POTRET
MODERASI BERAGAMA PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MTs AS’ADIYAH
ULOE
Ahmad
Syafi’i*
Sahri
Bulan**
Hasnawati
Hasnawati***
Akmal
Akmal****
*MTs As’adiyah Uloe, Indonesia
**MTs
As’adiyah Uloe, Indonesia
***MTs As’adiyah Uloe, Indonesia
****Kementerian Agama Kabupaten Bone, Indonesia
*E-mail: ahmadsyafii312@gmail.com
**E-mail: saribulan0874@gmail.com
***E-mail: hasnawati13@madrasah.kemenag.go.id
****E-mail: akmalmahdi21@gmail.com
Abstract
Radicalism and intolerance are against Islam and Pancasila. This
article describes religious moderation internalization through Islamic
Religious Education (PAI) at MTs As'adiyah Uloe, Bone Region South Sulawesi. The research focuses on
three aspects: moderation value, methods, media and learning strategies. This
research is a qualitative approach that uses the case study method. Data was
collected using observation, interview and documentation techniques. Data
consist of primary and secondary sources. Preliminary data was taken from
interviews and surveys. Secondary data is taken from supporting documents and
relevant articles. Data were analyzed using descriptive analysis techniques
through the stages of collection, reduction, presentation, drawing conclusions
and triangulation. The research formulates several conclusions. Firstly, the
value of religious moderation is instilled in intracurricular
activities through the subjects of Aqidah Akhlak (tasamuh), Al-Qur'an Hadith (tawazun),
Fiqh (tawassuth), and SKI (muwathanah).
The extracurricular activities include Al-Qur'an literacy (ta'addub),
Duha and Zuhur prayers (musawah); and Saturday
Sharing (tasamuh). Secondly, learning methods have
lecture, question and answer, discussion and roleplaying. Thirdly, the
internalization strategy is carried out through the introduction,
implementation, habituation and application stages. Fourthly, the learning
media used includes images (pictures), videos, infocus/LCD,
and smart TV.
Keywords: religious moderation; PAI; MTs As’adiyah
Abstrak
Radikalisme dan intoleransi sangat bertentangan dengan Islam dan Pancasila.
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan potret penanaman moderasi beragama di MTs As’adiyah Uloe kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Selatan. Fokus penelitian
meliputi tiga aspek yaitu mutan
nilai moderasi pada mata Pelajaran PAI, metode, media
dan strategi pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan motode studi kasus. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data terdiri atas sumber primer dan sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan narasumber dan survei terhadap responden.
Data sekunder diambil dari arsip atau dokumen penunjang serta artikel yang
relevan. Data dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif melalui tahap pengumpulan, reduksi, penyajian, penarikan kesimpulan, dan
triangulasi. Penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama nilai
moderasi beragama ditanamkan pada kegiatan intrakurikuler melalui mata Pelajaran
Akidah Akhlak (tasamuh), al-Qur’an Hadis (tawazun), Fikih (tawassuth),
dan SKI (muwathanah). Adapun dalam kegiatan ekstrakurikuler meliputi
Literasi al-Qur’an (ta’addub), salat Duha dan Zuhur berjamaah (musawah);
dan Sabtu Berbagi (tasamuh). Kedua, metode pembelajaran meliputi metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan
bermain peran. Ketiga, strategi pembelajaran diterapkan melalui
tahapan pengenalan, implementasi, habituasi, dan pengaplikasian. Keempat, media pembelajaran yang digunakan meliputi gambar, video, dan infokus/LCD, serta smart tv.
Kata Kunci: moderasi
beragama; pembelajaran PAI; MTs As’adiyah
PENDAHULUAN
Radikalisme ialah potret beragama yang miskonsepsi terhadap ajaran Islam
Berdasarkan data dari BNPT bahwa sebanyak 33 juta penduduk Indonesia sudah
terpapar radikalisme
Era digital yang menjadi masa keemasan dari perkembangan teknologi ini
ternyata juga menjadi penyumbang pertumbuhan dan perkembangan radikalisme.
Banyaknya informasi yang diterima secara massif menambah gesitnya perkembangan
isu-isu tidak benar. Tanpa memverifikasi kebenarannya, akan menimbulkan bencana
besar seperti pertentangan dan perselisihan, bahkan adu fisik sebagai tingkatan
tertingginya. Tentunya hal ini akan memantik tafarruq baina al-nas
(perpecahan diantara manusia) dan tafarruq fi al-din (perpecahan agama).
