PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE TUTOR-SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA

 

Sri Rochani

Madrasah Aliyah Negeri 14 Jakarta, Indonesia

E-mail: ani.effendi@gmail.com

 

Abstract

This classroom action research aimed to describe how to apply the STAD model peer-tutor cooperative learning to increase student activity (asking, answering, arguing, and problem-solving) and biology learning outcomes. The results show that student activities experience dynamics during the implementation of activities. Asking activity is still the activity most students do compare to other activities. However, from a trend standpoint, the responding activity shows a steady uptrend. The activity pattern for answering is almost the same as for denying. However, the first upward trend is higher than the last; meanwhile, problem-solving activity fluctuated and tended to decrease. The possibility that can be interpreted in this problem-solving activity is to reduce the issues debated in the discussion. Study results show an increase in both cycles. This study's results align with the learning objectives of the peer-tutor model, which provides opportunities for students to develop their abilities and feel part of a group. This study concludes that cooperative learning with the peer-tutor method helps increase student activity and learning outcomes.

Keywords: classroom action research, peer-tutor, student activity, learning outcomes, biology

 

 

Abstrak

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah mendeskripsikan cara menerapkan pembelajaran kooperatif tutor-sebaya model STAD untuk meningkatkan aktivitas siswa (bertanya, menjawab, menyanggah dan memecahkan-masalah) dan hasil belajar Biologi. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas siswa mengalami dinamika selama pelaksanaan kegiatan. Aktivitas bertanya tetap merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan siswa dibanding aktivitas lainnya. Namun, dari sudut tren, aktivitas menjawab menunjukkan tren naik yang stabil.  Pola aktivitas menjawab ini hampir sama dengan aktivitas menyanggah, namun tren kenaikan aktivitas yang pertama lebih tinggi dari yang terakhir. Sementara itu, aktivitas memecahkan-masalah berfluktuasi dan cenderung turun. Kemungkinan yang bisa ditafsirkan pada aktivitas memecahkan masalah ini adalah menurunnya permasalahan-permasalahan yang diperdebatkan dalam diskusi. Hasil belajar menunjukkan peningkatan pada kedua siklus. Hasil penelitian ini senada dengan tujuan pembelajaran dari model tutor-sebaya yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dan merasa bagian dari sebuah kelompok. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan metode tutor-sebaya bermanfaat untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Kata kunci: penelitian tindakan kelas, tutor-sebaya, aktivitas siswa, hasil belajar, biologi

 

 

 


PENDAHULUAN

Mata pelajaran Biologi mengajarkan siswa untuk berpikir secara ilmiah (OECD, 2020).  Cara berpikir ini membutuhkan keaktifan siswa dalam berbagai bentuk, seperti saling bertanya, berargumen dan memecahkan masalah. Namun demikian, fakta yang ditemukan penulis melalui kegiatan observasi di kelas selama ini adalah banyaknya siswa yang masih kurang berani mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, menawarkan argumen lain dan memecahkan masalah. Ketika mengerjakan tugas dan latihan, hanya sebagian kecil siswa yang mengerjakan sendiri, sedangkan sebagian besar siswa yang lain hanya menyontek pekerjaan siswa lainnya. Proses pembelajaran dalam penguasaan kompetensi Biologi kepada peserta didik selama ini dilakukan melalui pemberian tugas individu atau kelompok. Pemberian tugas tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan  keaktifan belajar dan menciptakan suasana disiplin (Anas, 2014).

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah melalui pembelajaran kooperatif model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan metode tutor-sebaya atau peer-teaching. STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok-kelompok kecil dengan setiap anggota kelompok bekerja sama dalam suatu tugas bersama untuk mencapai tujuan bersama (Jamaludin & Mokhtar, 2018). Oleh karena itu, masalah penelitian yang perlu dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana cara menerapkan pembelajaran kooperatif tutor-sebaya STAD untuk meningkatkan aktivitas siswa tersebut yang berdampak pada hasil belajar?”. Oleh karena itu, penelitian ini    bertujuan mendeskripsikan cara menerapkan pembelajaran kooperatif tutor-sebaya STAD untuk meningkatkan aktivitas siswa tersebut yang berdampak pada hasil belajar. Sebagai seorang guru, penulis merencanakan penelitian di kelas dengan mengajak siswa sebagai subyek.

Metode pada penelitian ini dimaksudkan sebagai cara untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Dwiastuti, 2022). Metode tutor-sebaya merupakan kegiatan belajar secara kelompok yang diterapkan dengan cara memilih beberapa murid untuk menjadi tutor atau yang bertugas untuk mengajarkan teman-teman yang lainnya (Nurhasanah & Gumiandari, 2021).

