KONSEP KELUARGA SAKINAH
SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF KONFLIK RUMAH TANGGA
Iwan
Falahudin*
*Balai Diklat Keagamaan
Jakarta
*E-mail:
iwanaja1011@gmail.com
Abstract
There
are conflicts between husband and wife that are closed, and some are open, but
the ends remain the same, many of which end in divorce. Therefore we need a
concept that can be used as a guide to control, reduce, and or at least
minimize the possibility of conflicts that can grow and or even those that have
already emerged. The government has formulated this concept as an effort to
create a prosperous family that is peaceful and happy. To minimize the
possibility of domestic conflict, the ministry of religion initiated a program
for the Sakinah family movement. The program was then followed up by education
and training institutions (education and training) by training the supervisors
of the Sakinah family movement from various sub-districts in Indonesia. The
main target of the exercise is to disseminate multiple government programs. This
paper uses a qualitative approach with descriptive methods. The data collection
technique takes data from various digital literacy sources, while the data
analysis technique uses deductive techniques. This paper was written to
describe the concept of the sakinah family according to the government, in this
case, the ministry of religion. The general conclusion of this study shows that
the idea of the sakinah family is a happy family that interacts with a pattern
of mutual need, love, and affection, standing on legal marriage, with the
ability to carry out its obligations and rights, accompanied by adherence to
religious teachings and state law. This concept is the knowledge that must be
understood in depth, accompanied by a strong will to practice it and a maximum
ability to implement it.
Keywords:
sakinah family, conflict, household.
Abstrak
Konflik antara suami istri itu ada
yang tertutup, dan ada yang terbuka, akan tetapi ujungnya tetap sama, banyak
yang berakhir dengan perceraian. Karena itu diperlukan sebuah
konsep yang dapat dijadikan pedoman untuk mengendalikan,
meredam, dan atau setidaknya meminimalkan kemungkinan konflik yang dapat tumbuh, dan atau
bahkan yang sudah muncul. Konsep tersebut sudah dirumuskan
pemerintah, sebagai upaya untuk mewujudkan keluarga sejahtera yang damai dan
bahagia. Untuk
meminimalisasi kemungkinan konflik rumah tangga itu, pihak kementerian agama
menggagas program gerakan keluarga sakinah. Program yang kemudian
ditindak-lanjuti oleh lembaga diklat (pendidikan dan pelatihan) dengan cara
mendiklat para pembina gerakan keluarga sakinah dari berbagai kecamatan di
Indonesia. Target utama pelaksanaan diklat itu adalah untuk mendiseminasikan
berbagai program pemerintah. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan datanya adalah mengambil data
dari berbagai sumber literasi digital,
sedangkan teknik analisis datanya menggunakan teknik deduktif. Makalah ini
ditulis untuk mendeskripsikan konsep keluarga sakinah menurut pemerintah, dalam
hal ini adalah kementerian agama. Kesimpulan umum penelitian ini menunjukkan
bahwa konsep keluarga sakinah adalah keluarga bahagia
yang berinteraksi dengan pola saling membutuhkan, mencintai, dan menyayangi
secara berimbang, berdiri di atas
perkawinan yang sah, dengan kemampuan untuk menjalankan kewajiban dan haknya,
diiringi dengan ketaatan pada ajaran agama dan hukum negara. Konsep
tersebut merupakan suatu pengetahuan yang harus dipahami secara mendalam,
diiringi dengan kemauan yang kuat untuk mempraktikkannya, dan kemampuan yang
maksimal untuk melaksanakannya.
Kata Kunci: keluarga sakinah, konflik, rumah
tangga.
PENDAHULUAN
Pendapat, kebutuhan, dan kei-nginan setiap orang sering kali berbeda,
bagi sepasang manusia yang saling mencintai sekalipun, bahkan termasuk pasangan
suami istri. Perbedaan itu bisa menimbulkan perselisihan. Perselisihan yang
berkepanjangan bisa menimbul-kan pertentangan, dan pertentangan yang
berkelanjutan itu bisa menimbul-kan konflik.
Konflik adalah konseku-ensi
natural dari terjalinnya suatu
interaksi (Susan Novri, 2014:
XXIII).
Konflik dapat muncul karena adanya akal dan hawa nafsu
pada diri manusia. Pola pikir yang berbeda saja dapat menyebabkan tumbuhnya kon-flik,
baik konflik internal (dalam diri sendiri) maupun konflik eksternal (dengan
pihak lain). Hawa nafsu yang berbeda pun berpotensi untuk memun-culkan
konflik. Apa lagi ketika pola pikir dan hawa nafsu berkumpul sekaligus dalam
satu jiwa, tentu saja akan sangat berpeluang untuk menimbulkan konflik, bahkan
bisa menjadi konflik yang berkepanjangan.
Konflik
artinya percekcokan, perselisihan, atau pertentangan (KBBI, 2008;799). Bisa
juga bermakna benturan atau tabrakan. Secara umum, konflik adalah suatu
peristiwa atau gejala sosial yang banyak terjadi berupa perten-tangan atau
pertikaian antar individu, atau individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok, atau kelompok dengan pemerintah. Pema-haman mudahnya, konflik adalah
per-saingan, ketidak-cocokan, pertentangan antara satu pihak dengan pihak
lainnya (Daniel, Webster, dalam Rusdiana, 2015: 162).
Konflik
itu dapat muncul di mana saja,
atau kapan saja, tanpa mengenal batas ruang dan waktu, termasuk dalam
kehidupan berumah tangga. Sepasang manusia berlainan jenis yang pada awal
perjumpaannya atau pada masa awal diperjumpakannya dapat merasa saling
tertarik, dan berlanjut
pada
proses khitbah / lamaran,
lalu akhirnya menikah.
Pada saat itu
mereka merasa bahwa hidupnya itu bahagia.
Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, perbedaan pendapat dan atau
keinginan antara keduanya menjadi semakin tampak jelas.
Perbedaan antara kedua-nya itu jika tidak dikelola dengan baik, dapat
memunculkan konflik, baik tertutup maupun terbuka.
Konflik dalam rumah
tangga itu adalah suatu fakta yang sudah diketa-hui secara umum, dan dirasakan
oleh banyak pasangan suami istri.
(https://id.theasianparent.com/konflik-rumah-tangga).
