POTRET MODERASI BERAGAMA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AS’ADIYAH ULOE

 

Ahmad Syafi’i*

Sahri Bulan**

Hasnawati Hasnawati***

Akmal Akmal****

*MTs As’adiyah Uloe, Indonesia

**MTs As’adiyah Uloe, Indonesia

***MTs As’adiyah Uloe, Indonesia

****Kementerian Agama Kabupaten Bone, Indonesia

*E-mail: ahmadsyafii312@gmail.com

**E-mail: saribulan0874@gmail.com

***E-mail: hasnawati13@madrasah.kemenag.go.id

****E-mail: akmalmahdi21@gmail.com

 

Abstract

Radicalism and intolerance are against Islam and Pancasila. This article describes religious moderation internalization through Islamic Religious Education (PAI) at MTs As'adiyah Uloe, Bone Region South Sulawesi. The research focuses on three aspects: moderation value, methods, media and learning strategies. This research is a qualitative approach that uses the case study method. Data was collected using observation, interview and documentation techniques. Data consist of primary and secondary sources. Preliminary data was taken from interviews and surveys. Secondary data is taken from supporting documents and relevant articles. Data were analyzed using descriptive analysis techniques through the stages of collection, reduction, presentation, drawing conclusions and triangulation. The research formulates several conclusions. Firstly, the value of religious moderation is instilled in intracurricular activities through the subjects of Aqidah Akhlak (tasamuh), Al-Qur'an Hadith (tawazun), Fiqh (tawassuth), and SKI (muwathanah). The extracurricular activities include Al-Qur'an literacy (ta'addub), Duha and Zuhur prayers (musawah); and Saturday Sharing (tasamuh). Secondly, learning methods have lecture, question and answer, discussion and roleplaying. Thirdly, the internalization strategy is carried out through the introduction, implementation, habituation and application stages. Fourthly, the learning media used includes images (pictures), videos, infocus/LCD, and smart TV.

Keywords: religious moderation; PAI; MTs As’adiyah

 

Abstrak

Radikalisme dan intoleransi sangat bertentangan dengan Islam dan Pancasila. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan potret penanaman moderasi beragama di MTs As’adiyah Uloe kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Selatan. Fokus penelitian meliputi tiga aspek yaitu mutan nilai moderasi pada mata Pelajaran PAI, metode, media dan strategi pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan motode studi kasus. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data terdiri atas sumber primer dan sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan narasumber dan survei terhadap responden. Data sekunder diambil dari arsip atau dokumen penunjang serta artikel yang relevan. Data dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif melalui tahap pengumpulan, reduksi, penyajian, penarikan kesimpulan, dan triangulasi. Penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama nilai moderasi beragama ditanamkan pada kegiatan intrakurikuler melalui mata Pelajaran Akidah Akhlak (tasamuh), al-Qur’an Hadis (tawazun), Fikih (tawassuth), dan SKI (muwathanah). Adapun dalam kegiatan ekstrakurikuler meliputi Literasi al-Qur’an (ta’addub), salat Duha dan Zuhur berjamaah (musawah); dan Sabtu Berbagi (tasamuh). Kedua, metode pembelajaran meliputi metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan bermain peran. Ketiga, strategi pembelajaran diterapkan melalui tahapan pengenalan, implementasi, habituasi, dan pengaplikasian. Keempat, media pembelajaran yang digunakan meliputi gambar, video, dan infokus/LCD, serta smart tv.

Kata Kunci:  moderasi beragama; pembelajaran PAI; MTs As’adiyah



 

PENDAHULUAN

Radikalisme ialah potret beragama yang miskonsepsi terhadap ajaran Islam (Syafi’i, 2022a). Bahkan, dalam konteks yang lebih parah lagi yaitu menyebarkan hoax dan hate speech serta melakukan diskriminasi (Syafi’i, 2022a). Jadi, sikap tidak mentolerir paham dan argumen orang lain ini tentunya akan menimbulkan disintegrasi bangsa. Paham radikal juga dimaknai sebagai suatu paham yang menginginkan perubahan secara massal untuk sebuah tujuan tertentu yang berseberangan dengan cita-cita bangsa dan perintah nash al-Qur’an serta hadis (Syafi’i, 2022b).

Berdasarkan data dari BNPT bahwa sebanyak 33 juta penduduk Indonesia sudah terpapar radikalisme (Majid, 2022). Generasi milenial dan Gen Z sangat mudah untuk terpapar radikalisme (Hakim, 2022). Kemenag merilis sebuah data hasil ruvei bahwa sebaganya 52% pelajar sepakat dengan aksi dan tindakan radikalisme (Setyawan, 2019).

Era digital yang menjadi masa keemasan dari perkembangan teknologi ini ternyata juga menjadi penyumbang pertumbuhan dan perkembangan radikalisme. Banyaknya informasi yang diterima secara massif menambah gesitnya perkembangan isu-isu tidak benar. Tanpa memverifikasi kebenarannya, akan menimbulkan bencana besar seperti pertentangan dan perselisihan, bahkan adu fisik sebagai tingkatan tertingginya. Tentunya hal ini akan memantik tafarruq baina al-nas (perpecahan diantara manusia) dan tafarruq fi al-din (perpecahan agama). Hal inilah yang disebut dengan ancaman disintegrasi bangsa. Problematika ini didasarkan pada hasil survei Mastel (2017) menunjukkan bahwa sebaran hoax pada situs web sebesar 34,9%, aplikasi chatting seperti wa, line, telegram sebesar 62,8%, dan media sosial seperti fb, twitter, dan ig menduduki angka tertinggi yakni 92,4%.

