KEMANFAATAN BAHAN AJAR VIDEO PADA

PELATIHAN JARAK JAUH CALON TUTOR IKM BDK JAKARTA

 

Asip Suryadi*

Ika Berdiati**

Laity Qonitah***

Mahin Mahmud Mashum****

*Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

**Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

***Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

****Balai Diklat Keagamaan Jakarta, Indonesia

*E-mail: asip_sayurradi@yahoo.co.id

**E-mail: ikaberdiati@gmail.com

***E-mail: laityqonitah@bdkjakarta.id

****E-mail: mahin.mahsum@gmail.com

 

Abstract

This study describes the level of provision of participants' expectations of video instruction in BDK Jakarta Distance Training (PJJ). The study uses a mixed method with an explanatory design model. The model consists of two steps. The first stage is quantitative data collection and the second is qualitative data collection. The first step used an online survey and the second used in-depth interviews. Quantitative data were processed to find patterns of answers which would be followed up with in-depth interviews. The population was 27 online classes of PJJ participants with 40 for each. They are teachers, headmasters and supervisors of Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) and Madrasah Aliyah (MA) from Banten, DKI Jakarta and West Kalimantan. The online survey was conducted with all participants while in-depth interviews were conducted with a representative sample based on geography, positions (teacher, headmaster, supervisor) and education level (MI, MTs, MA). The research concludes that the number, information substance, duration and graphic aspect of video instruction in general, the respondents stated that it was sufficient, but many aspects still needed to be improved and adjusted. Because the research results confirm the high usefulness of video, it is recommended for training institutions to build on video instruction developers division so that the videos used meet the adequacy of quantity and quality.

Keywords: distance online training; video instruction; significance; participants’ expectation; BDK Jakarta

 

Abstrak

Penelitian ini mendeskripsikan kemanfaatan dan tingkat pemenuhan harapan peserta terhadap bahan ajar video pada Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) di BDK Jakarta. Metode yang digunakan adalah mix method pola explanatory sequential design. Populasi penelitian adalah alumni PJJ Calon Tutor IKM sebanyak 27 angkatan dengan masing-masing peserta setiap angkatan terdiri dari 40 guru, kepala madrasah dan pengawas dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) di wilayah kerja BDK Jakarta yang terdiri dari provinsi Banten, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat.  Survei online dilakukan kepada seluruh peserta sedangkan in-depth interview dilakukan terhadap sampel representatif yang mewakili asal peserta, jabatan dan tingkat pendidikan (MI, MTs, MA). Penelitian menyimpulkan bahwa pada aspek jumlah, substansi informasi, durasi dan aspek grafis secara umum para responden menyatakan sudah memadai namun banyak aspek yang masih harus diperbaiki dan disesuaikan. Hasil penelitian merekomendasikan kepada lembaga pelatihan untuk meninjau kembali kebutuhan dan mutu video dan melembagakan pengembang bahan ajar video agar video yang digunakan memenuhi kecukupan jumlah dan mutunya.

Kata Kunci:  Pelatihan Jarak Jauh (PJJ); bahan ajar video; kemanfaatan; kebutuhan peserta; BDK Jakarta.


PENDAHULUAN

Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) di Balai Diklat Keagamaan (BDK) Jakarta sudah menginjak generasi ketiga beriringan dengan revolusi digital yang sudah sampai kepada generasi internet Web 3.0. Pada penyelenggaraan PJJ di BDK Jakarta secara konsisten menggunakan Learning Management System (LMS) MOODLE. Pada PJJ generasi ketiga tahun 2023 menggunakan MOODLE versi 3.10.

Pada generasi ketiga sajian pembelajaran lebih banyak menggunakan video. Sebagian video yang disajikan sudah interaktif dalam bentuk integrasi video dengan quiz dan video tutorial yang diintegrasikan dengan media sosial YouTobe dan WhatsApp untuk tanya jawab.

Penggunaan bahan ajar video memiliki landasan teoretis dan praktis. Teori yang menalndasi penggunaan video sebagai bahan ajar dalam pembelajaran jarak jauh adalah teori cognitive load, adult learning, self-regulated learning. Sedangkan landasan praktisnya adalah budaya berliterasi dari sumber video semakin menguat.

Teori cognitive load yang digagas oleh Sweller menjelaskan bahwa memori memiliki dua bagian yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory). Informasi sensorik disimpan sementara pada short term memory kemudian diproses dalam memori kerja (working memory) dan dikonstruksi menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan selanjutnya disimpan dalam long term memory dalam bentuk scheme sebagai pengetahuan yang dapat dipanggil kembali dan digunakan untuk memecahkan masalah (Sweller et al., 2011).

Landasan teori lain yang digunakan sebagai landasan penggunaan bahan ajar video dalam pelatihan jarak jauh adalah self-regulated learning (SRL) dan Pembelajaran orang dewasa (adult learning). SRL menjelaskan mekanisme perilaku belajar dengan cara  mengelola diri sendiri dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan (Jin et al., 2023) (Köster, 2018) (Knowles, 1975). Sedangkan teori pembelajaran orang dewasa yang dijelaskan oleh Knowles menjelaskan bahwa penguasaan pengetahuan (knowledge acquisition) oleh krang dewasa dilakukan secara mandiri, sesuai dengan kebutuhan, kesempatan dan pembelajaran sepanjang hayat (Knowles et al., 2005).

Teori tersebut memiliki implikasi terhadap media dan sumber belajar (learning materials). Perancang pembelajaran (instruction designer) harus menyajikan pembelajaran dalam bentuk kegiatan belajar yang memberikan informasi sensorik beragam, bermakna dan selektif.