Penggunaan metode pembelajaran tutor-sebaya ini diharapkan lebih efektif dan memotivasi siswa untuk lebih leluasa menggali informasi dari potensi teman sejawatnya termasuk menyalurkan potensi yang ada pada dirinya. Metode ini terdiri dari beberapa macam mulai dari yang tradisional – konvensional sampai yang modern-kontemporer. Dengan memilih model pembelajaran yang tepat, seorang guru selain dapat menentukan hasil belajar siswa, juga menjadi landasan keberhasilan suatu lembaga pendidikan dan dapat menjadi pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak didik.

Penggunaan metode pembelajaran tutor-sebaya untuk meningkatkan keaktifan siswa sudah banyak dilakukan. Misalnya, Santori, Ven, & Hennessey (2019) yang mengeksplorasi dampak tutor-sebaya terhadap peningkatan dinamika diskusi kelas.

Penelitian tersebut menggunakan keaktifan siswa dalam hal bertanya, mengajukan pendapat dan menjawab. Sementara, metode pembelajaran tutor-sebaya pada penelitian ini menambahkan aktivitas baru, yaitu memecahkan masalah. Aktivitas ini menunjukkan kemampuan siswa untuk menutup pertanyaan ketika terjadi perdebatan. Kemampuan siswa untuk memecahkan masalah menjadi penting mengingat kemampuan ini mengindikasikan upaya maksimal pembelajaran (Watson & Barthlow, 2020).

Penelitian ini hanya membatasi pada materi “Pola-pola Hereditas dan Hereditas pada Manusia”. Penggunaan materi ini menyesuaikan dengan program semester dan waktu pelaksanaan penelitian. Dengan kata lain pembelajaran dan penelitian dijalankan secara paralel.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para guru tentang penerapan pembelajaran model STAD pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru mendapatkan tambahan pengetahuan, pembelajaran tutor-sebaya ini diharapkan menjadikan siswa lebih senang belajar, kreatif dan menyenangkan dalam kegiatannya karena siswa lebih mudah bertanya, lebih terbuka dengan teman sebaya daripada dengan gurunya. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

 

METODE

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian  ini adalah kelas XII MIPA-4 MAN 14 Jakarta Kampus B berjumlah 35 orang, terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2022.

Variabel yang diamati pada PTK ini adalah keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Keaktifan diukur dari empat kategori aktivitas, yaitu bertanya, menjawab, menyanggah dan memecahkan masalah.

Ukuran aktivitas adalah frekuensi siswa mengacungkan jari untuk merespon berdasarkan kategorinya. Khusus untuk memecahkan masalah, diukur dari jumlah jawaban yang dapat menutup pertanyaan ketika terjadi perdebatan.  Keterampilan pemecahan masalah ini perlu terus dilatih mengingat ketrampilan ini  diidentifikasi sebagai komponen kunci dari pendidikan abad ke-21 (Wismath, Orr, & MacKay, 2015).

Sementara itu, ukuran hasil belajar adalah nilai rata-rata pre-test dan post-test pada masing-masing pertemuan pada setiap siklus. Kriteria keberhasilan adalah jumlah siswa yang mencapai minimal nilai KKM (Agusta, 2022).

Pelaksanaan PTK dibagi menjadi dua siklus masing-masing terdiri dari dua pertemuan. Untuk meringkas, siklus satu pertemuan pertama selanjutnya disingkat S1T1, siklus satu pertemuan kedua⸻S1T2, siklus dua pertemuan pertama⸻S2T1, dan siklus dua pertemuan kedua⸻S2T2.

Gambar 1. Skema model Kemmis dan McTaggart

 

Sebagaimana Gambar 1, penelitian ini menggunakan Model Kemmis dan McTaggart (Rusmiati Aliyyah et al., 2019). Penelitian dilakukan dengan  dua siklus penelitian yang masing-masing terdiri dari empat komponen: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (Lo, 2017). Komponen perlakuan dan pengamatan digabung dalam satu tahapan sehingga setiap siklus terdiri atas tiga langkah. Masing-masing siklus tindakan dilakukan dengan dua pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama empat jam pelajaran (satu jam pelajaran adalah 40 menit).

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan kegiatan pra tindakan terlebih dahulu. Selama kegiatan pra tindakan, peneliti berdiskusi dengan teman sejawat tentang berbagai aspek penelitian.  Selanjutnya, peneliti berkonsultasi dengan Pengawas Madrasah mengenai penggunaan metode pembelajaran tutor-sebaya agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Pada tahap perencanaan, peneliti mempersiapkan hal-hal yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan tahapan pertemuan dalam siklus. Misalnya, pada S1T1, peneliti menganalisis yang akan dicapai, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sementara itu, pada S1T2, peneliti menginformasikan kembali kepada siswa tentang pembelajaran menggunakan metode pembelajaran tutor-sebaya, mengarahkan kembali siswa yang ditunjuk sebagai tutor-sebaya, menekankan agar siswa lebih berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Perencanaan ini menunjukkan sebuah proses pendefinisian tujuan dari pembelajaran, pembuatan strategi untuk mencapai tujuan dari pembelajaran (Mustofa, 2022).  Peran guru  penting dalam menyeimbangkan harapan atas penelitian ini dan pengelolaan baik waktu, jumlah kelompok, anggota per kelompok (Wahyuni, 2020). Pada tahapan tindakan dan pengamatan, peneliti mendokumentasikan tindakan atau kegiatan. Peneliti mengobservasi bagaimana para tutor mencatat keaktifan siswa di kelompoknya dan memberi arahan. Terakhir, pada tahapan refleksi, peneliti meringkas kejadian-kejadian pada saat tindakan dan pengamatan.