Fenomena kemunculan ustadz dan postingan radikal menjadi tantangan besar dunia pendidikan saat ini (Syafi’i, 2022a). Pasalnya, gagasan yang dikeluarkan kerap kali menimbulkan perpecahan di antara umat, bahkan sesama umat muslim sendiri. Hal ini menjadi PR institusi pendidikan untuk membekali peserta didik dengan pemahaman agama yang baik.

Moderasi beragama dianggap urgen sebab dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih luas terkait karakter Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Gagasan ini memandang bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang harus diyakini adanya dan diterima keberadaannya (AR, 2020). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa moderasi beragama menjadi trending issues dalam forum-forum akademisi. Di tingkat lokal dan nasional, Kemenag berikhtiar melakukan pengarusutamaan moderasi beragama melalui Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan di Makassar pada 16 April 2019 (Humas, 2019).  Tak hanya itu, Kemenag juga melakukan penguatan moderasi beragama di tingkat internasional, bertempat di Abu Dhabi 08-09 Mei 2023, Kemenag mengenalkan moderasi beragama pada dunia sebagai solusi untuk meretas radikalisme (Kemenag, 2022). Kini, cara beragama dianggap memiliki peranan penting terhadap kemajuan bangsa dan negara (Benny Andrios, 2021).

Ikhitar mensosialisasikan keseimbangan dan kesetaraan dalam beragama tertuang pada firman Allah dalam QS al-Baqarah/2:143

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ١٤٣

Terjemahnya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia (Agama, 2004).

Ummatan wasathan bermakna adil dan teladan. Sikap ideal manusia ini dideskripsikan oleh Allah pada ayat ini dengan makna supaya manusia tidak condong ke kanan ataupun ke kiri (M. Q. Shihab, 2017). Kementerian Agama mencanangkan program ini dengan berdasar pada prinsip tawassuth (mengambil jalan tengah), tawazun (seimbang), i’tidal (adil), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyat (mendahulukan yang prioritas), dan tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif). Adapun indikatornya ialah komitmen kebangsaan, toleransi, anti radikalisme, akomodatif terhadap kebudayaan lokal (Syafi’i, 2022b).

Penanaman nilai-nilai moderasi beragama di madrasah juga tidak luput dari kebijakan kementerian agama sebagai salah satu program unggulannya terhadap ketahanan negara (Bel, 2022). Lembaga pendidikan perlu bergegas dalam menampilkan moderatisme di lingkungannya, sebab peserta didik dengan fenomena perundungan, minimnya akhlaq al-karimah, narkoba, miras, dan seks bebas masih kerap kali terjadi. Selain itu, sebab lembaga pendidikan merupakan lahan empuk untuk menebar paham intoleran dan radikal. Survei membuktikan bahwa tiga wadah masuknya radikalisme di institusi pendidikan yaitu ekstrakurikuler, peran guru dalam pembelajaran, dan kurikulum di sekolah yang kurang kuat dalam menangkal radikalisme dan intoleransi (Misbah & Fahmi, 2021). Inilah contoh-contoh radikalisme di institusi pendidikan. Dalam rangka menampik hal tersebut, maka gagasan moderasi beragama merupakan solusi solutif. Moderasi beragama adalah prinsip beragama dengan cara mengambil jalan tengah, tidak cenderung ke kiri ataupun ke kanan (Q. Shihab & Shihab, 2021). Pembelajaran PAI juga menjadi salah satu sorotan bahwa bidang studi satu inilah yang bersentuhan langsung dan cara pandang dan bersikap keagamaan, paling tidak diajarkan tentang berosialisasi dengan baik dan benar, baik sesama penganut agama yang sama ataupun penganut agama yang berbeda.

Beberapa riset yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Pertama, riset Misbah & Fahmi (2021) mengemukakan bahwa nilai-nilai moderasi beragama yang diinternalisasikan pada Pembelajaran PAI di SMA MA’arif NU 1 Banyumas ialah al-‘adalah, tawazun, dan tasamuh. Strategi yang digunakan ialah pengenalan, pembiasaan, pembudayaan, dan pengalaman. Implikasinya, peserta didik beribadah dengan keinginan sendiri, hormat pada guru dan teman, peduli sosial, toleran, disiplin, bertanggung jawab terhadap lingkungan, dan taat pada aturan.

Misbah & Fahmi dalam risetnya menggali tentang internalisasi moderasi beragama pada pembelajaran PAI di SMA Ma’arif NU 1 Banyumas, sedangkan peneliti dalam tulisan ini mengkaji dan mengamati potret moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe. Tak hanya pada aspek pembelajaran saja, ettapi juga mengamati potret moderasi beragama pada kegiatan ekstrakurikuler PAI.

Kedua, Khairul Rijal et al. (2022) memaparkan bahwa dari kalangan mahasiswa aktivis organisasi, terdapat 57% paham tentang moderasi beragama dan sisanya tidak memahami. Dalam kesempatan yang lain, ditemukan juga pola pikir yang mengarah kepada eksklusifisme. Hal ini dapat menimbulkan ekstremisme dan radikalisme dalam beragama.