Salah satu sumber belajar yang dapat menyajikan informasi beragam adalah video. Bahan ajar video memuat informasi sensorik berupa narasi audio, on-screen text, animasi dan contoh visual yang terintegrasi dalam sebuah tayangan. Bahkan dapat menyajikan ajakan untuk melakukan kegiatan kinestetik. Dengan karakter tersebut bahan ajar video berpeluang menyajikan bentuk informasi jamak yang memadai bagi memori kerja tanpa membebani kapasitas memori kerja itu sendiri.

Alasan kedua, memirsa video pada era digital sudah merupakan budaya masyarakat dan menjadi strategi utama untuk menguasai pengetahuan. Sejak berkembangnya media sosial dengan platform video, budaya memirsa sudah banyak menggantikan budaya membaca. Hal ini berimplikasi bahwa saat ini sumber belajar video lebih banyak dipilih oleh peserta didik dari pada sumber belajar teks.

Saat ini tercatat banyak sekali media sosial platform video yang tersaji di internet. Beberapa media sosial yang menyajikan video diantaranya YouTube, Vimeo, Metacafe, Dailymotion, Twitch, Vide (Ubaidillah, 2023). Tahun 2023 CNN mencatat hasil survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa YouTobe masih menjadi media sosial yang paling banyak digunakan (65,41 %) disusul Facebook (60,24 %), dan Instagram (30,51%) (CNN, 2023). Di tingkat dunia, tahun 2023 YouTobe menjadi media sosial platform video nomor 2 di dunia yang digunakan oleh lebih dari 2.70 milyar orang, dan lebih dari 122 juta orang membuka setiap hari (Shewale, 2023). Aravindan mengutip data official YouTobe bahwa 70% pemirsa menggunakan video dari situs YouTobe untuk memecahkan masalah mengenai pekerjaan, pendidikan dan hobi (Aravindan, 2023).

Data tersebut menunjukkan bahwa menyimak video merupakan budaya baru di era digital dan menjadi strategi belajar utama. Pada kondisi ini bahan ajar video dapat digunakan sebagai bahan ajar utama untuk memfasilitasi masyarakat berbagai segmen untuk belajar, termasuk di dalamnya peserta pelatihan khususnya pada PJJ bagi pendidik dan tenaga kependidikan di wilayah kerja BDK Jakarta.

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan video dalam pembelajaran menunjukkan bahwa video membantu peserta didik dalam mencapai tujuan  pembelajaran. Penelitian yang dilakukan Andel dan kawan-kawan menemukan fakta bahwa penggunaan fitur sosial seperti video-tagged commenting berhasil meningkatkan kehadiran sosial (social presence) (Andel et al., 2020). Sharma dan kawan-kawan melakukan penelitian mengenai fungsi video-assisted teaching-learning berhasil membantu para pegawai kesehatan dalam menguasai cara mengantisipasi dan mengontrol infeksi (Gupta & Rao, 2021). Hasil penelitian Michael Kninge dkk. menyimpulkan bahwa bahan ajar video lebih menarik dari pada bahan ajar teks. Selain itu, ditemukan fakta bahwa pada video-based online program memiliki potensi baik untuk meningkatkan kompetensi sosial-emosional (Knigge et al., 2019). Eksperimen yang dilakukan Ramlatchan dan Watson menyimpulkan bahwa video yang dibuat dengan baik dapat meningkatkan kredibilitas dan kedekatan instruktur dengan peserta didik tanpa menghilangkan sifat impersonalnya (Ramlatchan & Watson, 2020).

Dennis P. Rudd mencatat dua hasil penelitian mengenai manfaat penggunaan video dalam computer-based training (P. & Rudd, n.d.). Penelitian pertama oleh Dubrowski dan Xerioulis yang dilakukan tahun 2005. Pada kasus pelatihan yang diteliti disajikan pembelajaran tatap muka dan online mggunakan video. Penelitian ini menyimpulkan bahwa materi pelatihan mengenai langkah-langkah prosedural dasar dapat dipelajari secara efektif melalui penggunaan video online. Dalam hal ini, video berfungsi sebagai sumber tambahan. Penelitian kedua dilakukan oleh Tan, Tan dan Wettasinghe pada tahun 2011. Penelitian ini menemukan fakta bahwa integrasi video dengan blog efektif dalam melatih para guru baru mengenai cara mengajar.

Selain itu Rudd juga mencatat hasil penelitian lain yang menyakakan kelebihan dari penggunaan video dalam pelatihan online diantaranya video meningkatkan kolaborasi antara guru dengan oeserta didik (Bower 2011), meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan berteknologi (Anne-Louise & Andrews, 2009),  menimbulkan kesan positif terhadap pembelajaran online (Ellingson, Notbohm, & , 2012), dan video membantu peserta pelatihan dalam menerapkan pengetahuan ke dalam tataran penerapan (Tan, Tan, and Wettasinghe, 2011). Namun demikian, Rud juga mencatat hasil penelitian yang menunjukkan kelemahan penggunaan video peserta, penelitian yang dilakukan oleh Lonie & Andrews tahun 2009 mewanti-wanti kendala penguasaan teknologi baik pada guru maupun pada peserta pelatihan. Hasil penelitian Hartsell & Yuen tahun 2006 mencatat bahwa penggunaan video terkendala dengan software, bandwidth dan konektivitas internet. Berdasarkan paparan tersebut penggunaan video bisa optimal apabila infrastruktur sudah memadai, tersedia layanan teknis untuk mengelola sistem, perancang instruksional yang ahli di bidangnya dan guru yang mengelolanya.

Syarifuddin melakukan review terhadap pembelajaran berbasis video dalam mata pelajaran Sejarah. Hasil review menghasilkan kesimpulan bahwa video merupakan salah satu media terbaik dalam penyampaian informasi kepada siswa. Selain itu, penggunaan video juga telah mampu menciptakan lingkungan yang menarik. Meskipun begitu peneliti menyarankan agar pemilihan video sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, isi konten, lingkungan kelas, dan sarana prasarana (Syaripuddin et al., 2019).

Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di atas mayoritas menjelaskan dampak negatif penggunaan video dalam pembelajaan online. Kebanyakan penelitian tersebut tidak menjelaskan mutu video yang digunakan. Oleh karen itu, penelitian ini tidak lagi mengukur dampak video terhadap pencapaian tujuan pembelajaran melainkan ingin menjelaskan persepsi pengguna video mengenai kelayakan video sebagai sumber informasi dan tutorial. Dalam penelitian in dirumuskan  berikut: Bagaimana tingkat pemenuhan bahan ajar video terhadap harapan peserta PJJ Calon Tutor IKM? Hasil penelitian digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan baik pada mutu videonya sendiri maupun strategi penggunaan bahan ajar video pada PJJ di BDK Jakarta.

 

METODE

Metode yang digunakan adalah mix method pola explanatory sequential design pada klasifikasi mix method Cresswell dan Cresswell. Seperti yang dijelaskan Cresswel, pada pola bertujuan untukExplaining quantitative results with a qualitative follow-up data collection and analysis” (menjelaskan data kuantatif dengan cara menindaklanjutinya melalui pengumpulan dan pengolahan data kualitatif) (Creswell & Creswell, 2018).

Pola tersebut dilakukan dengan langkah pada Gambar 1.

 

Gambar 1 Explanatory Sequential Design

 

Skema menjelaskan 4 langkah mix method pola yaitu pengumpulan dan analisis data kuantitatif, mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut untuk pengumpulan data kualitatif, pengumpulan dan pengolahan data kualitatif, dan interpretasi data keseluruhan. Dalam bagian interpretasi disajikan hasil analisis peneliti dan kajian teori serta hasil penelitian yang terkait dengan setiap item penelitian. Di langkah akhir dirumuskan proposisi yang memaparkan penjelasan kualitatif terhadap data kuantitatif.

Dalam penelitian dilakukan survei online pemenuhan harapan peserta terhadap jumlah dan mutu bahan ajar. Data kuantitatif hasil survei diolah untuk merumuskan kecenderungan jawaban kuantitatif. Untuk menjelaskan jawaban kuantitatif tersebut dilakukan in-depth interview. Data kualitatif hasil interview diolah untuk menjelaskan data hasil survei.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh alumni Pelatihan Jarak Jauh Implementasi Kurikulum Merdeka bagi Calon Tutor. Terdapat 27 angkatan pelatihan kurikulum merdeka dengan sekitar 40 orang alumni di setiap angkatannya. Alumni ini terdiri dari Pengawas, Kepala Madrasah dan Guru pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) di wilayah kerja BDK Jakarta yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat. Sehingga jumlah total dari populasi ini adalah sebanyak 1.080 orang alumni.

Survei ini dilakukan kepada seluruh alumni pelatihan menggunakan teknik voluntary sampling (Murairwa, 2015). Voluntary sampling dipilih karena adanya perbedaan ketersediaan yang dimiliki alumni. Sehingga, akan lebih efektif jika responden dipilih berdasarkan kesukarelaan. Namun, BDK Jakarta tetap menghimbau agar seluruh alumni berkenan mengisi instrumen pengumpulan data. Hal tersebut dilakukan agar didapat response rate yang tinggi sehingga jumlah minimal sampel terpenuhi. Sedangkan in-depth interview dilakukan terhadap sampel representatif yang mewakili asal peserta dan tingkat pendidikan (MI, MTs, MA), asal alumnus dan jabatan. Informan terdiri dari 40 alumnus.

Pada langkah survei online penelitian mengeksplorasi dua aspek informasi. Pertama informasi mengenai kebermanfaatan bahan ajar video. Pada aspek informasi ini diajukan 4 item kuesioner dengan skala 4. Kedua informasi mengenai tingkat pemenuhuan kebutuhan harapan bahan ajar video untuk membantu pencapaian hasil belajar. Aspek ini terkait dengan persepsi peserta mengenai mutu bahan ajar video yanag disajikan. Pada aspek ini diajukan lima item kuesioner skala 4 dan satu isian terkait dengan usulan. Pada langkah in-depth interview diajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam bentuk open-ended untuk mendalami setiap aspek pada item tertutup.

Validasi data dilakukan dengan cara memvalidasi kuestioner dan sortir data. Analisis dan interpretasi data menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif terpisah. Selanjutnya data diintegrasikan dan diinterpretasi  sehingga data kualitatif menjelaskan lebih mendalam terhadap data kuantitatif (Creswell & Creswell, 2018: 304-305).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan sesuai dengan prosedur metodologis dan pada waktu yang telah ditetapkan yaitu minggu ketiga dan keempat Agustus 2023 di Balai Diklat Keagamaan Jakarta. Kuesioner survei disebar ke seluruh populasi melalui media sosial WhatsApp secara terbuka dengan melampirkan surat pemberitahuan resmi dari BDK. Survei online dilaksanakan 4 hari dan in-depth interview selama 3 hari. Pada survei online responden yang mengisi data sebanyak 369. Berdasarkan teknik sampling voluntary sampling (nonprobability sampling) jumlah sampling memenuhi kriteria. Keterangan mengenai identitas responden dapat dilihat pada Gambar 2.