Siklus satu dan dua saling berkaitan. Perencanaan siklus dua berdasarkan poin-poin hasil refleksi pada siklus satu. Pengamatan pada setiap siklus dan pertemuan adalah sebagai berikut:

1)  Pada S1T1, setiap kelompok mengamati, menganalisis, dan menyimpulkan tentang genotif yang mengalami pautan, pindah silang dan dampak dari peristiwa non disjunction pada makhluk hidup.

2)  Pada S1T2, setiap kelompok mengamati, menganalisis dan menyimpulkan tentang genotif yang gennya bersifat letal dan kariotipe berbagai kromosom pada makhluk hidup.

3)  Pada S2T1, setiap kelompok menganalisis dan menyimpulkan tentang genotif dan fenotif serta persentase keturunannya dari suatu perkawinan yang mewarisi gen dari generasi pendahulunya dengan kelainan tertentu.

4)  Pada S2T2, setiap kelompok menganalisis dan menyimpulkan tentang genotif dan fenotif serta persentase keturunannya dari suatu perkawinan yang mewarisi gen dari generasi pendahulunya dengan kelainan dan golongan darah tertentu.

Pengumpulan data keaktifan siswa dengan keempat aktivitas selama pertemuan berlangsung. Peneliti mendapatkan data berupa lembar observasi kegiatan yang telah diisi oleh para tutor. Sementara itu, data hasil belajar diperoleh dari hasil pre-test dan post-test siswa pada setiap pertemuan. Pre-test dan post-test berupa soal-soal berbentuk essay.

Analisis dilakukan terhadap keaktifan dan hasil belajar. Analisis keaktifan dilakukan dengan mendeskripsikan frekuensi aktivitas bertanya, menjawab, menyanggah dan memecahkan masalah pada setiap pertemuan dan siklus. Sementara itu, analisis hasil belajar dilakukan dengan mendeskripsikan perolehan nilai rata-rata pre-test dan post-test pada masing-masing siklus pada setiap akhir siklus dan jumlah siswa yang mencapai minimal nilai KKM (Agusta, 2022).

Untuk validitas penelitian, penulis berdiskusi dengan kolaborator tentang pengisian lembar observasi.

 


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan pada setiap pertemuan telah sesuai dengan perencanaan dalam hal materi dan waktu pelaksanaan, termasuk RPP telah dijalankan dengan metode tutor-sebaya. Kegiatan lainnya, yaitu penyiapan lembar observasi, alat tulis, alat dokumentasi, alat evaluasi berupa soal-soal serta penunjukkan tutor-sebaya telah dilaksanakan.

Aktivitas S1T1

Pembelajaran pada S1T1 diikuti sebanyak 33 siswa dari 35 siswa. Pada siklus satu, kelompok dibagi menjadi enam kelompok.   Pada pertemuan ini siswa terlihat masih bingung dan belum terbiasa dengan penerapan metode pembelajaran tutor-sebaya. Selain itu, metode ini juga baru pertama kali diterapkan di kelas XII MIPA 4. Beberapa siswa masih ditemukan anggota kelompok yang mondar-mandir melihat kelompok lain dan belum fokus pada kelompoknya sendiri. Tahapan ini menjadi modal awal untuk pembelajaran pada pertemuan berikutnya (Stephen Kemmis, McTaggart, & Nixon, 2014).

Hasil observasi masing-masing kelompok pada Gambar 2 menunjukkan aktivitas yang beragam.

Gambar 2. Hasil observasi kegiatan S1T1

 

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa kelompok yang paling aktif adalah kelompok tiga, sementara yang kurang aktif adalah kelompok satu.  Dari empat aktivitas, “bertanya” merupakan aktivitas yang paling dominan (81,8%). Aktivitas lainnya, yaitu menjawab, menyanggah dan memecahkan masalah berturut-turut sebesar 57,6%, 42,4% dan 39,4%. Suasana aktivitas siswa pada tiap pertemuan, antara lain sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Aktivitas siswa pada siklus satu

 

Selanjutnya, hasil belajar siswa pada S1T1 ditunjukkan pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Hasil Pre-test dan Post-test pada S1T1

Siklus/Pertemuan

Persentase ketuntasan

Pre-test S1T1

16,67%

Post-test S1T1

25,71%

Naik/(turun)

54,23%

 

Hasil pre-test dan post-test S1T1 menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan.