Riset Khairul Rijal dan riset peneliti memiliki beberapa perbedaan. Pertama, jenis penelitian Rijal ialah kuantitatif, sementara peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Kedua, subjek penelitiannya ialah mengarah pada angka atau persentase yang menunjukkan tentang pemahaman mahasiswa tentang moderasi beragama, sementara peneliti mendeskripsikan secara komprehensif tentang nilai-nilai moderasi beragama yang terinsert dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler PAI di MTs As’adiyah Uloe.

Ketiga, Muzakky (2022) mendeskripsikan bahwa prinsip moderasi beragama dalam QS al-Kafirun ialah amanah bersama sebagai penganut agama berbeda. Moderasi beragama juga dimaknai sebagai usaha manusia dalam menciptakan hidup rukun, damai, dan sejahtera.

Riset Muzakky dengan riset peneliti memiliki beberapa perbedaan. Pertama, subjek penelitian Muzakky ialah QS al-Kafirun, sedangkan peneliti ialah fenomena dan kejadian unik pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah yang berkaitan erat dengan moderasi beragama. Kedua, Muzakky menggunakan jenis penelitian kepustakaan dengan pendekatan tafsir dan fenomenologis, sementara peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif model studi kasus dengan pendekatan fenomenologis.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kenakalan remaja, bullying atau perundungan, hoax dan hate speech melalui sosial media, maraknya aksi terorisme, penyebaran paham radikal, dan banyaknya aksi intoleransi umat beragama di kalangan pelajar adalah sebuah ironi yang memilukan. Hal ini menambah kesan bahwa PAI belum mencapai targetnya (belum sesuai dengan standar), di mana indikatornya adalah moralitas baik, kompetensi literasi al-Qur’an, budaya religius di sekolah, dan pemahaman agama yang baik bagi lulusan sekolah atau madrasah (Misbah & Fahmi, 2021). Oleh sebab itu, perlunya pembenahan sekolah atau madrasah terhadap pembelajaran PAI.

Kepala madrasah dalam hal ini Sahri Bulan, S.Ag., S.Pd,I., dan pengawas madrasah Akmal, S.Ag., M.Pd.I., mengemukakan bahwa MTs As’adiyah Uloe populer karena memiliki peserta didik yang religius, banyak peserta didik saat ini dan juga alumni yang menjadi qari dan qariah serta hafiz dan hafizah. Tak sedikit juga yang menjadi guru agama, pembina pesantren, dosen agama Islam, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu, madrasah ini juga menjadi pelopor pendidikan karakter melalui kegiatan habituasi seperti literasi al-Qur’an, salat Duha dan Zuhur berjamaah, serta infak mingguan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tergugah untuk melakukan kajian ilmiah dengan judul “Potret Moderasi Beragama pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs As’adiyah Uloe”. Tulisan ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran PAI yang mengandung nilai-nilai moderasi beragama dan faktor pendukung moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe.

 

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan model studi kasus. Robert K. Yin dalam Rosyada (2020) menyebutkan bahwa penelitian yang dalam bahasa Inggris ini disebut case study adalah penelitian yang menitik beratkan pada gejala sosial yang unik terjadi di suatu tempat.

Sumber data dalam penelitian terbagi atas primer dan sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara terhadap semua guru PAI di MTs As’adiyah Uloe yang meliputi yakni guru Fikih, guru Akidah Akhlak, guru al-Qur’an Hadis, dan guru SKI. Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini ialah arsip atau dokumen penunjang, atau artikel ilmiah yang relevan yang dapat mempertegas keakuratan data penelitian. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prosedur teknik olah dan analisis data yaitu data direduksi, disajikan, lalu ditarik kesimpulan. Di akhir, data diuji keabsahannya menggunakan triangulasi (Sugiyono, 2017).

Penelitian ini dilaksanakan di MTs As’adiyah Uloe. Lokasi penelitian bertempat di Jalan As’adiyah Desa Uloe Kec. Dua Boccoe Kab. Bone Prov. Sulawesi Selatan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai-Nilai Moderasi Beragama pada Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe

Pelaksanaan pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe mengandung nilai-nilai moderasi beragama. Tanpa disadari, nilai-nilai ini terdapat pada kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

 

 

1.            Intrakurikuler

Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan belajar mengajar yang umumnya dilakukan setiap hari di kelas (Solina et al., 2023). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Akidah Akhlak dalam hal ini adalah Ambo Bengnga, S.Pd.I. (37 tahun) pada Gambar 1 dan KM. Nursanti, S.Ag. (25 tahun) pada Gambar 2 mengemukakan bahwa dalam pembelajaran Akidah Akhlak, guru selalu menyampaikan kepada peserta didik akan pentingnya menguatkan akidah melalui peribadatan yang intens. Tetapi, merasa paling bagus ibadahnya dengan mencemooh orang yang kurang ibadahnya, tidak beribadah, atau bahkan non muslim adalah contoh akhlak mazmumah dan sangat bertentangan dengan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Disinilah pentingnya prinsip toleran (tasamuh). Dalam karakter tasamuh terdapat dua indikator lainnya yaitu tawazun dan al-‘adl. Seseorang yang toleran terhadap orang lain, tentu akan melahirkan keseimbangan dan memiliki sifat yang adil (Rohmah & Badriyah, 2022).