 

Gambar 2 Identitas Responden

 

Salah satu kelemahan survei online terbuka adalah tidak dapat ditentukan dengan tepat proporsi yang diharapkan. Kesempatan para responden yang merupakan populasi penelitian mengisi survei diperngaruhi banyak hal termasuk konektivitas. Faktor ini menyebabkan jumlah proporsi responden per kategori tepat. Pada proporsi jumlah responden per provinsi dari segi jumlah keseluruhan dimana jumlah peserta paling besar berasal dari provinsi Banten, diikuti oleh Kalimantan Barat dan terakhir DKI Jakarta. Pada katogori jenjang madrasah, jumlah peserta pelatihan terbanyak berasal dari tingkat Madrasah Tsanawiyah namun responden yang mengisi survei malah lebih banyak dari jenjang Madrasah Ibtidaiyah. Pada kategori jabatan proporsi responden lebih mendekati populasi dimana jumlah populasi jabatan guru lebih banyak diikuti pengawas dan kepala madrasah.

Pada penelitian ini tidak dilakukan lagi penyelarasan proporsi responden dengan kategori kelompok jumlah populasi berdasarkan lokasi, jenjang pendidikan dan jabatan. Semua data dari responden diolah sebagai data penelitian. Hal ini tentu saja menyebabkan data kurang proporsional. Namun demikian aspek ini tidak menyebabkan berkurangnya validitas penelitian secara keseluruhan karena jumlah sampel secara teoritis sudah terpenuhi.

Hasil validasi terhadap kuesioner diperoleh angka validitas sebesar ≤0,05 sehingga butir pertanyaan dapat dikatakan valid. Artinya item pertanyaan mampu mengungkapkan data dari indikator yang dimaksud. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, hasil yang diperoleh pada setiap indikator cronbach’s alpha (0,795; 0,600; 0,609) ≥0,60. Artinya pertanyaan tersebut reliabel dan dapat dikatakan bahwa kuesioner yang dibagikan memberikan data yang konsisten.

Data hasil survei online diolah dan dijadikan landasan untuk melakukan pendalaman melalui in-depth interview. Langkah pendalaman dimulai dengan penentuan sampel dengan teknik stratified cluster sampling untuk menentukan informan pada in-depth interview dan diperoleh 40 informan dengan rincian 7 dari DKI Jakarta, 17 dari Banten, dan 16 Kalimantan Barat. Informan terdiri dari guru, pengawas dan kepala madrasa yang juga mewakili MI, MTS dan MA secara proporsional.

Hasil survei online dipilih dan diolah sehingga menjadi data sederhana dalam bentuk diagram lingkaran (pie chart) dan diinterpretasi. Hasil in-depth interview diolah melalui langkah reduksi, klasifikasi, interpretasi dan deskripsi sehingga menjadi paparan yang dapat dipahami.

 

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan

Pada aspek tingkat pemenuhan kebutuhan bahan ajar video bagi peserta disajikan empat item kuesioner yaitu jumlah video, kualitas informasi, durasi dan aspek grafis (pencahayaan, kejelasan suara, warna dan keterbacaan teks). Hasil survei dengan item kuestioner terbuka disajikan dalam diagram lingkaran. Selain itu disajikan satu item terbuka untuk menyampaikan usulan. Pada kuestioner mengenai usulan diperoleh 260 respon dari 269. Sebanyak 70 respon bukan berupa usulan melainkan berbentuk penilaian (cukup, baik, sangat baik). Berikutnya terdapat 28 respon yang menyampaikan usulan dengan kata “tingkatkantanpan menjelaskan aspek yang harus ditingkatkan. Dua kelompok respon tersebut kurang bermakna karena tidak dapat ditindaklanjuti. Respon berupa usulan beragam dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu usulan terhadap substansi, usulan terhadap durasi dan usulan terhadap aspek grafis. Data hasil survei item tertutup dapat dilihat pada diagram lingkaran pada Gambar 3.

 

Gambar 3 Hasil Survei Tingkat Pemenuhan Harapan Peserta Terhadap bahan Ajar Video

 

 

 

Jumlah Video

Pada item jumlah video, sebagian besar responden menyatakan jumlah video yang disajikan mencukupi (66.40%). Bahkan yang menyatakan sangat mencukupi (18.97%). Namun terdapat 14.36% responden menyatakan kurang dan masih ada yang menyatakan sangat kurang (0.27%). Hasil in-depth interview diperoleh data bahwa jumlah video yang disajikan sudah cukup. Ketika ditanya berapa jumlah video yang dibutuhkan pada setiap unit materi pelatihan kebanyakan informan menyatakan disesuaikan dengan substansi materi. Sebagian menyatakan diharapkan tidak terlalu banyak, bahkan dua informan menyebutkan angka 1 sampai 2 video dalam satu unit materi pelatihan. Namun ada juga responden yang menyatakan angka 3 sampai 4 video dalam satu unit materi pelatihan. Diperoleh informasi tambahan bahwa video jangan terlalu panjang dan didampingi dengan bahan ajar teks format PDF dan PPT.

Terkait dengan item ini diperoleh usulan agar jumlah video ditambah (26 usulan) dan mengharapkan agar pada setiap materi disajikan video pembanding. Artinya video tidak hanya dari 1 sumber. Usulan adanya video pembanding hanya 1 responden saja sehingga tidak terlelau signifikan.

Data-data tersebut nampak kurang konsisten. Pada survei tertutup lebih banyak yang menyatakan jumlah video sudah cukup dan sangat cukup, sama halnya dengan hasil in-dept interview namun diusulan lebih banyak yang mengharapkan adanya penambahan jumlah video pada setiap unit materi ajar. Ada kemungkinan bahwa yang mengusulkan penambahan sebagian besar yang menjawabkurang”. Namun demikian data ini harus dipertimbangkan untuk perbaikan.

Jumlah video tentu saja harus disesuaikan dengan tujuan instruksional. Berdasarkan tujuan instruksional dirumuskan materi ajar dan jenis bahan ajar yang akan digunakan. Ketika menetapkan video sebagai bahan ajar utama maka materi ajar harus dipetakan ke dalam jumlah video. Dalam langkah ini dilakukan segmentasi materi sehingga terlihat unit-unit materi yang akan disajikan dalam setiap video.

