Persepsi kemanfaatan dan kemudahan penggunaan berpengaruh positif terhadap kepuasan elektronik. Penyerapan kognitif juga berdampak positif pada persepsi kemanfaatan dan kemudahan penggunaan, sementara kehadiran sosial yang dirasakan memprediksi secara positif kemudahan penggunaan. Temuan penelitian ini menguji pengaruh persepsi kemanfaatan, persepsi kemudahan penggunaan, penyerapan kognitif, kehadiran sosial yang dirasakan, kepuasan elektronik, dan retensi elektronik terhadap niat menggunakan e-learning BDK Kemenag oleh guru madrasah peserta pelatihan jarak jauh. Peneliti membentuk kerangka kerja yang divalidasi dengan data yang dikumpulkan. Implikasi akademis dari penelitian ini adalah perluasan TAM dengan penyerapan kognitif dan kehadiran sosial yang dirasakan untuk memprediksi kepuasan dan retensi elektronik pada peserta pelatihan jarak jauh BDK Kemenag. Temuan ini memberikan wawasan tentang penyerapan kognitif dan kehadiran sosial serta integrasinya dengan variabel inti TAM dalam memprediksi kepuasan dan retensi peserta pelatihan online. Instruktur platform e-learning dapat menerapkan sistem dengan efektif untuk meningkatkan niat belajar peserta.

Dalam hal praktis, BDK Kemenag harus mempertimbangkan persyaratan kognitif pengguna dan fitur kehadiran sosial dalam mengkonfigurasi sistem e-learning untuk meningkatkan kegunaan dan kepuasan pengguna. Fitur kehadiran sosial juga penting untuk meningkatkan kemudahan penggunaan, kepuasan, dan retensi pengguna. Pengembangan platform e-learning yang ramah pengguna segala usia penting melalui fitur yang simpel namun kaya akan pengetahuan. Temuan penelitian ini mendukung pemerintah dalam merumuskan kebijakan sistem pelatihan jarak jauh bagi tenaga pendidik, khususnya melalui penyerapan kognitif dan kehadiran sosial dalam platform e-learning. Standar pelatihan daring harus ditetapkan agar menjadi ketaatan baik peserta maupun instruktur dalam proses pelatihan. Studi ini juga menjadi penguat panduan pemerintah dalam merumuskan kebijakan sistem pelatihan jarak jauh bagi tenaga pendidik. Balitbangdiklat Kemenag sebagai jangkar utama platform e-learning sama-sama mengeluarkan anggaran besar untuk memastikan terciptanya proses pembelajaran e-learning yang efektif. 


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aburbeian, A. M., Owda, A. Y., & Owda, M. (2022). A Technology Acceptance Model Survey of the Metaverse Prospects. AI, 3(2), 285–302. https://doi.org/10.3390/ai3020018

Alfadda, H. A., & Mahdi, H. S. (2021). Measuring Students’ Use of Zoom Application in Language Course Based on the Technology Acceptance Model (TAM). Journal of Psycholinguistic Research, 50(4), 883–900. https://doi.org/10.1007/s10936-020-09752-1

Alhawari, M. A., & Mouakket, S. (2010). The influence of technology acceptance model (TAM) factors on students’ esatisfaction and eretention within the context of UAE elearning. Education, Business and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, 3(4), 299–314. https://doi.org/10.1108/17537981011089596

Al-Nuaimi, M. N., & Al-Emran, M. (2021). Learning management systems and technology acceptance models: A systematic review. Education and Information Technologies, 26(5), 5499–5533. https://doi.org/10.1007/s10639-021-10513-3

Al-Salman, S., Haider, A. S., & Saed, H. (2022). The psychological impact of COVID-19’s e-learning digital tools on Jordanian university students’ well-being. The Journal of Mental Health Training, Education and Practice, 17(4), 342–354. https://doi.org/10.1108/JMHTEP-09-2021-0106

Becker, J.-M., Cheah, J.-H., Gholamzade, R., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2023). PLS-SEM’s most wanted guidance. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 35(1), 321–346. https://doi.org/10.1108/IJCHM-04-2022-0474

Boon-itt, S. (2015). Managing self-service technology service quality to enhance e-satisfaction. International Journal of Quality and Service Sciences, 7(4), 373–391. https://doi.org/10.1108/IJQSS-01-2015-0013

Cheung, R., & Vogel, D. (2013a). Predicting user acceptance of collaborative technologies: An extension of the technology acceptance model for e-learning. Computers & Education, 63, 160–175. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.12.003