Dalam pelaksanaannya, guru menggambarkan konsep ibadah merupakan perkara manusia secara personal dengan Allah. Sedikitpun tidak ada sangkut pautnya dengan manusia. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan keimanan seperti salat, zakat, puasa, dan haji adalah komunikasi vertikal manusia dengan Tuhannya. Jadi, prinsip tasamuh mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan.

Gambar 1 Wawancara dengan Ambo Bengnga, S.Pd.I. (02 Oktober 2023)

Gambar 2 Wawancara dengan KM. Nursanti, S.Ag. (05 Oktober 2023).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru al-Qur’an Hadis pada Gambar 3 dalam hal ini adalah Nashriah M., S.Pd. (30 tahun) mengemukakan bahwa pada pembelajaran al-Qur’an Hadis, kedua sumber ajaran Islam ini adalah kekal selama-lamanya di mana rambu-rambu keagamaan ada disana. Namun, selalu disampaikan kepada peserta didik akan keberadaan keyakinan orang lain yang berbeda. Jadi, peran serta guru dalam memberi pemahaman kepada peserta didik terhadap fenomena semacam ini merupakan contoh manifestasi dari prinsip berimbang (tawazun). Artinya, hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan keyakinan. Prinsip keseimbangan ini juga didasarkan pada konsep keterikatan manusia dengan sang khalik (hablum minallah) dan manusia dengan manusia (hablum min al-nas) (Chadidjah et al., 2021).

Saling menutup diri, mencelah, mencemooh, bahkan menghina agama orang lain adalah contoh akhlak mazmumah yang tidak relevan dengan visi misi MTs As’adiyah Uloe. Dengan demikian, ranah pendidikan memegang kendali untuk memberi bekal pemahaman tentang kiat-kiat bersosialisasi dengan non muslim.

Gambar 3 Wawancara dengan Nashriah M, S.Pd. (02 Oktober 2023)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru Fikih pada Gambar 4 dalam hal ini Sahri Bulan, S.Ag., S.Pd.I. (49 tahun) mendeskripsikan bahwa pada pembelajaran Fikih, ada pembelajaran Fikih, aspek-aspek peribadatan kelompok A dan B bisa saja berbeda. Olehnya itu, guru selalu mengutarakan perbedaan cara beribadah itu melalui sandaran empat mazhab.

Prinsip mengambil jalan tengah (tawassuth) ini diterapkan kepada peserta didik untuk fenomena semacam ini. Artinya, perbedaan cara beribadah saat sekarang ini sudah marak terjadi. Tak pandang bulu masing-masing pihak meluncurkan sindiran terhadap pihak lain yang tidak sepaham. Oleh sebab itu, al-Qur’an mengajarkan untuk bermoderasi melalui pemilihan jalan tengah, mana yang dipedomani secara umum. Meskipun mazhab Syafi’i dan Maliki serta Hambali berbeda, tetapi di Indonesia menganut mazhab Syafi’i, maka seyogyanya mengikuti yang mayoritas. Ini dilakukan untuk menghindari perselisihan yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam dan Pancasila.

Sudah seyogyanya guru sebagai pendidik menanamkan nilai-nilai moderat seperti ini sebagai pembentukan karakter positif melalui penguatan pondasi yang baik (Hartini et al., 2021).

Gambar 4 Wawancara dengan Sahri Bulan, S.Ag., S.Pd.I. (03 Oktober 2023).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru SKI pada Gambar 5 dalam hal ini Sumarni, S.Pd.I. (41 tahun) mendeskripsikan bahwa pada pembelajaran SKI, Islam digambarkan kejayaannya melalui perjuangan dan pengorbanan orang-orang terdahulu, mulai dari sejarah Islam di Arab hingga di Indonesia. Kegigihan para pahlawan Islam mencerminkan tentang kecintaan terhadap Islam dan tanah air. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran SKI sarat akan prinsip kewarganegaraan dan kebangsaan (muwathanah).

Peserta didik diberi pemahaman bagaimana jihad yang sebenar-benarnya. Mencintai dan membela Islam adalah upaya membela negara, dan persatuan agama adalah persatuan bangsa. Hal ini relevan dengan cita-cita bangsa, Pancasila, serta madrasah.

Gambar 5 Wawancara dengan Sumarni, S.Pd.I. (04 Oktober 2023)

 