Bukti empirisnya adalah angka perceraian yang sepertinya tidak terkendali dan
terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Badan Peradil-an Agama Mahkamah Agung
sebagai-mana dikutip kompas.com, tentang angka perceraian di Indonesia,
khusus-nya yang beragama Islam. Pada tahun 2019 mencapai 480.618 kasus. Angka
tersebut mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2015 (394.246 kasus),
2016 (401.717 kasus), 2017 (415.510 kasus), dan 2018 (444.358 kasus). Agustus
2020, jumlahnya sudah menca-pai angka hingga 306.688 kasus (https://nasional.kompas.com/read/2020/09/13/10294341/tekan-angka-perceraian-kemenag-jalin-sinergitas-penguatan-ketahanan-keluarga?page=all).
Angka perceraian sebagaimana tersebut merupakan tingkat
yang cukup tinggi. Berkisar antara 15-25 % dari angka perkawinan yang berjumlah
seki-tar 1,8 hingga 2 jutaan per tahunnya (https://kumparan.com/kumparannews/kami-membandingkan-jumlah-pernikahan-dan-perceraian-di-indonesia-1sKM5fAHafr/full).
Bahkan trend
pada saat ini, kasus perceraian yang
terjadi tidak hanya diajukan oleh pihak suami, melainkan juga banyak gugatan cerai
yang dilayangkan oleh pihak istri. (http://indonesiabaik.id/infografis/jumlah-kasus-perceraian-di-indonesia-memprihatinkan).
Fakta yang seperti ini tentu saja mengundang keprihatinan
dari berbagai kalangan, terutama dari kementerian agama.
Semua perceraian yang terjadi itu penyebab utamanya
adalah konflik yang berkepanjangan dan atau tidak terkendali. Ada 7 jenis
konflik yang mendominasi angka perceraian itu, yakni: Pertengkaran 46,6%,
ekonomi 28,2%, meninggalkan pasangan 18,2%, KDRT 2,1%, mabuk, madat/candu,
judi, dan zina 2,1%, poligami 0,3%, kawin paksa 0,2%, lain-lain 2,2%. (https://lokadata.id/artikel/tingkat-perceraian-lebih-tinggi-dari-perkawinan).
Pihak kementerian agama tentu saja merasa terpanggil dan
turut ber-tanggung jawab atas merebaknya berbagai konflik dalam
rumah tangga itu, apa lagi yang bahkan berujung pada perceraian. Salah satu
efek konflik dalam rumah tangga itu adalah anak. Anak dalam sebuah keluarga
adalah seorang pemerhati dan pengamat yang tekun, seorang peniru ulung dari
segala ucapan, sikap, dan tindakan kedua orang tuanya.
Anak adalah amanat yang harus dididik dengan sebaik-baiknya (Inpres Nomor 3 Tahun 1997). Ada banyak kasus kenakalan anak dan remaja, bahkan sampai
tingkat kriminal yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis, keluarga yang
didalamnya sering terjadi konflik rumah tangga. (http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14393/6947).
Kementerian
agama telah mem-buat sebuah program yang diharapkan dapat mengantisipasi, meredam dan mengendalikan serta
meminimalkan potensi konflik dalam rumah tangga, serta kenakalan anak dan
remaja.
Tujuan program tersebut adalah menjadi salah satu solusi alternatif atau salah satu jalan keluar yang
bisa menjadi pegangan bangsa Indonesia khususnya umat Islam, baik yang belum menikah
maupun yang sudah
menikah. Program tersebut bernama pembinaan gerakan keluarga sakinah
(KMA Nomor 3 Tahun 1999).
Dalam rangka mengantisipasi, meredam dan mengendalikan
serta meminimalkan potensi konflik dalam rumah tangga, serta kenakalan anak dan
remaja itu, maka kementerian agama meluncurkan sebuah program yang diharapkan
dapat menjadi solusi alternatif, atau salah satu jalan keluar yang
bisa menjadi pegangan bangsa Indonesia khususnya umat Islam, baik yang belum menikah
maupun yang sudah
menikah. Program tersebut bernama pembinaan gerakan keluarga sakinah
(KMA Nomor 3 Tahun 1999).
Secara umum program pembinaan gerakan keluarga sakinah
itu memang bukan merupakan jaminan tunggal untuk menghilangkan konflik rumah
tangga, tapi setidaknya diharapkan dapat mengurangi intensitas konflik
(Falahudin, Iwan, 2020, https://wawasan.bdkjakarta.id/index.php/wawasan/article/view/42/17
). Selain itu diharapkan pula dapat mengerem angka perceraian, dan
mengendalikan angka dekadensi moral di-kalangan generasi muda,
sebagai salah satu out come-nya (Kepdirjen Bimas Islam & Urusan
Haji, No. 71 Tahun 1999).
Diharapkan
pula dapat menge-rem angka perceraian, dan mengen-dalikan
angka dekadensi moral di-kalangan generasi muda, sebagai salah satu out come-nya
(Kepdirjen Bimas Islam & Urusan Haji, No. 71 Tahun 1999).
Program pembinaan gerakan Keluarga sakinah sebagaimana
yang dicanangkan kementerian agama bukanlah berarti keluarga yang tanpa
konflik. Dalam sebuah interaksi, konflik adalah suatu keniscayaan. Misalnya
dapat berasal pendapat yang berbeda, keinginan yang tidak sama, persoalan hidup
yang datang silih berganti, baik dari aspek sosial, ekonomi, budaya, ataupun
yang lainnya (Falahudin, Iwan, 2020, https://wawasan.bdkjakarta.id/index.php/wawasan/article/view/42/17 ). Fokus dari program ini adalah bagaimana sebuah
keluarga dapat menghadapi, mengelola,
atau menyele- saikan masalah
dalam kehidupan rumah tangganya dengan baik (Juknis Pembinaan Gerakan Keluarga
Sakinah, 2011).
Keluarga sakinah awalnya adalah dua sejoli yang bertemu,
berjanji, dan bersatu pada satu ikatan cinta dan kasih sayang, berlandaskan
keimanan dan ketakwaan untuk meraih kehi-dupan rumah tangga yang bahagia baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Ikatan sebagamana tersebut di atas adalah ikatan yang sangat
kuat, tidak mudah putus, tidak gampang lepas ketika ujian dan cobaan datang
melanda dalam bahtera rumah tangganya (Q.S. 4, An-Nisa; 21).