Selain jumlah substansi, jumlah video juga ditentukan oleh durasinya. Apabila materi video disajikan dengan video pendek maka jumlah video akan lebih banyak dibanding video panjang.  Durasi video pun ditentukan oleh karakteristik materinya. Banyak materi pelatihan yang tidak dapat disajikan dalam video pendek sehingga durasi video harus panjang. Ferguson mendefinisikan video pelatihan (training video) adalah video yang bertujuan untuk melatih orang melakukan sesuatu (Ferguson, 2023). Video seperti itu lebih cenderung berbentuk video panjang karena berisi langkah-langkah mengerjakan sesuatu. Tidak elok ketika langkah-langkah dipotong-potong menjadi beberapa segmen menjadi video-video pendek karena akan menginterupsi perhatian pemirsa.

Dengan karakter seperti itu sebenarnya jumlah video benar-benar disesuaikan dengan substansi materi. Berdasarkan pemikiran tersebut maka ketika banyak peserta pelatihan yang mengusulkan penambahan video maka harus kembali lagi menelaah tujuan instruksional untuk mengidentifikasi apakah video sudah memadai untuk membantu peserta pelatihan mencapai tujuan instruksional.

Hasil analisis di atas menjelaskan bahwa hasil survei mengenai jumlah video sudah memadai. Namun demikian karena banyak peserta banyak yang mengusulkan penambahan maka jumlah video harus dipertimbangkan lagi dengan cara mengkaji kembali tujuan instruksional dan menyesuaikan jumlah video yang harus disajikan.

 

Kualitas Informasi

Pada item kualitas informasi yang disajikan pada bahan ajar video sebagian besar (68.29%) menyatakan baik dan 30.89% menyatakan sangat baik. Kurang dari 1% menyatakan tidak baik dan sangat tidak baik. Pada item durasi video 54,47% responden menyatakan durasi video sebaiknya disesuaikan dengan substansinya.

Berdasarkan item usulan ditemukan juga harapan agar substansi video harus sesuai dengan materi ajar (8 respon). Usulan ini kurang sinkron dengan hasil pernyataan pada item survei tertutup yang menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan cukup dan sangat cukup. Data ini bisa dimaknai bahwa usulan disampaikan oleh responden yang menyatakan bahwa jumlah video kurang. Tentu saja usulan ini perlu dipertimbangkan untuk perbaikan.

Usulan berikutnya agar substansi video ditambah dengan contoh-contoh pembelajaran dan contoh-contoh produk peserta didik (18 respon). Usulan terakhir pada kelompok ini adalah masih diperlukannya bahan ajar lain pendukung video dalam format teks (14 respon) baik bentuk paparan seperti artikel buku atau modul dan juga mengusulkan setiap video dibarengan dengan bahan ajar Power Point. Ditemukan juga satu responden yang lebih menyukai bahan ajar teks dari pada bahan ajar video. Selain itu ditemukan usulan satu responden yang menyatakan isi video lebih baik dalam bentuk tanya jawab. Usulan ini sinkron dengan hasil survei aspek kebermaknaan pada item perbandingan kemanfaatan bahan ajar video dengan teks dan Power Point. Fakta ini memberikan penegasan bahwa peserta pelatihan masih membutuhkan bahan ajar teks dan Power Point disamping bahan ajar video. Karena sebagian besar menyatakan bahwa video lebih bermakna maka bahan ajar teks dan Power Point harus tetap disajikan untuk melayani sebagian peserta yang masih memerlukannya.

Hasil wawancara memberikan informasi penting bahwa substansi video belum menyentuh kekhasan dari madrasah, substansi video belum memenuhi kebutuhan informasi sehingga masih mencari video dari luar, persentase video dari BDK Kurang, susunan materi yang disajikan kurang runut, video kurang menyajikan contoh real dari pembelajaran Kurikulum Merdeka, harus di sertai dengan zoom, video kurang mengeksplorasi mata Pelajaran agama.

Menurut Kaltura Administers (sebuah lembaga survei) hampir 75% staf pengajar yang disurvei mengatakan bahwa video menarik perhatian siswa lebih dari konten berbasis teks, siswa lebih mungkin untuk berinteraksi dengan materi ajar saat video digunakan. Ini lebih dari sekedar sederhana melayani preferensi atau kenyamanan siswa. Para siswa kelas 12 yang mengisi survei setuju (94%) bahwa video meningkatkan kepuasan siswa dan mengaitkan peningkatan penampilan (formance) mereka (Kaltuta, 2022).

Data-data di atas mengindikasikan bahwa informasi yang disajikan sudah memadai namun perlu perbaikan dan penambahan. Aspek yang diprioritaskan harus diperbaiki diantaranya kesesuaian substansi video dengan materi ajar pada unit pembelajaran dan substansi video harus menampilkan contoh-contoh. Bagian substansi yang harus ditambahkan diantaranya konten terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah (jangan terlalu umum), dan tampilkan contoh-contoh pada mata pelajaran agama.

 

Durasi Video

Hasil survei mengenai durasi video terdapat 33.88% responden menyatakan bahwa durasi video yang diharapkan antara 5 sampai 10 menit. Hanya 7.59% saja yang menyatakan durasi video boleh lebih dari 10 menit dan hanya 4.07% menyatakan durasi video sebaiknya kurang dari 5 menit. Hasil wawancara memberikan informasi bahwa sebagian besar informan menyatakan durasi video antara 5 sampai 10 menit.