2.            Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan menunjang tercapainya visi misi lembaga pendidikan melalui kegiatan pengembangan bakat dan minat. Kegiatan ini biasanya dilakukan diluar jam pelajaran. Meski demikian, kegiatan ekstrakurikuler tetap relevan dengan kegiatan kokurikuler (Lubis et al., 2023). Ekskul keagamaan di MTs As’adiyah Uloe meliputi literasi al-Qur’an, salat Duha berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi. Kegiatan ekskul keagamaan ini dilaksanakan secara rutin.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni Nashriah M., S.Pd. (30 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan Literasi al-Qur’an adalah kegiatan membaca al-Qur’an dengan ketentuan surah yang telah ditentukan seperti QS. al-Waqi’ah, al-Rahman, al-Sajdah, al-Insan, dan al-Mulk. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah membentuk kebiasaan dan kecintaan terhadap al-Qur’an melalui kegiatan membaca. Adapun pelaksanaannya yakni setiap hari Sabtu hingga Kamis sebelum salat Duha (07.00 WITA) dan sebelum salat Zuhur (12.00 WITA). Pada pelaksanaan kegiatan ini, nilai moderasi beragama yang diterapkan adalah keadaban (ta’addub). Artinya, penanaman nilai moderasi pada kegiatan Literasi al-Qur’an adalah habituasi. Kegiatan ini adalah upaya untuk mencegah radikalisme melalui kegiatan membaca al-Qur’an secara rutin. Dalam kesempatan yang lain, peneliti juga kerap kali menginsert-kan wejangan-wejangan kepada peserta didik terkait surah yang dibaca.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni Muh. Ikhsan (22 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan salat Duha dan salat Zuhur berjamaah mengandung prinsip kesamaan (musawah). Artinya, melalui kegiatan ini tidak ada pembeda antara peserta didik satu dengan lainnya. Meskipun berbeda kelas dan tingkatan serta senioritas, peserta didik tetap diperlakukan sama. Jadi, tidak ada manusia istimewa dalam pelaksanaan salat.

Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni Nurbiah, S.Pd. (35 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan Sabtu Berbagi adalah infaq yang dilaksanakan secara rutin setiap pekannya, yakni di hari Sabtu. Kegiatan ini mengandung prinsip toleransi (tasamuh). Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan lalu mendistribusikan terhadap pemenuhan kebutuhan mendesak di madrasah. Kadangkala ada peserta didik yang perlu mendapatkan uluran tangan, juga mendapat support finansial pada kegiatan ini. Oleh sebab itu, kegiatan ini membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan sikap kepedulian terhadap sesama.

Ekstrakurikuler diyakini merupakan ladang subur dalam membentuk peserta didik yang moderat, khususnya di madrasah. Sebab, peserta didik tidak hanya dibekali teori semata, tetapi juga praktik dan habituasi yang sifatnya simultan. Dalam beberapa riset menyebutkan bahwa program di ekstrakurikuler memiliki pengaruh besar terhadap jiwa keberagamaan peserta didik (Albana, 2023).

 

Faktor Pendukung Moderasi Beragama pada Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe

Moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe didukung oleh metode, strategi, dan media pembelajaran.

1.      Metode pembelajaran

Metode adalah seperangkat cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan prinsip efektivitas dan efisiensi (Widiastuti, 2023). Dalam pelaksanaannya, guru di MTs As’adiyah Uloe menerapan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, dan role play.

Metode ceramah adalah metode pembelajaran yang paling mudah dan simpel digunakan oleh guru, sebab tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Hanya mengandalkan komunikasi verbal dan teknik penyampaian materi, peserta didik dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan guru (Handayani, 2023). Namun, sebaiknya metode ini dikombinasikan dengan metode-metode yang lain untuk menambah khazanah dalam pembelajaran. Guru menggunakan metode ini untuk memberi pemahaman kepada peserta didik melalui penjelasan dan penerangan tentang indahnya kebersamaan dalam keberagaman. Metode ini sangat mendukung guru dalam menggambarkan moderasi beragama.

Metode ini sangat adaptif pada semua bidang studi PAI yang diajarkan. Pada pembelajaran Akidah Akhlak Kelas VIII materi Membiasakan Akhlak Terpuji (Husnuzan, Tawadhu’, Tasamuh, dan Ta’awun), guru menggunakan metode ceramah pada materi ini untuk menjelaskan secara gamblang dan komprehensif. Apabila mendengar sebuah kabar yang tidak baik tentang seseorang, maka harus bersangka baik (husnuzan) terlebih dahulu, sembari mengkroscek (tabayyun) kebenarannya. Apabila diberi kenikmatan seperti peringkat 1 atau menjuarai suatu lomba, maka sikap yang tepat ialah merendah diri (tawadhu’). Apabila terjadi perbedaan pendapat diantara anggota kelas sendiri, maka sikap yang tepat ialah melerai atau meluruskan perbedaan pendapat itu dengan menyatakan suatu solusi dan tetap saling menghargai (‘adl, tawassuth, dan tasamuh). Apabila sedang mendapati orang tua sedang kesulitan mengerjakan sesuatu, maka tindakan yang efektif dilakukan seorang pserta didik selaku anak ialah membantu mereka. Begitupun dengan teman yang tidak membawa uang jajan ke sekolah, peserta didik yang baik tentunya berbagi bekal atau mentraktirnya makan di kantin (ta’awun). Melalui pembelajaran seperti di atas, berkembanglah nilai adab yang baik (ta’addub), toleransi (tasamuh), moderat (tawassuth), dan adil (al-‘adl).

Metode tanya jawab adalah cara mengajar dengan melontarkan pertanyaan kepada peserta didik lalu mempersilakanya menjawab (Handayani, 2023). Metode ini kadangkala dimodifikasi dimana peserta didik melontarkan pertanyaan lalu peserta didik yang lain menjawab. Umumnya, metode ini digunakan untuk memvalidasi pengetahuan peserta didik melalui penyampaian materi yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Selain itu, metode ini juga kadangkala digunakan untuk memantik rangsangan kognitif terhadap peserta didik di awal pembelajaran. Kaitannya dengan moderasi beragama ialah guru menggunakan metode ini untuk memverifikasi pemahaman peserta didik sejauh mana kasus perbedaan pemahaman. Pada kesempatan yang lain, guru juga terkadang menggunakan metode ini pada tahap stimulasi (di awal pembelajaran) untuk memantik nalar kritis peserta didik.