 

Aktivitas S1T2

Jumlah siswa yang ikut pada S1T2 sama dengan partisipan pada S1T1. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan S1T2 ini semakin membaik. Siswa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan. Para tutor sudah mulai lugas dalam menjelaskan kepada temannya. Pada siklus satu ini, kelompok dibagi menjadi enam.

Selanjutnya, hasil observasi pada Gambar 4 menunjukkan aktivitas beragam antar-kelompok. Sama halnya dengan pertemuan pertama, pertemuan kedua ini kelompok yang paling aktif adalah kelompok tiga. Kelompok satu lebih aktif dibanding pertemuan sebelumnya. Secara total, dari empat aktivitas, “bertanya” masih merupakan aktivitas yang paling dominan (93%). Aktivitas lainnya, yaitu menjawab, menyanggah dan memecahkan masalah berturut-turut sebesar 35,7%, 35,7%%, dan 25%. Ketiga aktivitas terakhir ini menurun dibanding pada S1T1.

 

Gambar 4. Hasil observasi kegiatan pada S1T2

 

Hasil pre-test dan post-test S1T2 pada Tabel 2 menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan.

 

Tabel 2. Hasil Pre-test dan Post-test pada S1T2

Siklus/Pertemuan

Persentase ketuntasan

Pre-test S1T2

0%

Post-test S1T2

60,61%

Naik/(turun)

60,61%

 

Berdasarkan hasil pengamatan pada pembelajaran siklus satu, refleksi mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

(1)    Pelaksanaan kegiatan sudah lebih efisien, karena siswa yang sebelumnya mondar-mandir, kurang cekatan, serta belum terbiasa dengan metode pembelajaran tutor-sebaya sudah memahami metode ini.

(2)    Siswa yang ditunjuk sebagai tutor yang sebelumnya masih gugup sudah mulai terbiasa dan paham untuk memberikan penjelasan kepada teman di kelompoknya.

(3)    Persentase ketuntasan dari hasil pre-test dan post-test mengalami kenaikan sebesar 54,23% pada pertemuan pertama dan 60,61% pada pertemuan kedua.

(4)    Terdapat peningkatan aktivitas siswa pada kegiatan bertanya sebesar 13,69% dari 81,8% ke angka 93%, namun terjadi penurunan pada kegiatan yang lain dengan persentase yang variatif.

(5)    Beberapa siswa tidak siap melaksanakan post-test dan ada beberapa siswa yang bekerja sama dalam mengerjakan soal post-test.

(6)    Masih terjadi sedikit keributan dan kurang konsentrasi selama pembahasan dan penjelasan tutor dalam kelompok. Perlu diambil langkah untuk pengurangan jumlah anggota kelompok menjadi kelompok-kelompok baru dengan penunjukan tutor baru berdasarkan dari hasil post-test siklus satu.

 

Berdasarkan refleksi hasil pengamatan pada pembelajaran S1T1 dan S1T2, peneliti berdiskusi dengan para tutor di luar jam pelajaran melakukan dan memberikan arahan perbaikan.

Pada setiap siklus, kolaborator mengecek kesiapan peneliti, misalnya pada siklus satu, kolaborator memeriksa RPP, kelengkapan dokumen, kesesuaian materi dan instrumen penelitian. 

Pada setiap siklus, kolaborator memeriksa kesiapan peneliti, misalnya pada siklus satu, pemeriksaan kesiapan meliputi:  RPP, kelengkapan dokumen, kesesuaian materi dan instrumen penelitian. 

Aktivitas S2T1

Setelah siklus satu selesai, penerapan metode pembelajaran tutor-sebaya dilanjutkan ke siklus dua untuk mengetahui aktivitas belajar dan seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa sesuai yang diharapkan. 

Untuk meminimalkan keributan dan meningkatkan konsentrasi selama pembahasan dan penjelasan tutor dalam kelompok perlu pengurangan jumlah anggota kelompok menjadi kelompok-kelompok baru dengan penunjukan tutor baru berdasarkan dari hasil post-test yang sudah dilaksanakan pada siklus satu. Pada siklus dua ini, kelompok dibagi menjadi delapan.    Hal ini senada dengan saran penelitian sebelumnya bahwa dalam menyelenggarakan proses belajar dengan tutor, maka sebaiknya dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-7 orang agar berjalan lebih efektif dan fokus pada masing-masing anggota (Dwiastuti, 2022).

Pembelajaran pada S2T1 diikuti oleh 32 siswa dari 35 siswa. Pada pertemuan ini, siswa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran tutor-sebaya, sehingga, pelaksanaan pembelajaran pada S2T1 ini semakin lancar. Siswa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan. Para tutor sudah mulai lugas dalam menjelaskan kepada temannya.

