INTERNALISASI NILAI
PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI NGANGGUNG
Ahmad Irfan*
Dicky Setiady**
*Universitas Muhammadiyah
Jakarta, Indonesia
**Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
*E-mail: ahmad.irfan@umj.ac.id
**E-mail: dicky.setiady20@mhs.uinjkt.ac.id
Abstract
This research aims to
understand the process of internalizing the values of Islamic education in the nganggung tradition, identify the values it creates, and
determine the impacts it generates. This study employs a qualitative method
with an observational and interview approach, supplemented by secondary data
obtained through a literature review. The internalization process of Islamic
education in the nganggung tradition reveals a strong
integration of Islamic values, whereby the community becomes educated in this
tradition. Social values and religiosity are prominent aspects of the nganggung tradition. Factors such as religious
understanding, the role of community leaders, and the selective paradigm of the
community in the nganggung tradition support the
internalization of Islamic education values within this tradition. The positive
impact that emerges is the institutionalization of Islamic values in the
community's way of life.
Keywords: internalization, values, education, Islam, nganggung
Abstrak
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui proses internalisasi nilai pendidikan Islam tradisi nganggung, mengetahui nilai-nilai yang diciptakannya,
dan juga mengetahui dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode
kualitatif dengan pendekatan observasi dan wawancara, serta data sekunder
didapat melalui kajian kepustakaan. Hasil yang diterima pada proses
internalisasi pendidikan Islam dalam tradisi nganggung
nilai-nilai keislaman sangat melekat di dalamnya, sehingga masyarakat dalam
menyertai kegiatan nganggung terdidik melalui tradisi
yang ada. Nilai-nilai sosial dan religiusitas
tampaknya menjadi aspek yang menonjol dalam tradisi nganggung.
faktor pemahaman agama, peran tokoh masyarakat dan paradigma selektif
masyarakat dalam tradisi nganggung tampaknya menjadi
faktor pendukung internalisasi nilai pendidikan Islam dalam tradisi nganggung. Dampak positif yang ditimbulkan adalah nilai
keislaman terlembagaan dalam kehidupan masyarakat.
Kata kunci: internalisasi, nilai,
pendidikan, islam, nganggung
PENDAHULUAN
Merujuk pada penelitian
yang dilakukan oleh Wahidah dan Heriyudanta
bahwa banyak sekali krisis moralitas terjadi di zaman ini, salah satu penyebabnya adalah kemajuan zaman yang kurang diiringi
dengan implementasi nilai keagamaan. Pada realitanya,
hal tersebut dapat terjadi dikarenakan nilai keagamaan terinternalisasi
hanya sampai ranah pengetahuan saja, tidak sampai kepada nilai-nilai spiritual
dan
Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sofa Muthohar, dikatakan dalam
penelitian tersebut bahwa terdapat 7 faktor yang menyebabkan terjadinya
degradasi moral, yaitu (1) paham materialistis yang tidak mengandung di dalamnya
suatu pandangan spiritualitas dalam standar kesuksesan; (2) longgarnya
norma kesopanan yang terjadi akibat pengaruh budaya barat yang mudah kita dapati di berbagai media pada saat ini; (3) budaya global
yang menguasai media mengenalkan suatu kenikmatan semu, melalui fashion,
food, and fun; (4) tingkat persaingan hidup yang tinggi; (5) sikap
individualistis masyarakat yang terjadi di era sekarang; (6) kurangnya kualitas
pendidikan di dalam keluarga; dan (7)
sekolah tidak mampu secara efektif memberikan pengarahan karena berbagai
masalah dari waktu, SDM, dan keuangan
Melihat
kepada fenomena kehidupan masyarakat saat ini menunjukkan semakin merosotnya akhlak masyarakat, seperti dalam survei yang
dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia, bahwa angka kasus kekerasan dari tanggal 1 Januari 2023
sampai 31 Mei 2023 menyentuh angka 9.899 kasus, dengan jumlah korban laki-laki
1.900 dan perempuan 8.856
Pendidikan
karakter yang tepat untuk menjadi senjata dan pegangan atas kehidupan zaman ini
adalah melalui internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam Islam baik dari
aspek kognitif, afektif sampai dengan psikomotor
Namun,
melihat pada pentingnya pendidikan Islam dalam membina moralitas masyarakat,
maka kita harus melihat bagaimana lembaga pendidikan Islam itu sendiri sebagai