Pada pembelajaran Al-Qur’an Hadis kelas VIII Bab II tema Meraih Berkah dengan Sikap Jujur dalam Muamalah metode ini digunakan untuk melontarkan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang apa saja bentuk atau contoh sikap jujur dalam muamalah. Kadang kala, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, lalu dilemparkan kepada peserta didik yang lain untuk menjawab. Dari sini, peserta didik diajarkan sikap tasamuh atau menerima pendapat orang lain.

Metode diskusi adalah metode pemberian masalah (problem) yang diberikan guru kepada peserta didik dalam bentuk kelompok (Widiastuti, 2023). Hasil diskusi dituangkan dalam lembar kerja peserta didik (LKPD). Dalam pembelajaran PAI kaitannya dengan moderasi beragama, metode ini digunakan untuk melatih problem solving peserta didik.

Guru melatih daya pikir kritis dan kemampuan berbahasa peserta didik pada materi SKI kelas IX Bab IV dengan tema Nilai-Nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia. Melalui forum, terjadi dialog antara pemateri dan anggota kelas, di mana anggota kelas mengajukan pertanyaan dan kelompok pemateri yang terdiri atas tiga orang menjawab pertanyaan. Bahkan, peserta didik yang lainnya boleh menyanggah apabila dianggap kurang tepat jawaban pemateri atau menambahi jawaban pemateri apabila dianggap kurang oleh audiens. Pembelajaran semacam ini mengajarkan arti saling menghormati (tasamuh), diskusi (syura), dan prinsip keseimbangan (tawazun).

Metode penugasan dibebankan kepada peserta didik untuk melihat sejauh mana pemahamannya tentang materi pelajaran yang disampaikan (Widiastuti, 2023). Penugasan ini bisa berupa projek atau non projek. Oleh sebab itu, metode ini juga mendukung program moderasi beragama diinsertkan pada pembelajaran PAI karena dapat mengukur perkembangan kognitif peserta didik.

Dalam pelaksanaannya, metode ini mengandung nilai-nilai moderasi beragama seperti adil (‘adl), persamaan (musawah), dan berimbang (tawazun). Artinya, guru membagikan tugas kepada peserta didik secara merata dan diberi nilai hasil koreksi sesuai dengan jawaban benar dan salah.

Metode role playing adalah metode yang digunakan untuk materi tertentu, guna memberi pengalaman secara kontekstual kepada peserta didik atas peran yang dijalaninya (Suryani & Ismail, 2022). Role play pada pembelajaran Fikih, umumnya sangat membantu guru dalam memberi pemahaman kepada peserta didik tentang fenomena perbedaan cara beribadah, meskipun dengan keyakinan yang sama.

Metode ini sangat efektif digunakan pada bidang studi Fikih yang berhubungan dengan kegiatan praktik ibadah, seperti praktik salat Subuh berjamaah terdapat pada materi Bab III tema Salat Fardu (Fikih kelas VII). Secara praktik, beberapa kalangan umat Islam terjadi perbedaan tentang pelaksanaan salat Subuh. Masjid A qunut, sedangkan di Masjid B tidak. Seetelah peserta didik mempraktikkan, guru menjelaskan perbedaan ini berdasarkan ikhtilafiyah ulama Fikih. Guru juga menjelaskan bagaimana cara menyikapi kedua hal tersebut. Disinilah peran metode ceramah menjelaskan dengan gamblang dan komprehensif terkait dengan ikhtilaf dan sikap moderatisme peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Dari praktik salat berjamaahnya, dapat dipahami bahwa mengandung nilai persamaan (musawah). Artinya, dalam salat berjamaah, umat muslim berkumpul dari berbagai kalangan dan strata sosial yang berbeda, sementara di hadapan Allah semua sama. Berkembang lagi dalam penjelasan guru tentang ikhtilaf bahwa fenomena ini tidak untuk diperdebatkan. Nilai moderasi yang terkandung di dalamnya ialah nilai toleransi (tasamuh). Artinya, guru menjelaskan tentang perbedaan itu ada, bukan untuk memisahkan dan memecah belah umat muslim, melainkan saling menyatukan tekad melalui pemahaman yang mantap. Dari sinilah lahirlah nilai berkeadaban (ta’addub).

2.      Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah susunan rencana kegiatan yang akan diimplementasikan untuk tujuan yang telah ditetapkan (Syafi’i et al., 2023). Sejatinya strategi disusun untuk sebuah perubahan. Oleh sebab itu, guru seyogyanya mampu merangkai dan menggunakan strategi pembelajaran untuk mengubah peserta didik menuju kebaikan. Perubahan ini mengacu pada proses, perilaku, dan pengalaman peserta didik (Herlina et al., 2022). Adapun strategi yang mendukung moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe menggunakan tahapan atau proses diantaranya pengenalan, penerapan, pembiasaan, dan pengaplikasian.