Cheung, R., & Vogel, D. (2013b). Predicting user acceptance of collaborative technologies: An extension of the technology acceptance model for e-learning. Computers & Education, 63, 160–175. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2012.12.003

Chu, T.-H., & Chen, Y.-Y. (2016). With Good We Become Good: Understanding e-learning adoption by theory of planned behavior and group influences. Computers & Education, 92–93, 37–52. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2015.09.013

Cinquin, P.-A., Guitton, P., & Sauzéon, H. (2019). Online e-learning and cognitive disabilities: A systematic review. Computers & Education, 130, 152–167. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2018.12.004

Dash, G., & Paul, J. (2021). CB-SEM vs PLS-SEM methods for research in social sciences and technology forecasting. Technological Forecasting and Social Change, 173, 121092. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2021.121092

Dror, I., Schmidt, P., & O’connor, L. (2011). A cognitive perspective on technology enhanced learning in medical training: Great opportunities, pitfalls and challenges. Medical Teacher, 33(4), 291–296. https://doi.org/10.3109/0142159X.2011.550970

Estriegana, R., Medina-Merodio, J.-A., & Barchino, R. (2019). Student acceptance of virtual laboratory and practical work: An extension of the technology acceptance model. Computers & Education, 135, 1–14. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.02.010

Fauzi, A., Wandira, R., Sepri, D., & Hafid, A. (2021). Exploring Students’ Acceptance of Google Classroom during the COVID-19 Pandemic by Using the Technology Acceptance Model in West Sumatera Universities. Electronic Journal of E-Learning, 19(4), 233–240.

Girish, V. G., Kim, M.-Y., Sharma, I., & Lee, C.-K. (2022a). Examining the structural relationships among e-learning interactivity, uncertainty avoidance, and perceived risks of COVID-19: Applying extended technology acceptance model. International Journal of Human–Computer Interaction, 38(8), 742–752. https://doi.org/10.1080/10447318.2021.1970430

Girish, V. G., Kim, M.-Y., Sharma, I., & Lee, C.-K. (2022b). Examining the structural relationships among e-learning interactivity, uncertainty avoidance, and perceived risks of COVID-19: Applying extended technology acceptance model. International Journal of Human–Computer Interaction, 38(8), 742–752. https://doi.org/10.1080/10447318.2021.1970430

Granić, A., & Marangunić, N. (2019). Technology acceptance model in educational context: A systematic literature review. British Journal of Educational Technology, 50(5), 2572–2593. https://doi.org/10.1111/bjet.12864

Hair, J., & Alamer, A. (2022). Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) in second language and education research: Guidelines using an applied example. Research Methods in Applied Linguistics, 1(3), 100027. https://doi.org/10.1016/j.rmal.2022.100027

Headar, M. M., Elaref, N., & Yacout, O. M. (2013). Antecedents and Consequences of Student Satisfaction with e-Learning: The Case of Private Universities in Egypt. Journal of Marketing for Higher Education, 23(2), 226–257. https://doi.org/10.1080/08841241.2013.867919

Hsia, J.-W., Chang, C.-C., & Tseng, A.-H. (2014). Effects of individuals’ locus of control and computer self-efficacy on their e-learning acceptance in high-tech companies. Behaviour & Information Technology, 33(1), 51–64. https://doi.org/10.1080/0144929X.2012.702284

Hu, P. J., Chau, P. Y. K., Liu Sheng, O. R., & Tam, K. Y. (1999). Examining the Technology Acceptance Model Using Physician Acceptance of Telemedicine Technology. Journal of Management Information Systems, 16(2), 91–112. https://doi.org/10.1080/07421222.1999.11518247

Huang, T.-H., Liu, F., Chen, L.-C., & Tsai, C.-C. (2021). The acceptance and impact of Google Classroom integrating into a clinical pathology course for nursing students: A technology acceptance model approach. PLOS ONE, 16(3), e0247819. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0247819

Ilgaz, H., & Gülbahar, Y. (2015). A snapshot of online learners: e-Readiness, e-Satisfaction and expectations. The International Review of Research in Open and Distributed Learning, 16(2). https://doi.org/10.19173/irrodl.v16i2.2117

Indriati, F., & Agustina, P. (2018). The influence of UTAUT factors on E-retention with E-satisfaction as mediating variable in E-learning. Hasanuddin Economics and Business Review, 2(1), 19–33.