wadah pembinaan karakter masyarakat. Sebagaimana dalam penelitian yang
dilakukan oleh Ziya Marwah, bahwa dalam upaya
mengatasi dekadensi moral diperlukan suatu peningkatan positif dalam pendidikan
agama di keluarga, sekolah, maupun masyarakat
Berikutnya
mengenai pendidikan di sekolah, permasalahan yang pertama merujuk kepada
penelitian yang dilakukan oleh Weni Puspita yaitu
mengenai ketiadaan nilai jual yang ada dalam lembaga pendidikan yang
menyebabkan rendahnya minat konsumen untuk mendaftar. Ketiadaan nilai jual ini
disebabkan kurang adanya faktor yang membedakan dengan lembaga lainnya. Kurang
adanya faktor yang membedakan disebabkan pula dengan kurangnya analisis
lingkungan mengenai kekurangan dan kemampuan lembaga, yang dilakukan oleh
manajemen strategik
Berbicara
mengenai lembaga pendidikan Islam sebenarnya tidak hanya terjadi di lingkungan
sekolah atau keluarga saja, tetapi juga terjadi di lingkungan masyarakat
melalui tradisi dan budaya yang ada. Indonesia memiliki keanekaragaman
budaya yang sudah menjadi kebanggaan bangsa dalam setiap ragamnya kurang lebih
600 suku bangsa terdapat di Indonesia dengan kearifan budaya dan indentitasnya
masing-masing semakin menampakan pluralnya
masyarakat Indonesia
Berbicara mengenai nilai, maka nilai dapat diartikan sebagai
penentu baik dan buruk. Oleh karena itu, nilai tersebut perlu dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari atau yang
disebut dengan internalisasi nilai
Salah satu bentuk tradisi yang ada di Indonesia adalah tradisi Nganggung di wilayah Bangka Belitung desa Tuatunu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ivan Riyadi bahwa tradisi nganggung pada
upayanya menghadapi era global, tradisi ini memiliki
nilai makna yang penting dalam mempersatukan masyarakat, dimana tradisi nganggung dalam masyarakat setempat diyakini memiliki nilai
budaya dan religiusitas yang menguatkan solidaritas
antar masyarakat dalam membina ukhuwah Islamiyah sebagai bentuk
persatuan
Tradisi nganggung atau disebut dengan sepintu sedulang adalah bentuk
budaya masyarakat dengan melakukan kegiatan membawakan makanan ke masjid
Melihat bagaimana kearifan lokal yang terjadi di Bangka Belitung
mampu mempersatukan dan menghadirkan nilai-nilai keislaman yang kaya akan
pendidikan karakter tampaknya menjadi suatu keuntungan tersendiri dalam tujuan mendidik
akhlak masyarakat. Terlebih lagi dengan pendekatan kebudayaan dirasa lebih
memiliki hasil yang cukup besar dikarenakan budaya diciptakan oleh masyarakat
dan melekat didalam masyarakat
Melihat kepada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muhammad
Edy Waluyo, tentang makna simbolik dari tradisi nganggung, dikatakan bahwa dalam tradisi tersebut di dalamnya
terkandung akan nilai spiritual, ekonomi, kebersamaan, dan politis. Menjelaskan
pula mengenai makna simbol-simbol yang ada pada tradisi ini
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Anti Muthmainnah
dan Dinie Anggraeni Dewi
yang menjelaskan mengenai bagaimana implementasi nilai pancasila dalam tradisi nganggung, setiap sila yang ada dihubungkan dengan tradisi nganggung, lebih banyak dibahas dalam penelitian ini kepada
nilai sosial yang ada dalam hubungan antar masyarakat
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Ayu
Permatasari, Dessy Wardiah, Dian Nuzulia Armariena yang menjelaskan nilai moral
yang ada pada tradisi nganggung. Penelitian ini
mengulas nilai moral yang ada baik itu kepada Allah, diri sendiri, keluarga,
ataupun masyarakat
Penelitian lain, yang dilakukan oleh Ivan Riyadi
yang menjelaskan tentang bagaimana aktualisasi manajemen pendidikan pada
tradisi nganggung. Ivan Riyadi
menjelaskan secara panjang lebar tentang solidaritas masyarakat dalam tradisi nganggung yang di hubungkan
dengan bagaimana teori manajemen pendidikan Islam pada tradisi nganggung dalam membina nilai-nilai keislaman pada
masyarakat disana
Penelitian lain yang
dilakukan oleh Suparta adalah mengenai nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi nganggung serta
dampaknya terhadap ukhuwah masyarakat di kecamatan Mendo
Barat, pada penelitian ini suparta menjelaskan
berbagai macam nilai pendidikan bukan hanya pendidikan Islam, tetapi sosial dan
sebagainya, dengan mengintegrasikan pada perspektif keislaman didalamnya.