Pengenalan (introducing) merupakan tahap awal untuk memperkenalkan moderasi beragama kepada peserta didik. Istilah ini selalu dimunculkan oleh madrasah pada masa ta’aruf siswa madrasah (MATSAMA) tiap tahunnya. Pada fase ini, moderasi beragama dikenalkan diluar kegiatan intrakurikuler. Meski demikian, tahap awal ini menjadi pendahuluan yang sangat baik, sebab peserta didik sudah dibekali pengertian, latar belakang dalil/regulasi, jenis, dan contoh konkretnya. Pada fase ini juga dikenalkan tentang program-program yang mengandung nilai-nilai moderasi beragama seperti literasi al-Qur’an, salat Duha berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi.

Penerapan (acting) nilai-nilai moderasi beragama yang sudah ditanamkan pada diri peserta didik, dikembangkan pada program-program keagamaan yang dituangkan dalam ekstrakurikuler. Adapun kegiatan ini dilakukan secara rutin untuk memberi kesan yang baik pada penerapan moderasi beragama.

Pembiasaan (habituating) adalah kegiatan terstruktur dan tersistematis yang dilakukan secara berulang pada waktu yang telah ditentukan pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan seperti literasi al-Qur’an, salat Duha berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi dibiasakan untuk memberikan penekanan tentang konsep kehidupan sosial yang dinamis melalui insersi nilai-nilai berkeadaban (ta’addub), prinsip persamaan derajat (musawah), keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi (tawazun), dan toleransi atau kepedulian terhadap sesama (tasamuh).

Pengaplikasian (aplicating) adalah kelanjutan dari kegiatan habituasi yakni melatih diri untuk melaksanakan literasi al-Qur’an, salat Duha berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi secara mandiri. Kegiatan ini tidak mesti dilakukan di madrasah saja, seyogyanya berdampak pula pada kegiatan-kegiatan sehari-hari peserta didik. Untuk memvalidasi benar tidaknya kelanjutan tahap habituasi ini, maka peneliti mewawancarai beberapa orang tua dari peserta didik yakni Sahri Bulan, ibu dari Iftah Al Fikri Ilsya siswa kelas IX A dan Ida Laila, ibu dari Yuniez Eka Alfarab siswa kelas IX A. Keduanya mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pembina program, khususnya guru PAI di MTs As’adiyah Uloe, karena telah membina dna mendidik putranya pada kegiatan-kegiatan positif. Rajin salat berjamaah di masjid merupakan perubahan signifikan yang terjadi pada ananda Iftah dan Yuniez. Tepat waktu atau disiplin juga menjadi perkara yang patut dibanggakan pada keduanya, sebab program literasi al-Qur’an mengharus peserta didik datang lebih awal yakni pukul 06.45 WITA. Peduli pada teman atau suka berbagi merupakan perubahan derastis juga yang terjadi pada peserta didik ini. Dengan demikian, potret moderasi beragama pada pembelajaran PAI berlangsung dengan baik.

3.      Media pembelajaran

Media pembelajaran merupakan alat dan bahan sebagai jembatan untuk mengantarkan pesan atau informasi kepada peserta didik dengan prinsip efektivitas dan efisiensi (Syafi’i & Rapi, 2022). Terbukti bahwa media pembelajaran menurut Nurbiah et al., (2023) sangat mendukung hasil belajar. Dalam pelaksanaannya, moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe juga ditunjang oleh media pembelajaran seperti gambar, video, infokus atau LCD, dan smart tv. Media berupa gambar atau video disajikan melalui infokus atau smart tv digunakan untuk menampilkan potret atau gambaran perbedaan cara beribadah, cara menyikapi perbedaan agama, cara menyikapi perbedaan pendapat, dan cara menumbuh kembangkan jihad nasionalisme. Media ini memberi stimulus atau rangsangan kepafa peserta didik untuk memahami makna suatu gambar atau tayangan.

 

KESIMPULAN

Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe menampilkan potret pembelajaran PAI yang sarat akan nilai-nilai moderasi beragama. Tidak hanya materi pelajaran saja yang menjadi penekanannya, melainkan pada aspek sintaks metode pembelajaran dan sentuhan-sentuhan nasehat guru dalam kelas.

Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe berjalan dengan baik, karena minim tindakan diskriminatif, bahkan tidak ada paham radikalisme ataupun ekstremisme. Melalui kegiatan pembelajaran PAI, baik dalam intrakurikuler dan ekstrakurikuler, kegiatan-kegiatan semacam ini memberi perubahan positif bagi diri peserta didik yang mengarah pada karakter positif yakni good personality dan good attitude, baik kepada Allah (hablum minallah) maupun kepada sesama manusia (hablum min al-nas).


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Agama, K. (2004). Al-Jumanat al-’Ali: Al-Qur’an dan Terjemahnya. J-Art.

AR, S. (2020). Peran Guru Agama Dalam Menanamkan Moderasi Beragama. Al-Irfan: Journal of Arabic Literature and Islamic Studies, 3(1), 37–51.

Bel. (2022). Pentingnya Penanaman Nilai Moderasi Beragama di Madrasah. Kementerian Agama Jawa Tengah.

Benny Andrios. (2021). Menag Tegaskan Moderasi Beragama Penting Dalam Memperkuat Negara. Kementerian Agama Republik Indonesia.

Chadidjah, S., Kusnayat, A., Ruswandi, U., & Arifin, B. S. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama Dalam Pembelajaran PAI: Tinjauan Analisis Pada Pendidikan Dasar Menengah dan Tinggi. Al-Hasanah: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(1), 114–124.