Bagi keluarga sakinah, setiap masalah yang datang akan
banyak dilihat pada sudut persamaannya, dihadapi dengan kesabaran, ditangani
dengan ketelitian, dipikirkan dengan matang segala sebab dan akibatnya.
Sehingga dapat menemukan solusi yang maslahat dan manfaat bagi semua pihak
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I, Pasal I).
Berbeda dengan
keluarga yang tidak sakinah, setiap masalah akan banyak dilihat pada titik perbedaannya. Persoalan kecil pun
dapat dibuat menjadi besar, apalagi persoalan yang besar. Biasanya jika
mendapatkan masalah, walaupun hanya masalah kecil, maka akan dihadapi dengan
emosional, dan cenderung tanpa ber-pikir panjang lagi. Akibatnya bisa menjadi pertengkaran yang saling me-lukai, saling mencaci, saling membenci, saling menjauh, dan sulit menemukan
solusi. Sehingga dapat berakhir dengan kekecewaan, kesedihan, keputus-asaan, dan bahkan perceraian.
Berbagai macam persoalan yang melanda keluarga non
sakinah itu, bukan hanya berakibat buruk pada aspek psikologis dan social saja
sebagaimana tersebut di atas, tetapi juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan
tubuh. (https://nationalgeographic.grid.id/read/13900431/pernikahan-yang-tidak-harmonis-berdampak-buruk-pada-kesehatan).
Dalam rangka menjalankan kebijakan kementerian agama
tentang pembinaan gerakan keluarga sakinah, maka Balai Diklat Keagamaan Jakarta
mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi pembina gerakan keluarga saki-nah.
Sasaran utamanya adalah pembina gerakan keluarga sakinah utusan dari beberapa
kecamatan.
Masalah
dalam tulisan ini adalah belum maksimalnya pemahaman para pembina keluarga
sakinah pada konsep keluarga sakinah versi pemerintah yang berkaitan dengan
dalil-dalil teologis berbasis kitab kuning/klasik. Data ini diperoleh dari
hasil pretest para peserta diklat pembina keluarga sakinah (Falahudin,
I. (2020). Kompetensi Pengetahuan Pembina Gerakan Keluarga Sakinah. Wawasan:
Jurnal Kediklatan Balai Diklat Keagamaan Jakarta, 1(1), 110-117.
Retrieved-from https://wawasan.bdkjakarta.id/index.php/wawasan/article/view/42
).
Tujuan penelitian ini adalah un-tuk mendeskripsikan
konsep keluarga sakinah menurut versi pemerintah dalam hal ini kementerian
agama, yang dikaitkan dengan dalil-dalil teologis berbasis kitab kuning/klasik.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang
penulis pilih dalam penyusunan tulisan ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan ini diambil
karena penulis ingin mendapatkan gambaran hasil penelitian ini berupa uraian yang detil dan jelas. Metode penelitian dalam tulisan ini adalah deskriptif. Disusun untuk mendeskripsikan konsep keluar-ga sakinah
menurut versi pemerintah/ kementerian agama yang dikaitkan dengan
dalil-dalil teologis berbasis kitab kuning/klasik.
Teknik pengumpulan data dalam penyusunan makalah ini adalah dengan cara
mengambil data dari berbagai sumber literasi digital.
Analisis data
mengandung dua unsur penting yakni mendeskripsikan data yang telah diperoleh
dan dikum-pulkan, lalu dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya baik
melalui pengkodean maupun tabulasi data sehingga tergambar bagaimana kondisi
yang ada. Teknik analisis
data dalam penyusunan karya tulis ini adalah deduktif. Suatu analisis dari umum
ke khusus. Penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum menuju kepada yang khusus, atau menemukan sesuatu yang khusus dari kondisi yang
umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil
penelitian berupa kajian pustaka ini menunjukkan bahwa kon-sep keluarga sakinah
menurut versi pemerintah adalah:
“Keluarga
yang dibina atas per-kawinan
yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan
seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan
lingkungan-nya secara selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan
memperda-lam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia”. (Kepdirjen
Bimas Islam & Urusan Haji, No. 71 Tahun 1999, Bab III, Pasal 3).
Sedangkan menurut temuan penulis berdasarkan identifikasi
literatur kitab kuning/klasik dan Kepdirjen Bimas Islam dan Urusan Haji,
keluarga sakinah adalah: Keluarga yang saling membutuhkan, mencintai, me-ngasihi
dan menyayangi secara ber-imbang,
dibangun di atas perkawinan yang sah, dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
fisik, psikis, social, dan spiritual secara normal.
Pembahasan
Penelitian
Beberapa
syarat untuk menjadi keluarga sakinah menurut Kementerian Agama: Syarat pertama
untuk menjadi keluarga yang sakinah adalah memiliki bukti perkawinan yang sah
menurut agama dan undang-undang negara. Kedua, memiliki kemauan dan kemampuan
menjalankan kehidupan beragama yang baik, dan dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan
itu yang mendasar seperti: makan, minum, tidur, pakaian, dan tempat tinggal
yang layak. Ketiga, kondisi kehidupan berkeluarga yang berlandaskan rasa saling
mengasihi dan menyayangi secara berimbang antara satu dengan yang lainnya.
Keempat, memiliki tekad yang kuat untuk saling meningkatkan keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia (Kepdirjen Bimas Islam & Urusan Haji, No.
71 Tahun 1999, Bab III, Pasal 3).
Beberapa
syarat untuk memiliki keluarga yang sakinah menurut kitab kuning/klasik adalah:
Pertama, saling menyukai dan menaruh kepercayaan, serta tenang dalam menghadapi
berbagai situasi (Al-Munawir, Ahmad, Warson, tt.; 646). Kedua,
memiliki kecenderungan dan keberpihakan antara keduanya (Al-Alusy, Syihabuddin
Mahmud bin Abdillah Al-Husainy, tt; 348). Ketiga, berkumpul pada satu tempat
yang telah disepakati (Hayyan, Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf,
tt; 76-77), (As-Syaukani, tt; 464), (Al-Mahalli Jalaluddin, dan As-Suyuthi
Jalaluddin, tt; 429). Keempat, hubungan antara keluarga berlandaskan pada sikap
saling menuruti dan mematuhi, ramah dan menghargai, serta saling menyenangi dan
menyukai (Al-Mawardi, Abul Hasan Ali, bin Muhammad, bin Muhammad, bin Habibil
Bisri, Al-Baghdadi, tt; 315).
