KEMANFAATAN
BAHAN AJAR VIDEO PADA
PELATIHAN
JARAK JAUH CALON TUTOR IKM BDK JAKARTA
Asip Suryadi*
Ika Berdiati**
Laity Qonitah***
Mahin Mahmud Mashum****
*Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia
**Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia
***Balai Diklat
Keagamaan Jakarta, Indonesia
****Balai Diklat
Keagamaan Jakarta, Indonesia
*E-mail: asip_sayurradi@yahoo.co.id
**E-mail: ikaberdiati@gmail.com
***E-mail: laityqonitah@bdkjakarta.id
****E-mail: mahin.mahsum@gmail.com
Abstract
This study describes the level of provision
of participants' expectations of video instruction in BDK Jakarta Distance
Training (PJJ). The study uses a mixed method with an explanatory design model.
The model consists of two steps. The first stage is quantitative data
collection and the second is qualitative data collection. The first step used
an online survey and the second used in-depth interviews. Quantitative data
were processed to find patterns of answers which would be followed up with
in-depth interviews. The population was 27 online classes of PJJ participants
with 40 for each. They are teachers, headmasters and supervisors of Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs) and Madrasah Aliyah (MA) from Banten, DKI Jakarta and West Kalimantan.
The online survey was conducted with all participants while in-depth interviews
were conducted with a representative sample based on geography, positions
(teacher, headmaster, supervisor) and education level (MI, MTs, MA). The
research concludes that the number, information substance, duration and graphic
aspect of video instruction in general, the respondents stated that it was
sufficient, but many aspects still needed to be improved and adjusted. Because
the research results confirm the high usefulness of video, it is recommended
for training institutions to build on video instruction developers division so
that the videos used meet the adequacy of quantity and quality.
Keywords: distance online training; video instruction; significance;
participants’ expectation; BDK Jakarta
Abstrak
Penelitian ini
mendeskripsikan kemanfaatan
dan tingkat pemenuhan harapan peserta terhadap bahan ajar video pada Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) di BDK
Jakarta. Metode yang digunakan adalah
mix method pola explanatory sequential
design. Populasi penelitian
adalah alumni PJJ Calon Tutor IKM sebanyak
27 angkatan dengan
masing-masing peserta setiap
angkatan terdiri dari 40 guru, kepala madrasah dan
pengawas dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) di
wilayah kerja BDK Jakarta yang terdiri
dari provinsi Banten, DKI
Jakarta dan Kalimantan Barat. Survei online dilakukan kepada seluruh peserta sedangkan in-depth
interview dilakukan terhadap
sampel representatif yang mewakili asal peserta,
jabatan dan tingkat pendidikan (MI, MTs, MA). Penelitian
menyimpulkan bahwa pada aspek jumlah, substansi
informasi, durasi dan aspek grafis secara
umum para responden menyatakan sudah memadai namun banyak
aspek yang masih harus diperbaiki dan disesuaikan. Hasil penelitian merekomendasikan kepada lembaga pelatihan untuk meninjau kembali kebutuhan dan mutu video dan melembagakan pengembang bahan ajar video agar
video yang digunakan memenuhi
kecukupan jumlah dan mutunya.
Kata Kunci: Pelatihan Jarak Jauh (PJJ); bahan ajar video; kemanfaatan;
kebutuhan peserta; BDK
Jakarta.
PENDAHULUAN
Pelatihan
Jarak Jauh (PJJ) di Balai Diklat
Keagamaan (BDK) Jakarta sudah
menginjak generasi ketiga beriringan dengan revolusi digital
yang sudah sampai kepada generasi internet Web 3.0.
Pada penyelenggaraan PJJ di BDK Jakarta secara konsisten menggunakan Learning Management System (LMS) MOODLE.
Pada PJJ generasi ketiga tahun 2023 menggunakan MOODLE versi 3.10.
Pada
generasi ketiga sajian pembelajaran lebih banyak menggunakan
video. Sebagian video yang disajikan sudah interaktif dalam bentuk integrasi
video dengan quiz dan video tutorial yang diintegrasikan dengan media sosial YouTobe dan WhatsApp
untuk tanya jawab.
Penggunaan bahan ajar video memiliki landasan teoretis dan praktis. Teori yang menalndasi penggunaan video sebagai bahan ajar dalam pembelajaran jarak jauh adalah teori
cognitive load, adult learning, self-regulated learning. Sedangkan landasan praktisnya adalah budaya berliterasi
dari sumber video semakin menguat.
Teori cognitive
load yang digagas oleh Sweller
menjelaskan bahwa memori memiliki dua bagian yaitu memori
jangka pendek (short
term memory) dan memori jangka
panjang (long term memory). Informasi sensorik disimpan sementara pada short
term memory kemudian diproses dalam memori kerja (working memory) dan dikonstruksi
menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan selanjutnya disimpan dalam long term memory dalam
bentuk scheme sebagai
pengetahuan yang dapat dipanggil kembali dan digunakan untuk memecahkan masalah (Sweller et al., 2011).
Landasan teori lain yang digunakan sebagai landasan penggunaan bahan ajar video dalam pelatihan jarak jauh adalah self-regulated
learning (SRL) dan Pembelajaran orang dewasa (adult learning). SRL menjelaskan mekanisme perilaku belajar dengan cara mengelola diri sendiri dalam mencapai tujuan
belajar yang diinginkan (Jin et al., 2023) (Köster, 2018) (Knowles, 1975). Sedangkan
teori pembelajaran orang dewasa yang dijelaskan oleh
Knowles menjelaskan bahwa penguasaan pengetahuan (knowledge
acquisition) oleh krang dewasa dilakukan secara mandiri, sesuai dengan kebutuhan, kesempatan dan pembelajaran sepanjang hayat (Knowles et al., 2005).
Teori tersebut memiliki implikasi terhadap media dan sumber belajar (learning
materials). Perancang pembelajaran
(instruction designer) harus menyajikan pembelajaran dalam bentuk kegiatan
belajar yang memberikan informasi sensorik beragam, bermakna dan selektif.