Gambar 5. Hasil observasi kegiatan pada S2T1

Hasil observasi keaktifan belajar siswa pada pertemuan pertama siklus dua dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil observasi menunjukkan aktivitas beragam antar-kelompok. Pada siklus dua, kelompok dibagi menjadi delapan.  

Dari empat aktivitas, “bertanya” merupakan aktivitas yang paling dominan (94%). Aktivitas lainnya, yaitu menjawab, menyanggah dan memecahkan masalah berturut-turut sebesar 43,75%, 46,88%, dan 41%.

Penelitian ini lebih lanjut membandingkan post-test pada masing-masing pertemuan dan masing-masing siklus pada Tabel 3.

 

Tabel 3. Hasil Pre-test dan Post-test pada S2T1

Siklus/Pertemuan

Persentase ketuntasan

Pre-test S2T1

15%

Post-test S2T1

72,73%

Naik/(turun)

384,86%

 

Hasil pre-test dan post-test S2T1 menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan.

 

Aktivitas S2T2

Pembelajaran pada S2T2 diikuti oleh 30 siswa dari jumlah seluruhnya 35 siswa. Pada S2T2 ini, pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran tutor-sebaya semakin membaik dan keaktifan belajar siswa semakin meningkat. Para tutor sudah terbiasa dalam menjelaskan kepada temannya. Siswa sudah mulai aktif mengemukakan pendapatnya dan saling mengajukan pertanyaan saat diskusi berlangsung.

Hasil observasi keaktifan belajar siswa pada pertemuan kedua siklus dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Observasi Kegiatan pada S2T2

 

Penelitian ini lebih lanjut membandingkan post-test pada masing-masing pertemuan dan masing-masing siklus pada Tabel 4.

 

Tabel 4. Hasil Pre-test dan Post-test pada

pada Siklus Dua Pertemuan Kedua

Siklus/Pertemuan

Persentase ketuntasan

Pre-test S2T2

12,9%

Post-test S2T2

86,67%

Naik/(turun)

571,86%

 

Hasil pre-test dan post-test S2T2 menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada pembelajaran siklus dua, refleksi mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut:

(1)    Siswa sudah cekatan dalam bergabung dengan kelompoknya, sehingga waktu yang digunakan lebih efektif.

(2)    Siswa sudah mulai terbiasa menggunakan metode pembelajaran tutor-sebaya, sehingga setiap anggota kelompok sudah tahu apa yang akan dikerjakan setelah mereka bergabung dalam kelompok masing-masing.

(3)    Siswa yang ditunjuk sebagai tutor sudah terlatih untuk menjelaskan kepada teman di kelompoknya.

(4)    Sudah tidak ditemukan siswa yang mondar-mandir melihat hasil kerja kelompok lain.

(5)    Persentase ketuntasan dari hasil pre-test dan post-test pada pertemuan pertama mengalami kenaikan  384,86% dan pada pertemuan kedua siklus mengalami kenaikan sebesar  571,86% .

Berdasarkan Rerleksi hasil pengamatan pada pembelajaran S2T1 dan S2T2, Peneliti menggali lebih lanjut pemahaman siswa dengan pengisian angket. Hasil angket diuraikan lebih lanjut setelah uraian perbandingan antar siklus berikut ini.

Menjelang pelaksanaan siklus dua, kolaborator memeriksa kesiapan peneliti, meliputi: RPP, kelengkapan dokumen, kesesuaian materi dan instrumen penelitian. 

 

Perbandingan Antar Siklus

Perbandingan antar-siklus menyajikan baik keaktifan maupun hasil belajar dari S1T1 sampai dengan S2T2. Keaktifan siswa menunjukkan dinamika yang positif. Pentingnya memahami proses keaktifan ini relevan dengan prinsip belajar yang mandiri dan tidak harus dipaksakan (Nurdyansyah & Widodo, 2015).

Gambar 7. Aktivitas Bertanya

Gambar 7 menunjukkan aktivitas bertanya pada dua siklus). Rata-rata aktivitas bertanya, pada S1T1 77,14 % turun menjadi 74,28% pada S1T2. Sementara pada S2T1 85,71% turun menjadi 74,28% pada S2T2. Aktivitas bertanya pada S2T2 sama dengan S1T2. Meskipun terjadi fluktuasi di empat pertemuan, namun aktivitas siswa masih di atas 50%.

Selanjutnya aktivitas siswa dalam menjawab ditunjukkan pada Gambar 8. Aktivitas Menjawab, pada S1T1 40,00% turun menjadi 25,71% pada S1T2. Sementara pada S2T1 40,00% naik menjadi 54,28% pada S2T2.

Namun demikian jika dibanding S1T1 aktivitas menjawab pada S2T2 lebih tinggi. Tren perkembangan aktivitas menjawab terlihat meningkat.