Aspek yang membedakan
penelitian ini dengan yang lainnya adalah kebaruan yang ada penelitian ini
berusaha menjelaskan proses internalisasi yang terjadi pada tradisi nganggung ini, serta dampak dan pendukung proses tersebut
sehingga mampu bertahan hingga saat ini.
Dengan rumusan di atas, maka sudah jelas tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana realita yang ada pada proses internalisasi
nilai pendidikan Islam ke dalam tradisi nganggung
menjadi suatu bahasan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Lalu menjelaskan
perihal nilai-nilai yang terinternalisasi pun penting
untuk diketahui bersama mengenai seberapa besar nilai keislaman terinternalisasi ke dalam tradisi nganggung.
Tradisi ini diwarisi secara turun temurun sejak lama,
oleh karena itu melihat eksistensi yang ada maka mengetahui faktor pendukung
yang menjadikan tradisi nganggung ini dapat bertahan
perlu untuk kita ketahui lebih lanjut serta bagaimana faktor yang menghambat
perkembangan dan kelestarian dari tradisi ini. Setelah mengetahui secara
mekanisme, unsur-unsur nilai, dan alasan eksistensi, maka menarik pula jika
kita mengetahui lebih lanjut mengenai dampak yang terjadi dalam terinternalisasinya nilai pendidikan Islam yang ada pada
tradisi nganggung ini sendiri. Selain tujuan di atas,
tujuan melestarikan budaya dan memberikan edukasi adalah menjadi sasaran utama
agar setidaknya membantu untuk mengurangi gejala penyimpangan sosial yang
terjadi.
METODE
Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Data primer penelitian ini didapatkan langsung
dari masyarakat di antaranya tokoh masyarakat, pemuka agama, serta masyarakat
yang menyelenggarakan tradisi nganggung dan sumber
yang dilakukan melalui wawancara, observasi sedangkan data sekunder didapatkan
melalui kepustakaan berupa buku-buku, karya ilmiah. Lokasi penelitian mengambil
tempat di desa Tua Tunu Kepulauan Bangka Belitung. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis
data melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan pengambilan simpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan
pembahasan ini berusaha untuk mengkaji proses meresapnya
nilai-nilai tradisi nganggung dalam kehidupan
masyarakat desa Tua Tunu sehingga dapat diketahui nilai yang diciptakannya dan dampak yang ditimbulkannya.
Proses Internalisasi Nilai
Pendidikan Islam dalam Tradisi Nganggung.
Melihat bagaimana tiap-tiap tradisi yang ada di desa Tua
Tunu mampu untuk menginternalisasi nilai-nilai
pendidikan Islam melalui tradisi nganggung dan
seluruh rangkaian adat yang ada dalam tradisi nganggung. Proses internalisasi tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor yang terjadi di dalamnya.
Mulai dari bagaimana setiap tokoh masyarakat adat Tua Tunu mampu untuk
memberikan teladan kepada masyarakat sehingga tradisi Nganggung
tetap terjaga kelestariannya. Melihat bagaimana masyarakat adat Tua Tunu melaksanakan
tradisi nganggung melalui kegiatan hari besar Islam
dan mendoakan warga yang meninggal melalui berbagai rangkaian kegiatan yang
ada. Tradisi memanggul makanan yang dinamakan dengan sepintu
sedulang yang memiliki arti setiap keluarga membawa
makanan menuju kediaman warga yang ditinggalkan.