Hal inilah yang disebut dengan ancaman disintegrasi bangsa. Problematika ini didasarkan pada hasil survei
Fenomena kemunculan ustadz dan postingan radikal menjadi tantangan besar
dunia pendidikan saat ini
Moderasi beragama dianggap urgen sebab dapat memberikan pengertian dan
pemahaman yang lebih luas terkait karakter Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Gagasan
ini memandang bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang harus diyakini adanya dan
diterima keberadaannya
Ikhitar mensosialisasikan keseimbangan dan kesetaraan dalam beragama
tertuang pada firman Allah dalam QS al-Baqarah/2:143
وَكَذٰلِكَ
جَعَلْنٰكُمْ
اُمَّةً
وَّسَطًا
لِّتَكُوْنُوْا
شُهَدَاۤءَ
عَلَى
النَّاسِ
وَيَكُوْنَ
الرَّسُوْلُ
عَلَيْكُمْ
شَهِيْدًا ۗ وَمَا
جَعَلْنَا
الْقِبْلَةَ
الَّتِيْ كُنْتَ
عَلَيْهَآ
اِلَّا
لِنَعْلَمَ
مَنْ يَّتَّبِعُ
الرَّسُوْلَ
مِمَّنْ
يَّنْقَلِبُ
عَلٰى
عَقِبَيْهِۗ
وَاِنْ
كَانَتْ لَكَبِيْرَةً
اِلَّا عَلَى
الَّذِيْنَ
هَدَى اللّٰهُ
ۗوَمَا كَانَ
اللّٰهُ
لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ
ۗ اِنَّ
اللّٰهَ
بِالنَّاسِ
لَرَءُوْفٌ
رَّحِيْمٌ
١٤٣
Terjemahnya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan
kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui
siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh,
(pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah
Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia
Ummatan wasathan bermakna adil dan
teladan. Sikap ideal manusia ini dideskripsikan oleh Allah pada ayat ini dengan
makna supaya manusia tidak condong ke kanan ataupun ke kiri
Penanaman nilai-nilai moderasi beragama di madrasah juga tidak luput dari
kebijakan kementerian agama sebagai salah satu program unggulannya terhadap
ketahanan negara
Beberapa riset yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Pertama, riset
Misbah & Fahmi dalam risetnya menggali tentang internalisasi moderasi
beragama pada pembelajaran PAI di SMA Ma’arif NU 1 Banyumas, sedangkan peneliti
dalam tulisan ini mengkaji dan mengamati potret moderasi beragama pada
pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe. Tak hanya pada aspek pembelajaran saja,
ettapi juga mengamati potret moderasi beragama pada kegiatan ekstrakurikuler
PAI.
Kedua,
Riset Khairul Rijal dan riset peneliti memiliki beberapa perbedaan. Pertama,
jenis penelitian Rijal ialah kuantitatif, sementara peneliti menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Kedua, subjek penelitiannya ialah mengarah pada angka
atau persentase yang menunjukkan tentang pemahaman mahasiswa tentang moderasi
beragama, sementara peneliti mendeskripsikan secara komprehensif tentang
nilai-nilai moderasi beragama yang terinsert dalam kegiatan intra dan
ekstrakurikuler PAI di MTs As’adiyah Uloe.