Salah satu sumber belajar
yang dapat menyajikan informasi beragam adalah video. Bahan ajar video memuat
informasi sensorik berupa narasi audio, on-screen
text, animasi dan contoh
visual yang terintegrasi dalam
sebuah tayangan. Bahkan dapat menyajikan
ajakan untuk melakukan kegiatan kinestetik. Dengan karakter tersebut bahan ajar video berpeluang menyajikan bentuk informasi jamak yang memadai bagi memori
kerja tanpa membebani kapasitas memori kerja itu
sendiri.
Alasan kedua, memirsa video pada era
digital sudah merupakan budaya masyarakat dan menjadi strategi utama untuk menguasai pengetahuan. Sejak berkembangnya media sosial dengan platform video, budaya
memirsa sudah banyak menggantikan budaya membaca. Hal ini berimplikasi bahwa saat ini
sumber belajar video lebih banyak dipilih
oleh peserta didik dari pada sumber belajar teks.
Saat
ini tercatat banyak sekali media sosial platform video yang tersaji
di internet. Beberapa media sosial
yang menyajikan video diantaranya
YouTube, Vimeo, Metacafe, Dailymotion, Twitch,
Vide (Ubaidillah, 2023). Tahun
2023 CNN mencatat hasil survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa YouTobe masih menjadi media sosial yang paling banyak digunakan (65,41 %) disusul Facebook (60,24 %), dan Instagram (30,51%) (CNN, 2023). Di tingkat
dunia, tahun 2023 YouTobe
menjadi media sosial
platform video nomor 2 di dunia yang digunakan oleh lebih dari 2.70 milyar orang, dan lebih dari 122 juta orang membuka setiap hari (Shewale, 2023). Aravindan mengutip data official YouTobe
bahwa 70% pemirsa menggunakan video dari situs YouTobe untuk memecahkan masalah mengenai pekerjaan, pendidikan dan hobi (Aravindan, 2023).
Data tersebut menunjukkan bahwa menyimak
video merupakan budaya baru di era digital dan menjadi strategi belajar utama.
Pada kondisi ini bahan ajar video dapat digunakan sebagai bahan ajar utama
untuk memfasilitasi masyarakat berbagai segmen untuk belajar, termasuk di dalamnya
peserta pelatihan khususnya pada PJJ bagi pendidik dan tenaga kependidikan di
wilayah kerja BDK Jakarta.
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan
video dalam pembelajaran menunjukkan bahwa video membantu peserta didik dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Penelitian yang
dilakukan Andel dan kawan-kawan
menemukan fakta bahwa penggunaan fitur sosial seperti
video-tagged commenting berhasil meningkatkan kehadiran sosial (social presence) (Andel et al., 2020). Sharma dan kawan-kawan melakukan penelitian mengenai fungsi video-assisted teaching-learning berhasil membantu para pegawai kesehatan dalam menguasai cara mengantisipasi dan mengontrol infeksi (Gupta & Rao, 2021). Hasil penelitian Michael Kninge dkk. menyimpulkan bahwa bahan ajar video lebih menarik dari
pada bahan ajar teks.
Selain itu, ditemukan fakta bahwa pada video-based
online program memiliki potensi
baik untuk meningkatkan kompetensi sosial-emosional (Knigge et al., 2019). Eksperimen
yang dilakukan Ramlatchan
dan Watson menyimpulkan bahwa
video yang dibuat dengan baik dapat meningkatkan
kredibilitas dan kedekatan instruktur dengan peserta didik tanpa
menghilangkan sifat impersonalnya (Ramlatchan & Watson, 2020).
Dennis
P. Rudd mencatat dua hasil penelitian mengenai manfaat penggunaan video dalam computer-based training (P. & Rudd, n.d.). Penelitian pertama oleh Dubrowski
dan Xerioulis yang dilakukan tahun
2005. Pada kasus pelatihan
yang diteliti disajikan pembelajaran tatap muka dan online mggunakan
video. Penelitian ini menyimpulkan bahwa materi pelatihan mengenai langkah-langkah prosedural dasar dapat dipelajari secara efektif melalui penggunaan video online.
Dalam hal ini, video berfungsi sebagai sumber tambahan. Penelitian kedua dilakukan oleh Tan, Tan dan Wettasinghe
pada tahun 2011. Penelitian ini menemukan fakta bahwa integrasi video
dengan blog efektif dalam melatih para guru baru mengenai cara mengajar.
Selain itu Rudd juga mencatat
hasil penelitian lain yang menyakakan kelebihan dari penggunaan video dalam
pelatihan online diantaranya video meningkatkan kolaborasi antara guru dengan
oeserta didik (Bower 2011), meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan
berteknologi (Anne-Louise & Andrews, 2009),
menimbulkan kesan positif terhadap pembelajaran online
(Ellingson, Notbohm, & , 2012), dan video membantu peserta pelatihan dalam
menerapkan pengetahuan ke dalam tataran penerapan (Tan, Tan, and Wettasinghe,
2011). Namun demikian, Rud juga mencatat hasil penelitian yang menunjukkan
kelemahan penggunaan video peserta, penelitian yang dilakukan oleh Lonie &
Andrews tahun 2009 mewanti-wanti kendala penguasaan teknologi baik pada guru
maupun pada peserta pelatihan. Hasil penelitian
Hartsell & Yuen tahun 2006 mencatat
bahwa penggunaan video terkendala dengan software,
bandwidth dan konektivitas internet. Berdasarkan paparan tersebut penggunaan video bisa optimal apabila infrastruktur sudah memadai, tersedia layanan teknis untuk mengelola sistem, perancang instruksional yang ahli di bidangnya dan guru yang mengelolanya.