Tradisi
sepintu sedulang
yang diadakan ini dalam penelitian lain dijelaskan bahwa masyarakat membawa
dulang dengan tutup yang disebut tudung saji. Dulang tersebut berwarna
merah dan hijau
Setiap tradisi yang ada rutin dilaksanakan oleh
masyarakat adat Tua Tunu baik perayaan hari besar Islam maupun mendoakan
anggota keluarga dari warga yang ditinggalkan, dalam rangkaian acaranya terdapat berbagai tata cara yang berbeda,
khususnya pada takziah. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ayu
Permatasari, Dessy Wardiah, Dian Nuzulia Armariena dijelaskan bahwa pada tradisi nganggung
jika ada warga yang meninggal maka dilaksanakan tradisi nganggung
tersebut secara tujuh hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan dengan hari ke 25, hari ke 40, hari ke 100, dan peringatan
setahun kematian. Namun setelah tujuh hari peringatan kematian, maka peringatan
setelahnya menjadi tanggung jawab keluarga, tidak
lagi dilakukan tradisi nganggung
Oleh
karena itu pendidikan Islam secara otomatis dalam prosesnya
terinternalisasi kedalam kehidupan masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan adat yang ada pada tradisi nganggung.
Melalui kegiatan yang penuh dengan nilai keislaman masyarakat menjadi paham
akan pentingnya agama melalui tradisi-tradisi yang ada. Generasi penerus pun
akan melihat bagaimana proses adat yang ada, yang nantinya akan terus mewarisi
kepada generasi berikutnya. Dalam penelitian lain pun dikatakan walaupun
internalisasi nilai adalah suatu naluri biologis manusia, tetapi lingkungan
masyarakat dan karakter individu mempunyai suatu proses internalisasi nilai
atas sikap individu dan fungsi strategis dalam proses sosialisasi nilai budaya
Nilai-Nilai
Pendidikan Islam yang Terinternalisasi dalam Tradisi Nganggung.
Beragam
nilai yang tampak pada tradisi nganggung yang
sebenarnya jika kita melihat kepada
bagaimana prosesnya sudah jelas nilai yang
terkandung didalamnya terdapat nilai pendidikan
Islam. Namun peneliti melalui hasil observasi, nilai yang terkandung terdapat
beberapa nilai, yaitu nilai religius, nilai gotong royong, nilai kepedulian,
nilai menghormati leluhur, nilai menghormati tamu, dan yang lainnya.
Berbicara
mengenai nilai religus dan menghormati leluhur, dalam
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Edy Waluyo,
menyatakan bahwa nilai religius dalam tradisi nganggung
terdapat pada pelaksanaan hadiah surat al-Fatihah untuk rasulullah, para
sahabatnya, para wali Allah khususnya syekh Abdul Qodil
Al Jailani, dan banyak sampai para ahli kubur
terkhusus keluarga dari orang yang melaksanakan hajat, untuk bacaan tahlilnya sama seperti halnya bacaan tahlil pada umumnya,
sebelum mereka menikmati hidangan bersama-sama
Sedangkan
pada nilai gotong royong dan kepedulian, menurut Ivan Riyadi
nilai gotong royong tampak pada bagaimana budaya nganggung,
yaitu masyarakat berbondong-bondong membawa dulang yang dibawa ke masjid
ataupun kerumah keluarga yang mempunyai hajat,
menurut peneliti menjadi nilai gotong royong dan solidaritas antar masyarakat.
Juga mengenai nilai kepedulian termasuk didalamnya
bahwa kesadaran akan kepedulian kepada keluarga yang berduka dalam rangka
mendoakan orang yang meninggal, termasuk nilai kepedulian karena itu sebagai
bentuk menyenangkan orang yang berduka
Peneliti
memandang pada nilai-nilai yang ada pada tradisi nganggung
ini terdapat nilai yang tepat untuk dipromosikan sebagai
basis pembentukkan karakter bangsa Indonesia, yaitu
nilai kepedulian, toleransi, kebersamaan, dan kedermawanan.
Pandangan
ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Anti Muthmainnah
dan Dinie Anggraeni Dewi,
yang menguraikan tentang nilai pancasila pada tradisi nganggung.