Hakim, L. (2022). BNPT: Generasi Z dan milenial rentan terpapar radikalisme. Antara News.

Handayani, S. (2023). Metode Pendidikan Islam Perspektif Hadits. JOTE: JOURNAL ON TEACHER EDUCATION, 4(3), 264–270.

Hartini, Y., Muhammad, D. H., & Susandi, A. (2021). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah Pada Siswa MTs Nurul Huda Kedopok Kota Probolinggo. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(2), 464–472.

Herlina, E., Gatriyani, N. P., Galugu, N. S., Rizqi, V., Mayasari, N., Feriyanto, Junaidi, Nurlaila, Q., Rahmi, H., Telaumbanua, A. C., Wahyudi, Ratnadewi, Azis, D. A., & Saswati, R. (2022). Strategi Pembelajaran. Tohar Media.

Humas. (2019). Kemenag Terus Prioritaskan Program Pengarusutamaan Moderasi Beragama. Kominfo.

Kemenag. (2022). Kemenag Kenalkan Moderasi Beragama pada Dunia Islam. Kementerian Agama Republik Indonesia.

Khairul Rijal, M., Nasir, M., & Rahman, F. (2022). Potret Moderasi Beragama di Kalangan Mahasiswa. Pusaka: Jurnal Khazanah Keagamaan, 10(1), 172–185.

Lubis, K., Samsidar, Pasaribu, M., Wahyuni, S., & Dalimunthe, R. Y. (2023). IMPLEMENTASI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI NON AKADEMIK SISWA KELAS XI MAN 1 MANDAILING NATAL. Tarim: Jurnal Islamic Eduation, 1(1), 33–44.

Majid, R. A. (2022). BNPT: 33 Juta Penduduk Indonesia Terpapar Radikalisme, Butuh Undang-Undang Pencegahan. Kompas TV.

Mastel. (2017). Hasil Survey Wabah HOAX Nasional 2017. Mastel.

Misbah, M., & Fahmi, I. N. (2021). INTERNALIZATION OF ISLAMIC MODERATION VALUES IN PAI LEARNING AT SMA MA’ARIF NU 1 BANYUMAS. Al-Qalam: Jurnal Penelitian Agama Dan Sosial Budaya, 27(1), 131–141.

Muzakky, A. H. (2022). Potret Moderasi dan Toleransi Beragama dalam Tafsir QS. Al-Kafirun dan Relevansinya dalam Konteks Keindonesiaan. Journal of Religious Moderation, 1(1), 16–35. https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/3306.

Nurbiah, Syafi’i, A., & Fahril. (2023). Implementasi Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Alef Education dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika Tema Himpunan di MTs As’adiyah Uloe. Educandum, 9(1), 126–134. https://blamakassar.e-journal.id/educandum/article/view/1060

Rohmah, S., & Badriyah, Z. (2022). Analisis Materi Islam Wasathiyah pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah. Jurnal Alasma: Media Informasi Dan Komunikasi Ilmiah, 4(1), 39–44.

Rosyada, D. (2020). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Pendidikan. Kencana.

Setyawan, F. A. (2019). Menag: Hasil Survei, 52 Persen Pelajar Setuju Radikalisme. CNN Indonesia.

Shihab, M. Q. (2017). Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati.

Shihab, Q., & Shihab, N. (2021). Hidup Bersama Al-Qur’an 1: Moderasi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam, Tanya Jawab Seputar Puasa, Zakat, Haji, Al-Qur’an, Agama dan Budaya. Lentera Hati.

Solina, A., Lestari, P., & Sururiyah, S. K. (2023). IMPLEMENTASI KEGIATAN KEAGAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROJEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA SISWA KELAS X DI SMK N 3 PURWOREJO. Jurnal Al Ghazali: Jurnal Kajian Pendidikan Islam Dan Studi Islam, 6(1), 48–61. https://ejournal.stainupwr.ac.id/

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Suryani, E., & Ismail, Y. (2022). Upaya Peningkatan Minta Belajar Fikih Melalui Metode Role Playing Di Kelas VII MTS Yaspen Muslim Desa Pematang Tengah. In Journal of Islamic Studies (Vol. 1, Issue 1). https://pusdikra-publishing.com/index.php/jkes/home

Syafi’i, A. (2022a). Implikasi Al-Qur’an Terhadap Fenomena Radikalisme Islam Era Digital. Annual Conference on Islamic Studies and Humanities, 24–31.

Syafi’i, A. (2022b). Solusi Penguatan Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an. BARUGA: Jurnal Ilmiah BDK Makassar, 11(2), 14–38.

Syafi’i, A., Haddade, H., & Munir. (2023). Penerapan Metode Muraja’ah Darasa Patappulo Seddi pada Majelis Qurra’ Wal Huffadz As’adiyah di Masjid Jami’ Sengkang. Tarbawi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 8(1), 89–110. https://journal.unismuh.ac.id/index.php/tarbawi/article/view/9338

Syafi’i, A., & Rapi, M. (2022). PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN: Menerapkan Model Dalam Pengembangan Media Pembelajaran. Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, 14(1), 52–70. https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah

Widiastuti, N. (2023). METODE PEMBELAJARAN DALAM UPAYA INTERNALISASI NILAI-NILAI KEISLAMAN. Al Fatih, 1(1), 1–8. https://journal.an-nur.ac.id/index.php/ALF