Gambar 8. Aktivitas Menjawab

 

Aktivitas berikutnya, yaitu menyanggah ditunjukkan pada Gambar 9. Terlihat ada penurunan aktivitas, namun S2T1 dan S2T2 lebih tinggi daripada pertemuan sebelumnya (S1T2). Aktivitas menyanggah, pada S1T1 54,28% turun menjadi 25,71% pada S1T2. Sementara pada S2T1 42,85% turun menjadi   40, 00% pada S2T2. Jika dibanding S2T1 aktivitas menyanggah ini turun relatif kecil pada S2T2, sedangkan jika dibandingkan dengan S1T1, aktivitas menyanggah relatif lebih tinggi.

Gambar 9. Aktivitas menyanggah

Gambaran aktivitas memecahkan masalah ditunjukkan berpola mirip dengan aktivitas menyanggah pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 10. Aktivitas memecahkan masalah

 

Aktivitas memecahkan masalah, pada S1T1 37,14% turun menjadi 20,5% pada S1T2. Sementara pada S2T1 37,14% turun menjadi   31,43%pada S2T2. Namun, jika dibanding S1T1 aktivitas memecahkan masalah pada S2T2 ini meningkat relatif besar.

Hal yang menarik dari keaktifan siswa adalah pergeseran dari siklus satu dan siklus dua terutama dari S1T2 ke S2T1 pada Gambar 11. Seluruh aktivitas menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan pergeseran antar siklus ini menunjukkan perkembangan aktivitas siswa secara positif.

Gambar 11. Perkembangan seluruh aktivitas

 

Aktivitas bertanya tetap merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan siswa dibanding aktivitas lainnya. Namun dipandang dari sudut tren, aktivitas menjawab menunjukkan tren naik yang stabil. Setelah turun dari titik 1(S1T1) ke titik 2 (S1T2), aktivitas menjawab cenderung naik.

Sementara aktivitas memecahkan masalah berfluktuasi dan cenderung turun. Kemungkinan yang bisa ditafsirkan pada aktivitas memecahkan masalah ini adalah menurunnya permasalahan yang diperdebatkan dalam diskusi. 

Gambaran peningkatan aktivitas ini menunjukkan dukungan atas studi empiris sebelumnya yang menengarai pentingnya pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan aktivitas siswa. Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu strategi guru yang mempengaruhi hasil belajar siswa (Nurhasanah & Gumiandari, 2021).

Penelitian ini lebih lanjut menyajikan hasil belajar dari S1T1 sampai dengan S2T2 (Tabel 5).

 

Tabel 5. Hasil Belajar Siswa pada Seluruh Siklus dan Pertemuan

Siklus/Pertemuan

Persentase ketuntasan

Post-test S1T1

25,71%

Post-test S1T2

60,61%

Naik/(turun)

135,7%

Post-test S2T1

72,73 %

Post-test S2T2

86,67%

Naik/(turun)

19,17%.

 

Hasil belajar selama siklus satu dilihat persentase ketuntasan pada post- test nya mengalami kenaikan sebesar 135,74% dari post-test S1T1 25,71% menjadi 60,61% pada post-test S1T2. Sementara itu, hasil belajar selama siklus dua naik sebesar 19,17% (dari 72,73% menjadi 86,67%).

Hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari ketuntasan belajarnya, terampil dalam mengerjakan tugas, dan memiliki apresiasi yang baik terhadap pelajaran (Arifin, 2017; Fong et al., 2017).  Hasil belajar siswa diukur melalui pre-test dan post-test pada masing-masing siklus dan pertemuan. Pre-test untuk mengidentifikasi kemampuan siswa sebelum pelaksanaan pembelajaran tutor-sebaya. Sementara itu, post-test digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada akhir pertemuan selama penerapan metode pembelajaran tutor-sebaya berlangsung.

Selanjutnya, peneliti membagikan angket dengan pertanyaan dan format sebagai berikut:

Tabel 6. Angket Penelitian

 

Angket ini dilengkapi lima kolom ke kanan, berisi SS=sangat setuju sampai dengan STS=sangat tidak setuju dengan skala Likert 1-5. SS memiliki skor=5 dan STS memiliki skor=1. Angket ini digunakan untuk membantu memahami pelaksanaan kegiatan (Busemeyer, Lergetporer, & Woessmann, 2018). Hasil angket menunjukkan pemahaman siswa pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil angket

 

Masukan dari para siswa ini penting mengingat mereka berada dalam posisi yang dapat menawarkan evaluasi kelas ketika  mereka telah mengalami banyak perbedaan lingkungan belajar (Bell & Aldridge, 2014). Penelitian dengan bentuk perlakuan (treatment) sering dilakukan untuk merefleksikan pengalaman siswa atas pembelajaran model baru (Sari, 2019). Hasilnya menunjukkan respon positif. Secara umum, siswa menanggapi positif atas pembelajaran model ini. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 12, secara umum peserta berpendapat setuju, atau skor di atas empat. Jika dilihat tanggapan peserta pada masing-masing pertanyaan, terlihat bahwa rata-rata tertinggi terdapat pada pertanyaan empat. Pertanyaan empat menanyakan tanggapan responden atas pernyataan, “Saya merasa lebih terbuka untuk bertukar pikiran dengan teman saya.”