Sila pertama dijelaskan bahwa nilai-nilai kereligiusan
dalam tradisi nganggung seperti pembacaan tahlil,
pembacaan ayat Al-Quran, dan doa-doa dan sebagainya. Sila kedua, yaitu mengenai
nilai kemanusiaan adalah ketika masyarakat merasa bahwa perlu bentuk kepedulian
untuk meringankan beban keluarga yang berduka melalui tradisi nganggung ini, yaitu dengan berbondong-bondong membawakan
hidangan untuk pembacaan tahlil. Sila ketiga, terdapat pada nilai gotong royong
yang terdapat pada tradisi nganggung, dimana
masyarakat bersatu untuk membawa makanan dan mengadakan kegiatan nganggung. Sila keempat, ketika masyarakat dalam tradisi nganggung saling bertukar makanan dan duduk bersama tanpa
memandang jabatan, kekayaan, dan sebagainya adalah bentuk nilai kerakyatan dan
toleransi sosial kemasyarakatan. Sila kelima, sikap adil dalam bergotong royong
menggambarkan nilai keadilan pada sila ini
Berdasarkan
hasil penelitian yang didapatkan bawah peneliti memandang secara keseluruhan
nilai-nilai tersebut dapat digolongkan ke dalam nilai aqidah, nilai syariah dan
nilai akhlak hal ini sejalan dengan pendapat Rama Yulis
sebagaimana dikutip oleh Zakiyah
bahwa dalam Pendidikan Islam terkandung nilai aqidah (keyakinan), nilai syariah
(pengalaman) dan nilai akhlak (etika vertical horizontal).
Faktor
Pendukung dan Penghambat Proses Internalisasi Nilai Pendidikan Islam dalam
Tradisi Nganggung
Faktor
pendukung proses internalisasi nilai pendidikan Islam dalam tradisi nganggung adalah dari kekuatan mereka memegang tegung agama ditengah gempuran
krisis moral yang terjadi pada saat ini dan juga melihat bagaimana rasa
solidaritas yang ditunjukkan oleh masyarakat adat Tua Tunu menunjukan kekuatan
dan pendorong proses internalisasi nillai itu dapat
terjadi. Selain dari itu, rasa tanggung jawab yang besar dari masyarakat dalam
menjaga kelestarian dari tradisi nganggung ini menjadi
hal yang penting dalam memperkuat proses internalisasi nilai pendidikan Islam.
Berbicara
mengenai perkembangan zaman dan krisis moralitas yang ada, peneliti sendiri mendapatkan sebuah temuan bahwa masyarakat yang
melaksanakan tradisi nganggung ini merasa tidak
terlalu takut terhadap perkembangan zaman yang ada, berbagai ancaman negative
terhadap nilai moral anggota masyarakat tidak terlalu menjadi beban dan ancaman
bagi mereka. Karena bagi mereka cukup dengan terus mengajarkan dan melestarikan
adat yang ada menjadikan benteng atau pelindung tersendiri untuk menjaga
individu masyarakat dari dampak negatif perkembangan zaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti, terdapat tiga hal
yang menjadi dasar sikap yang menjadi landasan masyarakat adat Tua Tunu menginternalisasi nilai agama kedalam tradisinya,
yaitu:
Pertama, kuatnya pengaruh tokoh masyarakat dalam melestarikan
tradisi nganggung. Hal ini diperkuat pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ivan Riyadi bagaimana
tradisi nganggung dalam manajemen tradisinya
memiliki hasil yang positif dikarenakan terdapat peran serta tokoh masyarakat
yang memberikan teladan sehingga masyarakat pun mengikutinya
Kedua, pemahaman agama masyarakat yang mendukung tampaknya menjadi
salah satu faktor pendorong pula dalam proses internalisasi nilai pendidikan
Islam dalam tradisi nganggung. Hal ini diperkuat
dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparta bahwa
tradisi nganggung selalu diawali dengan pembacaan
tahlil dan doa-doa yang menambah aspek religius masyarakat
Ketiga,
dengan kuatnya pemahaman agama masyarakat maka masyarakat akan sangat selektif
terhadap budaya baru yang akan datang. Berbagai macam nilai eksternal yang masuk kedalam internal
tradisi, mereka melakukan filterisasi dengan