Syarifuddin melakukan review terhadap pembelajaran berbasis video dalam mata pelajaran
Sejarah. Hasil review menghasilkan kesimpulan bahwa video merupakan salah satu media terbaik dalam penyampaian
informasi kepada siswa. Selain itu, penggunaan video juga telah mampu menciptakan lingkungan yang menarik. Meskipun begitu peneliti menyarankan agar pemilihan video sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, isi konten, lingkungan
kelas, dan sarana prasarana (Syaripuddin et al., 2019).
Penelitian-penelitian
yang sudah dilakukan di atas mayoritas menjelaskan dampak negatif penggunaan video dalam pembelajaan online. Kebanyakan penelitian tersebut tidak menjelaskan mutu video yang digunakan. Oleh karen itu, penelitian ini tidak lagi
mengukur dampak video terhadap pencapaian tujuan pembelajaran melainkan ingin menjelaskan persepsi pengguna video mengenai kelayakan video sebagai sumber informasi dan tutorial. Dalam
penelitian in dirumuskan berikut:
Bagaimana tingkat pemenuhan bahan ajar video terhadap harapan peserta PJJ Calon Tutor IKM? Hasil penelitian
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan baik pada mutu videonya sendiri maupun strategi penggunaan bahan ajar video pada PJJ di BDK Jakarta.
METODE
Metode
yang digunakan adalah mix
method pola explanatory sequential design pada
klasifikasi mix method Cresswell dan
Cresswell. Seperti yang dijelaskan
Cresswel, pada pola bertujuan untuk “Explaining
quantitative results with a qualitative follow-up data collection and analysis”
(menjelaskan data kuantatif
dengan cara menindaklanjutinya melalui pengumpulan dan pengolahan data kualitatif) (Creswell & Creswell, 2018).
Pola
tersebut dilakukan dengan langkah pada Gambar 1.
Gambar 1 Explanatory
Sequential Design
Skema menjelaskan 4 langkah mix method pola yaitu pengumpulan dan analisis data kuantitatif, mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut untuk
pengumpulan data kualitatif,
pengumpulan dan pengolahan
data kualitatif, dan interpretasi
data keseluruhan. Dalam bagian
interpretasi disajikan hasil analisis peneliti dan kajian teori serta hasil
penelitian yang terkait dengan setiap item penelitian. Di langkah akhir dirumuskan proposisi yang memaparkan penjelasan kualitatif terhadap data kuantitatif.
Dalam penelitian dilakukan survei online pemenuhan harapan peserta terhadap jumlah dan mutu bahan ajar. Data kuantitatif hasil survei diolah
untuk merumuskan kecenderungan jawaban kuantitatif. Untuk menjelaskan jawaban kuantitatif tersebut dilakukan in-depth interview. Data kualitatif hasil interview
diolah untuk menjelaskan data hasil survei.
Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh alumni Pelatihan Jarak Jauh Implementasi
Kurikulum Merdeka bagi Calon Tutor. Terdapat 27 angkatan pelatihan kurikulum
merdeka dengan sekitar 40 orang alumni di setiap angkatannya. Alumni ini
terdiri dari Pengawas, Kepala Madrasah dan Guru pada tingkat Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) di wilayah
kerja BDK Jakarta yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat.
Sehingga jumlah total dari populasi ini adalah sebanyak 1.080 orang alumni.
Survei ini dilakukan
kepada seluruh alumni pelatihan menggunakan teknik voluntary sampling (Murairwa, 2015). Voluntary sampling dipilih karena adanya
perbedaan ketersediaan yang dimiliki alumni. Sehingga, akan lebih efektif jika
responden dipilih berdasarkan kesukarelaan. Namun, BDK Jakarta tetap menghimbau
agar seluruh alumni berkenan mengisi instrumen pengumpulan data. Hal tersebut dilakukan agar didapat response rate yang tinggi
sehingga jumlah minimal sampel terpenuhi. Sedangkan in-depth interview dilakukan
terhadap sampel representatif yang mewakili asal peserta dan tingkat pendidikan (MI, MTs, MA),
asal alumnus dan jabatan. Informan terdiri dari 40 alumnus.
Pada langkah survei online
penelitian mengeksplorasi dua aspek informasi. Pertama informasi mengenai
kebermanfaatan bahan ajar video. Pada aspek informasi ini diajukan 4 item kuesioner
dengan skala 4. Kedua informasi mengenai tingkat pemenuhuan kebutuhan harapan
bahan ajar video untuk membantu pencapaian hasil belajar. Aspek ini terkait
dengan persepsi peserta mengenai mutu bahan ajar video yanag disajikan. Pada
aspek ini diajukan lima item kuesioner skala 4 dan satu isian terkait dengan
usulan. Pada
langkah in-depth interview diajukan
pertanyaan-pertanyaan mendalam
bentuk open-ended untuk
mendalami setiap aspek pada item tertutup.
Validasi data
dilakukan dengan cara memvalidasi kuestioner dan sortir data. Analisis dan
interpretasi data menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif
terpisah. Selanjutnya data diintegrasikan dan diinterpretasi sehingga data kualitatif menjelaskan lebih
mendalam terhadap data kuantitatif (Creswell & Creswell, 2018:
304-305).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan sesuai
dengan prosedur metodologis dan pada waktu yang telah ditetapkan yaitu minggu
ketiga dan keempat Agustus 2023 di Balai Diklat Keagamaan Jakarta. Kuesioner
survei disebar ke seluruh populasi melalui media sosial WhatsApp secara
terbuka dengan melampirkan surat pemberitahuan resmi dari BDK. Survei online
dilaksanakan 4 hari dan in-depth
interview selama 3 hari.
Pada survei online responden
yang mengisi data sebanyak
369. Berdasarkan teknik
sampling voluntary sampling (nonprobability sampling) jumlah sampling memenuhi kriteria. Keterangan mengenai identitas responden dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Identitas Responden
Salah satu kelemahan
survei online terbuka
adalah tidak dapat ditentukan dengan tepat proporsi
yang diharapkan. Kesempatan
para responden yang merupakan
populasi penelitian mengisi survei diperngaruhi banyak hal termasuk konektivitas.