Sedangkan rata-rata terendah terdapat pada pertanyaan enam. Pertanyaan enam menanyakan tanggapan responden atas pernyataan, “Pembelajaran Biologi dengan metode ini membuat daya ingat saya terhadap materi yang dipelajari lebih lama”. Skor ekstrem terdapat pada pernyataan nomor satu dan nomor sepuluh. Pada dua pernyataan ini, terdapat satu peserta yang memberikan skor satu. Pernyataan nomor satu,” Saya tertarik untuk belajar lebih aktif saat proses belajar mengajar dengan metode ini”. Sedangkan pernyataan nomor sepuluh, “Saya lebih memahami materi yang sedang dipelajari dengan penggunaan metode ini.

Implikasi teoretis penelitian ini menguatkan manfaat STAD untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar.  Hal ini sejalan dengan manfaat STAD sebagai metode berkaitan dengan upaya memotivasi siswa  (Zengin & Tatar, 2017). Sedangkan implikasi praktisnya, guru dapat menerapkan metode ini agar para siswa saling membantu rekannya untuk meningkatkan hasil belajar.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid, penulis memaparkan penelitian ini kepada guru-guru dari beberapa sekolah yang terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pemaparan Penelitian

 

Seminar dilaksanakan di MAN 14 Jakarta Kampus B pada tanggal 30 Desember 2022, dihadiri oleh 17 orang partisipan. Partisipan secara umum menyatakan pendapat positif atas PTK ini.  Partisipan ingin mengetahui lebih lanjut tentang tugas-tugas tutor terhadap teman-temannya dan teknisnya. Pertanyaan lain berkaitan dengan cara pemilihan KD dalam penelitian yang dilaksanakan, kemudian pertimbangan pemilihan metode tutor-sebaya, dan permasalahan-permasalahan yang ditemukan saat penelitian berlangsung. Partisipan juga menunjukkan ketertarikannya untuk meneliti sesuai bidang studi yang diajarkan mereka pada siswanya.

Pengamatan pada masing-masing pertemuan, yaitu S1T1, S1T2, S2T1, dan S2T2 menunjukkan peningkatan aktivitas siswa. Selain aktivitas, hasil belajar yang diukur dari ketuntasan menunjukkan hasil yang positif. Temuan ini menguatkan penemuan atas penelitian-penelitian sebelumnya, seperti Santori, Ven, & Hennessey (2019). Temuan penelitian juga mendukung hasil penelitian sebelumnya, yaitu Agusta (2022), yang menyatakan bahwa penggunaan PTK dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Lebih lanjut PTK dengan model STAD dapat membuat siswa aktif dan termotivasi untuk mencari solusi masalah dan mengkomunikasikan pengetahuannya kepada siswa lain, sehingga setiap siswa lebih mampu menguasai materi (Rusmiati Aliyyah et al., 2019).

 

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan PTK yang dilaksanakan pada mata pelajaran biologi di kelas, maka disimpulkan, pertama, penerapan metode tutor-sebaya dapat meningkatkan keaktifan siswa. Dari empat aktivitas yang diukur, yaitu (1) bertanya, (2) menjawab, (3) menyanggah, dan (4) memecahkan masalah, telah menunjukkan peningkatan pada keempat jenis aktivitas siswa. Kedua, penerapan metode tutor-sebaya telah meningkatkan hasil belajar siswa. Persentase ketuntasan siklus satu yang diukur dari hasil pre-test dan post-test mengalami kenaikan sebesar 54,23% pada pertemuan pertama dan 60,61% pada pertemuan kedua. Sementara itu, pada siklus dua mengalami kenaikan 384,86% pada pertemuan pertama dan pada pertemuan kedua mengalami kenaikan sebesar 571,86%.

Dari hasil angket yang dibagikan ke siswa menunjukkan rata-rata pada angka lebih dari 4 (skor pada jawaban setuju). Hal ini berarti secara umum siswa telah memahami materi dengan menggunakan metode STAD. Siswa merasa lebih terbuka untuk bertanya ke teman-temannya. Selain itu, metode STAD memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dan merasa bagian dari sebuah kelompok. PTK ini perlu dikembangkan lagi oleh teman sejawat yang akan melaksanakan penelitian serupa. Pengembangan yang diperlukan antara lain: (1) meningkatkan indikator keaktifan belajar siswa yang lainnya selain bertanya dan menjawab yang penulis rasa masih kurang, (2) menggali lagi indikator-indikator  keaktifan yang lain, selain yang sudah digunakan penulis dalam penelitian ini, (3) dalam pemilihan tutor tidak hanya  melihat dari nilai akademik saja, tetapi juga perlu memperhatikan sikap dan keaktifan, dan (4) menambah teman sejawat sebagai kolaborator sebagai pendamping. Penambahan kolaborator dalam pelaksanaan PTK ini diharapkan memaksimalkan monitoring baik sejak perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, serta tahapan refleksi.