pengetahuan yang mereka miliki. Nilai yang bertentangan dengan apa yang mereka
pahami akan mereka tolak sebagai bentuk antisipasi atas segala sesuatu yang
merusak solidaritas Tua Tunu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suparta, bahwa dikatakan seseorang yang sudah
memiliki pemahaman agama yang baik maka ia mampu berpegang pada prinsip keilmuannya sehingga ia mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuannya ataupun norma agamanya
Mengenai
faktor penghambat, sebenarnya adalah tantangan dari luar mengenai budaya baru
yang negatif. Namun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap nilai
yang masuk, semuanya mereka saring terlebih dahulu menggunakan pengetahuan
mereka, sehingga ini menjadi serangan balik untuk budaya baru yang negatif yang
mengancam kelestarian. Oleh karena itu, dengan
berjalannya tradisi nganggung
ini sangat penting untuk menguatkan pondasi mereka dalam menghadapi nilai buruk
yang ada.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu
Permatasari, Dessy Wardiah, Dian Nuzulia Armariena, yang menyatakan
bahwa tradisi nganggung bermanfaat dalam
mempersatukan masyarakat dalam tradisi nganggung
Menurut
pandangan peneliti juga, Antusiasme masyarakat sangat tinggi terhadap tradisi nganggung ini, melihat semua berbondong-bondong membawa
makanan, memberikan sedekah untuk orang yang melaksanakan hajatan, dan
sebagainya ini pun menjadi faktor pendorong internalisasi nilai pendidikan
Islam pada tradisi nganggung.
Dampak
Internalisasi Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Nganggung.
Menurut
pengamatan peneliti, rasa kepedulian terhadap sesama
menjadi sorotan khusus dan yang paling utama jika kita melihat bagaimana
tradisi nganggung ini berjalan, kita semua mengetahui
bagaimana sikap gotong royong yang ada didalam diri
masyarakat. Nilai zuhud pun perlu kita masukan, karena pada faktanya
sekalipun kekurangan akan harta mereka ingin bersedekah karena nilai keislaman
yang menganjurkan untuk bersedekah. Serta yang paling jelas adalah nilai mempererat
tali silaturahmi antar masyarakat yang terjaga meskipun dalam tantangan zaman
yang berat, tetapi masyarakat tetap mempererat tali silaturahmi melalui
kegiatan tradisi nganggung ini.
Sikap ini sangat sesuai dengan apa yang ditulis dalam penelitian Suparta, bahwa Islam menanamkan sikap-sikap tersebut didalam ajarannya agar diterapkan dan dihayati oleh umatnya agar sikap tersebut berkembang menjadi suatu
kepribadian yang melekat
KESIMPULAN
Tradisi
nganggung yang kaya akan nilai pendidikan Islam pada
proses internalisasi nilai keislaman sangatlah mencolok corak keislaman. Oleh
karena itu melalui pembiasaan melakukan tradisi ini masyarakat menjadi terinternalisasi akan makna yang terkandung didalamnya. Sehingga, mampu membawa nilai tersebut kedalam
kehidupannya sehari-hari.
Nilai-nilai
yang terbentuk yang dapat dipromosikan menjadi dasar
pembentuk karakter bangsa Indonesia adalah toleransi, kedermawanan,
kebersamaan, dan kepedulian. Setiap nilai yang ada itu memiliki kesamaan nilai
yang ada di dalam pancasila. Kesemua nilai tersebut terekstrak menjadi nilai aqidah, nilai syariah dan nilai
akhlak.
Faktor
pendukung terinternalisasinya nilai pendidikan Islam
dalam tradisi nganggung adalah bagaimana peran dari
tokoh masyarakat adat Tua Tunu yang memberikan teladan sehingga terinternalisasinya nilai keislaman kedalam masyarakat.
Kuatnya pemahaman agama juga menjadikan faktor pendukung arus internalisasi
nilai pendidikan Islam. Sikap selektif karena didasari pengetahuan agama pun
menjadi pendukungnya karena salah satu yang menjadi
penghambat internalisasi nilai pendidikan Islam adalah budaya luar yang
bernilai negatif dan masuk kedalam budaya lokal.