Ketiga,
Riset Muzakky dengan riset peneliti memiliki beberapa perbedaan. Pertama,
subjek penelitian Muzakky ialah QS al-Kafirun, sedangkan peneliti ialah
fenomena dan kejadian unik pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah yang
berkaitan erat dengan moderasi beragama. Kedua, Muzakky menggunakan jenis
penelitian kepustakaan dengan pendekatan tafsir dan fenomenologis, sementara
peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif model studi kasus dengan
pendekatan fenomenologis.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kenakalan remaja, bullying atau
perundungan, hoax dan hate speech melalui sosial media, maraknya
aksi terorisme, penyebaran paham radikal, dan banyaknya aksi intoleransi umat
beragama di kalangan pelajar adalah sebuah ironi yang memilukan. Hal ini
menambah kesan bahwa PAI belum mencapai targetnya (belum sesuai dengan standar),
di mana indikatornya adalah moralitas baik, kompetensi literasi al-Qur’an, budaya
religius di sekolah, dan pemahaman agama yang baik bagi lulusan sekolah atau
madrasah
Kepala madrasah dalam hal ini Sahri Bulan, S.Ag., S.Pd,I., dan pengawas
madrasah Akmal, S.Ag., M.Pd.I., mengemukakan bahwa MTs As’adiyah Uloe populer karena
memiliki peserta didik yang religius, banyak peserta didik saat ini dan juga alumni
yang menjadi qari dan qariah serta hafiz dan hafizah. Tak sedikit juga yang
menjadi guru agama, pembina pesantren, dosen agama Islam, dan masih banyak
lagi. Tak hanya itu, madrasah ini juga menjadi pelopor pendidikan karakter
melalui kegiatan habituasi seperti literasi al-Qur’an, salat Duha dan Zuhur
berjamaah, serta infak mingguan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tergugah untuk melakukan kajian ilmiah
dengan judul “Potret Moderasi Beragama pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di MTs As’adiyah Uloe”. Tulisan ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan
pembelajaran PAI yang mengandung nilai-nilai moderasi beragama dan faktor
pendukung moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif
dengan model studi kasus. Robert K. Yin dalam
Sumber data dalam penelitian terbagi atas primer dan
sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara terhadap semua guru PAI di
MTs As’adiyah Uloe yang meliputi yakni guru Fikih, guru Akidah Akhlak, guru
al-Qur’an Hadis, dan guru SKI. Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini
ialah arsip atau dokumen penunjang, atau artikel ilmiah yang relevan yang dapat
mempertegas keakuratan data penelitian. Pengumpulan data menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Prosedur teknik olah dan analisis data yaitu data
direduksi, disajikan, lalu ditarik kesimpulan. Di akhir, data diuji
keabsahannya menggunakan triangulasi
Penelitian ini dilaksanakan di MTs
As’adiyah Uloe. Lokasi penelitian bertempat di Jalan As’adiyah Desa Uloe Kec.
Dua Boccoe Kab. Bone Prov. Sulawesi Selatan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Nilai-Nilai Moderasi
Beragama pada Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe
Pelaksanaan pembelajaran PAI di MTs As’adiyah
Uloe mengandung nilai-nilai moderasi beragama. Tanpa disadari, nilai-nilai ini
terdapat pada kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
1.
Intrakurikuler
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan belajar mengajar yang umumnya
dilakukan setiap hari di kelas
Disinilah pentingnya
prinsip toleran (tasamuh). Dalam karakter tasamuh terdapat dua indikator
lainnya yaitu tawazun dan al-‘adl. Seseorang yang toleran
terhadap orang lain, tentu akan melahirkan keseimbangan dan memiliki sifat yang
adil
Dalam pelaksanaannya,
guru menggambarkan konsep ibadah merupakan perkara manusia secara personal
dengan Allah. Sedikitpun tidak ada sangkut pautnya dengan manusia. Oleh sebab
itu, upaya meningkatkan keimanan seperti salat, zakat, puasa, dan haji adalah
komunikasi vertikal manusia dengan Tuhannya. Jadi, prinsip tasamuh
mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan.
Gambar 1 Wawancara dengan Ambo Bengnga, S.Pd.I. (02 Oktober 2023)
Gambar 2 Wawancara dengan KM. Nursanti, S.Ag. (05 Oktober 2023).
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru al-Qur’an Hadis pada Gambar 3 dalam hal ini adalah Nashriah M., S.Pd. (30 tahun) mengemukakan bahwa pada pembelajaran
al-Qur’an Hadis, kedua sumber ajaran Islam ini adalah kekal selama-lamanya di
mana rambu-rambu keagamaan ada disana. Namun, selalu disampaikan kepada peserta
didik akan keberadaan keyakinan orang lain yang berbeda. Jadi, peran serta guru
dalam memberi pemahaman kepada peserta didik terhadap fenomena semacam ini
merupakan contoh manifestasi dari prinsip berimbang (tawazun). Artinya,
hidup berdampingan tanpa membeda-bedakan keyakinan. Prinsip keseimbangan ini juga
didasarkan pada konsep keterikatan manusia dengan sang khalik (hablum
minallah) dan manusia dengan manusia (hablum min al-nas)
Saling menutup diri,
mencelah, mencemooh, bahkan menghina agama orang lain adalah contoh akhlak mazmumah
yang tidak relevan dengan visi misi MTs As’adiyah Uloe. Dengan demikian, ranah
pendidikan memegang kendali untuk memberi bekal pemahaman tentang kiat-kiat
bersosialisasi dengan non muslim.