 


DAFTAR PUSTAKA

Agusta, E. S. (2022). Peningkatan Kemampuan Penguasaan Konsep Matematis Dengan Modul Berbasis Numerasi. Wawasan: Jurnal Kediklatan Balai Diklat Keagamaan Jakarta, 3, 1–15. https://doi.org/DOI:10.15294/komunitas.v3i1.2303

Anas, M. (2014). Mengenal Metode Pembelajaran. Pasuruan: CV Pustaka.

Arifin, Z. (2017). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Bell, L. M., & Aldridge, J. M. (2014). Student Voice, Teacher Action Research and Classroom Improvement. Rotterdam: Sense Publishers.

Busemeyer, M. R., Lergetporer, P., & Woessmann, L. (2018). Public Opinion and the Political Economy of Educational Reforms: A survey. European Journal of Political Economy, 53, 161–185.

Dwiastuti, T. (2022). Peningkatan Kemampuan Baca Tulis Qur’an Melalui Penerapan Metode Tutor Sebaya. AL BAYAN, Jurnal Pengembangan Belajar Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, II, 166–175.

Fong, C. J., Davis, C. W., Kim, Y., Kim, Y. W., Marriott, L., & Kim, S. Y. (2017). Psychosocial Factors and Community College Student Success: A Meta-Analytic Investigation. Review of Educational Research, 87(2), 388–424. https://doi.org/10.3102/0034654316653479

Jamaludin, M., & Mokhtar, M. F. (2018). Students Team Achievement Division. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 8(2), 570–577.

Lo, C. K. (2017). Examining the Flipped Classroom through Action Research. The Mathematics Teacher, 110(8), 624–627. https://doi.org/10.5951/mathteacher.110.8.0624

Mustofa, A. (2022). Peer Teaching dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam Masa Pandemi Covid 19 di MA Al-Urwatul Wutsqo Diwek Jombang. ATTANWIR: Jurnal Keislaman Dan Pendidikan, 13(1). Retrieved from http://e-jurnal.staiattanwir.ac.id/index.php/attanwir/index

Nurdyansyah, & Widodo, A. (2015). Inovasi Teknologi Pembelajaran. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Nurhasanah, L., & Gumiandari, S. (2021). Implementasi Metode Pembelajaran Tutor Sebaya Terhadap Hasil Belajar Siswa. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 16(1), 62–68. https://doi.org/10.33084/pedagogik.v16i1.1881

OECD. (2020). PISA 2018 Results: Effective Policies, Successful Schools Volume V. Paris: OECD Publishing.

Rusmiati Aliyyah, R., Rasmitadila, Rachmadtullah, R., Widyasari, Mulyadi, D., & Ikhwan, S. (2019). Using of student teams achievement divisions model (STAD) to improve student’s mathematical learning outcomes. Journal of Physics: Conference Series, 1175(1), 7–12. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1175/1/012159

Santori, D., Ven, K., & Hennessey, K. (2019). Collaborative Exploration of Classroom Discourse. YC Young Children, 74(3), 1–23.

Sari, V. A. (2019). Educational Assistance and Education Quality in Indonesia: The Role of Decentralization. Population and Development Review, 45(S1), 123–154. https://doi.org/10.1111/padr.12272

Stephen Kemmis, McTaggart, R., & Nixon, R. (2014). The Action Research Planner: Doing Critical Participatory Action Research. Singapore: Springer.

Wahyuni, S. (2020). Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Discovery Learning dengan Aplikasi Google Suite For Education. Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, 18(2), 216–226. https://doi.org/10.36765/jp3m.v2i2.36

Watson, S. B., & Barthlow, M. J. (2020). Action Research for Science Teachers. The Science Teacher, 87(6), 26–29. https://doi.org/10.7551/mitpress/9780262018555.001.0001

Wismath, S., Orr, D., & MacKay, B. (2015). Threshold Concepts in the Development of Problem-solving Skills. Teaching and Learning Inquiry, 3(1), 63–73. https://doi.org/10.20343/teachlearninqu.3.1.63

Zengin, Y., & Tatar, E. (2017). International Forum of Educational Technology & Society Integrating Dynamic Mathematics Software into Cooperative Learning Environments in Mathematics. Source: Journal of Educational Technology & Society, 20(2), 74–88.