Dampak
internalisasi nilai pendidikan Islam dalam tradisi nganggung
ini adalah nilai-nilai yang tercipta melalui proses internalisasinya
ini dapat melekat dan manjadi kepribadian dalam diri
masyarakat, sehingga berdampak pada perilaku sosial masyarakat yang
berlandaskan nilai-nilai keislaman
DAFTAR PUSTAKA
Adelia, I.,
& Mitra, O. (2021). Permasalahan Pendidikan Islam di Lembaga Pendidikan
Madrasah. Islamika :
Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 21(01),
32–45. https://doi.org/10.32939/islamika.v21i01.832
Agung, P.,
& Marisa, F. (2019). Analisis Statistik pada Dampak Negatif dari Sosial
Media Terhadap Perilaku Manusia. JOINTECS (Journal of Information
Technology and Computer Science), 4(1), 1.
https://doi.org/10.31328/jointecs.v4i1.997
Aprilia, S.,
& Juniarti, U. (2022). Implementasi
Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons Dalam Upaya Melestarikan Tradisi
Islam Melayu Nganggung Dulang di Bangka Belitung . DIALOKA:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Dakwah Dan Komunikasi Isla, 01(1), 18–37.
Bali, M. M. E.
I., & Susilowati, S. (2019). TRANSINTERNALISASI
NILAI-NILAI KEPESANTRENAN MELALUI KONSTRUKSI BUDAYA RELIGIUS DI SEKOLAH. Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 16(1), 1–16.
https://doi.org/10.14421/jpai.jpai.2019.161-01
Bermi, W.
(2016). Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Untuk Membentuk Sikap. Al Lubab: Jurnal Penelitian Pendidikan Dan Keagamaan Islam,
2(1), 1–18. https://doi.org/https://doi.org/10.19120/al-lubab.v2i1.1300
Dewi, E. R.
(2020). Hubungan Media Sosial dalam Pembentukan Karakter Anak. Indonesian
Journal of Learning Education and Counseling, 3(1).
https://doi.org/10.31960/ijolec.v3i1.586
Fauzi, A. F. (2019). Internalisasi
Nilai-Nilai Multikultural Melalui Budaya Nyama Beraya Pada Masyarakat Muslim Pegayaman.
Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya, 2(1), 1–21.
https://doi.org/10.31538/almada.v2i1.220
Ferianda, A., Ferdiana,
& Herwan. (2022). Kearifan Lokal melalui Makna Nganggung Sepintu Sedulang sebagai City Branding Kabupaten Bangka. Jurnal
Ilmu Komunikasidan Bisnis, 7(2), 163–176.
H. Tahang, J.
(2010). URGENSI PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN ANAK. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika,
7(2), 163. https://doi.org/10.24239/jsi.v7i2.99.163-178
Hamzah, N. B.,
& Rahim, R. (2022). Kerasan Verbal pada Media Sosial Facebook ditinjau
dari. Jurnal Konsepsi, 11(1), 119–131.
https://p3i.my.id/index.php/konsepsi
Hasanah, H. (2015). FAKTOR-FAKTOR
PEMBENTUK KESADARAN BERAGAMA ANAK JALANAN. Sawwa:
Jurnal Studi Gender, 10(2), 209. https://doi.org/10.21580/sa.v10i2.1432
Ikawati, L. (2018). Pengaruh Media Sosial
terhadap Tindak Kejahatan Remaja. Syariati : Jurnal Studi Al-Qur’an Dan Hukum, 4(02), 223–232.
https://doi.org/10.32699/syariati.v4i02.1179
Irfan, A.
(2021). Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Betawi. CV. Putra Surya Santosa.
Irfan, A.
(2022). Pendidikan Agama Islam Bagi Tunanetra (Studi Kasus Pada Ikatan
Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Jakarta Barat). INTELEKTIUM, 3(1),
72–80. https://doi.org/10.37010/int.v3i1.689
Isnaini, M. (2013). Internalisasi
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Di Madrasah. Al-Ta Lim Journal, 20(3),
445–450. https://doi.org/10.15548/jt.v20i3.41
Madjid, N. (2014). Masyarakat Religius
(3rd ed.). PARAMADINA.
Marwah, Z.
(2019). PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI DEKADENSI MORAL (STUDI
KASUS DESA MELATI II KEC. PERBAUNGAN KAB. DELI SERDANG). JURNAL ILMIAH
SOSIOLOGI AGAMA (JISA), 2(2), 117.
https://doi.org/10.30829/jisa.v2i2.6402
Muthmainnah, A., & Dewi, D. A. (2021).