Faktor ini menyebabkan jumlah proporsi responden per kategori tepat. Pada proporsi jumlah responden per provinsi dari segi
jumlah keseluruhan dimana jumlah peserta
paling besar berasal dari provinsi Banten, diikuti oleh Kalimantan Barat dan terakhir
DKI Jakarta. Pada katogori jenjang
madrasah, jumlah peserta pelatihan terbanyak berasal dari tingkat
Madrasah Tsanawiyah namun responden yang mengisi survei malah lebih
banyak dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah. Pada
kategori jabatan proporsi responden lebih mendekati populasi dimana jumlah populasi jabatan guru lebih banyak diikuti pengawas dan kepala madrasah.
Pada penelitian ini tidak dilakukan
lagi penyelarasan proporsi responden dengan kategori kelompok jumlah populasi berdasarkan lokasi, jenjang pendidikan dan jabatan. Semua data dari responden diolah sebagai data penelitian. Hal ini tentu saja
menyebabkan data kurang proporsional. Namun demikian aspek ini tidak menyebabkan
berkurangnya validitas penelitian secara keseluruhan karena jumlah sampel secara
teoritis sudah terpenuhi.
Hasil validasi terhadap kuesioner diperoleh angka validitas sebesar ≤0,05 sehingga butir pertanyaan dapat dikatakan valid. Artinya item pertanyaan mampu mengungkapkan data dari indikator yang dimaksud. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, hasil yang diperoleh pada setiap indikator cronbach’s alpha
(0,795; 0,600; 0,609) ≥0,60. Artinya pertanyaan tersebut reliabel dan dapat dikatakan bahwa kuesioner yang dibagikan memberikan data yang konsisten.
Data hasil survei
online diolah dan dijadikan
landasan untuk melakukan pendalaman melalui in-depth interview. Langkah pendalaman dimulai dengan penentuan sampel dengan teknik
stratified cluster sampling untuk menentukan informan pada in-depth
interview dan diperoleh 40 informan
dengan rincian 7 dari DKI Jakarta, 17 dari Banten,
dan 16 Kalimantan Barat. Informan
terdiri dari guru, pengawas dan kepala madrasa yang juga mewakili MI, MTS dan
MA secara proporsional.
Hasil survei online
dipilih dan diolah sehingga menjadi data sederhana dalam bentuk diagram
lingkaran (pie chart) dan diinterpretasi. Hasil in-depth interview
diolah melalui langkah reduksi, klasifikasi, interpretasi dan deskripsi
sehingga menjadi paparan yang dapat dipahami.
Tingkat Pemenuhan
Kebutuhan
Pada
aspek tingkat pemenuhan kebutuhan bahan ajar video bagi peserta disajikan empat item kuesioner yaitu jumlah video, kualitas informasi, durasi dan aspek grafis (pencahayaan, kejelasan suara, warna dan keterbacaan teks). Hasil survei dengan item kuestioner terbuka disajikan dalam diagram lingkaran. Selain itu disajikan satu
item terbuka untuk menyampaikan usulan. Pada kuestioner mengenai usulan diperoleh 260 respon dari 269. Sebanyak 70 respon bukan berupa usulan
melainkan berbentuk penilaian (cukup, baik, sangat baik). Berikutnya terdapat 28 respon yang menyampaikan usulan dengan kata “tingkatkan” tanpan menjelaskan aspek yang harus ditingkatkan. Dua kelompok respon tersebut kurang bermakna karena tidak dapat ditindaklanjuti.
Respon berupa usulan beragam dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga
jenis yaitu usulan terhadap substansi, usulan terhadap durasi dan usulan terhadap aspek grafis. Data hasil survei item tertutup dapat dilihat pada
diagram lingkaran pada Gambar 3.
Gambar 3 Hasil Survei
Tingkat Pemenuhan Harapan Peserta
Terhadap bahan Ajar Video
Jumlah Video
Pada
item jumlah video, sebagian
besar responden menyatakan jumlah video yang disajikan mencukupi (66.40%). Bahkan yang menyatakan sangat mencukupi (18.97%). Namun terdapat 14.36% responden menyatakan kurang dan masih ada yang menyatakan sangat kurang (0.27%).
Hasil in-depth interview diperoleh data bahwa jumlah video yang disajikan sudah cukup. Ketika ditanya berapa jumlah video yang dibutuhkan pada setiap unit materi pelatihan kebanyakan informan menyatakan disesuaikan dengan substansi materi. Sebagian menyatakan diharapkan tidak terlalu banyak, bahkan dua informan menyebutkan angka 1 sampai 2 video dalam satu unit materi pelatihan. Namun ada juga responden yang menyatakan angka 3 sampai 4 video dalam satu unit materi pelatihan. Diperoleh informasi tambahan bahwa video jangan terlalu panjang dan didampingi dengan bahan ajar teks format PDF dan
PPT.
Terkait dengan
item ini diperoleh usulan agar jumlah video ditambah (26 usulan) dan mengharapkan agar pada setiap materi disajikan video pembanding. Artinya video tidak hanya dari
1 sumber. Usulan adanya video pembanding hanya 1 responden saja sehingga tidak
terlelau signifikan.
Data-data
tersebut nampak kurang konsisten. Pada survei tertutup lebih banyak yang menyatakan jumlah video sudah cukup dan sangat cukup, sama halnya
dengan hasil in-dept
interview namun diusulan
lebih banyak yang mengharapkan adanya penambahan jumlah video pada setiap unit materi ajar. Ada kemungkinan bahwa yang mengusulkan penambahan sebagian besar yang menjawab “kurang”. Namun demikian data ini harus dipertimbangkan
untuk perbaikan.