Kedua
uraian di atas, memberikan gambaran bahwa keluarga sakinah itu adalah keluarga
yang dibangun atas perkawinan yang sah menurut agama dan negara, yang di
dalamnya ada rasa saling membutuhkan, saling memberi dan mene-rima, baik
kebutuhan jasmani maupun rohani sesuai kemampuan dan kelayakan.
Konsep Keluarga Sakinah
Kata
‘sakinah’ sebenarnya sudah ada sejak lama, sejak ribuan tahun yang lalu, sejak
Alquran diturunkan sekitar lebih dari 14 abad yang lalu. Terhitung mulai dari
ayat pertama diturunkan yaitu Q.S. 96, Al-‘Alaq; 1-5 pada Bulan Ramadan (dengan
perbedaan tanggal, diantaranya berpendapat; tanggal 17 Ramadan atau 13 tahun
sebelum hijriah dipercaya sebagai waktu turunnya Alquran) (https://umma.id/article/share/id/1002/863246).
Kata
sakinah sering
dilekatkan pada kata keluarga, sehingga tergabung menjadi kata ‘keluarga
sakinah’. Kaum muslimin pada umumnya menyebut sebuah keluarga yang tenteram dan
bahagia dengan sebutan ‘keluarga sakinah’. Pemahaman ini awalnya berasal dari penafsiran QS. 30, Ar-Rum; 21. (Mohamad Taufiq, Addins
Quran in ms word, version 2,2,0.0, QP Taufiqproduct).
وَمِنۡ
ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنۡ خَلَقَ
لَكُم مِّنۡ
أَنفُسِكُمۡ
أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ
إِلَيۡهَا
وَجَعَلَ
بَيۡنَكُم
مَّوَدَّةٗ
وَرَحۡمَةًۚ
إِنَّ فِي
ذَٰلِكَ
لَأٓيَٰتٖ
لِّقَوۡمٖ
يَتَفَكَّرُونَ
٢١
21. Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.
Merujuk pada ayat tersebut di atas, kata sakinah itu
ternyata diikuti oleh kata mawaddah dan rahmah, sehingga kalau
disandingkan dengan kata keluarga menjadi’ keluarga sakinah mawaddah wa
rahmah’, disingkat menjadi ‘keluarga samara’, dan ada juga yang
menyebutnya ‘keluarga samawa’.
Masyarakat pada
umumnya terbiasa menyebutnya secara ringkas, menjadi ‘keluarga sakinah’ saja.
Sering kali dalam suatu acara perkawinan, para penasihat perkawinan itu
mendoakan pasangan pengantin yang baru saja membentuk sebuah keluarga, agar
menjadi keluarga yang sakinah. Dan akhirnya istilah itu menjadi sangat populer
di kalangan masyarakat.
Selanjutnya
kata ‘sakinah’ diadopsi kedalam bahasa Indonesia yang artinya adalah: damai,
tenteram, tenang, dan bahagia (KBBI,
2018; 1343). Untuk memahami lebih rinci lagi mengenai pengertian
keluarga sakinah, maka dalam tulisan ini pengertian keluarga sakinah dipecah
menjadi lima bagian. Pertama pengertian keluarga, kedua pengertian sakinah,
ketiga pengertian mawaddah, keempat penger-tian rahmah, kelima
pengertian keluarga sakinah, keenam klasifikasi keluarga sakinah, ketujuh kriteria/indicator keluarga sakinah,
kedelapan tujuan dan sasaran keluarga sakinah.
a. Pengertian
Keluarga
Makna
keluarga secara etimologis / bahasa adalah: Ibu bapak dengan anak-anaknya,
sanak saudara, kaum kerabat (KBBI, 2018; 721). Makna keluarga secara umum adalah kelompok terkecil dalam masyarakat,
yang minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri, dan atau bisa
ditambah dengan seorang atau beberapa orang anak.
Makna lainnya, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009, Bab I, Pasal I, Ayat 6), biasa juga disebut keluarga kecil.
Jika ada keluarga kecil, maka ada juga keluarga besar,
yaitu unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Bab I, Pasal 1, Ayat 3).
b. Pengertian
Sakinah
Makna
‘sakinah’ secara etimolo-gis
/ bahasa, berasal dari kata bahasa Arab, yaitu perubahan bentuk dari kata: sakana – yaskunu - sukuunan
( سكن
–
يسكن - سكونا), yang artinya adalah: diam, tenang,
menempati. Kata: sakana – yaskunu - sukuunan ( سكن
–
يسكن - سكونا ), mengalami
sedikit pergeseran makna ketika kata tersebut bertemu dengan sub kata lainnya,
yaitu: sakana – yaskunu – ilaihi
(سكن –
يسكن - اليه ), artinya
menjadi: senang, atau menaruh kepercayaan kepadanya.
Berbeda maknanya
jika ada perubahan harakat (perubahan bunyi ‘a’, ‘i’, ‘u’) pada kata
bahasa Arab tersebut, meskipun dasar hurufnya sama: sin, kaf, nun, tetapi huruf kaf-nya dibaca dengan ‘u’
yaitu: sakuna – yaskunu (سكن
- يسكن), artinya adalah:
miskin (Al-Munawir,
Ahmad, Warson, tt. ; 646).
Berikutnya
dari kata sakana – yaskunu - sukuunan ( سكن
– يسكن - سكونا ), tersebut, ada perubahan bentuk kata lainnya, yaitu berubah
menjadi kata ‘sakinah’, dan
diberikan sinonimnya yaitu ‘tuma’ninah’. ( السكينة
- الطمانينة ), yang artinya: ketenangan (Al-Munawir, Ahmad, Warson,
tt. ; 646).