Gambar 3 Wawancara dengan Nashriah M, S.Pd. (02 Oktober 2023)
Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan guru Fikih pada Gambar 4 dalam hal ini Sahri
Bulan, S.Ag., S.Pd.I. (49 tahun) mendeskripsikan bahwa pada pembelajaran Fikih,
ada pembelajaran Fikih, aspek-aspek peribadatan kelompok A dan B bisa saja
berbeda. Olehnya itu, guru selalu mengutarakan perbedaan cara beribadah itu melalui
sandaran empat mazhab.
Prinsip mengambil
jalan tengah (tawassuth) ini diterapkan kepada peserta didik untuk
fenomena semacam ini. Artinya, perbedaan cara beribadah saat sekarang ini sudah
marak terjadi. Tak pandang bulu masing-masing pihak meluncurkan sindiran
terhadap pihak lain yang tidak sepaham. Oleh sebab itu, al-Qur’an mengajarkan
untuk bermoderasi melalui pemilihan jalan tengah, mana yang dipedomani secara
umum. Meskipun mazhab Syafi’i dan Maliki serta Hambali berbeda, tetapi di
Indonesia menganut mazhab Syafi’i, maka seyogyanya mengikuti yang mayoritas.
Ini dilakukan untuk menghindari perselisihan yang tidak selaras dengan
nilai-nilai Islam dan Pancasila.
Sudah seyogyanya
guru sebagai pendidik menanamkan nilai-nilai moderat seperti ini sebagai
pembentukan karakter positif melalui penguatan pondasi yang baik
Gambar 4 Wawancara dengan Sahri Bulan, S.Ag., S.Pd.I. (03 Oktober 2023).
Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan guru SKI pada Gambar 5 dalam hal ini
Sumarni, S.Pd.I. (41 tahun) mendeskripsikan bahwa pada pembelajaran SKI, Islam
digambarkan kejayaannya melalui perjuangan dan pengorbanan orang-orang
terdahulu, mulai dari sejarah Islam di Arab hingga di Indonesia. Kegigihan para
pahlawan Islam mencerminkan tentang kecintaan terhadap Islam dan tanah air. Hal
ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran SKI sarat akan prinsip kewarganegaraan dan kebangsaan (muwathanah).
Peserta didik diberi pemahaman bagaimana jihad yang
sebenar-benarnya. Mencintai dan membela Islam adalah upaya membela negara, dan
persatuan agama adalah persatuan bangsa. Hal ini relevan dengan cita-cita
bangsa, Pancasila, serta madrasah.
Gambar 5 Wawancara dengan Sumarni,
S.Pd.I. (04 Oktober 2023)
2.
Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan menunjang tercapainya visi misi
lembaga pendidikan melalui kegiatan pengembangan bakat dan minat. Kegiatan ini
biasanya dilakukan diluar jam pelajaran. Meski demikian, kegiatan
ekstrakurikuler tetap relevan dengan kegiatan kokurikuler
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni
Nashriah M., S.Pd. (30 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan Literasi al-Qur’an
adalah kegiatan membaca al-Qur’an dengan ketentuan surah yang telah ditentukan
seperti QS. al-Waqi’ah, al-Rahman, al-Sajdah, al-Insan, dan al-Mulk. Tujuan
pelaksanaan kegiatan ini adalah membentuk kebiasaan dan kecintaan terhadap
al-Qur’an melalui kegiatan membaca. Adapun pelaksanaannya yakni setiap hari
Sabtu hingga Kamis sebelum salat Duha (07.00 WITA) dan sebelum salat Zuhur
(12.00 WITA). Pada pelaksanaan kegiatan ini, nilai moderasi beragama yang
diterapkan adalah keadaban (ta’addub). Artinya, penanaman nilai moderasi
pada kegiatan Literasi al-Qur’an adalah habituasi. Kegiatan ini adalah upaya
untuk mencegah radikalisme melalui kegiatan membaca al-Qur’an secara rutin.
Dalam kesempatan yang lain, peneliti juga kerap kali menginsert-kan
wejangan-wejangan kepada peserta didik terkait surah yang dibaca.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni
Muh. Ikhsan (22 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan salat Duha dan salat
Zuhur berjamaah mengandung prinsip kesamaan (musawah). Artinya, melalui
kegiatan ini tidak ada pembeda antara peserta didik satu dengan lainnya.
Meskipun berbeda kelas dan tingkatan serta senioritas, peserta didik tetap
diperlakukan sama. Jadi, tidak ada manusia istimewa dalam pelaksanaan salat.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan pembina program yakni
Nurbiah, S.Pd. (35 tahun), dapat dipahami bahwa kegiatan Sabtu Berbagi adalah
infaq yang dilaksanakan secara rutin setiap pekannya, yakni di hari Sabtu.