Jumlah video tentu saja harus
disesuaikan dengan tujuan instruksional. Berdasarkan tujuan instruksional dirumuskan materi ajar dan jenis bahan ajar yang akan digunakan. Ketika menetapkan
video sebagai bahan ajar utama maka materi
ajar harus dipetakan ke dalam jumlah
video. Dalam langkah ini dilakukan segmentasi materi sehingga terlihat unit-unit materi yang akan disajikan dalam setiap video.
Selain
jumlah substansi, jumlah video juga ditentukan oleh
durasinya. Apabila materi video disajikan dengan video pendek maka jumlah video akan lebih banyak
dibanding video panjang. Durasi video pun ditentukan oleh karakteristik materinya. Banyak materi pelatihan yang tidak dapat disajikan dalam video pendek sehingga durasi video harus panjang. Ferguson mendefinisikan video pelatihan (training
video) adalah video yang bertujuan
untuk melatih orang melakukan sesuatu (Ferguson, 2023). Video seperti itu lebih
cenderung berbentuk video panjang karena berisi langkah-langkah mengerjakan sesuatu. Tidak elok ketika langkah-langkah
dipotong-potong menjadi beberapa segmen menjadi video-video pendek karena akan menginterupsi
perhatian pemirsa.
Dengan karakter
seperti itu sebenarnya jumlah video benar-benar disesuaikan dengan substansi materi. Berdasarkan pemikiran tersebut maka ketika banyak
peserta pelatihan yang mengusulkan penambahan video maka harus kembali
lagi menelaah tujuan instruksional untuk mengidentifikasi apakah video sudah memadai untuk membantu
peserta pelatihan mencapai tujuan instruksional.
Hasil
analisis di atas menjelaskan bahwa hasil survei mengenai
jumlah video sudah memadai. Namun demikian karena banyak peserta banyak yang mengusulkan penambahan maka jumlah video harus dipertimbangkan lagi dengan cara mengkaji
kembali tujuan instruksional dan menyesuaikan jumlah video yang harus disajikan.
Kualitas Informasi
Pada
item kualitas informasi
yang disajikan pada bahan
ajar video sebagian besar
(68.29%) menyatakan baik
dan 30.89% menyatakan sangat baik.
Kurang dari 1% menyatakan tidak baik dan sangat tidak baik. Pada item durasi video 54,47% responden menyatakan durasi video sebaiknya disesuaikan dengan substansinya.
Berdasarkan
item usulan ditemukan juga harapan agar substansi video harus sesuai dengan
materi ajar (8 respon). Usulan ini kurang
sinkron dengan hasil pernyataan pada item survei tertutup yang menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup dan sangat cukup. Data ini bisa dimaknai
bahwa usulan disampaikan oleh responden yang menyatakan bahwa jumlah video kurang. Tentu saja usulan
ini perlu dipertimbangkan untuk perbaikan.
Usulan berikutnya
agar substansi video ditambah
dengan contoh-contoh pembelajaran dan contoh-contoh produk peserta didik (18 respon). Usulan terakhir pada kelompok ini adalah
masih diperlukannya bahan ajar lain pendukung video dalam format teks (14 respon) baik bentuk
paparan seperti artikel buku atau
modul dan juga mengusulkan setiap video dibarengan dengan bahan ajar Power Point.
Ditemukan juga satu responden
yang lebih menyukai bahan ajar teks dari pada bahan ajar video. Selain
itu ditemukan usulan satu responden
yang menyatakan isi video lebih baik dalam
bentuk tanya jawab. Usulan ini
sinkron dengan hasil survei aspek
kebermaknaan pada item perbandingan
kemanfaatan bahan ajar
video dengan teks dan Power
Point. Fakta ini memberikan
penegasan bahwa peserta pelatihan masih membutuhkan bahan ajar teks dan Power
Point disamping bahan
ajar video. Karena sebagian besar
menyatakan bahwa video lebih bermakna maka bahan ajar teks dan Power Point harus
tetap disajikan untuk melayani sebagian peserta yang masih memerlukannya.
Hasil
wawancara memberikan informasi penting bahwa substansi video belum menyentuh kekhasan dari madrasah, substansi video belum memenuhi kebutuhan informasi sehingga masih mencari video dari luar, persentase
video dari BDK Kurang, susunan
materi yang disajikan kurang runut, video kurang menyajikan contoh real dari pembelajaran Kurikulum Merdeka, harus di sertai dengan zoom, video kurang mengeksplorasi mata Pelajaran
agama.
Menurut Kaltura
Administers (sebuah lembaga
survei) hampir 75% staf pengajar yang disurvei mengatakan bahwa video menarik perhatian siswa lebih dari konten
berbasis teks, siswa lebih mungkin
untuk berinteraksi dengan materi ajar saat video digunakan. Ini lebih dari sekedar sederhana melayani preferensi
atau kenyamanan siswa. Para siswa kelas 12 yang mengisi survei setuju (94%)
bahwa video meningkatkan kepuasan siswa dan mengaitkan peningkatan penampilan (formance)
mereka (Kaltuta, 2022).
Data-data di atas mengindikasikan
bahwa informasi yang disajikan sudah memadai namun perlu perbaikan dan
penambahan. Aspek yang diprioritaskan harus diperbaiki diantaranya kesesuaian
substansi video dengan materi ajar pada unit pembelajaran dan substansi video
harus menampilkan contoh-contoh. Bagian substansi yang harus ditambahkan
diantaranya konten terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah
(jangan terlalu umum), dan tampilkan contoh-contoh pada mata pelajaran agama.
Durasi Video
Hasil survei mengenai durasi
video terdapat 33.88% responden menyatakan bahwa durasi video yang diharapkan
antara 5 sampai 10 menit. Hanya 7.59% saja yang menyatakan durasi video boleh
lebih dari 10 menit dan hanya 4.07% menyatakan durasi video sebaiknya kurang
dari 5 menit. Hasil wawancara memberikan informasi bahwa sebagian besar
informan menyatakan durasi video antara 5 sampai 10 menit.