Kata
‘sakinah’ yang bermakna ketenangan itu, terdapat dalam QS. 48, Al-Fath; 4,
هُوَ
ٱلَّذِيٓ
أَنزَلَ
ٱلسَّكِينَةَ
فِي قُلُوبِ
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
لِيَزۡدَادُوٓاْ
إِيمَٰنٗا
مَّعَ
إِيمَٰنِهِمۡۗ
وَلِلَّهِ
جُنُودُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِۚ
وَكَانَ
ٱللَّهُ
عَلِيمًا
حَكِيمٗا
“(Tuhan yang membuka jalan kemenangan itu) Dia lah yang
menurunkan perasaan semangat, tenang, tenteram ke dalam hati orang-orang yang beriman (semasa mereka meradang terhadap angkara
musuh) supaya mereka bertambah iman dan yakin beserta dengan iman dan keyakinan
mereka yang sudah ada; dan Allah menguasai tentara langit dan bumi (untuk menolong mereka); dan Allah adalah
Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana”.
Beberapa
makna ‘sakinah’ menurut para ahli tafsir pada kata ‘li taskunuu ilaiha’ ( لتسكنوا
اليها ),
dalam QS. 30, Ar-Rum: 21 adalah:
1. Kecenderungan, kecondongan kepa-danya (Al-Alusy, Syihabuddin Mahmud bin
Abdillah Al-Husainy, tt; 348).
بقوله
تعالى : {
لّتَسْكُنُواْ
إِلَيْهَا }
أي لتميلوا
إليها
2. Berkumpul (Hayyan, Abu Hayyan Muhammad
bin Yusuf bin Ali bin Yusuf, tt; 76-77).
وعلل
خلق الأزواج
بالسكون
إليها ، وهو
الإلف
3. Berkumpul, cenderung, condong (As-Syaukani, tt; 464).
{
لّتَسْكُنُواْ
إِلَيْهَا }
أي تألفوها
وتميلوا
إليها ،
4. Berkumpul (Al-Mahalli Jalaluddin, dan
As-Suyuthi Jalaluddin, tt; 429).
{
لّتَسْكُنُواْ
إِلَيْهَا }
وتألفوها
5. Jinak, ramah, senang, suka (Al-Mawardi, Abul Hasan Ali,
bin Muhammad, bin Muhammad, bin Habibil Bisri, Al-Baghdadi, tt; 315).
{
لِّتَسْكُنُواْ
إِلَيْهَا }
لتأنسوا
إليها لأنه
جعل بين
الزوجين [من ]
الأنسية ما لم
يجعله بين
غيرهما .
Beberapa pengertian ‘sakinah’
sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa makna sakinah adalah tumbuhnya
rasa kecenderungan dan ketertarikan antara orang yang berlainan jenis untuk
bertemu, berkumpul, dan berdiam di suatu tempat dengan prinsip saling
membutuhkan, dan saling percaya antara satu dengan yang lainnya. Prinsip
tersebut jika dibina dan dikelola dengan baik dapat menjadi benih kedamaian,
ketenteraman, ketenangan dan kebahagiaan.
Dua jenis manusia yang merasa
saling tertarik, akan cenderung untuk saling berdekatan, dan bentuk kedekatan
itu bisa secara fisik maupun psikis. Setelah merasa saling dekat, keduanya akan
saling membutuhkan, karena itu keinginan berikutnya adalah berkumpul dan
berdiam di suatu tempat dengan prinsip saling percaya.
c. Pengertian Mawaddah
Makna mawaddah secara etimo-logis berasal dari
kata bahasa Arab, yang merupakan perubahan bentuk dari kata: wadda – yawaddu
– wuddan/ waddan/
widdan–wudaadan /wadaadan/ widaadan –
wadaadatan – mawaddatan
( ود –
يود – ودا –
ودادا – ودادة -
مودة)
yang artinya adalah: menyukai, menyenangi, menyayangi, menginginkan, dan
mencintai (Al-Munawir, Ahmad, Warson, tt. ; 1547).
Mawaddah itu adalah rasa suka yang berkonotasi pada aspek seksual
dan atau pada sesuatu yang bersifat fisik. Rasa suka yang membawa gairah ini
bisa tumbuh dari aspek kecantikan atau ketampanan pasangan, kedudukan atau hal
lain yang melekat pada pasangannya(Al-Alusy, Syihabuddin Mahmud bin Abdillah
Al-Husainy, tt; 348).
Rasa suka yang
berbalut gairah ini
akan membuat rumah tangga penuh warna dan dinamika (Al-Mawardi, Abul Hasan Ali, bin
Muhammad, bin Muhammad, bin Habibil Bisri, Al-Baghdadi, tt; 315). Tanpa adanya mawaddah
bisa berkemungkinan mem-buat
kehidupan berkeluarga serasa ada yang kurang, terutama pada masa usia
produktif.
Rasa mawaddah itu membuat seseorang mau
berkorban, mau memberikan sesuatu yang lebih baik untuk yang disukainya.
Pasangan
yang memelihara rasa mawaddah tentunya memiliki nafsu yang yang halal
dalam aspek pernikahan. Keluarga mawaddah adalah keluarga yang selalu
berusaha menumbuhkan kegairahan dari semua pihak. Misalnya
dengan menjaga kebersihan, kerapihan, kesehatan, kondisi tubuh, dan lain-lain.
Beberapa pengertian mawaddah sebagaimana
tersebut di atas, menunjukkan bahwa antara sepasang manusia yang berlainan
jenis pada umumnya jika bertemu, berkumpul,
atau berdiam di suatu tempat berpeluang untuk muncul rasa ketertarikan pada
aspek fisik dan seksual. Ketertarikan pada aspek fisik dan seksual bagi
penulis, tidak mesti berorientasi pada hubungan kelamin saja, tetapi bisa juga
ketertarikan untuk berbincang, bersenda gurau, berjalan, bepergian, makan
minum, atau istirahat bersama.
Seiring
dengan bertambahnya usia dan kebersamaan, maka rasa mawaddah itu akan
berubah dan dido-minasi oleh rasa rahmah.
d.
Pengertian Rahmah
Makna rahmah secara etimologis berasal dari kata
bahasa Arab, perubahan bentuk dari kata: rohima – yarhamu –
rahmatan (رحم
– يرحم - رحمة), yang artinya
adalah: merasa kasihan, mengasihi,
menyayangi (Al-Munawir, Ahmad, Warson, tt. ; 483).
Rahmah itu adalah rasa sayang yang
berkonotasi pada aspek non fisik; mengasihi, menyayangi, menghargai,
menghormati, memahami, menjaga, dan lain-lain.