Kegiatan ini mengandung prinsip toleransi (tasamuh). Kegiatan ini
bertujuan untuk mengumpulkan lalu mendistribusikan terhadap pemenuhan kebutuhan
mendesak di madrasah. Kadangkala ada peserta didik yang perlu mendapatkan
uluran tangan, juga mendapat support finansial pada kegiatan ini. Oleh
sebab itu, kegiatan ini membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan sikap
kepedulian terhadap sesama.
Ekstrakurikuler diyakini merupakan ladang subur dalam membentuk peserta
didik yang moderat, khususnya di madrasah. Sebab, peserta didik tidak hanya
dibekali teori semata, tetapi juga praktik dan habituasi yang sifatnya
simultan. Dalam beberapa riset menyebutkan bahwa program di ekstrakurikuler
memiliki pengaruh besar terhadap jiwa keberagamaan peserta didik
Faktor Pendukung Moderasi Beragama pada Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah
Uloe
Moderasi beragama pada pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe didukung oleh
metode, strategi, dan media pembelajaran.
1.
Metode pembelajaran
Metode adalah seperangkat cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dengan
prinsip efektivitas dan efisiensi
Metode ceramah adalah metode pembelajaran yang paling mudah dan simpel
digunakan oleh guru, sebab tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.
Hanya mengandalkan komunikasi verbal dan teknik penyampaian materi, peserta
didik dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan guru
Metode ini sangat adaptif pada semua bidang studi PAI yang diajarkan. Pada
pembelajaran Akidah Akhlak Kelas VIII materi Membiasakan Akhlak Terpuji (Husnuzan,
Tawadhu’, Tasamuh, dan Ta’awun), guru menggunakan metode ceramah
pada materi ini untuk menjelaskan secara gamblang dan komprehensif. Apabila
mendengar sebuah kabar yang tidak baik tentang seseorang, maka harus bersangka
baik (husnuzan) terlebih dahulu, sembari mengkroscek (tabayyun)
kebenarannya. Apabila diberi kenikmatan seperti peringkat 1 atau menjuarai
suatu lomba, maka sikap yang tepat ialah merendah diri (tawadhu’).
Apabila terjadi perbedaan pendapat diantara anggota kelas sendiri, maka sikap
yang tepat ialah melerai atau meluruskan perbedaan pendapat itu dengan
menyatakan suatu solusi dan tetap saling menghargai (‘adl, tawassuth, dan
tasamuh). Apabila sedang mendapati orang tua sedang kesulitan mengerjakan
sesuatu, maka tindakan yang efektif dilakukan seorang pserta didik selaku anak
ialah membantu mereka. Begitupun dengan teman yang tidak membawa uang jajan ke
sekolah, peserta didik yang baik tentunya berbagi bekal atau mentraktirnya
makan di kantin (ta’awun). Melalui pembelajaran seperti di atas,
berkembanglah nilai adab yang baik (ta’addub), toleransi (tasamuh),
moderat (tawassuth), dan adil (al-‘adl).
Metode tanya jawab adalah cara mengajar dengan melontarkan pertanyaan
kepada peserta didik lalu mempersilakanya menjawab
Pada pembelajaran Al-Qur’an Hadis kelas VIII Bab II tema Meraih Berkah
dengan Sikap Jujur dalam Muamalah metode ini digunakan untuk melontarkan
beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang apa saja bentuk atau contoh
sikap jujur dalam muamalah. Kadang kala, guru memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bertanya, lalu dilemparkan kepada peserta didik yang lain untuk
menjawab. Dari sini, peserta didik diajarkan sikap tasamuh atau menerima
pendapat orang lain.
Metode diskusi adalah metode pemberian masalah (problem) yang
diberikan guru kepada peserta didik dalam bentuk kelompok
Guru melatih daya pikir kritis dan kemampuan berbahasa peserta didik pada
materi SKI kelas IX Bab IV dengan tema Nilai-Nilai Islam dan Kearifan Lokal
dari Berbagai Suku di Indonesia. Melalui forum, terjadi dialog antara pemateri
dan anggota kelas, di mana anggota kelas mengajukan pertanyaan dan kelompok
pemateri yang terdiri atas tiga orang menjawab pertanyaan. Bahkan, peserta
didik yang lainnya boleh menyanggah apabila dianggap kurang tepat jawaban
pemateri atau menambahi jawaban pemateri apabila dianggap kurang oleh audiens.