Pada bagian usulan diperoleh tiga
kategori usulan yaitu durasi video agar tidak terlalu penjang sebanyak (15
respon), agar durasi tidak terlalu pendek (8 respon) dan durasi dapat
disesuaikan dengan kebutuhan substansinya (8 sepon). Usulan menyatakan bahwa sebagian besar menginginkan video yang tidak terlalu panjang. Seperti pada usulan mengenai substansi, usulan ini secara
kuantitatif kurang sinkron dengan data hasil survei tertutup
yang memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (54,47%) menyatakan bahwa durasi video sebaiknya disesuaikan dengan substansinya.
Data
tersebut dapat dibandingkan dengan hasil survei lain.
Laporan yang ditulis oleh
Ezra Fishman di web WISTIA tentang hasil survei terhadap
564.710 video megenai kursus
bisnis yang diputar 1.3 juta disijikan dalam grafik pada Gambar 4.
Gambar 4 Kecenderungan
Durasi Video yang Disukai
Gambar
4 memverifikasi bahwa keterlibatan pemirsa video pada awalnya menurun antara menit pertama
dan ketiga, menurun drastik antara menit keenam hingga
12, kemudian terus menurun setelah menit ke-12 (Fishman, 2023). Data tersebut menjelaskan bahwa pemirsa lebih
menyenangi video pendek antara 1 sampai 3 menit dan tidak menyukai video berdurasi lebih dari 12 menit.
Data
ini harus dikonfirmasi dengan data hasil penelitian lain. Artikel yang diterbitkan
oleh Blink, web yang dikleola oleh Universitas
Sandiego membahas durasi bahan ajar video. Dalam artikel tersebut mambahas penjelasan dari beberapa sumber. Pertama berdasarkan artikel yang ditulis Guo dirilis Edx (sebuah
Lembaga Pendidikan berbasis MOOC ternama)
menjelaskan bahwa mahasiswa mengehentikan menonton video setelah 6 menit. Namun demikian
dalam article ini juga mengutip temuan Lagerstrom bahwa setiap orang memiliki karakter berbeda dalam kaitannya
dengan durasi menonton video Lagerstorm mengungkapkan pengalaman ketika dia menyajikan
kuliah berbasis video berdurasi 50-70 menit ditemukan fakta bahwa 90% menyimak keseluruhan video. Kasus di atas adalah untuk
video yang mahasiswa diwajibkan
untuk menontonya. Untuk video yang disajikan secara bebas Longstorm
mengusulkan durasi video tidak kurang dari
12 menit dan tidak lebih dari 20 menit
(Blink, 2022).
Review
literatur oleh Bradbury mendiksuiskan
durasi orang dapat memberikan perhatian terhadap pembelajaran (Attention
span during lecture). Bradbury membahas banyak pernyataan bahwa Attention span during lecture terjadi diantara 10 sampai 15 menit. Namun demikian Bradbury menemukan hasil literatur review yang secara konsisten menyatakan bahwa Attention span during lecture ditentukan oleh faktor guru bukan disbanding faktor lainnya (Bradbury, 2016). Teori ini dapat diasosiasikan
bahwa durasi video tidak dapat ditentukan
dengan pasti melainkan dipengaruhi oleh substansi dan tampilannya.
Fakta
hasil survei dan hasil-hasil penelitian mengklarifikasi bahwa seperti pemirsa video lainnya secara umum peserta pelatihan
lebih menyukai video pendek di bawah 3 menit. Namun demikian
banyak materi pelatihan yang tidak dapat disajikan dengan durasi tersebut
karena kebanyakan materi pelatihan bertujuan mengajari peserta langkah-langkah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Karekater materi tersebut tidak bisa disajikan dalam potongan-potongan video pendek karena materi
menjadi tidak utuh. Berdasarkan alasan tersebut maka baik hasil
survei pada penelitian ini maupun hasil
penelitian lain banyak yang
menyatakan bahwa durasi video dapat disesuaikan dengan substansinya.
Aspek Grafis
Pada
item yang mengeksplorasi aspek
grafis yeng menyangkut pencahayaan, warna, keterbacaan teks dan kejelasan suara sebagian besar 71.82% menyatakan sudah baik dan 27.10% menyatakan sangat baik. Hanya 1 persen saja yang menyatakan tidak baik dan sangat tidak baik. Hasil wawancara diperoleh penjelasan lebih rinci. Beberapa
informasi penting diantaranya narasumber memiliki pemahaman yang baik, namun performance kurang. Informasi lainnya menerangkan bahwa latar belakang
video terlalu monoton, musik latar terlalu
keras, audio kurang jelas dan modelnya harus enak dipandang.
Di
bagian usulan ditemukan harapan bahwa penjelasan jangan terlalu cepat (8), Agar lebih menarik dan variatif (20), Lebih detail dan ada kesimpulan (5), Bahasa asing diterjemahkan (1), Sedehana, singkat, jelas (11), Interaktif dan Animasi quiz (18),
ditambah dengna subtitle
(5), Suara, Cahaya, gambar (6). Pada aspek ini usulan lebih banyak agar video lebih
menarik, variatif, interaktif, ditambah animasi, sederhana, singkat dan jelas. Terkait aspek grafis usulan
sinkron dengan hasil survei tertutup
bahwa 71.82% responden menyatakan sudah baik dan 27% sangat baik.
Techmisth (penyedia perangkat lunak screen capture dan screen recording) dalam webnya menyajikan
informasi hasil survei mengenai alasan pemirsa menyimak video. Hasil survei tersebut menyatakan bahwa pemirsa akan
berhenti menyimak video panjang. Namun demikian 83% pemirsa akan melanjutkan menyimak video panjang dengan ragam alasan
sepeti pada grafik pada Gambar
5 (Techsmith, 2023).