Seperti yang dirasakan orang tua kepada anak atau sebaliknya, seperti yang
dirasakan seorang kakak terhadap adik atau sebaliknya (Al-Alusy, Syihabuddin
Mahmud bin Abdillah Al-Husainy, tt;
348).
Rahmah akan sulit terwujud jika salah satu
pihak atau lebih,
selalu atau sering menumbuhkan rasa curiga, tidak percaya, merendahkan, keras
kepala, atau mau menang sendiri.
Beberapa pengertian rahmah
sebagaimana tersebut di atas, menun-jukkan bahwa antara sepasang manusia yang
berlainan jenis pada umumnya jika bertemu, berkumpul,
atau berdiam di suatu tempat, jika naluri kemanusia-annya yang dominan, bukan
naluri kebinatangannya muncul, maka akan tumbuh rasa iba, kasihan, saling
meng-hormati, menghargai, memahami,
men-jaga, bertanggung jawab, ingin memberi dan seterusnya.
e. Pengertian Keluarga Sakinah
Menurut Pemerintah
Pengertian
keluarga sakinah me-nurut
terminologi pemerintah sebagai-mana disampaikan pihak kementerian agama
adalah:
“Keluarga
yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan
material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara
anggota keluarga dan lingkungannya secara selaras, serasi, serta mampu
mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan
akhlak mulia”. (Kepdirjen Bimas Islam & Urusan Haji, No. 71 Tahun 1999, Bab
III, Pasal 3).
Dalam konteks ini, sebuah keluarga akan menjadi sakinah
jika dapat memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
1.
Perkawinannya tercatat di KUA/ Kantor Urusan Agama.
Pasangan nikah yang perkawinan-nya tercatat di KUA
akan mendapat-kan Salinan kutipan akta nikah / buku nikah. Buku nikah ini
memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah: Pertama, bukti dan tanda keabsahan
pernikahan menurut agama dan negara. Kedua, memudahkan birok-rasi untuk
pengurusan tunjangan, asuransi, perjalanan, dan lain-lain. Ketiga, mendapatkan
kepastian hu-kum dan hak, misalnya dana pen-siun, warisan dan yang lainnya.
Keempat, kepastian pengakuan an-tara anak dan orang tua. Kelima, mempermudah
pengurusan hak asuh anak jika terjadi perceraian.
2.
Kebutuhan spiritual terpenuhi.
Kebutuhan spiritual adalah kemam-puan untuk
menjalankah ajaran a-gama secara konsisten, konsekwen, dan bebas sesuai dengan
pengeta-huan dan keyakinannya. Misalnya melaksanakan solat, puasa, dan yang
lainnya.
3.
Kebutuhan material tercukupi.
Kebutuhan material adalah fisik secara mendasar,
misalnya kebu-tuhan berupa tempat tinggal, pakaian, dan makan minum secara
normal.
4.
Diliputi suasana kasih dan sayang.
Suasana kekeluargaan yang penuh perhatian,
penghargaan, dan perlin-dungan antara satu dan lainnya.
5.
Mengamalkan nilai keimanan.
Iman itu mesti diucapkan dengan lisan, diyakini dengan
hati, dan dipraktikkan sesuai dengan syarat dan rukunnya.
(https://www.merdeka.com/gaya/5-manfaat-utama-yang-didapat-dari-mencatatkan-pernikahan.html)
·
Beberapa nilai keimanan yang harus dijalankan sesuai
dengan Q.S. 23, Al-Mukminun; 2-9 adalah: khusyuk dalam solat.
·
Meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak berguna.
·
Mengeluarkan zakat.
·
Menjaga kemaluan.
·
Menjaga amanat.
·
Melaksanakan janji.
·
Menjaga solat.
6.
Menjalankan nilai ketakwaan.
Takwa itu merupakan buah dari iman.
Beberapa nilai ketakwaan yang harus dijalankan sesuai
dengan Q.S. 2, Al-Baqarah; 3-4 adalah:
· Beriman
kepada yang ghaib.
· Mendirikan
shalat.
· Berinfak.
· Beriman
kepada al-quran.
· Beriman
kepada kitab-kitab sebelum al-quran.
· Meyakini
adanya akhirat.
Beberapa nilai ketakwaan lain yang harus dijalankan
sesuai dengan Q.S. 23, Ali Imran; 133-135 adalah:
· Berinfak
saat lapang maupun sempit.
· Mengendalikan
rasa marah.
· Memaafkan
terhadap sesama.
· Beristigfar
jika berbuat fahisyah/keji, atau mendzalimi diri sendiri.
Beberapa nilai ketakwaan lain yang harus dijalankan
sesuai dengan Q.S. 51, Adz-Dzariyat; 15-19 adalah:
· Banyak
berbuat baik.
· Sedikit
tidur malam.
· Beristigfar
diwaktu sahur.
· Menyisihkan
sebagian hartanya untuk orang yang meminta maupun yang tidak meminta.
7.
Melaksanakan perilaku akhlak mulia.
Beberapa nilai perilaku akhlak mulia yang harus
dijalankan (Hasan, Said, Hamid, dkk, 2010; 9-10) diantaranya adalah: relijius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis,
menghargai, komunika-tif, peduli, tanggung jawab, dan lain-lain.
f. Klasifikasi Keluarga Sakinah
Keluarga sakinah menurut versi pemerintah dapat
diklasifikasikan menjadi lima kelompok, terdiri dari Keluarga Pra Sakinah,
Keluarga Sakinah I, Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga
Sakinah III Plus.
Berikut ini adalah definisi dari masing-masing
klasifikasi keluarga sakinah (Kepdirjen Bimas Islam & Urusan Haji, No. 71
Tahun 1999, Bab III, Pasal 4).
1. Keluarga Pra Sakinah: yaitu keluarga-keluarga yang
dibentuk bukan melalui ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasar spiritual dan material (basic need) secara minimal, seperti
keimanan, shalal, zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan dan kesehatan.
2.
Keluarga
Sakinah I: yaitu
keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapat
memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara minimal tetapi masih belum
dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebu-tuhan akan
pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarganya. mengikuti interaksi sosial
keagamaan dengan lingkungannya.
3.
Keluarga
Sakinah II: yaitu
keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan disamping telah
dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya
pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu
mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu
menghayati serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul
karimah, infaq, zakat, amal jariah, menabung dan sebagainya.