Pembelajaran semacam ini mengajarkan arti saling menghormati (tasamuh),
diskusi (syura), dan prinsip keseimbangan (tawazun).
Metode penugasan dibebankan kepada peserta didik untuk melihat sejauh mana
pemahamannya tentang materi pelajaran yang disampaikan
Dalam pelaksanaannya, metode ini mengandung nilai-nilai moderasi beragama
seperti adil (‘adl), persamaan (musawah), dan berimbang (tawazun).
Artinya, guru membagikan tugas kepada peserta didik secara merata dan diberi
nilai hasil koreksi sesuai dengan jawaban benar dan salah.
Metode role playing adalah metode yang digunakan untuk materi
tertentu, guna memberi pengalaman secara kontekstual kepada peserta didik atas
peran yang dijalaninya
Metode ini sangat efektif digunakan pada bidang studi Fikih yang
berhubungan dengan kegiatan praktik ibadah, seperti praktik salat Subuh
berjamaah terdapat pada materi Bab III tema Salat Fardu (Fikih kelas VII).
Secara praktik, beberapa kalangan umat Islam terjadi perbedaan tentang
pelaksanaan salat Subuh. Masjid A qunut, sedangkan di Masjid B tidak. Seetelah
peserta didik mempraktikkan, guru menjelaskan perbedaan ini berdasarkan ikhtilafiyah
ulama Fikih. Guru juga menjelaskan bagaimana cara menyikapi kedua hal tersebut.
Disinilah peran metode ceramah menjelaskan dengan gamblang dan komprehensif
terkait dengan ikhtilaf dan sikap moderatisme peserta didik sebagai
anggota masyarakat.
Dari praktik salat berjamaahnya, dapat dipahami bahwa mengandung nilai
persamaan (musawah). Artinya, dalam salat berjamaah, umat muslim berkumpul dari
berbagai kalangan dan strata sosial yang berbeda, sementara di hadapan Allah
semua sama. Berkembang lagi dalam penjelasan guru tentang ikhtilaf bahwa
fenomena ini tidak untuk diperdebatkan. Nilai moderasi yang terkandung di
dalamnya ialah nilai toleransi (tasamuh). Artinya, guru menjelaskan
tentang perbedaan itu ada, bukan untuk memisahkan dan memecah belah umat
muslim, melainkan saling menyatukan tekad melalui pemahaman yang mantap. Dari
sinilah lahirlah nilai berkeadaban (ta’addub).
2.
Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah susunan rencana kegiatan yang akan
diimplementasikan untuk tujuan yang telah ditetapkan
Pengenalan (introducing) merupakan tahap awal untuk memperkenalkan
moderasi beragama kepada peserta didik. Istilah ini selalu dimunculkan oleh
madrasah pada masa ta’aruf siswa madrasah (MATSAMA) tiap tahunnya. Pada fase
ini, moderasi beragama dikenalkan diluar kegiatan intrakurikuler. Meski
demikian, tahap awal ini menjadi pendahuluan yang sangat baik, sebab peserta
didik sudah dibekali pengertian, latar belakang dalil/regulasi, jenis, dan
contoh konkretnya. Pada fase ini juga dikenalkan tentang program-program yang
mengandung nilai-nilai moderasi beragama seperti literasi al-Qur’an, salat Duha
berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi.
Penerapan (acting) nilai-nilai moderasi beragama yang sudah
ditanamkan pada diri peserta didik, dikembangkan pada program-program keagamaan
yang dituangkan dalam ekstrakurikuler. Adapun kegiatan ini dilakukan secara
rutin untuk memberi kesan yang baik pada penerapan moderasi beragama.
Pembiasaan (habituating) adalah kegiatan terstruktur dan
tersistematis yang dilakukan secara berulang pada waktu yang telah ditentukan
pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan seperti literasi al-Qur’an, salat Duha
berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi dibiasakan untuk memberikan
penekanan tentang konsep kehidupan sosial yang dinamis melalui insersi
nilai-nilai berkeadaban (ta’addub), prinsip persamaan derajat (musawah),
keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi (tawazun), dan
toleransi atau kepedulian terhadap sesama (tasamuh).