Gambar 5 Alasan Pemirsa
Memilih Menyimak Video
Gambar
5 menjelaskan bahwa alasan di urutan pertama adalah karena tertarik dengan topiknya (di atas 80%), kedua karena materinya berkaitan dengan kebutuhan (sekitar 65%), ketiga karena pembawanya
(speaker) (sekitar 28%), keempat
tampilan dan efek grafis (sekitar 25%), kelima karena musiknya
(sekitar 23%), keenam karena unik dan menghibur (sekitar 22%), ketujuh diharuskan menontonya (sekitar 18%), kedelapan karena videonya berisi quiz atau survei (sekitar
13%), dan kesembilan alasan
lain (sekitar 1%). Data ini
menegaskan bahwa yang dipertimbangkan pertama oleh pemirsa pada sebuah video bahan ajar adalah topiknya. Pada
Gambar 5 aspek grafis dipertimbangkan oleh pemirsa pada urutan 4 dan 5. Pada
hasil survei yang dilansir Techsmit di atas asfek design grafis dinyatakan
dengan istilah karakter professional, efek (pencahayaan, warna, animasi) dan
musik berada pada posisi keempat dan kelima sebagai penyebab pemirsa tetap
memirsa video panjang.
Hal ini berimplikasi bahwa aspek
grafis tidak terlalu berpengaruh terhadap daya tarik bahan ajar video, namun
tentu pantas untuk diperhatikan. Mendukung hal itu, ditemukan
usulan 3 reponden yang mengiginkan video yang disajikan bergaya lebih up-to date (kekinian). Meskipun hanya 3 reponden saja namun hal
itu perlu diperhatikan sebagai bahan untuk perbaikan.
Pada
artikel yang dilansir di
web Techsmith dijelaskan
bahwa video yang baik dirancang agar menarik dengan menampilan efek visual, teks dan audio. Video instruksional
mungkin juga menampilkan sejumlah animasi, grafik, dan anotasi di layar untuk menyoroti
poin-poin penting dan membuat informasi lebih fokus dan mudah dicerna (Techsmith, 2023). Berdasarkan
hasil kajian Baheshti dkk., teridentifikasi beberapa karakter video pembelajaran yang baik (good instructional video) yaitu memiliki tujuan yang jelas (explicit
aims), sederhana dan singkat
(simple and short), berisi teks,
memuat konten grafis, menyertakan penjelasan teks pada konten visual (caption), memuat
suara (voice), memuat
tangkapan layer (screen recording), animasi teks (animated
character) (Taspolat et al., 2018).
Hasil
explorasi teoretik yang dilakukan Fyfield dkk., ditemukan 25 prinsip video Pembelajaran yang efektif. Ke-25 prinsip tersebut terbagi menjadi 4 kategori yaitu Extraneous Load Minimisation
Principles, Intrinsic/Essential Load Management Principles, Germane/Generative
Processing Principles dan Interface Design Principles. Prinsi-prinsip
ini dilandaskan kepada teori Cognitive Load.
Kelompok rinsip pertama berfungsi untuk meminimalkan hal-hal yang tidak relevan dalam
pemrosesan kognitif dengan mengurangi gangguan yang tidak perlu. Pada prinsip ini termasuk komponen
kualitas audio, koherensi,
detail menggoda, perhatian terbagi,panduan perhatian, redundansi, contoh yang dikerjakan, dan jenis animasi. Kelompok kedua prinsip pengelolaan beban kognitif yang berfungsi membantu mengelola pemrosesan intrinsik atau esensial untuk menjadikan pembelajaran menjadi semudah. Pada kelompok ini terdapat prinsip modalitas,
informasi sementara, dan durasi. Kelompok ketiga
prinsip pemrosesan generatif yang bertujuan untuk mendorong siswa menghubungkan informasi baru ke skema yang ada.
Pada prinsip ini terdapat prinsip personalisasi, desain emosional, mendorong model
mental, mengantisipasi kesalahpahaman,
dan adanyha materi pengantar. Kelompok keempat Prinsip Desain Antarmuka. Prinsip ini untuk
menampilkan substansi video
video berkesinamnbungan namun tidak membebani.
Pada prinsip ini yaitu navigasi (play, pause,
stop dan lainnya), segmentasi,
dan kegiatan latihan antar segmen (Fyfield et al., 2019).
Berdasarkan hasil survei pada penelitian ini unsur grafis pada bahan ajar video sudah baik. Ada indikasi bahwa peserta pelatihan
tidak terlalu memperhatikan unsur grafis sesuai dengan
data yang disampaikan oleh Techsmith
bahwa desain grafis hanya menduduki
urutan keempat dan kelima sebagai alasan pemirsa untuk menyimak video secara lengkap. Namun demikian diperoleh usulan-usulan yang harus dipertimbangkan untuk memperbaiki aspek grafis video diantaranya performa narasumber, latar belakang video agar bervariasi, musik latar jangan
mengganggu penjelasan, menambah animasi, audio diperjelas jelas dan modelnya harus enak dipandang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan dua hal berikut. Pertama hasil survei menunjukkan bahwa secara umum bahan ajar video sudah
memenuhi harapan peserta. Kedua, dari segi jumlah sudah memadai, namun
demikian karena banyak peserta yang mengusulkan penambahan maka jumlah video
harus dipertimbangkan lagi dengan cara mengkaji kembali tujuan instruksional
dan menyesuaikan jumlah video yang harus disajikan. Keetiga Jumlah informasi yang disajikan sudah memadai namun perlu
perbaikan dan penambahan. Aspek yang diprioritaskan harus diperbaiki diantaranya kesesuaian substansi video dengan materi ajar pada unit pembelajaran
dan substansi video harus menampilkan contoh-contoh. Bagian
substansi yang harus ditambahkan diantaranya konten terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah (jangan
terlalu umum), dan tampilkan contoh-contoh pada mata pelajaran agama. Keempat, unsur grafis pada bahan ajar video sudah baik namu
ada indikasi bahwa peserta pelatihan
tidak terlalu memperhatikan unsur grafis. Namun demikian,
diperoleh usulan-usulan
yang harus dipertimbangkan untuk memperbaiki aspek grafis video diantaranya performa narasumber, latar belakang video agar bervariasi, musik latar jangan
mengganggu penjelasan, menambah animasi, audio diperjelas jelas dan modelnya harus enak dipandang. Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan agar, video-video yang sudah
ada dikaji ulang dan disesuaikan lagi baik jumlah,
substansi, durasi dan aspek grafis sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Kedua, lembaga pelatihan harus meningkatkan kuantitas dan
kualitas video untuk membantu peserta pelatihan menguasai kompetensi yang
diharapkan. Direkomendasikan kepada Balai Diklat Keagamaan Jakarta untuk
memiliki kebijakan pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar video. Untuk
mendukung hal itu pengembangan bahan ajar video harus dilembagakan dan
membangaun daya dukung seperti regulasi, sarana dan prasarana pengembangan
video dan pengembangan kompetensi para pengembang video dan pengembang konten
video. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala BDK Jakarta, Pejabat Eselon
IV dan teman-teman pegawai BDK Jakarta yang suda membantu pelaksanaan
penelitian ini. Tidak lupa kepada para responden dan informasn yang sudah
memberikan informasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Andel, S., Vreede, T. De, Spector, P. E.,
& Padmanabhan, B. (2020). Do Social feature helps in video-centric online
learning pltform? A Presence perspectives. Compjuters in HUman Behavior,
July. https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106505
Aravindan. (2023). How to create an effective training
video [5 easy steps]. Animaker.