4.
Keluarga
Sakinah III: yaitu
keluarga-keluarga yang dapat me-menuhi seluruh kebutuhan keiman-an, ketaqwaan,
akhlaqul karimah sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi teladan bagi lingkungannya.
5.
Keluarga
Sakinah III Plus:
yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan,
ketaqwaan dan akhlaqul karimah secara sempurna, kebu-tuhan sosial psikologis,
dan pengembangannya serta dapat menjadi teladan bagi lingkungannya.
g. Kriteria/Indikator
Keluarga
Sakinah
Setiap kelompok dalam klasifikasi
keluarga sakinah telah ditetapkan kriteria/ cirinya masing-masing (Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, 2011; 23-25). Berikut ini rinciannya:
1.
Keluarga
Pra Sakinah:
a. Keluarga dibentuk tidak melalui
perkawinan yang sah.
b. Tidak sesuai ketentuan undang-undang perkawinan
yang berlaku.
c. Tidak memiliki dasar keimanan.
d. Tidak melakukan shalat wajib.
e. Tidak rnengeluarkan zakat fitrah.
f. Tidak menjalankan puasa wajib.
g. Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca
tulis.
h. Termasuk kategori fakir dan atau
miskin.
i. Berbuat asusila.
j. Terlibat perkara-perkara kriminal.
2.
Keluarga
Sakinah I:
a. Perkawinan sesuai dengan peraturan syariat dan UU Nomor
1 Tahun 1974.
b. Keluarga memiliki Surat Nikah atau
bukti lain, sebagai bukti perkawinan yang sah.
c.
Mempunyai
perangkat shalat, sebagai bukti melaksanakan shalat wajib & dasar keimanan.
d.
Terpenuhi
kebutuhan makanan pokok, sebagal tanda bukan
tergolong fakir miskin.
e.
Masih
sering meninggalkan shalat.
f.
Jika
sakit sering pergi ke dukun.
g.
Percaya
terhadap tahayul.
h.
Tidak
datang ke pengajian/ majelis taklim.
i. Rata-rata keluarga tamat atau memiliki
ijazah SD.
3. Keluarga Sakinah II:
Telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah I, dan ditambah
indikator berikut:
a.
Tidak
terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya yang mengharuskan terjadinya perceraian itu.
b.
Penghasilan
keluarga melebihi kebutuhan pokok, sehingga bisa menabung.
c.
Rata-rata
keluarga memiliki ijazah SMTP.
d.
Memiliki
runah sendiri meskipun sederhana.
e.
Keluarga
aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan sosial keagamaan.
f.
Mampu
memenuhl standard makanan yang sehat/memenuhi
empat sehat lima sempuma.
g.
Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi dan perbuatan amoral lainnya.
4. Keluarga Sakinah III:
Telah memenuhi kriteria keluarga Sakinah II, ditambah
indikator berikut:
a. Aktif dalam upaya meningkatkan
kegiatan dan gairah keagamaan di masjid-masjid maupun dalam keluarga.
b.
Keluarga
aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan.
c.
Aktif
memberikan dorongan dan motivasi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta
kesehatan masyarakat pada umumnya.
d.
Rata-rata
keluarga memiliki ijazah SMTA ke atas.
e.
Pengeluaran
zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf senan-tiasa meningkat.
f.
Meningkatnya
pengeluaran qurban.
g.
Melaksanakan
ibadah haji secara baik dan benar, sesuai tuntunan agama dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Keluarga Sakinah III Plus:
Telah memenuhi kriteria Keluar-ga Sakinah III, ditambah indika-tor berikut:
a.
Keluarga yang telah melaksana-kan haji dapat memenuhi kriteria haji mabrur.
b.
Menjadi
tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh organisasi yang dicintai oleh masyarakat dan keluarganya.
c.
Pengeluaran
zakat, infaq shadaqah, jariyah, wakaf meningkat baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
d.
Meningkatnya
kemampuan ke-luarga dan masyarakat sekeliling-nya dalam memenuhi ajaran agama.
e.
Keluarga
mampu mengembang-kan ajaran agama.
f.
Rata-rata
anggota keluarga mempunyai ijazah sarjana.
g.
Nilai-nilai
keimanan, ketaqwaan dan akhlakul karimah tertanam dalam kehidupan pribadi dan
keluarganya.
h.
Tumbuh
berkembang perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi dan seimbang dalam anggota keluarga dan
Iingkung-annya.
i.
Mampu
menjadi suri tauladan masyarakat sekitamya.
h. Tujuan dan Sasaran Gerakan
Pembinaan Keluarga Sakinah
Tujuan gerakan pembinaan keluar-ga sakinah ada dua macam,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus (Kepdirjen Bimas Islam & Urusan Haji,
No. 71 Tahun 1999, Bab IV, Pasal 5, Ayat 1 dan 2), Tujuan umum yang pertama
adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara terpadu antara
masyarakat dan pemerintah dalam rangka percepatan pengendalian dan upaya
mengatasi krisis moral yang bersifat nasional. Kedua adalah berupaya mewujudkan masyarakat madani yang
penuh keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Berikutnya adalah tujuan khusus
gerakan pembinaan keluarga sakinah terdiri atas lima poin.
1.
Menanamkan
nilai keimanan, ketak-waan dan akhlak mulia melalui pen-didikan agama dalam
keluarga, masyarakat, dan pendidikan formal.
2.
Memberdayakan
ekonomi umat melalui peningkatan kemampuan ekonomi keluarga, kelompok keluarga
sakinah, koperasi masjid, koperasi majelis taklim, dan upaya peningkatan
ekonomi kerakyatan lainnya, serta memobilisasi potensi zakat, infaq, dan
shadaqah.
3.
Meningkatkan
gizi masyarakat melalui pembinaan calon pengantin, ibu hamil dan menyusui,
bayi, balita, dan anak usia sekolah dengan pendekatan agama.
4.
Meningkatkan
kesehatan keluarga, masyarakat dan lingkungan melalui pendekatan agama dan
jumat bersih.
5.
Meningkatkan
upaya penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS melalui pendekatan
moral keagamaan.
Sasaran
gerakan pembinaan keluarga sakinah adalah seluruh keluarga dan masyarakat
Indonesia pada umumnya dan khususnya keluarga miskin.