Jalal, A., & Mahmood, M. (2019). Students’ behavior mining in e-learning environment using cognitive processes with information technologies. Education and Information Technologies, 24(5), 2797–2821. https://doi.org/10.1007/s10639-019-09892-5

Kelders, S. M., van Zyl, L. E., & Ludden, G. D. S. (2020). The Concept and Components of Engagement in Different Domains Applied to eHealth: A Systematic Scoping Review. Frontiers in Psychology, 11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.00926

Kemp, A., Palmer, E., & Strelan, P. (2019). A taxonomy of factors affecting attitudes towards educational technologies for use with technology acceptance models. British Journal of Educational Technology, 50(5), 2394–2413. https://doi.org/10.1111/bjet.12833

Kong, S.-C. (2021). Delivery and evaluation of an e-Learning framework through computer-aided analysis of learners’ reflection text in a teacher development course. Research and Practice in Technology Enhanced Learning, 16(1), 28. https://doi.org/10.1186/s41039-021-00172-w

Konstantinidis, Kl., Apostolakis, I., & Karaiskos, P. (2022). A narrative review of e-learning in professional education of healthcare professionals in medical imaging and radiation therapy. Radiography, 28(2), 565–570. https://doi.org/10.1016/j.radi.2021.12.002

Liao, Y.-K., Wu, W.-Y., Le, T. Q., & Phung, T. T. T. (2022). The Integration of the Technology Acceptance Model and Value-Based Adoption Model to Study the Adoption of E-Learning: The Moderating Role of e-WOM. Sustainability, 14(2), 815. https://doi.org/10.3390/su14020815

Mehta, A., Morris, N. P., Swinnerton, B., & Homer, M. (2019). The Influence of Values on E-learning Adoption. Computers & Education, 141, 103617. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.103617

Mishra, V. K. (2021). An overview on cognitive load theory and concepts of human-computer interaction. Asian Journal of Multidimensional Research, 10(12), 591–597.

Natasia, S. R., Wiranti, Y. T., & Parastika, A. (2022). Acceptance analysis of NUADU as e-learning platform using the Technology Acceptance Model (TAM) approach. Procedia Computer Science, 197, 512–520. https://doi.org/10.1016/j.procs.2021.12.168

Nugraha, F., Restendi, D., & Triyanto, A. (2020). Pengembangan sistem pelatihan jarak jauh berbasis moodle di Balai Diklat Keagamaan Bandung. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 8(2), 540.

Opoku, D. (2020). Determinants of e-learning system adoption among ghanaian university lecturers: An application of information system success and technology acceptance models. American Journal of Social Sciences and Humanities, 5(1), 151–168.

Oyman, M., Bal, D., & Ozer, S. (2022). Extending the technology acceptance model to explain how perceived augmented reality affects consumers’ perceptions. Computers in Human Behavior, 128, 107127. https://doi.org/10.1016/j.chb.2021.107127

Pal, D., & Vanijja, V. (2020). Perceived usability evaluation of Microsoft Teams as an online learning platform during COVID-19 using system usability scale and technology acceptance model in India. Children and Youth Services Review, 119, 105535. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020.105535

Persico, D., Manca, S., & Pozzi, F. (2014). Adapting the Technology Acceptance Model to evaluate the innovative potential of e-learning systems. Computers in Human Behavior, 30, 614–622. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.07.045

Pinho, C., Franco, M., & Mendes, L. (2021). Application of innovation diffusion theory to the E-learning process: higher education context. Education and Information Technologies, 26(1), 421–440. https://doi.org/10.1007/s10639-020-10269-2

Pituch, K. A., & Lee, Y. (2006). The influence of system characteristics on e-learning use. Computers & Education, 47(2), 222–244. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2004.10.007

Prasetyo, Y. T., Ong, A. K. S., Concepcion, G. K. F., Navata, F. M. B., Robles, R. A. v., Tomagos, I. J. T., Young, M. N., Diaz, J. F. T., Nadlifatin, R., & Redi, A. A. N. P. (2021). Determining Factors Affecting Acceptance of E-Learning Platforms during the COVID-19 Pandemic: Integrating Extended Technology Acceptance Model and DeLone & McLean IS Success Model. Sustainability, 13(15), 8365. https://doi.org/10.3390/su13158365

Rahman, M. A., Amarullah, R., & Hidayah, K. (2020). Evaluasi Penerapan Model Pembelajaran E-Learning pada Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Borneo Administrator, 16(1), 101–116. https://doi.org/10.24258/jba.v16i1.656

Rahmawati, R. N. (2019). Self-efficacy and use of e-learning: A theoretical review technology acceptance model (TAM). American Journal of Humanities and Social Sciences Research, 3(5), 41–55.

Rahmawati, R. N., & Narsa, I. M. (2019). Penggunaan e-learning dengan Technology Acceptance Model (TAM). Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, 6(2), 127–136.