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM TRADISINGANGGUNG DI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG. Edumaspul:Jurnal Pendidikan,
5(1), 515–521.
Muthohar, S. (2016). Antisipasi Degradasi
Moral di Era Global. Nadwa: Jurnal
Pendidikan Islam, 7(2), 321–334. https://doi.org/10.21580/nw.2013.7.2.565
Parti, N. J. (2018). Implementasi
Pendekatan Eksistensial Humanistik berbasis tradisi Nganggung untuk meningkatkan spiritualitas masyarakat
Kepulauan Bangka. In Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) (Vol. 2,
Issue 1). Online. http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/SNBK/index
Permatasari, A., Wardiah,
D., & Nuzulia Armariena,
D. (2022). Nilai Moral dalam Tradisi Nganggung
Masyarakat Desa Petaling Kecamatan Mendo Barat
Kepulauan Bangka Belitung. Lokabasa:
Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Budaya Daerah Serta Pengajarannya, 13(1),
75–81. https://doi.org/https://doi.org/10.17509/jlb.v13i1.29080
Prihatmojo, A., & Badawi, B. (2020).
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Mencegah Degradasi Moral di Era 4.0. DWIJA
CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 4(1), 142.
https://doi.org/10.20961/jdc.v4i1.41129
Puspita, W.
(2016). PENTINGNYA ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL BAGI PENCAPAIAN TUJUAN
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM. El-Idare : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(2), 120–136. https://doi.org/10.19109/elidare.v2i2.925
Rachim, R. L., & Fuad Nashori, H. (2007). NILAI BUDAYA JAWA DAN PERILAKU NAKAL
REMAJA JAWA. Indigenous:Jurnal Ilmiah
Psikologi, 9(1), 30–43. www.pemda.diy.org.2006
Riyadi, I. (2019). Aktualisasi Manajemen
Pendidikan Pada Ikon Masyarakat Islam Melayu-Bangka: Nganggung.
Studia Manageria, 1(2), 165–178.
https://doi.org/10.19109/studiamanageria.v1i2.4873
Rusman, R., & Heningsih,
E. (2019). MAKNA TRADISI BUDAYA NGANGGUNG DI KABUPATEN BANGKA (STUDI PADA DESA
KEMUJA KECAMATAN MENDOBARAT DALAM PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW). Studia
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2),
43–62. https://doi.org/10.47995/jik.v2i2.27
Sanaky, H. A. H. (2008). Permasalahan dan
Penataan Pendidikan Islam Menuju Pendidikan yang Bermutu. El-Tarbawi, 1(1), 83–97.
https://doi.org/10.20885/tarbawi.vol1.iss1.art7
SIMFONI-PPA.
(2023). Peta Sebaran Kasus Kekerasan di Indonesia Tahun 2023.
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
Suparta, S. (2017). Nilai-Nilai Pendidikan
Islam dalam Budaya Nganggung dan Implikasinya
Terhadap Solidaritas Umat di Kecamatan Mendo Barat
Kabupaten Bangka. MADANIA: JURNAL KAJIAN KEISLAMAN, 21(1), 101.
https://doi.org/10.29300/madania.v21i1.206
Wahidah, S. N., & Heriyudanta,
M. (2021). Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Religius Melalui Kegiatan
Keagamaan di MTs N 3 Ponorogo. Al-Fikri: Jurnal
Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam, 4(1), 28.
https://doi.org/10.30659/jspi.v4i1.17446
Waluyo, M. E. (2017). Nilai-Nilai dan
Makna Simbolik Tradisi Nanggung di Desa Petaling
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sabda:Jurnal
Kajian Kebudayaan, 10, 1–15.
https://doi.org/10.14710/sabda.10.1.1-15
Wardani, W. (2019). Internalisasi Nilai
dan Konsep Sosialisasi Budaya dalam Menjunjung Sikap Persatuan Masyarakat Desa
Pancasila. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 6(2), 164.
https://doi.org/10.31604/jips.v6i2.2019.164-174
Widianto, A. A., & Lutfiana,
R. F. (2021). Kearifan Lokal Kabumi: Media
Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Masyarakat Tuban Jawa Timur. Satwika : Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan
Sosial, 5(1), 118–130.
https://doi.org/10.22219/satwika.v5i1.15929