KESIMPULAN
Memiliki keluarga yang sakinah adalah
dambaan setiap insan, tapi tidak semua orang dapat memahami cara untuk
mewujudkannya, kalaupun ada yang memahaminya belum tentu mau melaksanakan apa
yang dipahaminya itu, dan walaupun ada yang mau melaksanakan apa yang
dipahaminya itu, belum tentu mampu pula untuk melaksanakannya. Karena untuk
dapat mewujudkan keluarga yang sakinah, tidak cukup hanya dengan pemahaman, dan
kemauan saja, tapi juga dibutuhkan lingkungan dan suasana yang baik serta
kerjasama kuat yang berkesinambung-an dari pasangan suami istri.
Keluarga yang sakinah itu secara fitrah manusiawi harus
direncanakan dengan baik, dan mesti diusahakan semaksimal mungkin untuk
melakukan berbagai upaya demi meraihnya
sejak proses sebelum perkawinan, dan selama perkawinan berlangsung hingga
akhir hayat.
Konsep keluarga sakinah adalah keluarga bahagia yang
berinteraksi dengan pola saling membutuhkan, mencintai, mengasihi, dan
menyayangi secara berimbang, berdiri di atas perka-winan yang sah, dengan kemampuan
untuk menjalankan kewajiban dan haknya,
diiringi dengan ketaatan pada ajaran agama dan hukum negara.
Konsep tersebut merupakan suatu pengetahuan yang harus
dipa-hami secara mendalam, diiringi dengan kemauan kuat untuk
mempraktikkan-nya, dan kemampuan yang maksimal untuk melaksanakannya.
Keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah adalah
sebuah konsep yang memerlukan kecerdasan dan perjuang-an untuk mewujudkannya.
Karena itu kepada yang berniat untuk memiliki keluarga bahagia itu, hendaknya
dapat memilih dan memilah siapa yang akan dijadikan pasangan hidup hingga akhir
hayatnya. Selanjutnya bekerja sama untuk merawat cinta dan kasih sayangnya
supaya tetap tumbuh dengan subur.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Alusy, Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al-Husainy
(tt.), Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Quranil ‘Adzim was Sab’il Matsani, tp,
Maktabah Syamilah, Softcopy, http://www.altafsir.com
Al-Mawardi, Abul
Hasan Ali, bin Muhammad, bin Muhammad, bin Habibil Bisri, Al-Baghdadi (tt.), An-Naktu
Wal Uyun, tp, Maktabah Syamilah, Softcopy, http://www.altafsir.com
Al-Mahalli
Jalaluddin, dan As-Suyuthi Jalaluddin (tt.), Tafsir Jalalain, tp, Maktabah Syamilah, Softcopy, http://www.altafsir.com
Al-Munawwir, Ahmad, Warson (tt.), Kamus Al-Munawwir
Arab-Indonesia Terlengkap, tp, Softcopy. http://www.kampungsunnah.org,
Andinim Ayu. (2019).
Diakses di https://lokadata.id/artikel/tingkat-perceraian-lebih-tinggi-dari-perkawinan
Artiyono, Sabar, dkk.
(2019). Diakses di https://kumparan.com/kumparannews/kami-membandingkan-jumlah-pernikahan-dan-perceraian-di-indonesia-1sKM5fAHafr/full
As-Syaukani
(tt.), Fathul Qodir, tp, Maktabah Syamilah,
Softcopy, http://www.altafsir.com
Direktorat
Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah. (2011). Petunjuk Teknis Gerakan
Pembinaan Keluarga Sakinah. Jakarta: Kementerian Agama RI, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam/Dirjen Bimas Islam, Softcopy. ok
Falahudin,
Iwan. (2020). Dikases di https://wawasan.bdkjakarta.id/index.php/wawasan/article/view/42/17
Hayyan, Abu Hayyan
Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf (tt.), Tafsirul Bahril Muhit, tp,
Maktabah Syamilah, Softcopy, http://www.altafsir.com
Hasan, Said,
Hamid, dkk. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
Jakarta, Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Pusat Kurikulum.
Instruksi
Presiden
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997, Tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Kualitas Anak, Softcopy.
Keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah,
softcopy.
Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam/ Kepdirjen Bimas
Islam, & Urusan Haji, No. 71 Tahun 1999,
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, Softcopy.
Mohamad
Taufiq, Addins Quran in ms word, version 2,2,0.0, QP Taufiqproduct, tt,
softcopy, https://www.facebook.com/QuranInMsWord
Nasrudi,
Achmad. (2020). Diakses di https://nasional.kompas.com/read/2020/09/13/10294341/tekan-angka-perceraian-kemenag-jalin-sinergitas-penguatan-ketahanan-keluarga?page=all
Pusat Bahasa Jakarta (2008), Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Softcopy.
Pusdiklat Teknis
Pendidikan dan Keagamaan (2018), Dokumen II Kurikulum Diklat Teknis
Substantif Keagamaan, 178 Diklat Teknis
Substantif Keluarga Sakinah Kepala KUA K.I.A.j.1. Ciputat, Tangerang
Selatan, Softcopy.
Sugema Sony, Digitalquran, ver. 3.1, tp, 2003-2004, softcopy,
http://www.geocities.com/sonysugema2000
Rusdiana.
(2015). Manajemen Konflik, Bandung: Pustaka Setia.
Setyorini, Tantri.
(2015) Diakses di https://www.merdeka.com/gaya/5-manfaat-utama-yang-didapat-dari-mencatatkan-pernikahan.html
Sumara, Dadan, dkk.
(2017). Diakses di http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14393/6947
Susan,
Novri. (2014). Pengantar Sosiologi Konflik, Jakarta: Kencana.
Syarifah, Mar’atus.
(2018). Diakses di https://nationalgeographic.grid.id/read/13900431/pernikahan-yang-tidak-harmonis-berdampak-buruk-pada-kesehatan
Titania,
Adisty, Diakses di https://id.theasianparent.com/konflik-rumah-tangga
Undang -
Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun
1974, Tentang Perkawinan, Softcopy.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak, Softcopy.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Softcopy.
https://umma.id/article/share/id/1002/863246
http://indonesiabaik.id/infografis/jumlah-kasus-perceraian-di-indonesia-memprihatinkan