Pada bagian usulan diperoleh tiga kategori usulan yaitu durasi video agar tidak terlalu penjang sebanyak (15 respon), agar durasi tidak terlalu pendek (8 respon) dan durasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan substansinya (8 sepon). Usulan menyatakan bahwa sebagian besar menginginkan video yang tidak terlalu panjang. Seperti pada usulan mengenai substansi, usulan ini secara kuantitatif kurang sinkron dengan data hasil survei tertutup yang memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (54,47%) menyatakan bahwa durasi video sebaiknya disesuaikan dengan substansinya.

Data tersebut dapat dibandingkan dengan hasil survei lain. Laporan yang ditulis oleh Ezra Fishman di web WISTIA tentang hasil survei terhadap 564.710 video megenai kursus bisnis yang diputar 1.3 juta disijikan dalam grafik pada Gambar 4.

Gambar 4 Kecenderungan Durasi Video yang Disukai

 

Gambar 4 memverifikasi bahwa keterlibatan pemirsa video pada awalnya menurun antara menit pertama dan ketiga, menurun drastik antara menit keenam hingga 12, kemudian terus menurun setelah menit ke-12 (Fishman, 2023). Data tersebut menjelaskan bahwa pemirsa lebih menyenangi video pendek antara 1 sampai 3 menit dan tidak menyukai video berdurasi lebih dari 12 menit.

Data ini harus dikonfirmasi dengan data hasil penelitian lain. Artikel yang diterbitkan oleh Blink, web yang dikleola oleh Universitas Sandiego membahas durasi bahan ajar video. Dalam artikel tersebut mambahas penjelasan dari beberapa sumber. Pertama berdasarkan artikel yang ditulis Guo dirilis Edx (sebuah Lembaga Pendidikan berbasis MOOC ternama) menjelaskan bahwa mahasiswa mengehentikan menonton video setelah 6 menit. Namun demikian dalam article ini juga mengutip temuan Lagerstrom bahwa setiap orang memiliki karakter berbeda dalam kaitannya dengan durasi menonton video Lagerstorm mengungkapkan pengalaman ketika dia menyajikan kuliah berbasis video berdurasi 50-70 menit ditemukan fakta bahwa 90% menyimak keseluruhan video. Kasus di atas adalah untuk video yang mahasiswa diwajibkan untuk menontonya. Untuk video yang disajikan secara bebas Longstorm mengusulkan durasi video tidak kurang dari 12 menit dan tidak lebih dari 20 menit (Blink, 2022).

Review literatur oleh Bradbury mendiksuiskan durasi orang dapat memberikan perhatian terhadap pembelajaran (Attention span during lecture). Bradbury membahas banyak pernyataan bahwa Attention span during lecture terjadi diantara 10 sampai 15 menit. Namun demikian Bradbury menemukan hasil literatur review yang secara konsisten menyatakan bahwa Attention span during lecture ditentukan oleh faktor guru bukan disbanding faktor lainnya (Bradbury, 2016). Teori ini dapat diasosiasikan bahwa durasi video tidak dapat ditentukan dengan pasti melainkan dipengaruhi oleh substansi dan tampilannya.

Fakta hasil survei dan hasil-hasil penelitian mengklarifikasi bahwa seperti pemirsa video lainnya secara umum peserta pelatihan lebih menyukai video pendek di bawah 3 menit. Namun demikian banyak materi pelatihan yang tidak dapat disajikan dengan durasi tersebut karena kebanyakan materi pelatihan bertujuan mengajari peserta langkah-langkah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Karekater materi tersebut tidak bisa disajikan dalam potongan-potongan video pendek karena materi menjadi tidak utuh. Berdasarkan alasan tersebut maka baik hasil survei pada penelitian ini maupun hasil penelitian lain banyak yang menyatakan bahwa durasi video dapat disesuaikan dengan substansinya.

 

Aspek Grafis

Pada item yang mengeksplorasi aspek grafis yeng menyangkut pencahayaan, warna, keterbacaan teks dan kejelasan suara sebagian besar 71.82% menyatakan sudah baik dan 27.10% menyatakan sangat baik. Hanya 1 persen saja yang menyatakan tidak baik dan sangat tidak baik. Hasil wawancara diperoleh penjelasan lebih rinci. Beberapa informasi penting diantaranya narasumber memiliki pemahaman yang baik, namun performance kurang. Informasi lainnya menerangkan bahwa latar belakang video terlalu monoton, musik latar terlalu keras, audio kurang jelas dan modelnya harus enak dipandang.

Di bagian usulan ditemukan harapan bahwa penjelasan jangan terlalu cepat (8), Agar lebih menarik dan variatif (20), Lebih detail dan ada kesimpulan (5), Bahasa asing diterjemahkan (1), Sedehana, singkat, jelas (11), Interaktif dan Animasi quiz (18), ditambah dengna subtitle (5), Suara, Cahaya, gambar (6). Pada aspek ini usulan lebih banyak agar video lebih menarik, variatif, interaktif, ditambah animasi, sederhana, singkat dan jelas. Terkait aspek grafis usulan sinkron dengan hasil survei tertutup bahwa 71.82% responden menyatakan sudah baik dan 27% sangat baik.

Techmisth (penyedia perangkat lunak screen capture dan screen recording) dalam webnya menyajikan informasi hasil survei mengenai alasan pemirsa menyimak video. Hasil survei tersebut menyatakan bahwa pemirsa akan berhenti menyimak video panjang. Namun demikian 83% pemirsa akan melanjutkan menyimak video panjang dengan ragam alasan sepeti pada grafik pada Gambar 5 (Techsmith, 2023).