Raspopovic, M., & Jankulovic, A. (2017). Performance measurement of e-learning using student satisfaction analysis. Information Systems Frontiers, 19(4), 869–880. https://doi.org/10.1007/S10796-016-9636-Z/TABLES/8

Revythi, A., & Tselios, N. (2019a). Extension of technology acceptance model by using system usability scale to assess behavioral intention to use e-learning. Education and Information Technologies, 24(4), 2341–2355. https://doi.org/10.1007/s10639-019-09869-4

Revythi, A., & Tselios, N. (2019b). Extension of technology acceptance model by using system usability scale to assess behavioral intention to use e-learning. Education and Information Technologies, 24(4), 2341–2355. https://doi.org/10.1007/s10639-019-09869-4

Saade, R., & Kira, D. (2009). Computer Anxiety in E-Learning: The Effect of Computer Self-Efficacy. Proceedings of the 2009 InSITE Conference, 8. https://doi.org/10.28945/3386

Salimon, M. G., Sanuri, S. M. M., Aliyu, O. A., Perumal, S., & Yusr, M. M. (2021a). E-learning satisfaction and retention: a concurrent perspective of cognitive absorption, perceived social presence and technology acceptance model. Journal of Systems and Information Technology, 23(1), 109–129. https://doi.org/10.1108/JSIT-02-2020-0029

Salimon, M. G., Sanuri, S. M. M., Aliyu, O. A., Perumal, S., & Yusr, M. M. (2021b). E-learning satisfaction and retention: a concurrent perspective of cognitive absorption, perceived social presence and technology acceptance model. Journal of Systems and Information Technology, 23(1), 109–129. https://doi.org/10.1108/JSIT-02-2020-0029

Salloum, S. A., Qasim Mohammad Alhamad, A., Al-Emran, M., Abdel Monem, A., & Shaalan, K. (2019). Exploring Students’ Acceptance of E-Learning Through the Development of a Comprehensive Technology Acceptance Model. IEEE Access, 7, 128445–128462. https://doi.org/10.1109/ACCESS.2019.2939467

Setiyani, L., Effendy, F., & Slamet, A. A. (2021). Using Technology Acceptance Model 3 (TAM 3) at selected private technical high school: google drive storage in e-learning. Utamax: Journal of Ultimate Research and Trends in Education, 3(2), 80–89.

Silva, P. (2015). Davis’ technology acceptance model (TAM)(1989). Information Seeking Behavior and Technology Adoption: Theories and Trends, 205–219.

Sukendro, S., Habibi, A., Khaeruddin, K., Indrayana, B., Syahruddin, S., Makadada, F. A., & Hakim, H. (2020). Using an extended Technology Acceptance Model to understand students’ use of e-learning during Covid-19: Indonesian sport science education context. Heliyon, 6(11), e05410. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05410

Tarhini, A., Hone, K., Liu, X., & Tarhini, T. (2017). Examining the moderating effect of individual-level cultural values on users’ acceptance of E-learning in developing countries: a structural equation modeling of an extended technology acceptance model. Interactive Learning Environments, 25(3), 306–328. https://doi.org/10.1080/10494820.2015.1122635

Wong, A., Leahy, W., Marcus, N., & Sweller, J. (2012a). Cognitive load theory, the transient information effect and e-learning. Learning and Instruction, 22(6), 449–457. https://doi.org/10.1016/j.learninstruc.2012.05.004

Wong, A., Leahy, W., Marcus, N., & Sweller, J. (2012b). Cognitive load theory, the transient information effect and e-learning. Learning and Instruction, 22(6), 449–457. https://doi.org/10.1016/j.learninstruc.2012.05.004

Wong, W. P.-M., Lo, M.-C., & Ramayah, T. (2014). The effects of technology acceptance factors on customer e-loyalty and e-satisfaction in Malaysia. International Journal of Business and Society, 15(3), 477.

Wu, C.-C., & Hsu, C.-L. (2015). How to Improve E-Satisfaction and E-Loyalty and Strengthen the Links Between Them: Value From Regulatory Fit. Human Factors and Ergonomics in Manufacturing & Service Industries, 25(3), 353–369. https://doi.org/10.1002/hfm.20549

Zardari, B. A., Hussain, Z., Arain, A. A., Rizvi, W. H., & Vighio, M. S. (2021). Development and Validation of User Experience-Based E-Learning Acceptance Model for Sustainable Higher Education. Sustainability, 13(11), 6201. https://doi.org/10.3390/su13116201