https://www.animaker.com/hub/how-to-create-an-effective-training-video/
Blink. (2022). Video Length: How Long Should a Course
Video Be? UC Sandiego.
https://blink.ucsd.edu/faculty/instruction/tech-guide/instructional-videos/best-practices/video-length.html
Bradbury, N. A. (2016). Attention span during lectures: 8
seconds, 10 minutes, or more? Advances in Physiology Education, 40(4),
509–513. https://doi.org/10.1152/advan.00109.2016
CNN. (2023). Youtube Masih Raja Media Sosial di Indonesia,
FB dan IG Menyusul. CNN.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230516074927-192-950065/youtube-masih-raja-media-sosial-di-indonesia-fb-dan-ig-menyusul
Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research
Design Qualitatif, Quantitatif, and Mixed Methods Aproach Fifth Edition. In Sage
Publication (5th ed.). Sage. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ferguson, S. (2023). How to Create Training Videos in
2023: Complete Guide. Wyzowl.
https://www.wyzowl.com/create-training-videos/
Fishman, E. (2023). Optimal Video Length: How Long Should
A Marketing Video Be? Wistia.
https://wistia.com/learn/marketing/optimal-video-length
Fyfield, M., Henderson, M., & Phillips, M. (2019). 25
Principles for effective instructional video design. ASCILITE 2019 -
Conference Proceedings - 36th International Conference of Innovation, Practice
and Research in the Use of Educational Technologies in Tertiary Education:
Personalised Learning. Diverse Goals. One Heart., 418–423.
https://doi.org/10.14742/apubs.2019.299
Gupta, P., & Rao, S. (2021). Effectiveness of
Video-Based Online Training for Health Care Workers to Prevent COVID-19
Infection : An Experience at a Tertiary Care Level. 13(5), 1–11.
https://doi.org/10.7759/cureus.14785
Jin, S.-H., Im, K., Yoo, M., Roll, I., & Seo, K. (2023).
Supporting students’ self-regulated learning in online learning using
artificial intelligence applications. International Journal of Educational
Technology in Higher Education, 20(1).
https://doi.org/10.1186/s41239-023-00406-5
Kaltuta. (2022). The State of Video in Education 2022
Global Insights and Trends.
Knigge, M., Krauskopf, K., & Wagner, S. (2019). Improving
Socio-Emotional Competencies Using a Staged Video-Based Learning Program ? Results of Two Experimental Studies. Frontiers
in Education, 4(December), 1–12.
https://doi.org/10.3389/feduc.2019.00142
Knowles, M. S. (1975). Self Directed Learning A Guide for
Learner and Teacher. Follett Publishing Company.
Knowles, M. S., Iii, E. F. H., & Swanson, R. A. (2005). The
Adult Learner: The Definitif CLass in Adult Education and Human Resources
Development (The Sixth). Elsevier.
Köster, J. (2018). Video in the age of digital learning. In Video
in the Age of Digital Learning. https://doi.org/10.1007/978-3-319-93937-7
Murairwa, S. (2015). Issn : 2278-6236 Issn : 2278-6236. International Journal of
Advanced Research in Management and Social Sciences, 4(2), 185–195.
P., D., & Rudd. (n.d.). The value of video in online
instruction. JOurnal of Instructional Pedagogies, 1–7.
Ramlatchan, M., & Watson, G. S. (2020). Enhancing
instructor credibility and immediacy in online multimedia designs. 511–528.
Shewale, R. (2023). YouTube Statistics For 2023 (Demographics
& Usage). Demandsage. https://www.demandsage.com/youtube-stats/
Sweller, J., Van Merriënboer, J. J. G., & Paas, F.
(2011). Intrinsic cognitive load. In Cognitive load theory.
Syaripuddin, R., Ahmad, A. R., & Awang, M. M. (2019). The
Use of Video in Teaching and Learning 21 st Century History Education in
Malaysia. Social Sciences, Education and Humanities, 2, 182–186.
Taspolat, M., Kaya, A. S., Sapanca, S., & Beheshti, S.
(2018). Characteristics of instructional videos. World Journal on
Educational Technology: Current Issues, 10(2), 79–87. www.wj-et.eu
Techsmith. (2023). Video Length: How Long Should
Instructional Videos Be? (New Data). Techsmith.
https://www.techsmith.com/blog/video-length/
Ubaidillah, N. (2023). Youtube, 5 Aplikasi Streaming Video
Gratisan Selain. Artikel.
https://www.pricebook.co.id/article/game_apps/8320/situs-streaming-video-selain-youtube