 

Gambar 5 Alasan Pemirsa Memilih Menyimak Video

 

Gambar 5 menjelaskan bahwa alasan di urutan pertama adalah karena tertarik dengan topiknya (di atas 80%), kedua karena materinya berkaitan dengan kebutuhan (sekitar 65%), ketiga karena pembawanya (speaker) (sekitar 28%), keempat tampilan dan efek grafis (sekitar 25%), kelima karena musiknya (sekitar 23%), keenam karena unik dan menghibur (sekitar 22%), ketujuh diharuskan menontonya (sekitar 18%), kedelapan karena videonya berisi quiz atau survei (sekitar 13%), dan kesembilan alasan lain (sekitar 1%). Data ini menegaskan bahwa yang dipertimbangkan pertama oleh pemirsa pada sebuah video bahan ajar adalah topiknya. Pada Gambar 5 aspek grafis dipertimbangkan oleh pemirsa pada urutan 4 dan 5. Pada hasil survei yang dilansir Techsmit di atas asfek design grafis dinyatakan dengan istilah karakter professional, efek (pencahayaan, warna, animasi) dan musik berada pada posisi keempat dan kelima sebagai penyebab pemirsa tetap memirsa video panjang.

Hal ini berimplikasi bahwa aspek grafis tidak terlalu berpengaruh terhadap daya tarik bahan ajar video, namun tentu pantas untuk diperhatikan. Mendukung hal itu, ditemukan usulan 3 reponden yang mengiginkan video yang disajikan bergaya lebih up-to date (kekinian). Meskipun hanya 3 reponden saja namun hal itu perlu diperhatikan sebagai bahan untuk perbaikan.

Pada artikel yang dilansir di web Techsmith dijelaskan bahwa video yang baik dirancang agar menarik dengan menampilan efek visual, teks dan audio.  Video instruksional mungkin juga menampilkan sejumlah animasi, grafik, dan anotasi di layar untuk menyoroti poin-poin penting dan membuat informasi lebih fokus dan mudah dicerna (Techsmith, 2023). Berdasarkan hasil kajian Baheshti dkk., teridentifikasi beberapa karakter video pembelajaran yang baik (good instructional video) yaitu memiliki tujuan yang jelas (explicit aims), sederhana dan singkat (simple and short), berisi teks, memuat konten grafis, menyertakan penjelasan teks pada konten visual (caption), memuat suara (voice), memuat tangkapan layer (screen recording), animasi teks (animated character) (Taspolat et al., 2018). 

Hasil explorasi teoretik yang dilakukan Fyfield dkk., ditemukan 25 prinsip video Pembelajaran yang efektif. Ke-25 prinsip tersebut terbagi menjadi 4 kategori yaitu Extraneous Load Minimisation Principles, Intrinsic/Essential Load Management Principles, Germane/Generative Processing Principles dan Interface Design Principles. Prinsi-prinsip ini dilandaskan kepada teori Cognitive Load. Kelompok rinsip pertama berfungsi untuk meminimalkan hal-hal yang tidak relevan dalam pemrosesan kognitif dengan mengurangi gangguan yang tidak perlu. Pada prinsip ini termasuk komponen kualitas audio, koherensi, detail menggoda, perhatian terbagi,panduan perhatian, redundansi, contoh yang dikerjakan, dan jenis animasi.  Kelompok kedua prinsip pengelolaan beban kognitif yang berfungsi membantu mengelola pemrosesan intrinsik atau esensial untuk menjadikan pembelajaran menjadi semudah. Pada kelompok ini terdapat prinsip modalitas, informasi sementara, dan durasi. Kelompok ketiga prinsip pemrosesan generatif yang bertujuan untuk mendorong siswa menghubungkan informasi baru ke skema yang ada. Pada prinsip ini terdapat prinsip personalisasi, desain emosional, mendorong model mental, mengantisipasi kesalahpahaman, dan adanyha materi pengantar. Kelompok keempat Prinsip Desain Antarmuka. Prinsip ini untuk menampilkan substansi video video berkesinamnbungan namun tidak membebani. Pada prinsip ini yaitu navigasi (play, pause, stop dan lainnya), segmentasi, dan kegiatan latihan antar segmen (Fyfield et al., 2019).

Berdasarkan hasil survei pada penelitian ini unsur grafis pada bahan ajar video sudah baik. Ada indikasi bahwa peserta pelatihan tidak terlalu memperhatikan unsur grafis sesuai dengan data yang disampaikan oleh Techsmith bahwa desain grafis hanya menduduki urutan keempat dan kelima sebagai alasan pemirsa untuk menyimak video secara lengkap. Namun demikian diperoleh usulan-usulan yang harus dipertimbangkan untuk memperbaiki aspek grafis video diantaranya performa narasumber, latar belakang video agar bervariasi, musik latar jangan mengganggu penjelasan, menambah animasi, audio diperjelas jelas dan modelnya harus enak dipandang.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan dua hal berikut. Pertama hasil survei menunjukkan bahwa secara umum bahan ajar video sudah memenuhi harapan peserta. Kedua, dari segi jumlah sudah memadai, namun demikian karena banyak peserta yang mengusulkan penambahan maka jumlah video harus dipertimbangkan lagi dengan cara mengkaji kembali tujuan instruksional dan menyesuaikan jumlah video yang harus disajikan. Keetiga Jumlah informasi yang disajikan sudah memadai namun perlu perbaikan dan penambahan. Aspek yang diprioritaskan harus diperbaiki diantaranya kesesuaian substansi video dengan materi ajar pada unit pembelajaran dan substansi video harus menampilkan contoh-contoh. Bagian substansi yang harus ditambahkan diantaranya konten terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah (jangan terlalu umum), dan tampilkan contoh-contoh pada mata pelajaran agama. Keempat, unsur grafis pada bahan ajar video sudah baik namu ada indikasi bahwa peserta pelatihan tidak terlalu memperhatikan unsur grafis. Namun demikian, diperoleh usulan-usulan yang harus dipertimbangkan untuk memperbaiki aspek grafis video diantaranya performa narasumber, latar belakang video agar bervariasi, musik latar jangan mengganggu penjelasan, menambah animasi, audio diperjelas jelas dan modelnya harus enak dipandang. Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan agar, video-video yang sudah ada dikaji ulang dan disesuaikan lagi baik jumlah, substansi, durasi dan aspek grafis sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Kedua, lembaga pelatihan harus meningkatkan kuantitas dan kualitas video untuk membantu peserta pelatihan menguasai kompetensi yang diharapkan. Direkomendasikan kepada Balai Diklat Keagamaan Jakarta untuk memiliki kebijakan pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar video. Untuk mendukung hal itu pengembangan bahan ajar video harus dilembagakan dan membangaun daya dukung seperti regulasi, sarana dan prasarana pengembangan video dan pengembangan kompetensi para pengembang video dan pengembang konten video. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala BDK Jakarta, Pejabat Eselon IV dan teman-teman pegawai BDK Jakarta yang suda membantu pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa kepada para responden dan informasn yang sudah memberikan informasi.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Andel, S., Vreede, T. De, Spector, P. E., & Padmanabhan, B. (2020). Do Social feature helps in video-centric online learning pltform? A Presence perspectives. Compjuters in HUman Behavior, July. https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106505