Pengaplikasian (aplicating) adalah kelanjutan dari kegiatan
habituasi yakni melatih diri untuk melaksanakan literasi al-Qur’an, salat Duha
berjamaah, salat Zuhur berjamaah, dan Sabtu Berbagi secara mandiri. Kegiatan
ini tidak mesti dilakukan di madrasah saja, seyogyanya berdampak pula pada
kegiatan-kegiatan sehari-hari peserta didik. Untuk memvalidasi benar tidaknya
kelanjutan tahap habituasi ini, maka peneliti mewawancarai beberapa orang tua
dari peserta didik yakni Sahri Bulan, ibu dari Iftah Al Fikri Ilsya siswa kelas
IX A dan Ida Laila, ibu dari Yuniez Eka Alfarab siswa kelas IX A. Keduanya
mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pembina program,
khususnya guru PAI di MTs As’adiyah Uloe, karena telah membina dna mendidik
putranya pada kegiatan-kegiatan positif. Rajin salat berjamaah di masjid
merupakan perubahan signifikan yang terjadi pada ananda Iftah dan Yuniez. Tepat
waktu atau disiplin juga menjadi perkara yang patut dibanggakan pada keduanya,
sebab program literasi al-Qur’an mengharus peserta didik datang lebih awal
yakni pukul 06.45 WITA. Peduli pada teman atau suka berbagi merupakan perubahan
derastis juga yang terjadi pada peserta didik ini. Dengan demikian, potret
moderasi beragama pada pembelajaran PAI berlangsung dengan baik.
3.
Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat dan bahan sebagai jembatan untuk
mengantarkan pesan atau informasi kepada peserta didik dengan prinsip
efektivitas dan efisiensi
KESIMPULAN
Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe
menampilkan potret pembelajaran PAI yang sarat akan nilai-nilai moderasi
beragama. Tidak hanya materi pelajaran saja yang menjadi penekanannya,
melainkan pada aspek sintaks metode pembelajaran dan sentuhan-sentuhan nasehat
guru dalam kelas.
Pembelajaran PAI di MTs As’adiyah Uloe
berjalan dengan baik, karena minim tindakan diskriminatif, bahkan tidak ada
paham radikalisme ataupun ekstremisme. Melalui kegiatan pembelajaran PAI, baik
dalam intrakurikuler dan ekstrakurikuler, kegiatan-kegiatan semacam ini memberi
perubahan positif bagi diri peserta didik yang mengarah pada karakter positif
yakni good personality dan good attitude, baik kepada Allah (hablum
minallah) maupun kepada sesama manusia (hablum min al-nas).
DAFTAR
PUSTAKA
Agama, K. (2004). Al-Jumanat
al-’Ali: Al-Qur’an dan Terjemahnya. J-Art.
AR, S. (2020). Peran Guru Agama
Dalam Menanamkan Moderasi Beragama. Al-Irfan: Journal of Arabic Literature
and Islamic Studies, 3(1), 37–51.
Bel. (2022). Pentingnya Penanaman
Nilai Moderasi Beragama di Madrasah. Kementerian Agama Jawa Tengah.
Benny Andrios. (2021). Menag
Tegaskan Moderasi Beragama Penting Dalam Memperkuat Negara. Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Chadidjah, S., Kusnayat, A.,
Ruswandi, U., & Arifin, B. S. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Moderasi
Beragama Dalam Pembelajaran PAI: Tinjauan Analisis Pada Pendidikan Dasar
Menengah dan Tinggi. Al-Hasanah: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 6(1),
114–124.
Hakim, L. (2022). BNPT: Generasi Z
dan milenial rentan terpapar radikalisme. Antara News.
Handayani, S. (2023). Metode
Pendidikan Islam Perspektif Hadits. JOTE: JOURNAL ON TEACHER EDUCATION,
4(3), 264–270.
Hartini, Y., Muhammad, D. H., &
Susandi, A. (2021). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan
Nilai-Nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah Pada Siswa MTs Nurul Huda Kedopok Kota
Probolinggo. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(2), 464–472.
Herlina, E., Gatriyani, N. P.,
Galugu, N. S., Rizqi, V., Mayasari, N., Feriyanto, Junaidi, Nurlaila, Q.,
Rahmi, H., Telaumbanua, A. C., Wahyudi, Ratnadewi, Azis, D. A., & Saswati,
R. (2022). Strategi Pembelajaran. Tohar Media.
Humas. (2019). Kemenag Terus
Prioritaskan Program Pengarusutamaan Moderasi Beragama. Kominfo.