Aravindan. (2023). How to create an effective training video [5 easy steps]. Animaker. https://www.animaker.com/hub/how-to-create-an-effective-training-video/

Blink. (2022). Video Length: How Long Should a Course Video Be? UC Sandiego. https://blink.ucsd.edu/faculty/instruction/tech-guide/instructional-videos/best-practices/video-length.html

Bradbury, N. A. (2016). Attention span during lectures: 8 seconds, 10 minutes, or more? Advances in Physiology Education, 40(4), 509–513. https://doi.org/10.1152/advan.00109.2016

CNN. (2023). Youtube Masih Raja Media Sosial di Indonesia, FB dan IG Menyusul. CNN. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230516074927-192-950065/youtube-masih-raja-media-sosial-di-indonesia-fb-dan-ig-menyusul

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research Design Qualitatif, Quantitatif, and Mixed Methods Aproach Fifth Edition. In Sage Publication (5th ed.). Sage. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Ferguson, S. (2023). How to Create Training Videos in 2023: Complete Guide. Wyzowl. https://www.wyzowl.com/create-training-videos/

Fishman, E. (2023). Optimal Video Length: How Long Should A Marketing Video Be? Wistia. https://wistia.com/learn/marketing/optimal-video-length

Fyfield, M., Henderson, M., & Phillips, M. (2019). 25 Principles for effective instructional video design. ASCILITE 2019 - Conference Proceedings - 36th International Conference of Innovation, Practice and Research in the Use of Educational Technologies in Tertiary Education: Personalised Learning. Diverse Goals. One Heart., 418–423. https://doi.org/10.14742/apubs.2019.299

Gupta, P., & Rao, S. (2021). Effectiveness of Video-Based Online Training for Health Care Workers to Prevent COVID-19 Infection: An Experience at a Tertiary Care Level. 13(5), 1–11. https://doi.org/10.7759/cureus.14785

Jin, S.-H., Im, K., Yoo, M., Roll, I., & Seo, K. (2023). Supporting students’ self-regulated learning in online learning using artificial intelligence applications. International Journal of Educational Technology in Higher Education, 20(1). https://doi.org/10.1186/s41239-023-00406-5

Kaltuta. (2022). The State of Video in Education 2022 Global Insights and Trends.

Knigge, M., Krauskopf, K., & Wagner, S. (2019). Improving Socio-Emotional Competencies Using a Staged Video-Based Learning Program? Results of Two Experimental Studies. Frontiers in Education, 4(December), 1–12. https://doi.org/10.3389/feduc.2019.00142

Knowles, M. S. (1975). Self Directed Learning A Guide for Learner and Teacher. Follett Publishing Company.

Knowles, M. S., Iii, E. F. H., & Swanson, R. A. (2005). The Adult Learner: The Definitif CLass in Adult Education and Human Resources Development (The Sixth). Elsevier.

Köster, J. (2018). Video in the age of digital learning. In Video in the Age of Digital Learning. https://doi.org/10.1007/978-3-319-93937-7

Murairwa, S. (2015). Issn: 2278-6236 Issn: 2278-6236. International Journal of Advanced Research in Management and Social Sciences, 4(2), 185–195.

P., D., & Rudd. (n.d.). The value of video in online instruction. JOurnal of Instructional Pedagogies, 1–7.

Ramlatchan, M., & Watson, G. S. (2020). Enhancing instructor credibility and immediacy in online multimedia designs. 511–528.

Shewale, R. (2023). YouTube Statistics For 2023 (Demographics & Usage). Demandsage. https://www.demandsage.com/youtube-stats/

Sweller, J., Van Merriënboer, J. J. G., & Paas, F. (2011). Intrinsic cognitive load. In Cognitive load theory.

Syaripuddin, R., Ahmad, A. R., & Awang, M. M. (2019). The Use of Video in Teaching and Learning 21 st Century History Education in Malaysia. Social Sciences, Education and Humanities, 2, 182–186.

Taspolat, M., Kaya, A. S., Sapanca, S., & Beheshti, S. (2018). Characteristics of instructional videos. World Journal on Educational Technology: Current Issues, 10(2), 79–87. www.wj-et.eu

Techsmith. (2023). Video Length: How Long Should Instructional Videos Be? (New Data). Techsmith. https://www.techsmith.com/blog/video-length/

Ubaidillah, N. (2023). Youtube, 5 Aplikasi Streaming Video Gratisan Selain. Artikel. https://www.pricebook.co.id/article/game_apps/8320/situs-streaming-video-selain-youtube