Kemenag. (2022). Kemenag Kenalkan
Moderasi Beragama pada Dunia Islam. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Khairul Rijal, M., Nasir, M., &
Rahman, F. (2022). Potret Moderasi Beragama di Kalangan Mahasiswa. Pusaka:
Jurnal Khazanah Keagamaan, 10(1), 172–185.
Lubis, K., Samsidar, Pasaribu, M.,
Wahyuni, S., & Dalimunthe, R. Y. (2023). IMPLEMENTASI KEGIATAN
EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI NON AKADEMIK SISWA KELAS
XI MAN 1 MANDAILING NATAL. Tarim : Jurnal
Islamic Eduation, 1(1), 33–44.
Majid, R. A. (2022). BNPT: 33 Juta
Penduduk Indonesia Terpapar Radikalisme, Butuh Undang-Undang Pencegahan. Kompas
TV.
Mastel. (2017). Hasil Survey Wabah
HOAX Nasional 2017. Mastel.
Misbah, M., & Fahmi, I. N.
(2021). INTERNALIZATION OF ISLAMIC MODERATION VALUES IN PAI LEARNING AT SMA
MA’ARIF NU 1 BANYUMAS. Al-Qalam: Jurnal Penelitian Agama Dan Sosial Budaya,
27(1), 131–141.
Muzakky, A. H. (2022). Potret
Moderasi dan Toleransi Beragama dalam Tafsir QS. Al-Kafirun dan Relevansinya
dalam Konteks Keindonesiaan. Journal of Religious Moderation, 1(1),
16–35. https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/3306.
Nurbiah, Syafi’i, A., & Fahril.
(2023). Implementasi Model Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Alef
Education dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika
Tema Himpunan di MTs As’adiyah Uloe. Educandum, 9(1), 126–134.
https://blamakassar.e-journal.id/educandum/article/view/1060
Rohmah, S., & Badriyah, Z.
(2022). Analisis Materi Islam Wasathiyah pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di
Madrasah Aliyah. Jurnal Alasma: Media Informasi Dan Komunikasi Ilmiah, 4(1),
39–44.
Rosyada, D. (2020). Penelitian
Kualitatif untuk Ilmu Pendidikan. Kencana.
Setyawan, F. A. (2019). Menag:
Hasil Survei, 52 Persen Pelajar Setuju Radikalisme. CNN Indonesia.
Shihab, M. Q. (2017). Tafsir
al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Lentera Hati.
Shihab, Q., & Shihab, N.
(2021). Hidup Bersama Al-Qur’an 1: Moderasi dan Tujuan Pendidikan Agama
Islam, Tanya Jawab Seputar Puasa, Zakat, Haji, Al-Qur’an, Agama dan Budaya.
Lentera Hati.
Solina, A., Lestari, P., &
Sururiyah, S. K. (2023). IMPLEMENTASI KEGIATAN KEAGAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROJEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA SISWA
KELAS X DI SMK N 3 PURWOREJO. Jurnal Al Ghazali: Jurnal Kajian Pendidikan
Islam Dan Studi Islam, 6(1), 48–61.
https://ejournal.stainupwr.ac.id/
Sugiyono. (2017). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Suryani, E., & Ismail, Y.
(2022). Upaya Peningkatan Minta Belajar Fikih Melalui Metode Role Playing Di Kelas VII MTS Yaspen Muslim Desa Pematang Tengah. In Journal
of Islamic Studies (Vol. 1, Issue 1).
https://pusdikra-publishing.com/index.php/jkes/home
Syafi’i, A. (2022a). Implikasi
Al-Qur’an Terhadap Fenomena Radikalisme Islam Era Digital. Annual
Conference on Islamic Studies and Humanities, 24–31.
Syafi’i, A. (2022b). Solusi
Penguatan Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an. BARUGA: Jurnal Ilmiah BDK
Makassar, 11(2), 14–38.
Syafi’i, A., Haddade, H., &
Munir. (2023). Penerapan Metode Muraja’ah Darasa Patappulo Seddi pada Majelis
Qurra’ Wal Huffadz As’adiyah di Masjid Jami’ Sengkang. Tarbawi: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 8(1), 89–110.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/tarbawi/article/view/9338
Syafi’i, A., & Rapi, M. (2022).
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN: Menerapkan Model Dalam Pengembangan Media
Pembelajaran. Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, 14(1), 52–70.
https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah
Widiastuti, N. (2023). METODE
PEMBELAJARAN DALAM UPAYA INTERNALISASI NILAI-NILAI KEISLAMAN. Al Fatih,
1(1), 1–8. https://journal.an-nur.ac.id/index.php/ALF